Dosen Pengampu :
Miftakhussurur
Disusun Oleh:
1. Maliyya Marisa 23030160179
2. Winarsih 23030160153
3. Alvin Dwi Nugroho 23030160181
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap hadist mengandung 2 bagian yaitu teks ( Matn ) hadist itu sendiri dan
matan transmisi atau isnadnya yang menyebutkan nama-nama riwayat rowinya para
prasejarah klasik maupun modern sependapat bahwa mula-mula hadist muncul tanpa
dukungan isnad pada masa sahabat ( periode periwayatan hadits ) sampai lebih kurang
pengantian abad ke 11/ 7 M. Sekitar masa ini pulalah hhadist muncul secara besar-
besaran ketiak ilmumpengetahuan formal yang tertulis mulai di rintis baru pada abad
99 H- 101 H Umar bin Abdul Aziz mempunyai ide untuk membukukan hadist dengan
jalan memrintahkan semua ulama’ di seluruh dunia untuk menggumpulkan hadist-
hadist Rasul yang menurut anggapan mereka sama, pembukuan hadist pada periode
ini dilakukan dengan cara mengemukakan riwayat-riwayat di sertai dengan sanadnya
sehingga memungkinkan untuk mengetahui mutu hadist yang di riwayatkan baik
shohih maupun dhoif dengan cara meneliti sanadnya denag bantuan ilmu lain yang
bermacam-macam.
Ilmu Rijalul Hadist merupakan salah satu cabang besar yang tumbuh dari
hadist riwayah dan Diroyah dengan ilmu ini dapat membantu kita untuk mengetahui
keadaan para perowi yang menerima hadist dari Rasulullah dengan keadaan rowi
yang menerima hadist dari sahabat dan seterusnya. Denag mengetahui keadaan para
perowi yang menjadi sanad, dan memudahkn kita menilai kualitas suatu hadist maka
bias di simpulkan bahwa ilmu Rijalul Hadis merupakan separuh dari ilmu hadist.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Rija Al-Hadist?
2. Apa itu Jarh wa Ta’dil?
3. Apa hubungan ilmu Jarh wa Ta’dil dan Ilmu Rija Al-Hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
1
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 153.
2
Sohari Sahrani, et al., Ulumul Hadits…, h. 125.
Ulama yang pertama kali memperkenalkan dan mempelajari secara serius ilmu
ini ialah Bukhari, ‘Izzad Bin Ibn al-atsir atau yang lebih dikenal dengan Ibn Al-Atsir
(630 H). karya yang terkenal dari disiplin ilmu ini adalah Al-Isti’ab fi Ma’rifah Al-
ashab karya Ibnu Abdul Bar (w. 463 H), Al-Ishabah fi Tamyiz as-Sahabah, Tahzib at-
Tahzib karya Ibnu Hajar Al-Asqalani, dan Tahzib al-Kamal karya Abdul Hajjaj Yusuf
bin Az-Zakki Al-Mizzi (w. 742 H).3
Ada beberapa cara yang dicoba oleh para ulama untuk menyusun buku riwayat
hidup para periwayat :
1. Kitab yang disusun berdasarkan generasi (thabaqath) seperti:
a) Kitab al-thabaqath al-kubra
karya Abu Abdillah Muhammmad ibn Sa’ad Katib al – Waqidi (168-230H).
Kitab ini memuat biografi para sahabat, tabi’in dan orang-orang sesudah
b) Thabaqat al-Riwayat
karya Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabi (w. 746H/1348M).
c) Kitab Tadzkirat al – Huffazh
Karya Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabi (w. 746H/1348M)
2. Kitab yang disusun secara umum berdasarkan huruf abjad agar mudah
menggunakanya, seperti al-Tarikh al Kabir Karya Al-Imam Muhammad ibn
Isma’il al Bukhari (194-256 H). Kata al – Bukhari, “Nama-nama ini saya susun
berdasarkan huruf abjad. Hanya saja, saya mulai dari nama Muhammad karena
kemuliaan nama Muhammad SAW kemudian nama-nama selain Muhammad yang
berdasarkan urutan abjad
3. Di samping itu ada yang membahas biografi para sahabat Nabi,seperti;
a. Al-Isti’ab fi Ma’rifat al Ashab
Karya Ibn ‘Abdil Barr (w. 463 H/1071 M). Di antara kitab tentang biografi
sahabat, kitab ini tenggolong besar kalau bukan yang terbesar. Tidak kurang
dari 3500 orang sahabat dipaparkan biografinya dalam kitab ini.
b. Usud al-Ghabah fi Ma’rifat al-Shahabah
karya ‘Izzudin ibnu Atsir (w. 630H/1232 M). Penulisnya telah mencurahkan
segala kemampuanya untuk mewujudkan karya besar dan bagus ini. Biografi
sahabat sebanyak 7554 dimasukkan disini, disusun berdasarkan urutan abjad.
c. Al-Ishabah fi Tamyiz al Shahabah
3
M. Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadits…, h. 112.
karya Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852H/1449 M).
4. Kitab-kitab yang membicarakan para periwayat enam kitab (Shahih al – Bukhari,
Shahih Muslim, Sunan al- Turmudzi, sunan Abi Daud, Sunan al-Nasa’i, Sunan Ibn
Majah) antara lain;
Al-Kamal fi Asma al-Rijal karya Abdul Ghani al – Maqdisi (w. 600 H/102M).
Kitab ini diringkas oleh Abul Hajjaj Yusuf ibn al-Zaki al-Mizzi (w. 742 H) dengan
nama kitab Tahdzib al kamal. Kemudian ada yang meringkasnya lagi dengan nama
Tahdzib. Setidaknya ada dua orang yang menulis kitab yang judulnya sama,
disebut terakhir ini, yaitu Muhammad ibn Ahmad al- Dzahabi (w. 748H/1348 M)
dan ibn Hajar al-Asqalani (w. 852H/1449 M). Kitab ini pun diringkas oleh ibn
Hajar al- Asqalani dengan Taqrib al –Tahdzib.
5. Kitab yang menyebutkan riwayat hidup para periwayat sepuluh kitab hadist (enam
kitab ditambah al-Muwattha’ Malik, Musnad al-syafii, Musnad Ahmad dan
Musnad yang berisi hadist riwayat imam Abu Hanifah himpunan al-Husein ibn
Muhammad ibn Khurs) yaitu Al-Tadzikirah bi Rijal al-Asyarah
6. Kitab yang membicarakan para periwayat yang kualitasnya diragukan, seperti Al-
Kamil fi Dhu’afa al Rijal karya Abu Ahmad Abdullah ibn ‘Adi al Jurjani (w. 365
H). Mizan al-I’tidal fi Naqd al –Rijal karya Al-Dzahabi, dan lisan al-Mizan karya
ibn Hajar al –Asqalani.
7. Kitab Riwayat hidup para periwayat yang menerangkan nama samaran, seperti
kitab Nazhat al-Albab fi al-Alqab.
Dan masih banyak lagi jenis kitab riwayat hidup para periwayat seperti Kitab
Tarikh yang dikaitkan dengan negari tertentu, seperti Baghdad, Damaskus, Naisabur,
dan lain-lain. Dengan menggunakan kitab-kitab diatas peneliti hadist akan mendapat
bantuan menguak nilai mata rantai sanad sebuah hadist.
2. Jarh wa Ta’dil
Di dalam ilmu hadits, penyelidikan terhadap para rawi itu merupakan suatu
kewajiban dalam rangka memelihara kemurnian sunnah Nabi yang didasarkan pada
kaedah ajaran Islam. Dasar daripada penyelidikan ini adalah adanya beberapa ayat di
Dalam Al-Quran yang menginspirasi kegiatan penyelidikan ini, misalnya: Surat al-
Hujurat ayat 6
Artinya: “Hai orang-orang mukmin, jika datang kepadamu orang fasiq dengan
membawa berita maka selidikilah. Mungkin kamu dapat mendatangkan musibah
kepada kaum karena ketidak-tahuan, akhirnya kamu menyesal karena perbuatanmu.”
A. Jarh
“Jarh” menurut bahasa, artinya: melukai atau cacat. Sedangkan menurut
istilah ilmu Hadits, ialah: “menunjukkan atau membayangkan kelemahan, celaan,
atau cacat seorang rawi, atau melemahkan dia, maupun semua itu benar ada pada
diri si rawi atau tidak”. Istilah “al-Jarh” digunakan untuk menunjukkan “sifat
jelek” yang melekat pada periwayat hadis, seperti, pelupa, pembohong, dan
sebagainya. Apabila sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa
periwayat tersebut cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat semacam ini ditolak,
dan hadisnya dinilai lemah (dha’if).
1) Pembagian-pembagian Jarh
a) Jarh yang tidak beralasan
Tiap-tiap jarh yang ditujukan kepada seorang rawi, hendaklah ada
alasannya, dari perbuatan atau omongan si rawi, atau dari jalan lain.
‘Ulama yang menjarh seorang rawi dengan tidak menyebut alasannya,
tentu bagi ‘ulama itu ada alasannya sendiri, dan belum tentu jadi alasan
bagi orang lain. Oleh sebab itu, maka jarh tersebut dianggap masih gelap
bagi kita. Jadi jarh tersebut belum dapat diterima untuk melemahkan si
rawi.
Contoh : Dawud bin ‘Abdirrahman al- ‘Aththar Abu Sulaiman al-
Makki; Kata Ibnu Hajar: “Tidak shah dari Ibni Ma’in bahwa ia pernah
melemahkan Dawud”. Bahkan tersebut dalam kitab Khulashah Tah-
dzibil-Kamal, Ibnu Ma’in anggap dia kepercayaan.
Dari contoh tersebut, dapat kita ambil pelajaran, bahwa apabila dalam
satu kitab tersebut “Imam anu melemahkan rawi anu” sedang tidak ada
orang lain mencela si rawi itu, hendaklah kita susul keterangan tentang
imam itu melemahkannya.
b) Jarh yang tidak diterangkan sebabnya
Jarh yang tidak diterangkan sebabnya itu, seperti seorang berkata:
“Si anu lemah”, “Si anu tidak kuat” dan lain-lain yang seumpamanya,
dengan tidak disebut atau diketahui sebab si rawi dianggap lemah atau
tidak kuat. Maka ini tidak dapat diterima karena gelap.
Mungkin juga, orang yang menganggap seseorang rawi lemah,
bilamana ia nyatakan sebabnya, tidaklah menjadi catatan yang
sebenarnya atas si rawi itu.
Contoh: ‘Abdul-Malik bin Shubbah al-Misma’I al-Bashri: ada
orang meriwaytkanb, bahwa al-Khalili pernah berkata: “Adalah ‘Abdul-
Malik tertuduh “mencuri” “Hadits”. Kata Ibnu Hajar: “Ini satu jarh yang
tidak terang”. Dikatakan tidak terang, karena al-Khalili tidak tunjukkan
jalan tuduhannya.
Yazid bin Abi Maryam ad-Dimisyqi: tentang dirinya, ad-
Daraquthni berkata: “Dia tidak kuat”. Ibnu Hajar berkata: “Ini satu jarh
yang tidak diterangkan sebabnya”. Bahkan Yazid itu dianggap
kepercayaan oleh Ibnu Ma’in, Duhaim dan lain-lain.
Dari kedua contoh tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa,
semata-mata sebutan “dia lemah”, “dia tidak kuat”, dengan tidak
diterangkan sebabnya, atau tidak bisa diketahui sebabnya, belumlah rawi
tersebut teranggap lemah, atau tidak kuat.
c) Jarh yang disebut sebabnya
Tiap-tiap celaan dan catatan atas diri seseorang rawi pastilah ada
sebabnya. Para ulama dalam menjarh rawi-rawi menggunakan sebab-
sebab yang bertingkat. Dengan sebab-sebab itulah, dapat digunakan
untuk mengukur drajat kelemahan si rawi.
Berikut adalah sifat yang menyebabkan seorang rawi dianggap
lemah, sehingga riwayatnya tidak boleh diterima:
Dusta
Salah
Lupa/lalai
Dungu
Menyalahi
Fisq
Tidak dikenal
Buruk hafalan
Talqin
Kehilangan kitab
Ikh-tilath
Tad-lis
Bukan ahli
Bersendiri dalam meriwayatkan
Mempermudah
Jarh itu ada yang boleh diakui dan ada yang tertolak. Jarh yang mesti
ditolak, timbulnya karena beberapa sebab dan hal yang sebenarnya tidak
patut dijadikan alasan menjarh. Imam Daqiqul-‘Id berkata : “Jalan yang
menyebabkan orang-orang dahulu menjarh seseorang rawi itu, ada lima:
4
M.Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah…hlm.374.
2. Sedangkan Ilmu Rijalul Hadits tidak menunjukkan tindakan yang secara aktif
untuk mengetahui kecacatan yang ada pada diri periwayat hadits, akan tetapi
lebih membahas tentang biaografi dan kebiasaan yang senantiasa dilakukan oleh
periwayat dalam segala aktifitasnya.
BAB III
KESIMPULAN
Ilmu Rijalul Hadits yaitu ilmu yang membahas para rawi hadits, baik dari kalangan
sahabat, tabi’in, mauun dari generasi-generasi sesudahnya. Dengan kata lain Ilmu
Rijalul Hadits merupakan ilmu yang membahas tentang kehidupan dan atau sejarah
hidup para periwayat hadits dari semua generasi pada setiap thabaqahnya.
hubungan antara Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil dengan Ilmu Rijalul Hadits merupakan
cabang ilmu hadits yang sama pentingnya dalam menentukan kebenaran suatu hadits
serta saling berkaitan satu dengan yang lainnya, bahkan bisa dikatan ilmu al-jarh wa at-
ta’dil merupakan bagian dari ilmu rijalul hadits, begitupun sebaliknya. Hal ini dapat
dilihat dari kesamaan pembahasannya yaitu tentang periwayat hadits yang masuk dalam
sanad hadits.
Daftar pustaka