Anda di halaman 1dari 12

METODE KRITIK HADIS : TAKHRIJ AL-HADIS

Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadis


Dosen Pengampu Prof. Dr. Muh. Irfan Helmy, LC.,M.A

Disusun oleh :
Lufi Rahmawati 12060220019
Linda Karmelia 12060220029

PROGRAM PASCASARJANA HUKUM KELUARGA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sering kita jumpai motto “Kembali pada Al-Quran dan As-Sunnah” dari
semua kalangan, baik itu ulama’, kyai, da’i, maupun umat Islam sendiri. Sehingga
banyak sekali ungkapan baik berupa tulisan ataupun tulisan dalam suatu karya
yang dianggap kurang lengkap tanpa adanya Al-Quran ataupun hadits. Pada
keterangan Al-Quran sering dicantumkan nama surat dan ayat yang baku,
sedangkan pada hadits tidak disertai pencantuman sanad, bahkan tak jarang
kualitasnya serta statemen yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. begitu
saja tanpa diketahui itu hadits ataupun bukan.
Banyak terjadi penulisan hadits yang tidak lengkap dan dikutip sesuai
tema pembahasan dalam keilmuan. Sering kali pemahaman yang dikutip adalah
parsial atau bagian dari keseluruhan hadits, dengan demikian kebutuhan untuk
melihat hadits secara utuh diperlukan bahkan sejak abad kelima hijriyah. Untuk
itu upaya mencari, memunculkan, menampilkan dan menunjukkan hadits secara
lengkap dari sumber data awal hadits digagas dalam studi ulumul hadits yang
disebut ilmu takhrij hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian takhrij hadits?
2. Bagaimana sejarah takhrij hadits?
3. Apa tujuan dan manfaat takhrij hadits?
4. Apa saja kitab yang digunakan untuk men-takhrij hadits?
5. Bagaimana cara atau metode penerapan takhrij hadits?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian takhrij hadits
2. Untuk mengetahui sejarah takhrij hadits
3. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat takhrij hadits
4. Untuk mengetahui kitab yang digunakan untuk men-takhrij hadits
5. Untuk mengetahui cara atau metode penerapan takhrij hadits

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhrij Hadits
Takhrij secara bahasa bermakna kumpulan dua perkara yang berlawanan
dalam satu masalah. Sementara secara istilah takhrij merupakan penjelasan
keberadaan sebuah hadits dalam berbagai referensi hadits utama dan penjelasan
otentisitas serta validitasnya.1
Dimaksudkan referensi hadits utama adalah semua tipologi kodifikasi hadits
yang penyusunannya (mukharrijnya) mendatangkan hadis tersebut dengan sanad
(mata rantai perawinya) sendiri. Maka tidak dibenarkan merujuk kepada
kumpulan hadis yang disusun tanpa ada sanad. Karena inti dari kajian hadis
adalah gabungan analisa sanad dan matan hadis.2
Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadis, kata al takhrij
mempunyai beberapa arti3:
 Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para
periwayatnya di dalam sanad yang menyampaikan hadis itu,
 Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh
para guru hadis, atau berbagai kitab atau lainnya, yang susunanya
dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau
temannya, atau orang lain dengan menerangkan siapa periwayatnya dari
para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
 Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber
pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para
mukharijnya langsung-yakni para periwayat yang menjadi penghimpun
bagi hadis yang mereka riwayatkan.
 Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber,
yakni kitab-kitab hadis yang di dalamnya disertakan metode

1
Al-Tahhan, Metode Tahrij dan Penelitian Sanad Hadits, terj. Ridwan Nasir, (Surabaya:Bina Ilmu,
1995), hal.1
2
Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL SURABAYA, Studi Hadits. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Press, 2011). Hal.171
3
Ahmad Izzan, Studi Takhrij Hadis Kajian Tentang Metodologi Takhrij dan Kegiatan Penelitian
Hadis, (Bandung: Tafakur, 2012), hal. 2.

3
periwayatannya dan sanadnya, serta diterangkan pula keadaan para
periwayat dan kualitas hadisnya.
 Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis dari sumbernya yang
asli, yakni berbagai kitab, yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara
lengkap dengan sanadnya masing-masing. Lalu, untuk kepentingan
penelitian, dijelaskan pula kualitas hadis yang bersangkutan.
Dari uraian definisi diatas, takhrij dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para rawinya
yang ada dalam sanad hadis itu
2. Mengemukakan asal-usul hadis sambal dijelaskan sumber pengambilannya
dari berbagai kitab hadis, yang rangkaian sanadnya berdasarkan riwayat yang
telah diterimanya sendiri atau berdasarkan rangkaian sanad gurunya, dan yang
lainnya.
3. Mengemukakan hadis-hadis berdasarkan sumber pengambilannya dari kitab-
kitab yang didalamnya dijelaskan metode periwayatannya dan sanad hadis-
hadis tersebut, dengan metode dan kualitas periwayatannya dan sanad-sanad
hadis tersebut, dengan metode dan kualitas para rawi sekaligus hadisnya.

B. Sejarah Takhrij Hadits


Para ulama dan peneliti hadis terdahulu tidak membutuhkan kaidah takhrij
karena wawasan dan pengetahuan tentang ilmu sangat luar biasa. Baik wawasan
yang dimiliki, ingatan yang kuat tentang sumber-sumber sunah. Ketika mereka
membutuhkan hadis maka mudah bagi para ahli tersebut untuk mendapat jawaban
dari apa yang dicari di dalam kitab-kitab hadis; termasuk juznya. Setidak-tidaknya
mereka mengetahuinya di dalam kitab-kitab hadis berdasarkan dugaan yang
sangat kuat. Tidak hanya itu, mereka juga mengetahui sistematika penyusunan
kitab-kitab hadis sehingga mempermudah mereka untuk memeriksa kembali dan
menggunakan hadis dimaksud. Para pembaca hadis dari kitab selain kitab hadis
pun menjadi mudah karena mereka mengetahui sumber dan tempatnya.
Terhitung beberapa abad kondisi tersebut berlangsung, sebelum
munculnya zaman dimana pengetahuan ulama tentang kitab hadis dan sumber

4
aslinya menjadi semakin sempit. Akibatnya, ulama kontemporer merasa kesulitan
untuk dapat mengetahui tempat-tempat hadis yang menjadi dasar bagi syari’at,
sepeti fiqh, tafsir dan sejarah. Atas latar belakang inilah, hadirnya para ulama
yang memiliki semangat tinggi dalam membela hadis melalui proses takhrij hadis
terhadap berbagai kitab selain kitab hadis. Mereka menisbatkannya pada sumber
aslinya. Mereka juga menyebutkan sanad-sanad, dan membicarakan kesahihan
dan kedhaifan sebagian atau seluruh sanad itu. Hingga akhirnya, terbitlah kitab-
kitab takhrij hadis.
Kitab yang dianggap sebagai pelopor proses takhrij hadis disusun oleh al-
Khatib al-Baghdadi. Selain itu, muncullah berbagai kitab takhrijul hadis. Di
antara kitab takhrij yang popular ialah Takhrij Fawaidil Muntakhabah al-Shihah
wal Gara’ib yang disusun oleh al-Syarif Abu Qasim al-Husaimi; Takhrij
Fawaidil Muntakhabah al-Shihah wal Gara’ib yang disusun oleh Abu-Qasim al-
Mahrawani-kedua kitab ini masih berupa manuskrip, dan belum adanya kodifikasi
baik dalam bentuk kitab. Ada pula judul sebuah kitab Takhrij Ahadisil Muhazzab
yang disusun oleh Muhammad bin Musa al-Hazimi al-Syafi’i. terakhir kitab al-
Muhazzab yang merupakan karya utama Abu Ishaq al-Syairazi.4
Selanjutnya, hingga saat ini munculnya kitab-kitab takhrij hingga menajdi
popular. Belakangan, jumlah kitab takhrij hadis sudah mencapai puluhan judul
kitab. Ini menjadi bukti bahwa ulama ahli hadis-lazim disebut al-muhadditsin-
yang memiliki perhatian yang sangat besar terhadap kitab-kitab hadis yang telah
di takhrij. Mereka juga mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap keterjagaan
hadis Nabi. Melalui upaya mereka, tertutuplah segala kesempatan untuk
menyelewengkan hadis.
Kemudian, datang masa dimana seorang penuntut ilmu menjumpai sebuah
hadis di dalam kitab yang hanya menyebutkan petunjuk singkat terhadap sumber
aslinya. Orang itu tidak mengetahui cara memperoleh teks hadis dari sumber
aslinya. Ini terjadi karena keterbatasan ilmu mereka tentang cara penyusunan
kitab yang menjadi sumber hadis itu. Pun, Ketika hendak menguatkan
pembahasannya dengan sebuah hadis, sedangkan ia tahu bahwa hadis itu terdapat

4
Ibid. hal. 6-7.

5
di dalam Shahih Bukhari, Musnad Ahmad, atau Mustadrak al-Hakim, karena tidak
mengetahui sistematika penyusunannya.
Namun hari ini sudah banyak ulama ahli hadis yang telah menulis kitab
tentang takhrij hadis. Jumlahnya puluhan, bahkan mungkin ratusan judul. Berikut
beberapa kitab takhrij hadis yang popular :
a. Kitab Takhriju Ahadisli Muhazzab, karya Abu Ishaq As-Syirazi,
tulisan Muhammad bin Musal al-Hazimi (-584 H)
b. Kitab Takhriju Ahadits Mukhtasaril Kabir, karya Ibn al-Hajib, tulisan
Ahmad bin Abdul Hadi al_Maqdisi (-774 H)
c. Kitab Nasbur-Rayah Li Ahaditsil Hidayah, karya al-Margigani, tulisan
Abdullah bin Yusuf az-Zaila’I (-762 H)
d. Kitab Al-Mugni ‘An Hammlil Asfar Fi Takhriji Ma Fil Ihya’ Minal
Akhbar, tulisan Abdurrahman bin al-Husain al-iraqi (-806 H)
e. Kitab-Kitab Takhrij al-Turmudzi yang ditandainya dlaam setiap tulisan
al-Hafidz al-Iraqi juga.

C. Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadits


Berdasarkan penjelasan Mahmud al-Tahhan dalam bukunya Metode Takhrij
dan Penelitian Sanad Hadis membatasi kegiatan takhrij hadis. Hanya jika status
hadis diperlukan baru penjelasan ini disertakan. Sementara hari ini, terkait
penjelasan status hadis sangat diperlukan. Bahkan bukan hanya penjelasan status
hadis yang dijadikan objek penelitian, melainkan juga sisi validitasnya sehingga
dapat dipaparkan apakah hadis tersebut ma’mul atau ghairu ma’mul.
Dengan demikian perlu adanya takhrij hadis, agar digunakan untuk :
1. Mengetahui siapa saja yang mengeluarkan hadis yang ditakhrij dalam buku-
buku utamanya.
2. Mengetahui syawahid perawi sahabatnya,
3. Mengetahui tawabi’ pada setiap tabaqat sanadnya.
4. Mengetahui berbagai sisipan yang diriwayatkan dari berbagai syawahid dan
tawabi’nya.

6
5. Mengetahui kredibilitas setiap perawi, baik pada hadis yang diteliti maupun
hadis syawahid dan tawabi’nya.
6. Mengetahui terpenuhi dan tidaknya persyaratan kesahihhan hadis sehingga
pada akhirnya dapat menentukan keotentikan sebuah hadis.
7. Kemudian mengetahui sisi validitas hadis diteliti lewat kajian matannya.

D. Kitab-kitab yang Diperlukan dalam Takhrij Hadits5


Dalam melakukan takhrij hadits, diperlukan kitab-kitab yang berkaitan
dengan hal-hal tersebut. Adapun kitab-kitab tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Hidayatul Bari ila Tartibi Ahadisil Bukhari
Kitab ini disusun oleh Abdur Rahman Ambar Al-Misri At-
Tahtawi. Kitab ini disusun khusus untuk mencari hadits-hadits yang
termuat dalam shahih bukhari yang disusun berdasarkan urutan abjad
Arab, namun hadits yang dikemukakan secara berulang dalam shahih
bukhari tidak dimuat berulang dalam kamus di atas. Jadi perbedaan lafadz
dalam matan hadits Riwayat Al-Bukhari tidak dapat diketahui melalui
kamus tersebut.
2. Mu’jam Al-Fadzi wala Siyyama Al-Ghariibu Minha atau Furis Litartibi
Ahaditsi Shahihi Muslim
Kitab tersebut merupakan satu juz, yakni juz kelima dari kitab
Shahih Muslim yang disusun oleh Muhammad Abdul Baqi, juz kelima ini
adalah kamus dari juz 1-4 yang berisi:
 Daftar urutan judul kitab, nomor hadits dan juz yang memuatnya
 Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan
 Daftar awal matan hadits dalam bentuk sabda yang tersusun
menurut abjad serta menerangkan nomor hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhari.

3. Miftahus Sholihin

5
Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 194

7
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa Al-Tauqiyah
yang digunakan untuk mencari hadits yang diriwayatkan oleh Muslim
namun hadits yang dimuat dalam kitab ini hanyalah sabda (qauliyah).
Kitab ini disusun menurut abjad dari awal lafadz matan hadits.
4. Al-Bughyatul fi Tartibi Ahaditsi Al-Hilyah
Kitab ini disusun oleh Sayyid Abdul Aziz bin Al-Sayyid
Muhammad bin Sayyid Al-Qammari, kitab hadits ini memuat dan
menerangkan hadits-hadits yang tercantum dalam kitab yang disusun oleh
Abu Nu’aim Al-Asabuni, yang berjudul Hilyatul Auliyai wathabaqatul
Asfiyai.
5. Al-Jami’us Shaghir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi.
Kitab kamus hadits ini memuat hadits yang terhimpun dalam kitab
himpunan kutipan hadits yang disusun oleh As-Suyuthi juga, yakni kitab
fam’ul fawami’. Kitab ini disusun berdasarkan urutan abjad lafadz matan
hadits, dalam kitab ini juga menerangkan nama para sahabat Nabi yang
meriwayatkan hadits yang bersangkutan dan nama mukharij-nya
(periwayat hadits yang menghimpun hadits dalam kitabnya).
6. Al-Mu’jam Al-Mufahras li Alfadzil Hadis Nabawi
Kitab ini disusun oleh sebuah tim dari kalangan orientalis yang
aktif saat proses penyusunan adalah Dr. Arnold John Wensinck. Kitab ini
dimaksudkan untuk mencari hadits berdasarkan petunjuklafadz matan
hadits. Kitab ini juga mampu memberikan informasi kepada pencari matan
dan sanad hadits, selama sebagian dari lafadz matan yang dicari telah
diketahui.
E. Metode Takhrij Hadits
Dalam melakukan takhrij hadits, ada lima metode yang dapat dijadikan
sebagai pedoman, antara lain:
1. Takhrij melalui lafadz pertama matan hadits
Metode ini sangat tergantung pada lafadz pertama matan hadits.
Dengan mengkodifikasi lafadz pertama dari matan hadits yang sesuai

8
urutan huruf hijaiyah, seseorang harus tahu benar dari lafadz hadits yang
akan ditakhrij dan menemukan huruf pertama dalam lafadz tersebut.
Misalnya hadits yang berbunyi: ‫بني اإلسالم على خمس‬
Langkah-langkah mencarinya adalah:
a. Membuka bab ba’ (‫)ب‬
b. Mencari huruf kedua, yaitu huruf nun (‫)ن‬
c. Selanjutnya mencari huruf ya’ (‫ )ي‬dan seterusnya.
2. Takhrij melalui kata-kata dalam matan hadits
Metode ini berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan
hadits, baik berupa kalimat isim atau fiil. Penggunaan metode ini akan
lebih mudah jika menitik beratkan pada pencarian hadits berdasarkan pada
lafadz-lafadznya yang asing atau jarang digunakan.
Contoh hadits yang berbunyi:

ِ َ‫ام ال ُمتَب‬bِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم ع َْن طَ َع‬


َ‫ار ْين‬ َّ ِ‫اَ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
Sekalipun kata-kata yang dipergunakan dalam pencariannya dalam hadits
di atas cukup banyak, seperti ‫ام‬bb‫ نهى طع‬akan tetapi sangat dianjurkan
mencarinya melalui kata yang berbunyi ‫ارين‬bb‫ المتب‬karena kata ini sangat
jarang adanya. Menurut penelitian, kata ‫ تبارى‬digunakan dalam kitab hadits
yang sembilan, hanya digunakan dua kali saja.
3. Takhrij melalui perawi hadits pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadits, baik
perawi itu dari kalangan sahabat, ataupun dari kalangan tabi’in..Dengan
metode ini, kita harus mencari hadits-hadits yang diriwayatkan oleh
perawi pertama dari setiap hadits yang akan ditakhrij, setelah itu mencari
nama perawi pertama dalam kitab, dan selanjutnya mencari hadits yang
dimaksud di antara hadits-hadits yang tertera di bawah nama perawi
pertama dari hadits tersebut. Kitab-kitab yang membantu melalui metode
ini ada tiga macam, yakni kitab al-Masanid, al-Mu’ajim, dan kitab al-
Atraf.
4. Takhrij berdasarkan tema hadits

9
Untuk mengetahui tema suatu hadits, terlebih dahulu
menyimpulkan tema suatu hadits yang akan ditakhrij dan kemudian
mencarinya melalui tema tersebut pada kitab yang disusun menggunakan
metode ini. Seringkali suatu hadits memiliki tema lebih dari satu. Dalam
kasus yang demikian, seorang mikharrij harus mencarinya pada tema-tema
yang mungkin dikandungnya. Penggunaan tentang kandungan suatu hadits
yang dijadikan tema besar, kemungkinan antara seseorang dengan lainnya
akan berbeda dalam memilih tema sebuah hadits, misalnya:
‫لَّم اِ ْذ‬b‫ ِه َو َس‬b‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬b‫ص‬
َ ِ‫وْ ِل هللا‬b‫ َع َر ُس‬b‫ ُع َم‬b‫ ُكنَّا نَجْ َم‬:‫ا َل‬bbَ‫ض ق‬.‫ع َْن َس ْل َمةَ ْب ِن االَ ْك َو َع ر‬
‫ ثُ َّم نَرْ ِج ُع نَتَّبِ ُع الفَ ْي َء‬،‫ت ال َّش ْمش‬
ِ َ‫َزال‬
Hadits ini dapat dicari pada kitab tentang “shalat jumat” atau tentang
“waktu shalat fardlu”, karena memang hadits itu berisikan kedua
.tema itu
5. Takhrij berdasarkan status hadits
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah
dilakukan para ulama hadits dalam menyusun hadits-hadits berdasarkan
statusnya. Karya-karya tersebut sangatlah membantu sekali dalam proses
pencarian hadits, seperti hadits-hadits qudsi, hadits masyhur, hadits
mursal, hadits mutawatir, hadits maudhu’, dan lainnya. Seorang peneliti
hadits, dengan sendirinya telah melakukan takhrij hadits karena sebagian
besar hadits-hadits yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan sifat-sifat
hadits sangat sedikit sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit.6

6
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 194

10
III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah memperhatikan isi dalam pembahasan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan, bahwa:
Takhrij hadits adalah penelusuran atau pencarian hadits sebagai sumbernya yang asli
yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanadnya. Secara
sederhananya, takhrij hadits adalah usaha mempertemukan matan hadits dengan
sanadnya.
Tujuan takhrij hadits adalah untuk mengetahui sumber dari suatu hadits dan untuk
mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah data diterima (shahih atau hasan) atau
ditolak (dhoif)
.kitab yang digunakan untuk mentakhrij hadits adalah Hidayatullah Bari ila
Tartibi Ahadisil Bukhari, Mu’jam Al-Fadzi wala Siyyama Al-Gariibu minha atau Furis
Litartibi Ahaditsi Shahihi Muslim, Miftahus Sahihain, Al-Bughyatu fi Tartibi Ahaditsi Al-
Hilyah, Al-Jami’us Shagir Al-Mu’jam, dan Al-Mufahras li Alfadzil Hadis Nabawi.
Metode penerapan takhrij hadits adalah takhrij melalui lafadz pertama matan
hadits, takhrij melalui kata-kata dalam matan hadits, takhrij melalui perawi hadits
pertama, takhrij berdasarkan tema hadits, dan takhrij berdasarkan status hadits.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Tahhan. 1995. Metode Tahrij dan Penelitian Sanad Hadits, terj. Ridwan Nasir.
Surabaya: Bina Ilmu.

Izzan, Ahmad. 2012. Studi Takhrij Hadis Kajian Tentang Metodologi Takhrij dan
Kegiatan Penelitian Hadis. Bandung: Tafakur.

Tim Penyusun MKD UIN SUNAN AMPEL SURABAYA. 2011. Studi Hadits. Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Press.

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia.


Suyadi, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

12

Anda mungkin juga menyukai