Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ULUMUL HADITS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(TAHRIJ HADIST)

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ulumul Hadist

Jurusan Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :

Kelompok 9

Dosen Pengampu : KHOIRUL ANWAR M.Pd.I

1. RODI ANTONI
2. GANI INDRAWAN
3. ROBI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL MA’ARIF


KALIREJO LAMPUNG TENGAH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Takhrij Hadist merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadist.
Pada masa awal penelitian hadist telah dilakukan oleh para ulama salaf yang
kemudaian hasilnya telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadist. Mengetahui
masalah takhrij, kaidah. dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi
orang yang mempelajari ilmu-ilmu syar‟i, agar mampu melacak suatu hadist sampai
pada sumbernya.
Kebutuhan takhrij adalah perlu sekali, karena orang yang mempelajari ilmu
tidak akan dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadist atau tidak dapat
meriwayatkannya, kecuali setelah ulama-ulama yang telah meriwayatkan hadist
dalam kitabnya dengan dilengkapi sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini sangat
dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar‟i dan yang
sehubungan dengannya. Sehingga untuk lebih jelasnya tentang takhrij hadits ini akan
dibahas dalam bab selanjutnya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan tentang definisi takhrij?
2.      Sejarah Takhrij Al-Hadist ?
3.      Apa manfaat takhrij hadist?
4.      Jelaskan tentang metode takhrij hadist?
5.      Sebutkan kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits?
6.      Berikan contoh tentang takhrij hadits?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui tentang definisi takhrij
2.      Mengetahui Sejarah takhrij hadis
3.      Mengetahui manfaat takhrij hadis
4.      Mengetahui tentang metode takhrij hadits
5.      Mengetahui kitab-kitab yang digunakan dalam takhrij hadits
6.      Mengetahui contoh takhrij hadits
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Takhrij Hadits


Kata takhrij ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخ ّرج‬-‫ )خ ّرج‬yang secara
bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya.Sedang pengertian takhrij al-
hadits menurut istilah ada beberapa pengertian, di antaranya ialah:
1.      Suatu keterangan bahwa hadits yang dinukilkan ke dalam kitab susunannya itu
terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya. Misalnya,
penyusun hadits mengakhiri penulisan haditsnya dengan kata-kata akhrajahul
Bukhari artinya bahwa hadits yang dinukil itu terdapat dalam kitab Jami’us
Shahih Bukhari. Bila ia mengakhirinya dengan kata akhrajahul muslim berarti
hadits tersebut terdapat dalam kitab Shahih Muslim.
2.      Suatu usaha mencari derajat, sanad, dan rawi hadits yang tidak diterangkan oleh
penyusun atau pengarang suatu kitab.
3.      Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber dengan
mengikutsertakan metode periwayatannya dan kualitas haditsnya.
4.      Mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli secara lengkap
dengan matarantai sanad masing-masing dan dijelaskan kualitas hadits yang
bersangkutan.
Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij dalam
hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka takhrij berarti
“penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi hadits sebagai
sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber tersebut
dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
B.     Sejarah Takhrij Al-Hadits
Penguasaan para ulama terdahulu terhadap sumber-sumber As-Sunnah begitu
luas, sehingga mereka tidak merasa sulit jika disebutkan suatu hadits untuk
mengetahuinya dalam kitab-kitab As-Sunnah. Ketika semangat belajar sudah
melemah, mereka kesulitan untuk mengetahui tempat-tempat hadits yang dijadikan
sebagai rujukan para ulama dalam ilmu-ilmu syar'i. Maka sebagian dari ulama
bangkit dan memperlihatkan hadits-hadits yang ada pada sebagian kitab dan
menjelaskan sumbernya dari kitab-kitab As-Sunnah yang asli, menjelaskan
metodenya, dan menerangkan hukumnya dari yang shahih atas yang dla'if. Lalu
muncullah apa yang dinamakan dengan "Kutub At-Takhrij" (buku-buku takhrij), yang
diantaranya adalah :
1.      Takhrij Ahaadits Al-Muhadzdzab; karya Muhammad bin Musa Al-Hazimi Asy-
Syafi'I (wafat 548 H). Dan kitab Al-Muhadzdzab ini adalah kitab mengenai fiqih
madzhab Asy-Syafi'I karya Abu Ishaq Asy-Syairazi.
2.      Takhrij Ahaadits Al-Mukhtashar Al-Kabir li Ibni Al-Hajib; karya Muhammad
bin Ahmad Abdul-Hadi Al-Maqdisi (wafat 744 H).
3.      Nashbur-Rayah li Ahaadits Al-Hidyah li Al-Marghinani; karya Abdullah bin
Yusuf Az-Zaila'I (wafat 762 H).
4.      Takhrij Ahaadits Al-Kasyaf li Az-Zamakhsyari; karya Al-Hafidh Az-Zaila'I
juga. [Ibnu Hajar juga menulis takhrij untuk kitab ini dengan judul Al-Kafi Asy-
Syaafi fii Takhrij Ahaadits Asy-Syaafi ]
5.      Al-Badrul-Munir fii Takhrijil-Ahaadits wal-Atsar Al-Waqi'ah fisy-Syarhil-Kabir
li Ar-Rafi'I; karya Umar bin 'Ali bin Mulaqqin (wafat 804 H).
6.      Al-Mughni 'an Hamlil-Asfaar fil-Asfaar fii Takhriji maa fil-Ihyaa' minal-
Akhbar; karya Abdurrahman bin Al-Husain Al-'Iraqi (wafat tahun 806 H).
7.      Takhrij Al-Ahaadits allati Yusyiiru ilaihat-Tirmidzi fii Kulli Baab; karya Al-
Hafidh Al-'Iraqi juga.
8.      At-Talkhiisul-Habiir fii Takhriji Ahaaditsi Syarh Al-Wajiz Al-Kabir li Ar-Rafi'I;
karya Ahmad bin Ali bin Hajar Al-'Asqalani (wafat 852 H).
9.      Ad-Dirayah fii Takhriji Ahaaditsil-Hidayah; karya Al-Hafidh Ibnu Hajar juga.
10.  Tuhfatur-Rawi fii Takhriji Ahaaditsil-Baidlawi; karya 'Abdurrauf Ali Al-Manawi
(wafat 1031 H).
Berikut ini contoh takhrij dari kitab At-Talkhiisul-Habiir (karya Ibnu Hajar) :
Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,"Hadits 'Ali bahwasannya
Al-'Abbas meminta kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam tentang
mempercepat pembayaran zakat sebelum sampai tiba haul-nya. Maka Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam memberikan keringanan untuknya. Diriwayatkan oleh
Ahmad, para penyusun kitab Sunan, Al-Hakim, Ad-Daruquthni, dan Al-Baihaqi; dari
hadits Al-Hajjaj bin Dinar, dari Al-Hakam, dari Hajiyah bin 'Adi, dari 'Ali. Dan
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari riwayat Israil, dari Al-Hakam, dari Hajar
Al-'Adawi, dari 'Ali.
Ad-Daruquthni menyebutkan adanya perbedaan tentang riwayat dari Al-
Hakam. Dia menguatkan riwayat Manshur dari Al-Hakam dari Al-Hasan bin Muslim
bin Yanaq dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dengan derajat mursal. Begitu juga
Abu Dawud menguatkannya. Al-Baihaqi berkata,"Imam Asy-Syafi'I berkata :
'Diriwayatkan dari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasannya beliau
mendahulukan zakat harta Al-'Abbas sebelum tiba masa haul (setahun), dan aku tidak
mengetahui apakah ini benar atau tidak?'.
Al-Baihaqi berkata,"Demikianlah riwayat hadits ini dari saya. Dan diperkuat
dengan hadits Abi Al-Bakhtari dari 'Ali, bahwasannya Nabi shallallaahu 'alaihi
wasallam bersabda,"Kami sedang membutuhkan lalu kami minta Al-'Abbas untuk
mendahulukan zakatnya untuk dua tahun". Para perawinya tsiqah, hanya saja dalam
sanadnya terdapat inqitha'. Dan sebagian lafadh menyatakan bahwa Nabi shallallaahu
'alaihi wasallam bersabda kepada 'Umar,"Kami pernah mempercepat harta Al-'Abbas
pada awal tahun". Diriwayatkan oleh Abu Dawud Ath-Thayalisi dari hadits Abi Rafi'
[At-Talkhiisul-Habiir halaman 162-163].
C.    Faktor Penyebab Takhrij Al-Hadits
Di dalam melakukan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu:
1. Metode ini tergantung pada lafaz pertama matan hadits. Hadits-hadits dengan
metode ini dikodifikasi berdasarkan lafaz pertamanya menurut urutan huruf-huruf
hijaiyah, seperti hadits-hadits yang huruf pertama dan lafaz pertamanya alif, ba’,
ta’, dan seterusnya. Seorang mukharrij yang menggunakan ini haruslah terlebih
dahulu mengetahui secara pasti lafaz pertama dari hadis yang akan ditakhrij¬-nya,
setelah itu barulah dia melihat huruf pertamanya pada kitab-kitab takhrij yang
disusun berdasarkan metode ini, dan huruf kedua, ketiga, dan seterusnya. Seperti
contoh jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:
َ‫ا ِذبِ ْين‬YYYYYYY‫ ُد ْال َك‬YYYYYYY‫و َأ َح‬YYYYYYYُ
َ ‫ ِذبٌ فَه‬YYYYYYY‫رى َأنَّهُ َك‬YYYYYYY
َ َ‫و ي‬YYYYYYYُ
َ ‫ ِد ْيثًا َوه‬YYYYYYY‫ث َعنِّى َح‬
َ ‫ َّد‬YYYYYYY‫َم ْن َح‬
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah menentukan
urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu juga lafaz-
lafaz selanjutnya:
a.       Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka kitab-
kitab hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim.
b.      Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nuan.
c.       Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa. Dan
demikianlah seterusnya mencari huruf-huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz matan
hadis tersebut.
Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:
a.       Al-Jami’ al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911
H).
b.      Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami’ al-Shagir, juga karangan al-
Suyuthi.
c.       Jam’al-jawawi’ aw al-Jami’ al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
d.      Al-Jami’ al-Azhar min hadis al-Nabi al-Anwar, oleh al-Minawi (w.1031).
e.       Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh’Abd al-Rahim ibn ’Anbar al-
Thahawi (w.1365).
f.       Mu’jam jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al-Mubarak ibn
Muhammad ibn al-Atsir al-Jazari.

2.  Takhrij Melalui Kata-kata dalam Matan hadis


Metode ini adalah berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam matan
hadits, baik berupa isim atau fiil. Hadits-hadits yang dicantumkan adalah berupa
potongan atau bagian dari hadits, dan para ulama yang meriwayatkannya beserta
nama kitab-kitab induk hadits yang dikarang mereka, dicantumkan di bawah
potongan hadits-hadits tersebut.
Penggunaan metode ini akan lebih mudah manakala menitikberatkan
pencarian hadits berdasarkan lafaz-lafaznya yang asing dan jarang penggunaannya.
Umpamanya, pencarian hadis berikut:
‫ص َدقَةً ِم ْن ُغلُ ْول‬
َ َ‫ َوال‬, ‫صالَةً ِمنْ َغ ْي ِر طَ ُه ْو ٍر‬
َ ‫ِإنَّ هللاَ الَ يَ ْقبَ ُل‬
Dalam pencarian hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-
kata Thahurin, Shadaqotan, dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat
dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata ghululin karena kata
tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadis di atas. Hal ini di
sebabkan agar mudah di dalam mencari sumber hadis tersebut dari mana asalnya.

3.   Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama


Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi
tersebut dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw, atau
dari kalangan Tabi’in, apabila hadis tersebut Mursal. Para penyusun kitab-kitab
takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para
perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama dalam metode ini
adalah mengenal para perawi pertama dari setiap hadis yang hendak di takhrij, dalam
kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud di antara hadis-hadis yang
tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-Athraf dan
kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun hadis-hadis yang
diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanya menyebutkan beberapa kata
atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya dapat dipahami hadis dimaksud.
Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-sanadnya dikumpulkan. Di antara kitab-
kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-Shahihain, karangan Imam Abu Mas’ud Ibrahim
al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf al-Kutub al-Sittah, karangan Syams al-Din al-Maqdisi
(w. 507 H),dan lainnya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi teratas,
yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini menyebutkan seorang
sahabat dan di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan dari
Nabi saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab musnad tidaklah memuat
keseluruhan sahabat, ada diantaranya yang memuat sahabat dalam jumlah besar dan
ada yang memuat sahabat-sahabat yang memiliki kesamaan dalam hal-hal tertentu,
seperti musnad sahabat yang sedikit riwayatnya, atau musnad sepuluh sahabat yang di
jamin masuk syurga, atau bahkan ada musnad yang memuat hadis-hadis dari satu
orang sahabat, seperti musnad Abu Bakar.
Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut suatu
aturan apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan demikian, di
dalam musnad terdapat hadits-hadits sahih, hasan, dan dha’if, dan masing-masing
tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi dikumpulkan menjadi satu.
Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad Imam Ahmad bin Hanbal.

4.   Takhrij Berdasarkan Tema Hadtis


Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk
melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari
suatu hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema
tersebut pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu
hadits memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij harus
mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.
،‫الة‬YY‫وا الص‬YY‫ ويقيم‬،‫ول هللا‬YY‫أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن ال إله إال هللا وأن محمدا رس‬
‫ابهم على‬YY‫ وحس‬،‫ فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إال بحق اإلسالم‬،‫ويؤتوا الزكاة‬
‫هللا‬.
Hadis diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan zakat.
Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam kitab-kitab
hadis di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa takhrij dengan
metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema hadis, sehingga
apabila tema dari suatu hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah untuk melakukan
takhrij dengan menggunakan metode  ini.
Diantara karya tulis yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a.       Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al karangan al-Muttaqi al-Hindi.
b.      Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.
c.       Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al-Zayla’i.
d.      Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany.
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu dalam
bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.

5. Takhrij Berdasarkan Status Hadist


Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan
statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian hadis
berdasarkan statusnya, seperti Hadis-hadis Qudsi, Hadis masyhur, Hadis Mursal, dan
lainnya. Seorang peneliti hadis, dengan membuka kitab-kitab seperti diatas, dia telah
melakukan takhrij al-Hadis.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a.       Al-Azhar al-Mutanatsirah fi al-Akhbar al-Mutawatirahkarangan al-Suyuthi.
b.      Al-Ittihafat al-Sanariyyat fi al-Ahadis al-Qudsiyyah karangan al-Madani.
c.       Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya.
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para peneliti
hadis dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi saw dari segi sanad dan matannya,
terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak (mardud)-nya suatu
hadis.

6.   Kitab-kitab yang Digunakan di Dalam Mentakhrij Hadis
Ada beberapa kitab yang diperlukan untuk melakukan takhrij hadis. Adapun
kitab-kitab tersebut adalah sebagai berikut.
1.      Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari
Penyusun kitab ini adalah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini
disusun khusus untuk mencari hadis-hadis yang termuat dalam kitab Sahih
Bukhari. Lafal-lafal hadis disusun menurut aturan urutan huruf abjad Arab.
Namun hadis-hadis yang dikemukakan secara berulang dalam kitab Sahih
Bukhari tidak dimuat secara berulang dalam kamus di atas. Dengan demikian
perbedaan lafal dalam matan hadis riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui
lewat kamus tersebut.
2.      Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi
Muslim
Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitabSahih
Muslim yang dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi. Jus V ini merupakan kamus
yang di dalamnya di mulai juz I-V yang berisi:
a.       Daftar urutan judul kitab serta nomor hadis dan juz yang memuatnya.
b.      Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat
dalam kitab Sahih Muslim.
c.       Daftar awal matan hadis dalam bentuk sabda yang tersusun menurut abjad
serta diterangkan nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-
Bukhari, bila kebetulan hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari
sendiri.
3.        Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqiah kitab ini
dapat digunakan untuk mencari hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan
diriwayatkan oleh Muslim. Akan tetapi hadis-hadis yang dimuat dalam kitab ini
hanyalah hadis-hadis yang berupa qauliyah saja. Hadis-hadis tersebut disusun
menurut abjad dari awal lafal matan hadis.
4.        Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah
Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said Muhammad bin Said
Siddiq al-Qammari. Kitab hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis
yang tercantum dalam kitab yang disusun Abu Nuaim al-Asabuni (w.430 H)
yang berjudul Hilyatul auliyai wababaqatul asfiyai. Sejenis dengan kitab tersebut
adalah kitabMiftahut tartibi li ahadisi tarikhul khatib, yang disusun oleh Said
Ahmad bin Said Muhammad bin Said As-Siddiq al-Qammari yang memuat dan
menerangkan hadis-hadis yang tercantum dalam kitab sejarah yang disusun oleh
Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal dengan al-
Khatib al-Bagdadi (w.463 H). Susunan kitabnya diberi judul Tarikhul Bagdadi
yang terdiri atas empat jilid.
5.      Al-Jami’us Sagir
Kitab ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuti (w. 91 H).
Kitab hadis tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan
kutipan hadis yang disusun oleh Imam Suyuti juga yaitu Kitab Jam’ul Jawani.
Hadis yang dimuat di dalam kitabjami’us Sagir disusun berdasarkan urutan abjad
dari awal lafal matan hadis. Sebagian dari hadis-hadis itu ada yang ditulis secara
lengkap dan adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja, namun telah
mengandung pengertian yang cukup.
Kitab hadis tersebut juga menerangkan nama-nama sahabat Nabi saw yang
meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-nama mukharijnya. Selain
hampir setiap hadis yang dikutip dijelaskan kualitasnya menurut penilaian yang
dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.
6.        Al-mu’jam al-Mufahras lialfazil hadis  Nabawi
Penyusun kitab ini adalah sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara
anggota tim yang paling aktif dalam kegiatan proses peyusunan ialah Dr. Arnold
John Weinsinck (w.1939 M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk
bahasa Arab di Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan untuk
mencari hadis berdasarkan petunjuk lafal matan hadis. Berbagai lafal yang
disajikan tidak dibatasi hanya lafal-lafal yang berbeda di tengah dan bagian-
bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab Mu’jam mampu
memberikan informasi kepada pencari matan dan sanad hadis, asal saja sebagian
dari lafal matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.
Kitab Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan untuk mencari
hadis-hadis yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni: Sahih Bukhari,
Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu
Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’ Malik dan Musnad Ahmad.

D.    Manfaat Takhrij Al-Hadits


Ada beberapa manfaat dari takhrij al-hadits antara lain sebagai berikut:
1.      Memberikan informasi bahwa suatu hadits termasuk hadits shahih, hasan,
ataupun dhaif, setelah diadakan penelitian dari segi matan maupun sanadnya.
2.      Memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa
suatu hadits adalah hadits makbul (dapat diterima). Dan sebaliknya tidak
mengamalkannya apabila diketahui bahwa suatu hadits adalah mardud (tertolak).
3.      Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadits adalah benar-benar berasal dari
Rasulullah SAW. Yang harus kita ikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat
tentang kebenaran hadits tersebut, baik dan segi sanad maupun matan..
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kata takhrij ( (‫تخريج‬adalah bentuk mashdar dari (‫تخريجا‬-‫يخ ّرج‬-‫ )خ ّرج‬yang secara
bahasa berarti mengeluarkan sesuatu dari tempatnya. Sedangkan yang dimaksud
takhrij dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka
takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab koleksi
hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber
tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan matarantai sanad yang bersangkutan.
Faktor penyebab takhrij hadits adalah untuk mengetahui asal-usul riwayat
hadits, mengetahui dan mencatat seluruh periwayatan hadits, dan mengetahui ada
tidaknya syahid dan mutabi’ pada matarantai sanad. Sedangkan metode-metode yang
digunakan didalam takhrij hadits yaitu menurut lafaz pertama matan hadits, melalui
kata-kata dalam matan hadits, melalui perawi hadits pertama, berdasarkan tema
hadits, berdasarkan status hadits.
Manfaat takhrij hadits itu sendiri adalah memberikan informasi apakah hadits
itu termasuk hadits shahih, hasan ataupun dhaif, memberikan kemudahan bagi orang
yang mau mengamalkan setelah tahu bahwa hadits itu makbul (dapat diterima), dan
menguatkan keyakinan bahwa hadits itu benar-benar berasal dari Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Muhammad, H. Drs., dan Mudzakir .M., dan Djaliel Abd Maman.
Drs. 2004. Ulumul Hadits, Bandung : CV. Pustaka Setia.
 http://stiqulumalhadis.blogspot.com/…/takhrij-al-hadits.html.
Utang Ranuwijaya. 1996. Ilmu Hadist, Jakarata: Gaya Media Pratama.
Dr. Utang Ranuwijaya, MA. 2001. Ilmu Hadis, Jakarta : Gaya Media
Pratama.
http://stiqulumalhadis.blogspot.com/…/takhrij-al-hadits.html.

Anda mungkin juga menyukai