Ulum al-Hadits adalah disiplin ilmu syariah yang digunakan untuk mengetahui dan
mengenali ucapan, tindak laku dan perikeadaan Rasulullah saw 1.
Sasaran akhir disiplin ilmu ini dalam perspektif teologis, seperti yang disampaikan oleh
al-Kirmaniy, ialah kesuksesan hidup baik di dunia maupun di akhirat2. Sementara secara
epistemologis, tujuan akhir ilmu ini ialah didapati kepastian subyektif mengenai diterima atau
ditolaknya sebuah komunike profetik yang telah melalui proses kaji.
Ilmu Hadis – dengan mempertimbangan obyek kajinya – dirupakan menjadi dua
kategori, yakni: Ilmu Hadis Riwayat dan Ilmu Hadis Dirayah.
Ilmu Hadis Riwayat ialah disiplin ilmu yang mengkaji mekanisme pengkaitan hadis
kepada Rasulullah saw dengan memfokuskan penelitiannya terhadap aspek kredibilitas dan
integritas perawi hadis, di samping menganalisis kesinambungan transmisi periwayatan 3.
Dengan definisi seperti ini, maka obyek materia ilmu ini adalah komunikator hadis [rawi al-
hadits] dan komunike profetik yang dibawanya [matn al-hadits].
Sementara itu, Ilmu Hadis Dirayah adalah disiplin ilmu hadis yang membahas arti
serta maksud lafal-lafal hadis, dengan bertumpu pada kaidah-kaidah kebahasaan serta norma
syariah, dan menyesuaikan dengan perikeadaan Nabi saw. Dengan demikian obyek materia
ilmu ini ialah segi-segi makna serta maksud yang diisyaratkan oleh hadis-hadis Nabi saw4.
Shubhi al-Shalih, dengan mempertimbangkan definisi yang disampaikan al-Akfaniy,
mengatakan bahwa Ilmu Hadis Riwayat mengupayakan agar proses transfer dokumen
berlangsung secara akurat dan terpelihara, meliputi dokumen yang terkait dengan ihwal Nabi
saw, maupun dokumen yang dinisbatkan kepada para sahabatnya serta tabiin5.
Sementara itu, Ibn Hajar al-Asqalaniy mengatakan bahwa Ilmu Hadis Riwayat
merupakan kompilasi kajian sekaligus persoalan mengenai rawi serta matan hadis dilihat dari
sisi aksepibilitasnya6.
1
Lihat pula definisi yang diberikan oleh Abdul Qadir Hassan dalam Ilmu Mushthalah Hadits, Cet. V, hal. 15,
Diponegoro, Bandung, 1991.
2
Muhammad Ibn Abd al-Rahman Ibn al-Rahim al-Mubarakfuriy, Muqaddimah Tuhfat al-Ahwadziy, Volume 1,
hal. 3, Dar al-Fikr, Beirut, Libanon, tt.
3
__________, ibid, hal. 4.
4
__________, ibid, hal. 5.
5
Shubhi al-Shalih, Ulum al-Hadits wa Mushthalahuh, Cetakan Pertama, hal. 107, Dar al-`Ilm li al-Malayin, Beirut,
Libanon, 1959.
6
________, ibid, hal. 107.
Ulum al-Hadits sendiri sebenarnya adalah bentuk metamorfosa dari Ilmu Hadis
Dirayah, yang kelak dinamai pula Ilmu al-Atsar, Ilm Ushul al-Hadits7, Ilmu Mushthalah al-
Hadits dan Ilm Riwayat al-Hadits, Ilm al-Isnad, Ilm Dirayat al-Hadits, dan Ilm Mushthalah Ahl
al-Atsar8.
Ilmu Hadis mengalami perkembangan yang sangat luar biasa pada awal-awal abad ke-
3 Hijriah. Hanya saja, perkembangan itu masih terfokus pada upaya untuk mengetahui hadis
yang bisa diterima (al-maqbul) dan hadis yang tertolak (al-mardud). Oleh karena itu,
pembahasan seputar pencerita hadis dan isi hadis selalu didasari sudut pandang itu.
Perkembangan ini berupa pembukuan, yang sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari upaya
pembukuan matan hadis yang dilakukan oleh Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz9.
Pada periode ini ditemukan beberapa karya yang berisi penilaian terhadap suatu hadis,
komentar seputar cacat dalam hadsis (`illat), dan kritik terhadap beberapa pencerita hadis.
Karya-karya tersebut pun memberikan apresiasi terhadap beberapa komentar ulama mengenai
sanad (sistem transmisi), terobosan para ulama terkait dengan permasalahan sanad dan matan,
mengumpulkan kembali diskusi dan perdebatan yang berlangsung di kalangan ulama.
Selanjutnya, pada saat diskusi bergeser ke arah pembicaraan mengenai karakteristik dan
moralitas para penutur hadis, pembahasan menjadi makin meluas yang berujung pada
pemilihan antara hadis yang “sehat” (shahih) dan yang “sakit” (saqim).
Banyak sekali karya yang ditulis mengenai beberapa obyek kajian dalam ilmu hadis.
Sebagai misal - terkait dengan kondisi sistem transmisi dan para pencerita hadis - ditulis
beberapa karya, di antaranya: Ilm Tarikh al-Ruwat (sejarah kehidupan rawi), Ilm Thabaqat al-
Ruwat (pemeringkatan rawi), al-Wafayat (tanggal wafat rawi), mengenal periwayatan tunggal,
mengenal periwayatan rawi senior dari rawi yunior, dan kelompok rawi-rawi mudallis yang
rajin berdusta.
Sedangkan menyangkut kondisi suatu hadis, telah ditulis beberapa karya tentang cacat
yang terjadi dalam hadis, ungkapan-ungkapan klasifikasi atau pemeringkatan hadis yang
diterima dan yang ditolak, serta interpretasi mengenai istilah-istilah teknis jarh dan ta’dil yang
disampaikan para ahli hadis. Bahkan jumlah obyek kajian yang merupakan cabang dari disiplin
7
________, ibid, hal. 108.
8
Lihat pula Abdul Qadir Hassan, ibid, hal. 15-16.
9
Umar Ibn Abdul Aziz memerintahkan Abu Bakar Ibn Hazm untuk melakukan penelusuran atas riwayat-riwayat
yang dikatakan dari Nabi saw. Upaya tersebut dilakukan untuk memastikan terpeliharanya hadis-hadis Nabi saw
dari periwayatan yang dilakukan secara gegabah dan dari upaya pemalsuan yang dilakukan oleh sementara pihak.
Lihat al-Jami` al-Shahih karya al-Bukhariy, Kitab al-`Ilm: Bab Kayfa Yuqbadhu al-`Ilm.
ilmu Hadis ini cukup fantastis. Menurut Ibn al-Mulaqqin, jumlahnya mencapai lebih dari dua
ratus obyek kajian10.
Telisik Ali Mustafa Yaqub mengungkapkan bahwa, pada masa itu, tidak didapati satu
kitab pun yang membahas secara menyeluruh dan komprehensif obyek-obyek kajian ilmu hadis
yang ada. Hampir seluruh karya yang ditulis pada masa itu, hanya menyoroti satu obyek kajian,
bahkan kerap kali bercampur dengan pembahasan disiplin ilmu yang lain. Di antara karya-karya
yang ada saat itu, karya al-Syafi’i, al-Risalah, diklaim sebagai karya paling otentik dalam ilmu
hadis. Klaim ini disampaikan oleh Ahmad Syakir, editor kitab al-Risalah, yang menyatakan
bahwa kitab al-Risalah merupakan kitab pertama yang ditulis dalam disiplin ilmu hadis.
Meski klaim ini banyak menuai kritik dari para ahli, karena nyatanya buku ini tidak
tertulis sebagai suatu kitab yang memuat disiplin ilmu yang terpisah dan mandiri, namun
sesungguhnya klaim itu cukup mendasar, bila dilihat dari keotentikan buku al-Syafi’i itu
sebagai buku pertama yang mengulas ilmu hadis sebagai sebuah disiplin ilmu. Dan kitab al-
Syafi’i tersebut walaupun membahas sebagian kecil tentang ilmu hadis dan pembahasannya
bercampur dengan pembahasan ilmu ushul fikih, namun karya ini memang memberi warna baru
dalam kancah ilmu hadis konvensional yang saat itu masih disampaikan secara oral.
Dari pemotretan di atas, secara umum yang menjadi ciri khas kajian ilmu hadis pada
abad-abad awal, khususnya masa al-Syafi’i di antaranya adalah: (1) ilmu hadis dijadikan
sebagai alat untuk memilah antara hadis yang shahih dengan yang saqim; (2) ilmu hadis
merupakan alat bantu dalam memahami hadis; dan (3) melakukan pembelaan terhadap serangan
yang dilancarkan kalangan munkir al-sunnah, meskipun pada masa-masa ini belum cukup
populer11.
Tugas membangun epistemologi ilmu hadis pasca al-Syafi`i dilanjutkan oleh generasi
berikutnya. Di antara mereka – yang paling berjasa dan populer – adalah:
1. Al-Qadli Abu Muhammad bin al-Hasan bin Abd al-Rahman bin Khalan bin al-
Ramahurmuzi (w. 360 H), karya ilmiahnya adalah “Al-Muhaddis al-Fashil baina al-
Rawi wa al-Wa’i”. Al-Mubarakfuri menyatakan bahwa siapa pun yang meneliti dengan
seksama karya ilmiahnya pasti akan mengakui bahwa al-Ramahurmuzi adalah salah
satu di antara para ahli lainnya dalam disiplin ilmu ini”12.
10
Ali Mustafa Yaqub, Perkembangan Ilmu Hadis Kontemporer, diunduh dari http//www.kampusislam.com,
9/9/2008.
11
Ali Mushtafa Yaqub, ibid.
12
Al-Mubarakfuriy, ibid, Vol 1, hal. 196.
2. Al-Hakim Abu Abd Allah al-Naisaburi (w. 405 H), karya ilmiahnya diberi judul
“Ma`rifah Ulum al-Hadits”.
3. Abu Nu`aim al-Nisaburi, karyanya yang terpopuler adalah kitab “Al-Hilyah al-
Awliya`”. Di samping dua kitab berjenis mustakhraj, karya ilmiahnya yang lain adalah,
di antaranya, kitab “Ma`rifah al-Shahabah”, kitab “Dala`il al-Nubuwwah”, kitab
“Fadha`il al-Shahabah”, dan kitab “Tarikh Asbahan”.
4. Abu Bakar Ahmad bin Ali al-Khatib al-Baghdadi (w. 463 H), dengan dua karya
ilmiahnya : kitab “Kifayah fi Ilm al-Riwayah”, kitab yang memuat kaidah-kaidah
periwayatan, dan kitab “al-Jami` li Adabi al-Syaikh wa al-Sami`”, sebuah karya yang
berisi etika yang harus merealitas dalam sebuah proses transformasi hadis.
5. Al-Qadli Iyadh al-Yahshubi (w. 544 H), dengan karya manuskripnya yang diberi judul
al-Imla’ fi Dhabth al-Riwayah wa Taqyid al-Sama’.
6. Abu Hafsh Umar bin Abd al-Majid al-Miyanji (w. 580 H), karyanya ditulis dalam
bentuk arikel yang diberi judul “Ma La Yasa` al-Muhaddits Jahluh”.
7. Abu Amr Usman bin Abd al-Rahman al-Syahrazuri. Nama yang terakhir disebut
ini lebih populer dengan nama Ibnu Shalah (w. 643 H), karya ilmiahnya yaitu Kitab
“Ulum al-Hadits” dinilai sebagai karya terbaik dalam kajian ilmu hadis di zamannya
dan memuat 65 cabang dalam diskusi ilmu hadis. Ibn Shalah adalah seorang pendahulu
[salaf] yang relatif berhasil menghindari ragam ta`wil atas nushush yang dikemukakan
oleh para teolog/mutakallim.
Kitab Ushul al-Hadits adalah kitab yang disusun sedemikian rupa dan memuat ragam
kaidah periwayatan hadis; kaidah mana digunakan sebagai landasan teoritis oleh para ahli
dalam menentukan metode penetapan validitas dan otentitas suatu riwayat. Di samping itu,
kitab ini pun memuat pelbagai istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hadis, sehingga ia
disebut pula Kitab Mushthalah al-Hadits.
Kitab-kitab yang ditulis dalam kajian ilmu hadis menempati posisi yang sangat penting. Hal
demikian disebabkan karena kitab-kitab ini dapat digunakan oleh para pembelajar hadis untuk
mengetahui ketentuan-ketentuan yang lazim digunakan oleh para ahli hadis ketika mereka
menetapkan keabsahan suatu riwayat yang diterimanya.
F. Kitab-Kitab Ushul al-Hadits
1. Al-Taqrib wa al-Taysir li Ma`rifah Sunan al-Basyir al-Nadzir fi Ushul al-Hadits, karya al-
Nawawi. Karya ini banyak dikomentari oleh para ahli dalam kajian ilmu hadis, dan
dinyatakan sebagai karya ilmiah dalam bentuk ringkasan [mukhtashar] terbaik.
2. Al-Iqtirah, Karya Taqiuddin Muhammad Ibn Ali Ibn Wahb Ibn Daqiq al-`Id.
3. Alfiyah al-Hadits, karya al-Iraqi.
CABANG-CABANG ILMU HADIS
Ilmu Rijal al-Hadits adalah ilmu yang dengannya dapat diketahui keadaan setiap
pencerita, mulai dari tahun kelahiran, tahun wafat, guru-guru, murid, negeri dan tanah airnya,
serta hal-hal lain yang ada hubungannya dengan sejarah pencerita hadis tersebut.
Ilmu ini berkaitan dengan perkembangan riwayat. Para ulama memusatkan perhatiannya
terhadap perkembangan dan pengembangan ilmu ini. Tujuannya demikian jelas, yakni agar
dapat diketahui dengan detil perikeadaan para pencerita hadis, sehingga kelak memudahkan
mereka dalam melakukan identifikasi dan penilaian. Hal tersebut dilakukan karena dari
merekalah (yang dimaksud adalah para pencerita hadis-pen) ilmu agama ditransmisikan.
Ungkapan populer Ibn Sirin terkait urgensitas ilmu rijal al-hadits ini adalah: " ان هذ العلم دين فانظروا
"عمن أتخذون دينكم, artinya: Ilmu (terkait hadis) ini adalah agama, maka perhatikan dari siapakah
13
Muslim Ibn al-Hajjaj al-Nisaburiy, Muqaddimah al-Shahih, hal. 9, Dar Kutub al-Arabiyah, Semarang, tt.
Tarikh al-Ruwat (sejaran para perawi) dapat digunakan untuk membuka kedok para
perawi pendusta. Sufyan al-Tsawriy pernah mengatakan bahwa untuk menghadapi para perawi
pendusta, maka kita dapat menggunakan ilmu tarikh ini.
Telah meriwayatkan ‘Ufair Ibn Mi’dan dan al-Kula’iy, mereka berdua mengatakan:
"Datang kepada kami Umar Ibn Musa di Himsh, lalu kami bergabung dengannya di dalam
mesjid, lalu dia (Umar) berkata: "Telah menceritakan kepada kami guru kalian yang salih". Aku
menanyainya: "Siapakah guru kami yang salih itu, sebutkanlah namanya supaya kami dapat
mengenalinya!". Lalu dia (Umar) menjawab: "Khalid bin Mi’dan". Aku tanyakan kepadanya:
"Tahun berapa anda bertemu dengannya?". (Umar menjawab): "Aku bertemu dengannya tahun
108 [Hijriah]". Tanyaku lagi: "Dimana anda menemuinya?". Jawabnya: "Dalam peperangan di
Armenia". Maka aku katakan kepadanya: "Takutlah kepada Allah, wahai Syaikh! Anda jangan
berdusta, Khalid Ibn Mi’dan itu meninggal pada tahun 104, lalu anda mengatakan bila anda
bertemu dengannya empat tahun setelah kematiannya?. Dan aku tegaskan kepada anda, dia
(Khalid Ibn Mi`dan) tidak pernah ikut perang di Armenia, dia hanya ikut memerangi bangsa
Romawi".
Apa yang disebutkan di atas merupakan contoh kasus betapa ilmu rijal mendapatkan
signifikansinya dalam kajian sanad hadis. Contoh seperti ini banyak terkumpul dan dibukukan
oleh para ulama dalam kitab-kitab karya mereka. Dan berbagai buku karya mengenai itu banyak
dibuat dengan berbagai tujuan.
Ilmu Rijal al-Hadits meliputi dua unsur, yakni: pertama, ilm tarikh al-ruwat; dan kedua,
ilm al-jarh wa al-ta`dil.
Ilmu Tarikh al-Ruwat adalah ilmu yang mengungkap keseluruhan cerita mengenai
seorang rawi hadis, sejak dia dilahirkan [bahkan ada kalanya diceritakan pula keadaan ketika
dia dikandung ibundanya] hingga wafatnya. Obyek kaji ilmu ini adalah seluruh individu yang
terlibat atau pun dilibatkan dalam proses transformasi hadis, mulai dari para sahabat Nabi saw,
tabi'in, atba` al-tabi`in, dan seterusnya. Cerita mengenai mereka dihimpun dalam buku-buku
biografi pencerita hadis yang ditulis dengan metode dan sistematika beragam.
Di antara karya dalam kajian ini adalah:
1. Kitab-Kitab Mengenai Biografi Shahabat
a. Kitab Ma’rifat Man Nazala min al-Shahabah Sa’ir al-Buldan, karya Imam Ali Ibn
Abdillah al-Madini (w 234 H). Kitab ini tidak sampai kepada kita.
b. Kitab Tarikh al-Shahabah, karya Muhammad Ibn Isma’il al-Bukhari (w 245 H). Kitab
ini juga tidak sampai kepada kita.
c. Al-Isti’ab fi Ma’rifat al-Ashhab, karya Abu ‘Umar Ibn Yusuf Ibn Abdillah yang populer
dengan nama Ibn ‘Abd al-Bar al-Qurthubi (w 463 H). Kitab ini telah diterbitkan
berulang kali, di dalamnya terdapat 4.225 biografi sahabat pria maupun wanita.
d. Ushud al-Ghabah fi Ma’rifat al-Shahabah, karya ‘Izzuddin Ibn al-Hasan Ali Ibn
Muhammad Ibn al-Atsir al-Jazari (w 630 H), di dalamnya terdapat 7554 periwayat.
e. Tajrid Asma' al-Shahabah, karya Al-Hafizh Syamsu al-Din Abu Abdillah Muhammad
Ibn Ahmad al-Dzahabi (w 748 H), dicetak di India.
f. Al-Ishabah fi Tamyizi al-Shahabah, karya Syaikh al-Islam al-Imam al-Hafizh Syihab
al-Din Ahmad Ibn Ali Al-Kinani, yang terkenal dengan nama Ibn Hajar al-‘Asqalani (w
852 H). Ibn Hajar adalah orang yang paling banyak melakukan pengumpulan dan
penulisan. Jumlah kumpulan biografi yang terdapat dalam al-Ishabah mencapai 122.798
orang, termasuk dengan pengulangan, karena kerap kali didapati adanya perbedaan pada
nama sahabat, sebutan, gelar, atau semacamnya; dan termasuk pula mereka yang disebut
sahabat, padahal nyatanya bukan.
1. Definisi :
Cabang disiplin ilmu hadis yang mengkaji dan mengurai segala sebab yang
memungkinkan validitas suatu hadis terdelegitimasi.
2. Obyek Kajian :
Obyek materia Ilmu `Ilal al-Hadits adalah isnad al-hadits [mekanisme periwayatan], matn
al-hadits [komunike] dan rawi al hadits [personalitas periwayat].
a. Isnad al-Hadits dinyatakan didelegitimasi manakala:
1) terbukti terjadi irsal al-khafi
2) terbukti terjadi tadlis al-syaikh
3) terbukti adanya kontradiksi penuturan materi hadis antara sanad yang dipercayai
sahih dengan sanad lain yang seluruh rawinya [dinyatakan oleh jumhur] memiliki
kompetensi dan kualifikasi lebih, yang mengharuskan sanad pertama
didiskualifikasi dan diabaikan.
b. Matn al-Hadits dinyatakan didiskualifikasi ketika:
1) materinya berasal dari sanad ahad dan dinilai ghair muwafiq bi al-Qur`an, bahkan
cenderung bertentangan dengan materi yang sama yang diterima melalui
mekanisme periwayatan mutawatir
2) materinya terbukti menyalahi logika konteks yang mendasari atau
melatarbelakangi kemunculannya sendiri (dengan mencermati alur tarikh matan
maupun sabab wurud-nya yang menjadi latar lahirnya sebuah matan hadis).
3) Rawi al-Hadits dinyatakan terdiskualifikasi apabila rawi termaksud yang telah
dinyatakan tsiqat oleh ahli terbukti melakukan kesalahan dalam menuturkan
materi hadits.
C. ILMU MUKHTALIF AL-HADITS
1. Pengertian
العلم الذى يبحث ىف الآلحاديث الىت ظاهرها متعارض فيزيل معارضه ه ه ه ههبا هو يمفي حينبا لما يبحث ىف الآلحاديث الىت ي ه ه ه ه ههكل
فبمبا هو متمرها فيدفع إشكاهلا و يمضح حقيقتبا
Ilmu yang mengkaji hadis-hadis yang pada zahirnya saling bertentangan dengan cara
menyisihkan hadis yang [dianggap] menentangi [hadis yang lebih sahih] atau
menyelaraskannya; sebagaimana pula mengkaji hadis-hadis yang sulit dipahami dan
dimengerti dengan cara melepaskan kemusykilannya dan menjelaskan maksudnya.