Anda di halaman 1dari 9

STUDI TAKHRIJ: BAGAIMANA MELACAK HADIS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Hadis
Dosen Pengampu:
Dr. Amrulloh, Lc., M.Th.I.

Disusun Oleh:
Allisa Qothtrun Nada (1320006)
Khusnul Khotimah (1320019)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG
2022
A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Proses periwayatan hadits sudah begitu lama dari era Nabi Muhammad Saw sampai
sekarang. Ketika orang dibingungkan oleh kehadiran hadits yang diragukan
keorisinilannya, upaya-upaya antisipatif pun mulai dilakukan. Para pakar hadits
melakukan perjalanan panjang. Observasi, penemuan metode, dan kaidah takhrij hadits
mulai dirumuskan.
Hadits merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Keberadaannya
dalam kerangka ajaran Islam merupakan penjelasan terhadap apa yang ada di dalam al-
Qur’an. Disamping itu, peranannya semakin penting jika didalam ayat-ayat al-Qur’an
tidak ditemukan suatu ketetapan, maka hadits dapat dijadikan dasar hukum dalam dalil-
dalil keagamaan. Dengan demikian kitab-kitab hadits menduduki posisi penting dalam
khazanah keilmuan Islam. Dengan dibukukan hadits-hadits Nabi kedalam bentuk kitab,
keberadaan hadits tidak sekedar terpelihara, tetapi umat Islam juga semakin terbantu
dalam mempelajari dan menelusurinya.
Sebagaimana halnya al-Qur’an, al-Hadits pun telah banyak diteliti oleh para ahli,
bahkan dapat dikatakan penelitian terhadap al-Hadits lebih banyak kemungkinannya
dibandingkan penelitian terhadap al-Qur’an. Hal ini dikarenakan perbedaan dari segi
datangnya al-Qur’an dan hadits. Kedatangan (wurud), atau turun (nuzul)nya al-Qur’an
diyakini secara mutawatir berasal dari Allah. Tidak ada satu ayat al-Qur’an pun yang
diragukan sebagai yang bukan berasal dari Allah Swt. Sedangkan Hadits dari segi
datang (al-wurud) nya tidak seluruhnya diyakini berasal dari Nabi Saw, melainkan ada
yang berasal dari selain Nabi. Hal ini selain disebabkan sifat dari lafadz-lafadz hadits
yang tidak bersifat mukjizat, juga disebabkan perhatian tarhadap penulisan hadits pada
zaman Rasulullah agak kurang, bahkan beliau pernah melarangnya dan juga karena
sebab-sebab yang bersifat politis dan lainnya. Maka dari itu, perlu adanya takhrij hadis
dan mempelajarinya.
2. Rumusan Masalah
a. Apa itu takhrij hadis?
b. Bagaimana cara melakukan takhrij hadis?
c. Apa perbedaan hadis yang belum ditakhrij dan yang sudah di takhrij?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui tentang pengertian takhrij hadis.
b. Untuk mengetahui cara melakukan takhrij hadis.
c. Untuk mengetahui perbedaan antara hadis yang sudah di takhrij dan yang belum di
takhrij.
4. Manfaat
a. Agar pembaca dan penulis dapat memahami dan mengetahui mengenai pengertian
takhrij hadis
b. Agar pembaca dan penulis dapat mengetahui cara takhrij hadis dan dapat
mempraktekkannya.
c. Agar pembaca dan penulis dapat mengetahui perbedaan hadis yang belum di takhrij
dan yang sudah di takhrij.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Takhrij Hadits
Secara etimologi Kata Takhrij berasal dari bahasa Arab (‫ )خروجا يخرج خرج‬mendapat
tasydid pada huruf ra’ yang disitu adalah ain fi’il menjadi (‫خرج‬
ّ ‫يخرج‬
ّ ‫ )تخريجا‬yang bermakna
menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan (Khon,
2008: 115.1 Demikian juga kata al-ikhraj (‫ )اْ إِل ْخ َرج‬yang artinya menampakkan dan
memperlihatkannya. Dan al-makhraj (‫ )ال َم ْخ َرج‬artinya tempat keluar. Juga bisa berarti
penyatuan dua hal yang saling bertentangan. Selain itu takhrij juga bisa memiliki arti sama
dengan al-istinbath (mengeluarkan), al-tadrib (memperdalam), dan al-taujih
(menerangkan).2 Maknanya juga bisa dari makna al-ikhraj yang sama dengan al-ibraz
(menjelaskan) dan al-idzhar (menampakkan).
‫اح ٍد‬
‫ش ْىءٍ َو إ‬ َ َ ‫ع اَ ْم َري إْن ُمت‬
َ ‫ضادَي إْن فإى‬ ُ ‫اإجْ تإ َما‬
Artinya: “kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu masalah yang baru”3
Secara terminologi Menurut Jumhur Ulama
َ‫ ث ُ َّم بَيَان َم ْرتَبَتإه إع ْند‬.‫سنَدإه‬
َ ‫أخ َر َجتْه بإ‬
ْ ‫ص إليَّة التي‬
ْ ‫صاد إإره األ‬ َ ‫ضعإ ال َح إديْث فإي َم‬ َ ‫الت َّ ْخ إر ْي ُج ه َُو الدّ َإَللَة َع‬
‫لى َم ْو إ‬
‫أخ َر َجه‬ْ :‫ِف التي ي ُْو َجد ُ فإيْها ِذلك ال َح إديْث َْكقَ ْو إلنا َمثال‬‫ إِذ ْْك ُر ال ُمؤ إلّ إ‬,‫ضعإ ال َح إد ْيث‬‫الحا َج إة ال ُم َراد ُ بإالدّ َإَللَة َعلى َم ْو إ‬
‫ص إحي إْحه‬َ ‫البخاري في‬
“Menunjukkan letak Hadits dalam sumber-sumber yang asli (sumber primer) di mana
diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits dalam sumber-sumber yang
asli (sumber primer) di mana diterangkan rangkaian sanadnya kemudian menjelaskan Hadits
itu bila perlu.4 Menunjukkan letak Hadits suatu Hadits berarti menunjukkan sumber-sumber
dalam Hadits itu diriwayatkan, misalnya pernyataan ‫( صحيحه في البخاري أخرجه‬Al-Bukhori
mengeluarkan Hadits dari kitab sahihnya)”
Takhrij menurut istilah adalah menunjukkan tempat hadits pada sumber aslinya yang
mengeluarkan hadits tersebut dengan sanadnya dan menjelaskan derajatnya ketika

1
M. Qomarullah, “Metode Takhrij Hadits Dalam Menakar Hadits Nabi”, El-Ghiroh: Jurnal Studi Keislaman,
Vol 11 No 2 (September 2016), 24
2
A. Sanusi, “Takhrij Hadis”, Madani: Hadist dan Ilmu Yang Terkait, (Februari 2014), 1
3
Emilia Sari, “Peranan Takhrij Al-Hadits Dalam Penelitian Hadits”, Al-Dirayah Vol 1 No 1 (2018), 67
4
M. Hafil Birbik, “Takhrij Hadits (Metode Penelitian Sumber-sumber Hadis Untuk Meminimalisisr
Pengutipan Hadis Secara Sephak”, Ar-Risalah: Media Ke-Islaman, Pendidikan dan Hukum Islam, Vol 18 No 1 (2020),
176
diperlukan.5 Dan diterangkan ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij
hadis antara lain: untuk mengetahui asal-usul hadis, untuk mengetahui seluruh riwayat hadis,
dan untuk mengetahui ada atau tidaknya syabid dan mutabi’ pada sanad.6
2. Cara melakukan Takhrij Hadis
Secara istilah dalam ilmu hadis, takhrij bermakna upaya untuk mengetahui sumber kitab
utama suatu hadis, menelusuri dan menilai rangkaian silsilah para periwayat hadis tersebut,
menjelaskan tingkatannya serta mempertimbangkan apakah hadis tersebut dapat dijadikan
suatu dalil. Takhrij hadits merupakan langkah awal dalam kegiatan penelitian hadits. Pada
masa awalnya penelitian hadits ini telah dilakukan oleh para ulama salaf yang kemudian
hasilnya telah dikodifikasikan dalam berbagai buku hadits. Mengetahui masalah takhrij,
kaidah dan metodenya adalah sesuatu yang sangat penting bagi orang yang mempelajari
ilmu-ilmu syar’i, agar mampu melacak suatu hadits sampai pada sumbernya. Maka perlu
adanya pembahasan dan pemahaman mengenai takhrij hadis ini.
Secara istilah dalam ilmu hadis, takhrij bermakna upaya untuk mengetahui sumber kitab
utama suatu hadis, menelusuri dan menilai rangkaian silsilah para periwayat hadis tersebut,
menjelaskan tingkatannya serta mempertimbangkan apakah hadis tersebut dapat dijadikan
suatu dalil.
Takhrij hadits bertujuan untuk mengetahui sumber asal hadits yang di takhrij. Tujuan
lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadits-hadits tersebut. Dengan cara ini,
kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah
ulumul hadits yang berlaku sehingga hadits tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun
kualitasnya.
Takhrij hadits merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, karena orang yang
mempelajari ilmu tidak akan dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadits atau
tidak dapat meriwayatkannya kecuali setelah para ulama meriwayatkan hadits tersebut dalam
kitabnya lengkap dengan sanadnya, karena itu, masalah takhrij ini sangat dibutuhkan setiap
orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar’i dan yang sehubungan.

5
Ibid, 176
6
Hairul Hudaya, “Takhrij Al-Hadis Tentang Peralatan Makan Nabi SAW”, Al-Banjari: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Keislaman, Vol 15 No. 2 (2016), 128
Takhrij hadis ini sangat diperlukan. Misal jika kita menemukan hadis yang berbunyi,
"Agama yang paling dicintai Allah adalah agama yang toleran." Matan (isi) hadis tersebut
tidak menjelaskan siapa sumbernya dan kemungkinan hadis itu potongan dari sebuah hadis
yang panjang. Maka untuk menelusuri darimana potongan kalimat hadis itu berasal,
dibutuhkan ilmu takhrij hadis. Pengetahuan tentang takhrij hadits, kaidah dan metodenya
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi orang yang mempelajari ilmu-ilmu shara’ agar
mampu melacak hadis sampai pada sumber aslinya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa takhrij
hadis sangat berguna, terutama bagi orang yang mempelajari hadis dan ilmunya.7
Cara melakukan Takhrij sebagaimana disebutkan oleh Mahmud Thahhan ada lima, antara
lain:8
1) Takhrij dengan cara mendeteksi dari perawi pertama dari hadis tersebut, yakni
sahabat.
Metode kedua berdasarkan mendeteksi dsri perawi pertama dari hadis tersebut
atau dari sahabat Nabi Muhammad SAW. Metode ini dilakukan dengan cara terlebih
dahulu harus diketahui seluruh atau minimal awal dari matan hadis tersebut. Dan
yang juga penting adalah huruf awal dari kata yang paling awal dalam matan hadis
tersebut. Misalnya hadis, man gassana fa laisa minna (barang siapa menipu, bukan
umatku). Potongan hadis ini dapat ditelusuri dari kitab takhrij bab mim dan nun
karena huruf awal dan kedua dari kata tersebut terdiri dari huruf mim dan nun. Pada
kitab takhrij akan ditemui hadis utama yang mencantumkan hadis tersebut ada di
kitab mana saja.
2) Takhrij dengan cara berpedoman pada kata pertama dari hadis.
Metode kedua dengan mendasarkan pada lafal-lafal matan hadis. Metode ini
dilakukan dengan cara menelusuri hadis berdasarkan huruf awal kata dasar pada
lafal-lafal yang ada pada matan hadis. Baik itu berupa ism (kata benda) maupun fi'il
(kata kerja). Dalam metode ini huruf tidak dijadikan pegangan. Misal terdapat hadis,
innama al-a'mal bi an-niyyat (sesungguhnya setiap amal tergantung dari niat). Hadis
ini dapat ditelusuri dari lafal al-a'mal dari ain sebagai huruf awal dari kata dasar al-
a'mal yakni amal atau amalan. Beberapa kitab takhrij yang menggunakan metode ini,

7
Emilia Sari, “Peranan Takhrij Al-Hadits Dalam Penelitian Hadits”, Al-Dirayah Vol 1 No 1 (2018), 67
8
Ibid, 69
antara lain, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis an-Nabawi karya AJ Weinsinck
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Dr Muhammad Fu'ad Abdul Baqi.
Muhammad Fu'ad Abdul Baqi juga menulis Fihris Sahih Muslim (Indeks Shahih
Muslim)
3) Takhrij dengan cara berpedoman pada kata "unik" pada hadis tersebut.
Metode ketiga adalah takhrij menggunakan perawi paling atas. Menelusuri hadis
dengan cara ini lebih dahulu harus mengetahui perawi paling atas dari hadis tersebut.
Kitab-kitab yang memuat hadis dengan metode ini, antara lain, Musnad Imam
Ahmad karya Imam Ahmad, Atraf as-Sahihain karya Abu Mas'ud Ibrahim bin
Muhammad, Atrar Kutub as-Sittah karya Syamsuddin Abu al-Fadl.
4) Takhrij dengan cara berpedoman pada tema/bahasan hadis.
Metode keempat berdasarkan tema. Penelusuran dilakukan berdasar tema
bahasan hadis apakah hukum, fikih, tafsir, atau yang lain. Contoh kitab yang
memakai metode ini adalah Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af'al karya al-
Burhanpuri, al Mughni Haml al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ihya min al-Akhbar karya
al-Iraqi.
5) Takhrij dengan cara mengetahui keadaan (sahih, hasan, dhaif, dll) hadis, baik secara
matan atau sanad.
Kelima, metode berdasar sifat lahir hadis. Cara penelusuran ini dilakukan misal
pada hadis mutawatir, qudsi, mursal, dan maudu. Para ulama mengumpulkan hadis-
hadis mutawatir dalam satu kitab seperti al- Azhar al-Mutanasirah fi al-Akhbar al-
Mutawatirah karya Imam Suyuti. Kitab yang memuat hadis qudsi di antaranya al-
Ittihafat as-Sunniah fi al-Ahadis al-Qudsiah karya al-Madani.
3. Contoh hadis yang telah di takhrij
Misalnya hadis, man gassana fa laisa minna (barang siapa menipu, bukan umatku).
Potongan hadis ini dapat ditelusuri dari kitab takhrij bab mim dan nun karena huruf awal dan
kedua dari kata tersebut terdiri dari huruf mim dan nun. Pada kitab takhrij akan ditemui hadis
utama yang mencantumkan hadis tersebut ada di kitab mana saja.
Misal terdapat hadis, innama al-a'mal bi an-niyyat (sesungguhnya setiap amal
tergantung dari niat). Hadis ini dapat ditelusuri dari lafal al-a'mal dari ain sebagai huruf awal
dari kata dasar al- a'mal yakni amal atau amalan.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Membicarakan tentang mentakhrij hadis bertujuan untuk mengetahui sumber asal
hadits yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadits-
hadits tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadits-hadits yang pengutipannya
memperhatikan kaidah-kaidah ulumul hadits yang berlaku sehingga hadits tersebut
menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.
Takhrij hadits merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan, karena orang yang
mempelajari ilmu tidak akan dapat membuktikan (menguatkan) dengan suatu hadits atau
tidak dapat meriwayatkannya kecuali setelah para ulama meriwayatkan hadits tersebut
dalam kitabnya lengkap dengan sanadnya. Karena itu, masalah takhrij ini sangat
dibutuhkan setiap orang yang membahas atau menekuni ilmu-ilmu syar’i dan yang
sehubungan dengannya.
B. Saran
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan pembaca dan penulis dapat
mengetahui apa itu takhrij hadis, cara mentakhrij hadis serta membedakan hadis yang
sudah ditakhrij atau yang belum ditakhrij.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Thahhan, M. Ushul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid. Beirut: Dar al-Qur’an al-Karim, 2007.
Hafil Birbik, M. “Takhrij Hadits (Metode Penelitian Sumber-sumber Hadis Untuk Meminimalisisr
Pengutipan Hadis Secara Sephak”, Ar-Risalah: Media Ke-Islaman, Pendidikan dan Hukum
Islam, 2020.
Hudaya, Hairul. “Takhrij Al-Hadis Tentang Peralatan Makan Nabi SAW”, Al-Banjari: Jurnal
Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman, 2016.
Khon Majid, Abdul. Ulumul Hadits. Jakarta: Amzah, 2008.
Khon Majid, Abdul. Takhrij dan Metode Memahami Hadits, Jakarta: Amanah, 2014.
Sanusi, A. “Takhrij Hadis”, Madani: Hadist dan Ilmu Yang Terkait, 2014.
Sari, Emilia. “Peranan Takhrij Al-Hadits Dalam Penelitian Hadits”, Al-Dirayah, 2018.
Qomarullah, M. “Metode Takhrij Hadits Dalam Menakar Hadits Nabi”, El-Ghiroh: Jurnal Studi
Keislaman, 2016.

Anda mungkin juga menyukai