Anda di halaman 1dari 18

1

MAKALAH

MENGENAL KITAB-KITAB HIMPUNAN HADIS

Dosen Pengampu; Dr. Abdul Hakim Wahid, SHI.,MA.

Mata Kuliah: Takhrij Hadis

Disusun oleh:

Muhammad Adhitya Firmansyah 11210360000022


Lubnatul Hilwah 11210360000055
Delista Nurul Meida 11210360000097
Muhammad Aqsol Baitillah 11210360000057
Imam Luthfi Alfathi Rabbani 11210360000080
Abqoriyin Hisan 11180340000024
M. Gibran Bintang Gemilang 11210360000126

PROGRAM STUDI ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kajian ilmu hadis di ranah akademik dalam beberapa konteks, tidak bisa
dilepaskan dari kajian terhadap kitab hadis itu sendiri. Fokus kajian pada kitab hadis
tersebut merupakan salah satu faktor dari posisi penting kitab-kitab hadis dalam khazanah
keilmuan Islam. Masing-masing pihak yang ingin melakukan kajian terhadap satu hadis
misalnya, akan merujuk pada satu kitab yang sama sehingga terjadi sebuah kultur diskusi
yang sehat bagi pengembangan kajian keilmuan hadis.
Secara umum pula, kitab hadis merupakan salah satu alat atau media yang
menawarkan solusi kemudahan bagi umat muslim untuk mengakses suatu hadis tertentu.
Layaknya sebuah alat yang umumnya dipergunakan untuk memudahkan aktifitas manusia,
maka pemahaman terhadap suatu kitab hadis menunjukkan pemahaman tentang cara
penggunaan sebuah alat tersebut sesuai dengan fungsinya. Pentingnya pemahaman
terhadap suatu kitab hadis juga dapat dipahami dalam konteks beragamanya kitab hadis
yang beredar hari ini. Keragaman hasil dari pembukuan hadis-hadis yang telah dikaji oleh
para ulama dan para sarjana, berimplikasi pada pentingnya pemahaman yang
komprehensif pada masing-masing jenis kitab hadis. Berdasarkan konteks tersebut maka,
makalah ini secara ringkas akan menunjukkan garis besar tentang pengenalan pada kitab-
kitab himpunan hadis yang beragam. Pemahaman yang komprehensif terhadap suatu kitab
himpunan hadis diharapkan mampu dijadikan landasan dalam memuluai kajian hadis dan
mengambil konteks serta kontekstualisasi suatu hadis sehingga memberikan efisiensi
kajian hadis di dalam lingkup studi Islam.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kitab-kitab himpunan hadis?
2. Bagaimana pembagian sumber pada kitab-kitab himpunan hadis?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengenali karakteristik kitab-kitab himpunan hadis
2. Untuk memahami tingkatan sumber pada kitab-kitab himpunan hadis
3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sumber Primer (Al-Kutub al-Tis’ah)

Kitab hadis primer adalah kitab karya para ulama yang memuat hadis-hadis Nabi SAW.
Hadis-hadis dalam kitab primer merupakan hasil dari pencarian langsung, dengan menemui
para guru, kemudian diseleksi dengan metode tertentu, dikumpulkan, kemudian dibukukan.
Kitab-kitab hadis primer dapat dilihat dari judul kitab dan hadis-hadis di dalamnya. Pada
judul kitab hadisnya, biasa ditulis dan populer dengan nama penyusunnya yang ditulis
dibagian belakang judul, contoh nya kitab shahih (al-Bukhari), shahih (al-Muslim),
Muwaththa’ (Malik), musnad (Ahmad ibn Hanbal) dan lain-lain. Sedangkan tampilan hadis-
hadisnya di dalam kitab primer, sanad dan matannya itu semuanya ada dan lengkap.1
a. Kitab Shahih al-Bukhari
Imam Bukhari memiliki nama lengkap ‘Abu Abdullah Muhammad ibn Isma’il ibn
Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah al-Ja’fi al-Bukhari. Imam Bukhari belajar hadis
selama enam tahun di Hijaz, dan ke Baghdad sebanyak delapan kali. Menurut penelitian
penulis, Imam Bukhari berguru dengan 289 orang dalam bidang hadis.
Menurut Ibnu Hajar al-‘Asqolani (w.852 H/1449 M), kitab shahih al-Bukhari itu
memiliki
Nama lengkap; ‫صلَّى هللا عليه و سلم و سننه وايامه‬
َ ‫الجامع الصحيح المسند من حديث رسول هللا‬
Sedangkan di masyarakat kitab hadis imam bukhari dikenal dengan nama; ‫صحيح البخارى‬
atau ‫الجامع الصحيح البخارى‬.
Hadis yang terdapat di dalam kitab shahih al-Bukhari merupakan hadis hasil penelitian
imam bukhari. Shahih Bukhari terdiri dari 97 kitab (bagian) dan 3.450 bab. Tiap kitab terbagi
ke dalam beberapa bab. Kitab dan bab yang pertama adalah bad’u al-wahyu. Kemudian
disusul dengan kitab al-iman, ‘ilmi, thaharah, zakat dan seterusnya.
Imam Bukhari tidak menjelaskan syarat-syarat tertentu untuk menetapkan kesahihan
hadis. Tetapi menurut penelitian ulama terhadap kitab shahih al-Bukhari, dapat diketahui

1
Dadi Nurhaedi, “KITAB HADIS SEKUNDER: Perkembangan, Epistimologi, dan Relevansinya”. Jurnal
Studi Ilmu al-Qur’an dan Hadis. Vol.18, No.2, Juli 2017. Hlm.122-123
4

syarat-syarat kesahihan hadis menurut imam Bukhari, yaitu ada dua syarat; mu’asarah (hidup
sezaman) dan al-liqa’ (bertemu).
Disamping kelebihan shahih al-Bukhari, juga mempunyai kekurangan, yaitu
pengulangan beberapa hadis dan hadis mu’allaq. Tetapi menurut Muhammad Muhammad
Abu Syuhbah, pengulangan hadis bukanlah merupakan kekurangan tetapi suatu kelebihan
kearena hadis-hadis yang diulang menjadi Muqaranah (pembanding) dengan hadis yang
sebelumnya yang semakna tetapi berbeda lafal atau jalur sanad. Sedangkan hadis mu’allaq,
hadis tersbut tidaklah membuat turun kualitas kitab shahih al-Bukhari, karena imam Bukhari
memasukkannya sebagai syahid. Menurut para peneliti, hadis mu’allaq di dalam kitab shahih
al-Bukhari dinilai bukanlah suatu hadis tetapi hanya sebagai nama judul pada suatu bab.
b. Kitab Shahih al-Muslim
Nama lengkap imam Muslim adalah Abu Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi al-
Naisaburi. Ia berguru kepada Yahya ibn Yahya dan Is’aq ibn Rawaih di Khurasan, kepada
Muhammad ibn Mahram dan Ab-Ghazan di Ray, kepada Ahmad ibn Hanbal dan Abdullah
ibn Maslamah di Iraq, kepada Sa’id ibn Mansur dan Abu Mas’ab di Hijaz, dan Harmalah ibn
Yahya di Mesir. dari sekian banyak gurunya, Imam Bukharilah yang paling berpengaruh
untuknya di bidang hadis.
Kitab ini mempunyai nama lengkap;
‫صلَّى هللا عليه و سلم‬
َ ‫ هللا‬k‫ بنُ العدل عن العدل الى رسول‬k‫المسند الصحيح المختصر‬
Kitab shahih al-Muslim merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih setelah al-
Quran. Menurut pendapat kebanyakan ulama shahih al-Muslim setingkat di bawah shahih al-
Bukhari. Sebagian kecil ulama berpendapat bahwa shahih al-Muslim lebih tinggi dari shahih
al-Bukhari. Imam Muslim menjelaskan bahwa kitab yang disusunnya tidak merangkum
seluruh hadis sahih yang diketahuinya, hanya memuat sebagian saja. Tetapi ia menjamin
kesahihan hadis yang dihimpun dan sudah disetujui oleh guru-gurunya. 2kitab-kitabnya
sejumlah 54 kitab, dimulai dengan kitab al-iman, dilanjutkan dengan al-ibadat, nikah dan
hal-hal yang berkaitan dengannya, selanjutnya mu’amalat, jihad, makanan dan minuman,
pakaian, adab, dan keutamaan-keutamaan dan diakhiri dengan kitab tafsir.3
Pendapat imam Nawawi, imam Muslim tidak menjelaskan syarat-syarat kesahihan suatu
hadis. Menurut penelitian para ulama hadis disimpulkan bahwa syarat-syarat hadis sahihnya

2
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis. (Ciputat: LEMBAGA PENELITIAN UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010), hlm. 14-23
3
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. (Semarang: Dina Utama Semarang, 1994), hlm. 223
5

memenuhi yang pertama, sanadnya bersambung dari awal sampai akhir. Kedua, para
periwayatnya ‘adil, tsiqah dan dabit. Ketiga, matan-nya terhindar dari ‘ilat dan syaz.
Adapun keistimewaan dari kitab shahih al-Muslim;
1. Kitab shahih al-Muslim diawali dengan muqaddimah yang berisikan pengertian
tentang ilmu hadis.
2. Kitab shahih al-Muslim sangat sedikit mengulang hadis.
3. Dalam shahih al-Muslim, apabila ada penyandaran hadis kepada beberapa orang guru,
maka lafadznya disebutkan siapa yang melafadzkannya. Contohnya, haddatsani
A’isyah wa Hajjaj al-A’war wa al-lafzu li Hajjaj (Aisyah dan Hajjaj meriwayatkan
kepadaku, adapun lafaznya dari Hajjaj).
4. Dalam shahih al-Muslim, dibedakan antara haddatsana dengan akhbarana.
Haddatsana itu lafaznya berasal dari gurunya, sedangkan akhbarana itu lafaznya
berasal dari muridnya dan dibacakan kepada gurunya.4
c. Kitab Sunan Al-Turmuzi
Nama lengkap beliau adalah Abu Isa Muhammad ibn Musa ibn al-Dahhak al-Sulami al-
Bughi al-Turmuzi al-Darir. Dikenal dengan Turmuzi atau Tirmizi. Ia menimba Ilmu termasuk
hadis dengan merantau ke beberapa negeri seperti Iraq, Hijaz, Khurasan dan lain-lain dari
sanalah ia bertemu dan berguru dengan para ulama terkenal. Salah satunya guru yang paling
ia kagumi adalah al-Bukhari.
Kitab sunan al-Turmuzi memuat 3.956 hadis, tanpa pengulangan hadis. Akan tetapi jika
Dengan pengulangan atau berdasarkan nomor urut, sunan al-Turmuzi memuat 4.107 hadis.
Sunan al-Turmuzi mempunyai beberapa kelebihan diantaranya setiap hadisnya dijelaskan
kualitasnya. Di dalam sunan al-Turmuzi, kualitas hadis dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu;
shahih, hasan, dan dhaif. Sedangkan sebelumnya, kualitas hadis hanya dua tingkatan, yaitu
shahih dan hasan.5
Imam Turmuzi dalam sunannya mendahulukan kitab-kitab hukum yang dimulai dengan
thaharah, kemudian shalat. Dan selain hukum, termasuk iman ditempatkan pada akhir
sunannya. Kitab al-Birr wa al-Shilah di tengah-tengah kitab-kitab hukum. Juga beliau
memisahkan kitab jana’iz dari shalat, ditempatkan setelah zakat, shiyam dan haji. Al-Siyar
(sejarah) ditempatkan sebelum al-Jihad.6
d. Kitab Sunan Abu Dawud

4
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis. Hlm.23-25
5
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis. Hlm. 68
6
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. hlm. 230
6

Nama lengkap Abu Dawud adalah Sulaiman ibn al-Asy’as ibn Ishak ibn Basyir ibn
Syidad ibn ‘imran al-Azdi al-Sijistani. Abu Dawud belajar hadis dengan para ulama di Hijaz,
Syam, Mesir, Iraq, Khurasan, dan ngeri lainnya, itulah sebab ia menguasai banyak hadis.
Sebagaimana imam hadis sebelumnya, Abu Dawud juga mengadakan penelitian terlebih
dahulu terhadap hadis yang akan dimasukkan ke dalam sunannya. Kitab sunan abu dawud
memuat 4.800 hadis dengan periwayatan berulang atau 4.590 tanpa berulang. Menurut
pengakuan Abu Dawud, tingakatan kualitas hadis di dalam sunannya itu ada tiga, yaitu hadis
sahih, hadis semi sahih, dan yang mendekati sahih (dalam istilah Turmuzi hadis hasan).7
Kitab-kitab dalam sunan Abu Dawud lebih tampak hanyalah merupakan kumpulan
hadis-hadis hukum kecuali pada beberapa hadis, seperti yang terdapat dalam kitab al-ilmu
dan al-adab. Sunan sangat menghindari Khabar-khabar, kisah-kisah, dan mau’izhah8.
e. Kitab Sunan al-Nasa’i
Al-Nasa’i memiliki nama lengkap ‘abu Abd al-Rahman Ahmad ibn ‘Ali ibn Syu’aib ibn
‘Ali ibn Sinan ibn Bahr al-Khurasani al-Qadi. Al-Nasa’i menerima hadis dari ulama
terkemuka diantaranya, Ishaq ibn Rawaih, al-Haris ibn Miskin, Ali ibn Kharsan, Abu Dawud
(penulis sunan), dan al-Turmuzi (penulis sunan). Dia pergi ke Hijaz, Iraq, Mesir, dan Jazirah
untuk belajar hadis dari ulama-ulama.
Al-Nasa’i mempunyai dua sunan, yaitu sunan al-kubra dan sunan al-sugra. Sunan al-
sugra merupakan saringan atau revisi dari sunan al-kubra. Sunan al-kubra itu memuat hadis
sahih, hadis hasan, dan juga hadis yang mendekati kualitas keduanya. Al-Nasa’i sangat teliti
dalam menyusun sunan al-sugra, sehingga al-Nasa’i mengatakan bahwa sunan al-sugra
hanya memuat hadis sahih.9
Imam Nasa’i tampaknya dalam kitabnya hanya mengkhususkan hadis-hadis sunah dan
hukum dan tidak dimasukkan di dalamnya yang berkaitan dengan khabar, perangai-perangai
baik, dan mau’izhah. Kitab ini merupakan pilihan berupa hadis-hadis hukum dari kitab beliau
yang lain, yaitu sunan al-kubra.10
f. Kitab Sunan Ibnu Majah
Nama lengkap penyusun kitab sunan Ibnu majah ialah ‘Abu Abd Allah Muhammad ibn
Yazid ibn Majah al-Rabi’i al-Qazwini. Ibnu Majah menuntut, mencari dan mengumpulkan
hadis di beberapa negara, yaitu Iraq, Hijaz, Syam, Mesir, Kufah, dan Basrah. Demikian ia
telah menemui dan menerima hadis dari muhadditsin.
7
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis. Hlm. 71
8
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. hlm. 227
9
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis. Hlm.74
10
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. Hlm. 234
7

Kitab sunan Ibnu Majah memuat 4.341 hadis, 3.002 dari jumlah hadis tersebut sudah
termuat dalam kutub al-khamsah. Sunan Ibnu Majah terdiri dari 32 kitab (bagian) dam 1.500
bab. Kitab ini disusun sesuai dengan sistematika fiqh. Dalam segi kualitas hadis, kitab ini
menghimpun hadis sahih, hasan, dhaif, dan maudu’. Menurut al-Mizzi, hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah secara sendrian, yang tidak terdapat di dalam kutub al-
khamsah semuanya dhaif.
g. Kitab Sunan al-Darimi
Nama lengkap penyusun kitab sunan al-Darimi adalah ‘Abdurrahman ibn’ Abdirahman
ibn al-Fadhl ibn Bahram ibn ‘Abdi Shamad. Ia memulai pendidikannya di tempat
kelahirannya yaitu Samarqand dan kemudian melakukan rihlah ke Khurasan, Iraq, Syam,
Jazirah, Hijaz dan lain-lain.
Kitab sunan al-Darimi ini mempunyai nama lengkap ‘al-hadis al-musnad al-marfu’ wa
al-mauquf wa al-maqtu’. Kitab ini disusun dengan sistematika berdasarkan pada bab-bab
fiqh. Sehingga kitab hadis ini lebih populer dengan panggilan sunan al-Darimi. Kitab ini
berisikan hadis-hadis yang marfu’, mauquf, dan maqtu’. Dan hadis-hadis marfu’ yang
merupakan bagian terbesar dari hadis-hadis yang terdapat dalam kitab tersebut. Dan dijadikan
sandaran utama dalam mengemukakan hukum-hukum pada setiap setiap babnya. Ada
kalanya ia menambah hadis marfu’ dan mengemukakan sebagai asar dari pada sahabat atau
tabi’in untuk memperpanjang pembahasan, hal semacam ini dikemukakan dalam beberapa
bab hukum fiqih, seperti thaharah dan faraidh. Kitab sunan ini terangkai dalam 24 kitab,
ratusan bab, dan 3367 hadis. Al-Darimi menyusun kitab ini dengan sistematika sebagaimana
yang digunakan oleh penyusun kitab-kitab fiqih, sehingga tidak bisa dihindari adanya
pengulangan penyebutan hadis. 11
h. Kitab Muwaththa Malik
Imam malik memiliki nama lengkap Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi
Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani.
Imam Malik tidak seperti imam-imam yang sebelumnya, yang berkelana keluar untuk
menuntut ilmu. Sejak kecil ia berguru kepada para ulama di Madinah. karena pada saat itu
kota Madinah merupakan pusat ilmu pengetahuan agama Islam. Imam Malik belajar kepada
900 guru, 300 diantaranya dari golongan tabi’in dan 600 lainnya dari golongan tabi’it tabi’in.
Dibalik penulisan al-muwaththa ada beberapa pendapat tentang latar belakangnya.
Pertama, Menurut Noer J.Coulson, masalah politik dan sosial keagamaanlah yang melatar
belakangi penyusunan al-Muwaththa. Konflik politik pada masa transisi Daulah Umayyah-
11
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis. Hlm. 76-84
8

Abasiyyah yang melahirkan tiga kelompok besar (khawarij, syi’ah dan keluarga istana) yang
mengancam intregitas kaum muslim. Kedua, disebabkan adanya permintaan khalifah Ja’far
al-Mansur kepada Imam Malik untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan
diterima semua pihak yang pada saat itu terjadi perbedaan fatwa dan pertentangan. Imam
Malik menerima usulan tersebut tetapi menolak menjadikannya sebagai kitab resmi negara.
Ketiga, sebenarnya Imam Malik memang memiliki keinginan kuat untuk menyusun kitab
yang dapat memudahkan umat Islam dalam memahami agama.
Kitab ini berupa himpunan hadis-hadis Nabi, pendapat sahabat, qaul tabi’in, ijm’ah al-
Madinah dan pendapat Imam Malik. Dan kitab ini bersistematika fiqih. Terdiri dari 2 juz,
kitab (bab) dan 1824 hadis. Metode yang dipakai Imam Malik dalam pembukuan hadis
berdasar klasifikasi hukum Islam (abwab fiqhiyyah) dengan mencantumkan hadis marfu’,
mauquf, dan maqtu’. Dalam muwaththa tidak semuanya sahih, ada yang munqati’, mursal,
mudhal. Banyak ulama selanjutnya yang mencoba mentakhrij dan me-muttasilkan hadis-
hadis yang munqati’, mursal, mudhal seperti Sufyan ibn Uyainah, Sufyan al-Sauri, dan Ibn
Abi Zi’bi.12
i. Kitab Musnad Al-Imam Ahmad ibn Hanbal
Musnad Ahmad termasuk kitab termasyur dan terbesar yang disusun pada periode kelima
perkembangan hadis (abad ke-3 H). kitab ini merupakan suatu kitab yang dapat memenuhi
kebutuhan muslim dalam hal agama dan dunia, pada masanya. Hadis-hadis yang terdapat
dalam musnad tersebut tidak semua riwayat Ahmad, sebagian merupakan tambahan dari
putranya, Abdullah dan tambahan dari Abu Bakar al-Qati’i. Abdullah ibn Ahmad ibn Hanbal
lah yang menyusun kitab musnad ini.
Terdapat tiga penilaian ulama yang berbeda tentang derajad hadis musnad Ahmad.
Pertama, seluruh hadisnya dapat dijadikan hujjah. Kedua, di dalam musnad ini terdapat hadis
shahih, dhaif bahkan maudhu. Ibn al-Jauzy menjelaskan terdapat 29 hadis maudhu di
dalamnya. Menurut al-Iraqy bahkan terdapat 39 hadis maudhu. Ketiga, bahwa di dalam
musnad ini terdapat hadis yang shahih, dan dhaif, yang mendekati derajad hasan. Diantaranya
yang berpendapat ialah al-Zahabi, Ibn Hajar al-Asqolami, Ibn Taimiyah dan al-Suyuti.13
Adapun susunan kitab musnad ini para shahabat tidak disusun berdasarkan huruf abjad.
Melainkan beliau menyusun para shahabat secara berurutan. Yang pertama, hadis 10 orang
shahabat yang dijamin masuk surga juga termasuk keempat khalifah. Kedua, 4 shahabat
(Abdurrahman ibn Abi Bakar, Zaid ibn Kharijah, Harits ibn Khazamah dan Sa’d Maulana

12
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis. Hlm.156-167
13
Bustamin dan Hasanuddin, Membahas Kitab Hadis. hlm.147-148
9

Abi Bakar). Ketiga, para shahabat kalangan Ahli Bait. Keempat, para shahabat yang terkenal.
Kelima, para shahabat kalangan Mekkah (Makiyyin). Keenam, para shahabat kalangan
Madinah (Madaniyyin). Ketujuh, para shahabat kalangan syam (Syamiyyin). Kedelapan, para
shahabat Kufah (Kufiyyin). Kesembilan, para shahabat kalangan Bashrah (Bashriyyin).
Kesepuluh, para shahabat kalangan Anshar. Kesebelas, para shahabat kalangan wanita.
Keduabelas, ditengah-tengah kalangan shahabat wanita dicantumkan beberapa shahabat dari
beberapa suku dan beberapa hadis Abi Darda. 14
B. Sumber Sekunder (Kitab-kitab Himpunan Kutipan Hadis)
Kitab hadis sekunder adalah kitab atau buku karya penulis generasi sesudahnya, yang
memuat hadis-hadis Nabi yang diambil dari kitab hadis primer. Kitab hadis sekunder dilihat
juga dari judul kitab dan hadis-hadis di dalamnya. Judul atau nama kitab hadis sekunder,
biasanya berupa kalimat singkat yang mencerminkan maksud dan kandungan kitab. Diantara
judul kitab hadis sekunder adalah kitab Riyadh as-Shalihin min kalam Sayyid al-Mursalin
karya Muhyiddin an-Nawawi, dan kitab Bulug al-Maram min Adilah al-Ahkam karya Ibn
Hajar al-Asqalani. Sedangkan tampilan hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab hadis
sekunder itu biasanya hanya matannya yang ditulis lengkap, sanadnya biasanya dipotong. 15
a. Kitab Riyadh as-Shalihin
Kitab ini merupakan karya dari Al-Imam Abu Zakaria Yahya ibn Syaraf ibn Mury ibn
Hasan ibn Husain ibn Muhammad ibn Jum’ah ibn Hizam an-Nawawi ad-Dimasyqi. Dikenal
dengan Imam an-Nawawi.
Kitab ini menggunakan sistematika penulisan kitab standar arabic yang mana setiap
pembahasannya berisikan beberapa kitab dan kitab-kitab tersebut memuat beberapa bab. Di
setiap bab berisikan tema-tema tertentu yang diawali dengan ayat-ayat al-Qur’an, kemudian
dilanjutkan dengan penjelasan dari hadis-hadis Nabi dan para sahabat. Dan terkadang juga
dicantumkan penjelasan dari pentakhrij hadis dan rawi hadis. Kitab Riyadh as-Shalihin ini
terdiri dari 18 kitab, 351 bab dan 1896 hadis.
Metode yang dipakai dalam penulisan kitab ini adalah metodologi riwayah, yaitu
mencantumkan beberapa riwayat dari ulama-ulama sebelumnya baik berupa hadis, atsar
ataupun pendapat ulama lainnya yang berkaitan dengan tema bahasan dari setiap bab.
Kitab ini memuat hadis-hadis yang mayoritas hadisnya berkualitas shahih dan hasan
sehingga tidak ada keraguan lagi untuk mengamalkan isi kitab tersebut. Dan juga setiap bab
dicantumkan ayat-ayat al-Qur’an sebagai pembuka bahasan tema.
14
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. Hlm. 112-118
15
Dadi Nurhaedi, “KITAB HADIS SEKUNDER: Perkembangan, Epistimologi, dan Relevansinya”. Jurnal
Studi Ilmu al-Qur’an dan Hadis. Vol.18, No.2, Juli 2017. Hlm.122-123
10

b. Kitab Bulug al-Maram


Kitab ini disusun oleh imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani. Al-Hafizh Ibnu Hajar
berkeinginan menyusun sebuah kitab yang menghimpun hadis-hadis dibidang hukum. Karena
itu beliau menyusun kitabnya ini.
Kitab ini menghimpun hadis-hadis di bidang hukum dari berbagai kitab-kitab induknya
dengan mengutamakan yang lebih tinggi tingkatannya. Kitab-kitab induk hadis menurut nya
itu adalah musnad imam ahmad dan kutub al-Sittah.
Hadis-hadisnya disusun menurut susunan bab-bab fiqih. Kitab ini dibagi menjadi
beberapa kitab (topik-topik), setiap kitab di bawahnya ada beberapa bab dan setiap bab
dibawahnya hadis-hadis yang berkaitan dengannya.
Al-Hafizh memiliki istilah-istilah yang digunakan dalam penyusunan kitab ini, yaitu;

 ُ‫َر َواهُ ال َّس ْب َعة‬ hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para penyusun kitab-kitab
yang enam.
 ُ‫َر َواهُ ال ِّستَّة‬ hadis yang diriwayatkan oleh para penyusun kitab-kitab yang enam.
 ُ‫َر َواهُ ال َخ ْم َسة‬
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan para penyusun kitab-kitab
sunan yang empat
 ُ‫ ة‬k‫َر َواهُ االَرْ بَ َع‬ hadis yang diriwayatkan oleh para penyusun kitab-kitab sunan yang
empat.
 ُ‫َر َواهُ الثَّاَل ثَة‬ hadis yang diriwayatkan oleh para penyusun kitab-kitab sunan kecuali
Ibnu Majah
ٌ َ‫ُمتَّف‬
 ‫ق َعلَ ْي ِه‬ hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.16

C. Al-Athraaf

Al-Athraaf adalah salah satu jenis kitab-kitab yang disusun sebagai kumpulan Hadits-
Hadits Nabi. Yang dimaksud dengan jenis al-Athraaf ini ialah kumpulan Hadits-Hadits dari
beberapa kitab induknya dengan cara mencantumkan bagian atau potongan Hadits-Hadits
yang diriwayatkan oleh setiap Shahabat. Penyusunnya hanyalah menyebutkan beberapa kata
atau pengertian yang menurutnya dapat difahami Hadits yang dimaksud. Sedangkan sanad-
sanadnya terkadang ada yang menuliskannya selengkapnya dan ada pula yang menuliskannya
sebagiannya. Hal ini bermaksud agar dapat dijadikan studi komparatif sanad dan memperjelas
seluk-beluk sanadnya.

Penyusun ar-Risalah al-Mustathrafah pada halaman 125 mengatakan "Kitab-kitab al-


Athraaf adalah kitab-kitab yang diringkas penulisan Hadits-Haditsnya oleh penyusunnya
16
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. H. 168-170
11

yang sekiranya terpahamkan maksud Hadits sepenuhnya dan dengan mengumpulkan sanad-
sanad seluruhnya". Penulisan Hadits-Haditsnya dengan dua cara, yaitu penentuan potongan
Hadits atau penentuan kitab-kitab tertentu.

Kiranya tidak perlu dijelaskan lagi bahwa kitab-kitab al-Athraaf banyak membantu
penelitian mengenai sanad, terutama memperjelas keterputusannya, memperjelas
kesamarannya dan membedakan sanad yang terlalaikan dan lain-lain manfaat yang didapat.
Mengenai kegunaan dibidang matan, kitab-kitab al-Athraaf kurang banyak berfungsi kecuali
bila telah merujuk kepada kitab-kitab Hadits aslinya.

Secara terperinci mengenai kegunaan kitab-kitab berjenis Athraaf dapatlah dikatakan :

1. Dapat menghimpun berbagai jalan Hadits (sanad) dari kitab-kitab yang menjadi
literaturnya hingga dapat diketahui hukum setiap Hadits.

2.Hadits-Hadits yang dihimpunnya dapat dijadikan bahan studi komparatif sanad antara yang
satu dengan yang lainnya.

3. Sebagai tindak lanjut penyelamatan teks Hadits. Ini tentunya sebagai hasil penela’ahan
kembali teks-teks Haditsnya dalam kitab-kitab referennya melalui kitab-kitab al-Athraaf.

4. Pengenalan terhadap para Imam periwayat Hadits dan tempat-tempat nya dalam kitab-kitab
mereka.

Perlu diketahui bahwa kitab hadis yang menggunakan tipe penulisan athraf tidak
memaparkan hadis secara sempurna. Jika seseorang ingin mengetahui matan hadis secara
utuh, maka ia dapat merujuk pada sumber yang diisyaratkan oleh kitab athraf itu.

Penulisan kitab hadis dengan tipe athraf ini telah dilakukan oleh ulama hadis semenjak
abad kedua Hijriah sebagaimana dilakukan oleh 'Awf ibn Abu Jamilah al-`Abadi (w. 146 H).
Tipe ini banyak berkembang pada abad keempat dan kelima Hijriah. Dalam menyusun kitab
berdasar tipe athraf ini, biasanya para ulama menyusun kitab-kitab mereka berdasarkan nama
sahabat yang diurut sesuai huruf hijaiah (alfabetis), mulai dengan hadis yang diriwayatkan
oleh sahabat yang awalan namanya alif dan seterusnya.

KITAB-KITAB YANG BERJENIS ATHRAAF

Banyak para Imam Hadits yang memberikan perhatian dengan me-nyusun kitab-kitab
jenis Athraaf, karena mereka menyadari akan kepentingannya. Hingga ada yang
12

mengatakan : "Muhaddits tanpa Athraaf bagaikan manusia tanpa anggota badan". Diantara
kitab-kitab Athraaf seperti:

1. Athraaf al-Shahihain, karangan al-Hafizh Imam Abu Mas'ud Ibrahim bin Muhammad bin
Ubaid al-Dimasyqy wafat tahun 400 H.

2. Athraaf al-Shahihain, karangan al-Hafizh Imam Khalaf bin Hamadun al-Washithy wafat
tahun 401 H.

3. Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan al-Hafizh Syamsuddin Abu al- Fadhly Muhammad bin
Thahir bin Ahmad al-Maqdisi, dikenal dengan nama Ibnu al-Qaysarany wafat tahun 507 H.

4. Al-Isyraf 'Alaa Ma'rifati al-Athraaf, karangan al-Hafizh Abu al-Qasim Ali bin Abi
Muhammad al-Hasan al-Dimasyqy yang digelari dengan Tsiqatu al-Din dan dikenal dengan
Ibnu Asakir wafat tahun 571 H.

5. Tuhfatu al-Asyraf Bi Ma'rifati al-Athraaf, karangan al-Hafizh Jamal al-Din Abu al-Hajjaj
Yusuf bin Abdi Al-Rahmaan al-Mizzy wafat tahun 742 H.

6. Ittihaaf al-Maharah Bi Athraaf al-'Asyarah, karangan al-Hafizh Abu al-Fadhli Ahmad bin
Ali al-'Asqalany, terkenal dengan Ibnu Hajar wafat tahun 852 H.

7. Dzakhaa'ir al-Mawarits Fi al-Dalalah 'ala Mawaadhi' al-Hadits, karangan Syeikh Abdu al-
Ghany bin Isma'il al-Naabulisy wafat tahun 143 H.17

a. Kitab Tuhfatu Al-Asyraf bi Ma’rifati Al-Athraaf

Kitab ini disusun oleh al-Hafizh al-Muhaqqiq Muhaddid Al-Syams Jamaluddin Abu al-
Hallaj yusuf bin al-Zaky Abdi ar-Rahman bin Yusuf al-Qadla'iy al-Kalby al-Mizzy al-
Dimasyqy al-Syafi'i.

Adapun sistematika kitab diantaranya sebagai berikut:

a. Penyusun kitab mengumpulkan nama-nama sahabat yang memiliki riwayat dalam kitab
hadits yang enam

b. Juga mengumpulkan nama-nama tabi'in dan generasi berikutnya yang memiliki riwayat
yang mursal atau maqtu’

c. Meletakkan nama sahabat. tabi'in dan generasi berikutnya menurut huruf mu'jam pada
nama perawi yang bersangkutan nama bapaknya
17
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. H. 79-82
13

d. Mencantumkan di bawah setiap nama-nama mereka hadits-hadits yang diriwayatkan


dalam kitab-kitab referennya.18

1. Kode-kode yang Digunakan

Penyusun kitab banyak menggunakan kode-kode tertentu. Kode-kode tersebut ialah:

‫} ع‬ berarti diriwayatkan oleh enam Imam, yakni al-Bukhari, Muslim, Abu Daud,
Turmudzy, Nasa'i dan Ibnu Majah.

‫} خ‬ berarti diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam Shahihnya.

‫} خت‬ berarti diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq.

‫} م‬ berarti diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya.

‫} د‬ berarti diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya.

‫} ت‬ berarti diriwayatkan oleh Imam Turmudzy dalam Sunannya.

‫} تم‬ berarti diriwayatkan oleh Imam Turmudzy dalam Syama'il.

‫} س‬ berarti diriwayatkan oleh Imam Nasa'i dalam Sunannya.

‫} سى‬ berarti diriwayatkan oleh Imam Nasa'i dalam 'Amal al-Yaum Wa al-Laylah.

‫} ق‬ berarti diriwayatkan oleh Ibnu Majah al-Qazwiny.

‫} ز‬ berarti tambahan dari al-Mizzy terhadap ketiga buku Athraaf sebelumnya dan
huruf ini diletakkan sebelum tambahannya tersebut.

‫} ك‬ berarti koreksi darinya terhadap Ibnu 'Asakir dan huruf ini diletakkan sebelum
koreksinya tersebut.

Kode-kode ini dicantumkan oleh penyusun kitab pada permulaan kitabnya dan oleh
pentahqiq dicantumkan pada setiap dua halaman yang berhadapan.

3. Fungsi dari Kitab Al-Tuhfah

1. Kitab ini memuat sanad-sanad dari kitab-kitab yang menjadi referen-nya. Dari sini
kitab ini dapat menghilangkan keragu-raguan mengenai suatu sanad dan meluruskan
18
Ahmad Izzan, Studi Takhrij Hadis Kajian Tentang Metodologi Takhrij dan Kegiatan Penelitian Hadis,
(Bandung: Kelompok Humaniora, 2012), h. 48
14

sanad-sanad yang sekiranya salah serta memudahkan untuk mengungkap biografi para
perawinya.
2. Kitab ini memberikan faedah-faedah di seputar peneliti sanad.
3. Fungsinya dari segi ilmu al-Rijal sangat menonjol sekali. Seorang perawi disebut
dengan sebutannya yang terkenal seperti namanya sendiri dan julukannya. Ini sangat
membantu peneliti untuk sampai pada tujuannya.
4. Dalam susunannya, penyusun sangat memperhatikan segi kesohoran perawi dan
namanya yang sebenarnya.

4. Keistimewaan Kitab Al-Tuhfah

Kitab ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya:

1. Kitab ini merupakan kumpulan indeks Hadits-Hadits secara seksama dari kutub al-
sittah (enam kitab induk Hadits) dan kitab-kitab lain yang sejalan dengannya.
2. Kitab ini juga menghimpun Hadits-Hadits yang diriwayatkan oleh setiap Shahabat
dengan teliti yang terdapat dalam kutub sittah dan yang sejalan dengannya.
3. Kitab ini menghimpun sanad-sanad setiap Hadits yang terdapat dalam kutub sittah
dan yang sejalan dengannya sebagai bahan penelitian studi sanad.
4. Kitab ini sangat memperhatikan dengan sangat baik permasalahan- permasalahan
sanad yang pelik.
5. Dengan kitab ini memungkinkan untuk mengumpulkan Hadits-Hadits yang dalam
sanadnya terdapat perawi-perawi yang tidak di ketahui atau samar.
6. Dengan kitab ini pula kita dapat mengumpulkan Hadits-Hadits yang Mursal atau
Maqthu' dari kitab-kitab referennya dengan menelusuri bagian akhir Hadits-Hadits
setiap Shahabat dan memeriksa kumpulan Hadits-Hadits Mursalnya.
7. Dan kegunaan-kegunaan lainnya yang telah disebutkan pada “FUNGSI DARI KITAB
AL TUHFAH”

5. Kekurangan Kitab Al-Tuhfah

Diantara kekurangannya ialah:

1. Kemestian mengetahui nama Shahabat yang meriwayatkan Hadits. Tanpa


mengetahuinya tujuan sulit tercapai.
2. Penyusun kitab tidak menyebutkan matan Hadits dengan sempurna pada sebagian
besar, hingga memaksa peneliti untuk menela'ah kitab-kitab lainnya.
15

3. Terkadang beliau hanya menyebutkan potongan Hadits, hingga peneliti sulit


memahami.
4. Kitab ini mengganti seluruh cara penyampaian Hadits diantara masing-masing perawi
dengan 'AN, hingga metode penerimaannya pun tidak jelas. Hal ini memaksa peneliti
untuk kembali ke kitab- kitab aslinya oleh masing-masing perawi, seperti masalah
riwayat orang yang Mudallis atau terjadinya pertentangan diantara dua riwayat dan
lain-lainnya.19

D. MUSNAD

Al-Musnad merupakan salah satu kitab takhrij dengan corak yang tersusun berdasarkan
perawi teratas, baik Shahabat ataupun Tabi’in apabila hadis tersebut mursal. Dan kitab ini
menentukan hadis-hadis sahabat sendiri-sendiri.
Banyak kalangan Ulama yang telah merealisasikan cara ini. Mereka menyebutkan
seorang Shahabat dan kemudian dibawah namanya ditautkan hadis-hadis yang
diriwayatkannya dari Rasulullah SAW.20 Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Shahabat
tertentu dikumpulkan menjadi satu, tanpa membedakan topik dan kandungannya. Kitab ini
menghimpun hadis yang berkenaan dengan aqidah, perintah-perintah dan larangan, etika, dan
segala persoalan keagamaan lainnya.21 Shahabat-shahabat tersusun dengan urutan-urutan
tertentu. Sebagian Ulama ada yang mengurutkan nama-nama Shahabat berdasarkan huruf-
huruf hijaiyah (alfabetis), ada juga yang berdasarkan kabilah dan suku, sebagian yang lain
ada juga yang berdasarkan yang terlebih dahulu masuk Islam, atau berdasarkan negara di
mana mereka lahir atau tinggal. Hadis-hadis kitab-kitab musnad tidak sama kedudukan
seluruhnya. Hadis-hadis Shahih, Hasan dan Dhaif dikumpulkan menjadi satu, tidak dipisah.
Tujuan mereka menuliskan hadis-hadis menurut Shahabat atau Tabi’in itu dilakukan sebagai
sarana hafalan agar lebih mudah dihafal oleh orang lain.
Kitab-kitab hadis yang disusun menggunakan metode musnad ini sangat banyak. Dan
merupakan metode yang dipakai oleh para Ulama pada permulaan tahun 200-an Hijriyah
dalam penulisan-penulisan hadis. Menurut al-Kattani dalam al-Risalah al-Mustathrafah ,
kitab-kitab musnad berjumlah 82 kitab, diantara lain;
1) Musnad Ahmad karya Ahmad bin Hanbal (w. 241 H);
2) Musnad al-Humaydî karya Abu Bakar ‘Abd Allah ibn al-Zubayr al-Humaydi;
19
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. H. 93-95
20
Abu Muhammad Mahdi, Metode Takhrij Hadits. hlm. 109
21
Rustina N, “MENGENAL MUSNAD AHMAD IBN HANBAL”, Tahkim. Vol IX No 2, Desember
2013. Hlm. 176
16

3) Musnad Abi Dâwud oleh Abu Dawud Sulayman ibn Dawud al-Thiyalisi (w. 204 H);
4) Musnad al-Umawî oleh As’ad ibn Musa al-Umawi (w. 212 H);
5) Musnad karya Musaddad ibn Musarhad al-Asadi al-Bashari (w. 228 H);
6) Musnad oleh Nu’aym ibn Hammad;
7) Musnad karya ‘Ubay Allah ibn Musa al-‘Aysi;
8) Musnad oleh Abu Khaysamah Zuhayr ibn Harb;
9) Musnad karya Abu Ya’la Ahmad ibn ‘Ali al-Mushili (w. 249 H); dan
10) Musnad oleh ‘Aid ibn Humayd (w. 249 H). 22

Metode penyusunan hadis sebagaimana dalam kitab musnad ini memiliki kekurangan
dan kelebihan. Kekurangannya, apabila seseorang ingin mencari hadis dengan hanya
mengetahui topik atau matannya tanpa mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis
tersebut, maka dia akan kesulitan untuk mendapatkan hadis tersebut. Jadi, jika ingin mencari
suatu hadis dengan menggunakan metode ini, sebaiknya diketahui terlebih dahulu periwayat
pertama hadis tersebut. Kemudian kelebihannya, jika seseorang ingin mengetahui riwayat-
riwayat Shahabat, maka ia cukup merujuk kepada musnadnya.
Mengenai kualitas kitab musnad, dinilai berada dibawah al-kutub al-khamsah (lima kitab
standar), sebab hadis-hadis yang tertulis dalam musnad tidak diseleksi kualitasnya secara
ketat oleh penyusunnya terlebih dahulu. Oleh karena itu, hadis-hadis dari kitab-kitab musnad
haruslah terlebih dahulu diteliti dengan baik sanad dan matannya agar terhindar dari
penggunaan hujjah yang tidak memenuhi syarat.23

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan dalam makalah ini, beberapa kesimpulan terkait pembahasan

pengenalan kitab-kitab himpunan hadis adalah sebagai berikut:

22
Indri, Studi Hadis. (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2010), hlm. 119-120
23
Rustina N, “MENGENAL MUSNAD AHMAD IBN HANBAL”, hlm. 176
17

Kitab-kitab himpunan hadis di dalam Islam dikenali dalam empat jenis kitab berdasarkan

karakteristik jenis-jenis kitab tersebut. Pertama, adalah kitab hadis primer yang menghimpun

hadis-hadis Nabi SAW secara langsung yakni berupa korespondensi terhadap para para guru,

kemudian diseleksi dengan metode tertentu, dikumpulkan, kemudian dibukukan. Kedua,

adalah kitab himpunan hadis sumber sekunder. Adapun perbedaan mendasar sumber

sekunder jika dibandingkan dengan sumber primer adalah hadis yang yang dihimpun dalam

kitab sekunder umumnya mengutip hadis dari kitab hadis primer yang kemudian

diklasifikasikan dalam tema-tema tertentu sesuai dengan tujuan penulisan kitab tersebut.

Selanjutnya dua jenis kitab yang terakhir yakni jenis kitab Al-Athraf dan jenis kitab musnad

diklasifikasikan berdasarkan metode penulisan kitab tersebut, sehingga lebih berfokus pada

metode penulisan kitab hadis. Metode yang paling mencolok dalam penulisan kitab hadis

berjenis Al-Athraf, adalah pengumpulan hadits-hadits dari beberapa kitab induknya dengan

cara mencantumkan bagian atau potongan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh setiap

shahabat, sehingga memudahkan studi-studi tentang sanad dan rijalul hadis. Sedangkan

dalam kitab yang berjenis musnad lebih menitikberatkan pada pengumpulan hadis

berdasarkan tema-tema tertentu yang lebih spesifik sehingga memudahkan dalam

menemukan berbagai hadis yang setema yang dapat dipergunakan sebagai rujukan.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhaedi, Dadi “KITAB HADIS SEKUNDER”: Perkembangan, Epistimologi, dan Relevansinya”.

Jurnal Studi Ilmu al-Qur’an dan Hadis. Vol.18, No.2, Juli 2017.

Bustamin, dan Hasanuddin. Membahas Kitab Hadis. Ciputat: LEMBAGA PENELITIAN UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2010.

Muhammad Mahdi, Abu. Metode Takhrij Hadits. Semarang: Dina Utama Semarang, 1994.

Ahmad Izzan,. Studi Takhrij Hadis Kajian Tentang Metodologi Takhrij dan Kegiatan Penelitian

Hadis, Bandung: Kelompok Humaniora, 2012.


18

N, Rustina “MENGENAL MUSNAD AHMAD IBN HANBAL”, Tahkim. Vol IX No 2, Desember

2013.

Indri. Studi Hadis. Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2010.

Anda mungkin juga menyukai