BAB II
TAKHRIJ HADIS
UH Perspektif jender
Bustamin
menjadi alat dan sekaligus metode pencarian hadis bagi mereka. Ketika mereka
membutuhkan hadis sebagai penguat dalam waktu singkat mereka dapat
menemukan tempatnya dalam kitab-kitab hadis, bahkan jilidnya atau setidaknya
mereka dapat mengetahuinya dalam kitab-kitab hadis dengan dugaan yang kuat.
Kegiatan takhrij hadis telah mengalami perkembangan seiring dengan
perhatian ulama terhadap pemeliharaan hadis. Kegiatan takhrij hadis pada
awalnya adalah berupa pencarian dengan mengeluarkan hadis dari ulama yang
mengetahui suatu hadis atau beberapa hadis dari ulama yang memenuhi syarat
sebagai periwayat hadis. Metode takhrij hadis seperti itu adalah yang ditempuh
oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, dan Imam al-Sittah yang lainnya. Takhrij
hadis pada tahap pertama tersebut adalah dalam bentuk sensus, yaitu menelusuri
satu-persatu ulama yang memilik hadis dari berbagai tempat.
Takhrij hadis kemudian mengalami perkembangan sebagaimana yang
dilakukan oleh Iamam al-Baihaqi, yaitu mengambil hadis dari kitab hadis selain
dari ulama secara langsung, kemudian beliau mengemukakan sanad-nya sendiri.
Ibn Hajar al-Asqalani memperluas jangkauan takhrij hadis sebagai upaya
untuk menyusun hadis secara tematik dengan mengumpulkan dan mengutip
hadis-hadis yang semakna dari berbagai kitab hadis dengan menyebutkan
mukharrij-nya masing-masing dan sahabat yang meriwayatkannya. Hasil takhrij
hadis Ibn Hajar, di antaranya berjudul Bulug al-Maram Min Adillah alAhkam.
Takhrij hadis yang sedang dikembang di masa sekarang ini adalah
identik dengan penelitian kepustakaan, yaitu mencari hadis dari berbagai kitab
yang memuat hadis yang lengkap matan dan sanadnya. Kemudian dilanjutkan
UH Perspektif jender
Bustamin
dengan penelitian kualitas sanad dan matan hadis. Kegiatan takhrij hadis
semakin diminati oleh pengkaji hadis, dengan beberapa alasan; pertama mereka
ingin mendapat hadis yang utuh sehingga mereka dapat mengambil kesimpulan
tentang kualitas suatu hadis, kedua tersedianya alat untuk kegiatan tersebut,
karena selain dapat menggunakan kamus dalam bentuk kitab juga tersedia
program hadis yang dapat diakses melalui komputer.
3. Tujuan Kegiatan Takhrij hadis
Bagi seorang peneliti hadis, kegiatan takhrijul-hadis sangat penting. Tanpa
dilakukan kegiatan takhrijul-hadis terlebih dahulu, maka akan sulit diketahui
asal usul riwayat hadis yang akan diteliti, berbagai riwayat yang telah
meriwayatkan hadis itu, dan ada atau tidak adanya syahid atau muttabi dalam
sanad bagi hadis yang ditelitinya. Dengan demikian, minimal ada tiga hal yang
menyebabkan pentingnya kegiatan takhrijul-hadis dalam melaksanakan
penelitian hadis. Berikut ini dikemukakan ketiga hal tersebut.
a. Untuk Mengetahui Asal-usul Riwayat Hadis yang Akan Diteliti
Suatu hadis akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya bila
terlebih dahulu tidak diketahui asal-usulnya. Tanpa diketahui asal-usulnya,
maka sanad dan matan hadis yang bersangkutan sulit diketahui susunannya
menurut sumber pengambilannya. Tanpa diketahui susunan sanad dan matannya secara benar, maka hadis yang bersangkutan akan sulit diteliti secara
cermat. Untuk mengetahui bagaimana asal-usul hadis yang akan diteliti itu,
maka kegiatan takhrij perlu dilakukan terlebih dahulu.
b. Untuk Mengetahui Seluruh Riwayat bagi Hadis yang Akan Diteliti
Hadis yang akan diteliti mungkin memiliki lebih dari satu sanad.
Mungkin saja, salah satu sanad hadis itu berkualitas daif, sedang yang lainnya
berkualitas sahih. Untuk dapat menentukan sanad yang berkualitas daif dan
UH Perspektif jender
Bustamin
yang berkualitas sahih, maka terlebih dahulu harus diketahui seluruh riwayat
hadis yang bersangkutan. Dalam hubungannya untuk mengetahui seluruh
riwayat hadis yang sedang akan diteliti, maka kegiatan takhrij perlu
dilakukan.
c. Untuk Mengetahui Ada atau Tidak Adanya Syahid dan Mutabi
Ketika hadis diteliti salah satu sanad-nya, mungkin ada periwayat lain
yang sanad-nya mendukung pada sanad yang sedang diteliti. Dukungan
(corroboration) itu bila terletak pada bagian periwayat tingkat pertama, yakni
tingkat sahabat Nabi, disebut sebagai syahid, bila sedang terdapat di bagian
bukan periwayat tingkat sahabat disebut sebagai mutabi.1 Dalam penelitian
sebuah sanad, syahid yang didukung oleh sanad yang kuat dapat memperkuat
sanad yang sedang diteliti. Begitu pula mutabi yang memiliki sanad yang
kuat, maka sanad yang sedang diteliti mungkin dapat ditingkatkan
kekuatannya oleh mutabi tersebut. Untuk mengetahui, apakah suatu sanad
memiliki syahid atau mutabi, maka seluruh sanad hadis itu harus
dikemukakan. Itu berarti, takhrijul-hadis harus dilakukan terlebih dahulu.
Tanpa kegiatan takhrijul-hadis, tidak dapat diketahui secara pasti seluruh
sanad untuk hadis yang sedang diteliti.
4. Metode Takhrijul-Hadis
Menelusuri hadis sampai kepada sumber asalnya tidak semudah
menelusuri ayat al-Quran. Untuk menelusuri ayat al-Quran, cukup diperlukan
sebuah kitab kamus al-Quran, misalnya kitab al-Mujam al-Mufahras li AlfazilQuranil Karim susunan Muhammad Fuad Abdul-Baqi, dan sebuah kitab
rujukan berupa mushaf al-Quran. Untuk menelusuri hadis, tidak cukup hanya
menggunakan sebuah kamus dan sebuah kitab rujukan berupa kitab hadis yang
1
Pengertian dan beberapa hal tentang syahid dan mutabi, lihat misalnya, Ibn as-Salah,
Op.cit., hlm. 74-76; al-Asqalani, Nuzhatun-Nazar Syarh Nukhbah al-Fikr, Op.cit., hlm. 21-23;
al-Iraqi, at-Taqyid wa al-Idah Syarh Muqaddimah Ibn as-Salah, [(Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/1981
M), hlm. 109-111; Subhi as-Salih, Op.cit., hlm. 241-243; dan Muhammad Ajjaj al-Khahib, Ushul alHadis, Op.cit., hlm. 366-368.
UH Perspektif jender
Bustamin
UH Perspektif jender
Bustamin
Pada matan hadis di atas ada beberapa lafal yang dapat ditelusuri
untuk mentakhrij hadis itu denga metode lafal, yaitu melalui lafal :
-
- -
UH Perspektif jender
Bustamin
hadis yang ditemukan hanya terdapat dalam enam kitab hadis,2 yakni:
78 , :
22 ,, :
11 , :
17 , :
20 , 155 , :
52 ,49 ,20 , 10 , 3 :
1. Shahih Muslim, kitab Iman, nomor hadis 78.
2. Sunan Abi Daud, kitab Shalat, bab 22.
3. Sunan at-Turmuzi, kitab Fitan, bab 11.
4. Sunan an-Nasai, kitab Iman, bab 17.
5. Sunan Ibni Majah, kitab Iqamah, bab 155; dan kitab Fitan, bab 20.
6. Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz III, halaman 10,20, 49, dan 52.
Apabila takhrij hadis melalui metode ini denngan menelusuri lafal
lainnya sebagaimana diuraikan di atas, maka akan ditemukan riwayat hadis
yang jumlahnya lebih banyak, yaitu empat belas jalur sanad hadis.
Lihat, A.J. Wensinck, al-Mujam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis an Nabawi, (Leiden: E.J.
Brill, 1936 M), Juz VI, hlm. 558.
UH Perspektif jender
Bustamin
kitab kamus tersebut ada 14 macam kitab, yakni kesembilan macam kitab
yang menjadi rujukan sebagaimana telah dikemukakan di atas
ditambah lagi dengan Musnad Zaid ibn Ali, Musnad Abi Daud at-Tayalisi,
Tabaqat ibn Saad, Sirah ibn Hisyam, dan Magazi al-Waqidi.
Data yang dimuat oleh kitab Miftah tersebut memang sering tidak
lengkap, begitu juga topik yang dikemukakannya. Walaupun begitu, kitab
kamus tersebut cukup membantu untuk melakukan kegiatan takhrij hadis
berdasarkan topik masalah. Untuk melengkapi data yang dikemukakan oleh
kamus itu, dapat dipakai sejumlah kitab himpunan hadis yang disusun
berdasarkan topik masalah, misalnya Muntakhab Kanzil Ummal susunan Ali
ibn Hisyam al-Din al-Muttaqi, yang kitab rujukannya lebih dari dua puluh
macam kitab.
Tema hadis tentang motivasi berdakwah kepada para dai, kamus
Miftah Kunuz al-Sunnah menunjukkan data hadis tersebut kepada kitab-kitab
hadis. Hadis tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud,
dan Sunan al-Turmuzi.
Hadis yang terdapat dalam Shahih Muslim
UH Perspektif jender
Bustamin
3
Siapa saja melakukan dakwah (mengajak kepada kebenaran) untuk
mendapatkan hidayah (Islam), maka ia mendapatkan pahala atas
usahanya itu dan mendapatkan pula pahala sebesar pahala setiap orang
yang melanjutkan dakwahnya tanpa mengurangi pahala pengikutnya.
Sebaliknya, siapa saja yang mengajak ke jalan kesesatan, maka ia
mendapatkan ganjarannya dan ganjaran dosa dari yang mengikuti
ajakannya tersebut, tanpa mengurangi dosa yang mengikutinya.
4
Hadis yang terdapat dalam Sunan al-Turmuzi
Muhyi al-Din Abu Zakariya Yahya ibn Syaraf al-Naww, Syarh ahh Muslim,
UH Perspektif jender
Bustamin
c. Takhrij Hadis Melalui Awal Matan Hadis
Metode ini sangat mudah dipergunakan bagi pencari hadis (mukharrij)
yang memiliki pengetahuan tentang awal matan hadis yang dicari. Sebaliknya,
metode ini tidak efektif dipergunakan bagi mereka tidak mempunyai
informasi tentang lafal pertama matan hadis.
Penggunaan metode ini tergantung dari lafal pertama matan hadis.
Jadi, kitab yang dapat dijadikan sebagai wadah untuk menelusuri dan mencari
hadis adalah kitab yang menyusun hadis-hadis yang lafal pertamanya sesuai
dengan urutan huruf-huruf hijaiyah.
Kitab-kitab yang menggunakan metode ini, antara lain:
.1
Karya Jalal al-Din Abu al-Fadl Abd al-Rahman ibn Abi Bakr Muhamad alKhudri al-Suyuthi (W. 911 H)
, , .2
5
Al-Turmuz, Abu Isa Muhammad Ibn Isa ibn Saurah al-Turmuzi, Sunan al-
UH Perspektif jender
Bustamin
.3
,
Karangan Muhammad ibn Abd al-Rahman al-Sakhawi (W. 902 H)
: .4
Karangan Muhammad Syarif ibn Mushthafa al-Tauqadi (1312 H)
Karangan Sayid Ahmad ibn Sayid Muhammad ibn Sayid Shiddiq al-Gumari
al-Magribi
()
Hadis di
atas terdapat dalam kitab al-Jami al-Shagir juz II, halaman 11. Kitab
itu memberikan informasi:
( ) ( )
UH Perspektif jender
Bustamin
(241) .1
(307) .2
(219) .3
2. Kitab-kitab Mujam. Mujam jamaknya maajim. Menurut muhadditsin,
kitab dalam bentuk ini, hadis-hadisnya disusun berdasarkan musnadmusnad sahabat, guru-guru, negeri, dan seterusnya (dalam buku ini
UH Perspektif jender
Bustamin
perhatian kita hanya tertuju pada mujam yang disusun berdasar musnad
sahabat saja). Penyusunan nama-nama sahabat tersebut berdasarkan
huruf-huruf ensiklopedis. Di antara kitab mujam sahabat:
.1
Karangan Abu Yala ((W. 307 H)
.2
Karangan Ahmad ibn al-Hamadani (W 394 H)
.3
Karangan Abu Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Thabrani (W 360 H)
3. Kitab-kitab Athraf. Kitab athraf merupakan salah satu jenis kitab hadis,
yang hanya memuat awal matan hadis atau potongan-potonga matan hadis
yang dilengkapi dengan sanad. Di antara kitab athraf yang dapat
digunakan dalam metode ini;
.1
Karangan Abu Masud Ibrahim ibn Muhammad al-Dimasyqi (W 401 H)
.2
Karangan Jamal al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf ibn Abd al-Rahman al-Mizzi
(w 742).
D. Rangkuman
Tujuan kegiatan takhrij hadis adalah untuk mengetahui: (1) asal-usul
riwayat hadis yang akan diteliti, (2) seluruh riwayat bagi hadis yang akan teliti, (3)
ada atau tidak adanya syahid dan mutabi.
Ada empat metode atau cara takhrij hadis. Pertama, takhrij hadis melalui
UH Perspektif jender
Bustamin
lafal atau kata yang terdapat dalam matan hadis. Kedua, takhrij hadis memalui
tema. Ketiga, takhrij hadis melalui awal matan, dan keempat takhrij hadis melalui
periwayat hadis pada tingkat sahabat.
E. Evaluasi
1. Jelaskan sejarah singkat ilmu takhrij hadis
2. Jelaskan fungsi dan tujuan kegiatan takhrij hadis
3. Sebutkan langkah-langkah praktis melakukan takhrij hadis
4. Sebutkan empat macam metode takhrij hadis
F. Referensi
UH Perspektif jender