Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ULUMUL HADITS

“ PENGENALAN PRAKTEK TAKHRIJ AL HADIST


(BIMBINGAN PENELUSURAN HADITS KE DALAM KITAB – KITAB
SUMBER ASLI) ”

Dosen Pengampu: Heryani, S.Th.I., M.Sy.


Disusun Oleh:
Kelompok Xlll
M.Ilham (20.23.917)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH ( I / A )


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AN – NADWAH
Jalan Kapten Piere Tendean Telp. (0742) 22190 Kode pos 36513
KUALA TUNGKAL
2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mengajarkan


manusia ilmu dengan pena dan mengajrkan manusia tentang apa-apa yang
tidak diketahuinnya. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan
kepada Nabi agung, Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang terang benderang yakni iman dan taqwa.
Makalah ini disusun guna membahas tentang pengenalan praktek takhrij al
hadits (bimbingan penelusuran hadits ke dalam kitab-kitab sumber asli).
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami selaku penyusun mengharapkan
pembaca dapat memperoleh manfaat dan ilmu sehingga pembaca mendapat
pemahaman tentang pengenalan praktek takhrij al hadits (bimbingan
penelusuran hadits ke dalam kitab-kitab sumber asli) melalui makalah ini,
walaupun masih ada kekurangan atau kesalahan dari pengetikan makalah ini.
Demi penyempurnaan makalah ini, diharapkan adanya kritikan atau saran
dari pembaca serta mohon maaf apabila ada kekeliruan dalam penulisan
makalah ini.

Parit Pudin, 29 Desember 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i


DAFTAR ISI .............................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep takhrijul hadits .......................................................... 2
B. Urgensi takhrijul hadits ......................................................... 3
C. Metode-metode takhrijul hadis cara konvensional ................ 4
D. Contoh- contoh takhrijul hadits .............................................
E. Macam-macam metode takhrijul hadits .................................
BAB III PENUTUP
A. kesimpulan..............................................................................
b. Saran........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika orang dibingungkan oleh kehadiran hadis yang diragukan
keorsinilannya, upaya-upaya antisipatif pun mulai dilakukan. Para pakar
hadis melakukan perjalanan panjang. Observasi, penemuan metode, dan
kaidah takhrij hadis mulai dirumuskan.
Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an.
Keberadaannya dalam kerangka ajaran Islam merupakan penjelasan
terhadap apa yang ada di dalam al-Qur’an. Disamping itu, peranannya
semakin penting jika didalam ayat-ayat al-Qur’an tidak ditemukan suatu
ketetapan, maka hadis dapat dijadikan dasar hukum dalam dalil-dalil
keagamaan. Dengan demikian kitab-kitab hadis menduduki posisi penting
dalam khazanah keilmuan Islam. Dengan dibukukan hadis-hadis Nabi
kedalam bentuk kitab, keberadaan hadis tidak sekedar terpelihara, tetapi
umat Islam juga semakin terbantu dalam mempelajari dan menelusurinya.
Makalah ini menjelaskan tentang pengenalan praktek takhrij al
hadits (bimbingan penelusuran hadits ke dalam kitab-kitab sumber asli).
Dengan mempelajari makalah ini, diharapkan kita semakin memiliki
wawasan yang luas tentang beragam ulum al-hadis sebagai khazanah Islam.

B.  Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep takhrij al-Hadis?
2. Apa  urgensi mentakhrij Hadis?
3. Bagaimana cara atau metode mentakhrij Hadis dengan cara konvensional?

BAB II

1
PEMBAHASAN
A.  Konsep Takhrijul Hadis
Takhrij menurut arti bahasa adalah:
َ ‫ع اَ ْم َر ْي ِن ُمت‬
‫َضا َدي ِْن فِى َش ْى ٍء َوا ِح ٍد‬ ُ ‫اِجْ تِ َما‬

Artinya: “kumpulan dua perkara yang saling berlawanan dalam satu


masalah”

Kata takhrij adalah bentuk imbuhan dari kata khuruj. Kata yang


terakhir ini adalah bentuk derivatif dari kata kerja kharaja yang berarti
keluar (kharaja min makanih). Dari kata kharaja dapat dibentuk
kata akhraja, kharraja dan istakhraja. Kata akhraja berarti mengeluarkan
(abraza), kata kharraja mempunyai makna mendidik, melatih member
warna dengan dua warna atau lebih dan lain-lain, dan juga
kata istakhraja diartikan mengeluarkan. Takhrij menurut istilah adalah,

‫صا ِد ِر ِه اَألصْ لِيَّ ِةالَّتِ ْي َأ ْخ َر َج ْتهُ َسنَ ُدهُ بِبَيَا ِن‬ ِ ‫ض ِع ْال َح ِد ْي‬
َ ‫ث فِى َم‬ ِ ْ‫اَلتَّ ْخ ِر ْي ُج هُ َواَال ِّدالَ لَةُ َعلَى َمو‬
‫َم َرتَبَتِ ِه ِع ْند َْال َحا َج ِة‬
Takhrij adalah penunjukan terhadap tempat hadis di dalam sumber
aslinya yang dijelaskan sanad dan martabatnya sesuai dengan keperluan.
Para muhaddisin mengartikan takhrij hadis sebagai berikut:
1.  Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan menyebutkan para
perawinya dalam sanad yang telah menyampaikan hadis itu dengan
metode periwayatan yang mereka tempuh
2.     Ulama mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para
guru hadis, atau kitab lain yang susunannya dikemukakan berdasarkan
riwayat sendiri, atau para gurunya, siapa periwayatnya dari para penyusun
kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.
3. ‘mengeluarkan’, yaitu mengeluarkan hadis dari dalam skitab dan
meriwayatkannya. Al-Sakhawy mengatakan dalam kitab Fathul
Mughits sebagai berikut, “Takhrij adalah seorang muhadis mengeluarkan

2
hadis-hadis dari dalam ajza’, al-masikhat, atau kitab-kitab lainnya.
Kemudian, hadis tersebut disusun gurunya atau teman-temannya dan
sebagainya, dan dibicarakan kemudian disandarkan kepada pengarang atau
penyusun kitab itu. ”
4. Dalalah, yaitu menunjukkan pada sumber hadis asli dan menyandarkan hadis
tersebut pada kitab sumber asli dengan menyebutkan perawi penyusunnya.
5. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumbernya yang
asli, yakni kitab yang didalamnya dikemukakan secara lengkap dengan
sanadnya masing-masing, lalu untuk kepentingan penelitian, dijelaskan
kualitas sanad hadis tersebut.
Dari sekian banyak pengertian takhrij di atas, yang dimaksud takhrij
dalam hubungannya dengan kegiatan penelitian hadits lebih lanjut, maka
takhrij berarti “penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab-kitab
koleksi hadits sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di
dalam sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan mata rantai
sanad yang bersangkutan.
B.  Urgensi Takhrijul Hadis 
Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat
perhatian serius karena didalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk
mengetahui sumber hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya banya
ditemukan kegunaan dan hasil yang diperoleh, khusunya dalam menentukan
kualitas sanad hadis.
Urgensi takhrijul hadis adalah untuk mengetahui sumber asal hadis
yang di takhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui di tolak atau diterimanya
hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis
yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang
berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun
kualitasnya.
Adapun urgensi takhrij hadis ini antara lain:
1. Dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang
menjadi topik kajian.

3
2. Dapat diketahui kuat tidaknya periwayatan akan menambah kekuatan
riwayat. Sebaliknya, tanpa dukungan periwayatan lain, kekuatan riwayat
tidak bertambah.
3. Dapat ditemukan status hadis Shahih li dzatih atau shahih li ghairih, hasan li
dzatih, atau hasan li ghairih. Demikian akan dapat diketahui istilah
hadis mutawatir, masyhur, aziz, dan gharib-nya.
4. Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah
mengetahui bahwa hadis tersebut adalah makbul (dapat diterima).
Sebaliknya, orang tidak akan mengamalkannya apabila mengetahui hadis
tersebut mardud (ditolak).
5.  Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari
Rasulullah SAW yang harus diikuti karena ada bukti-bukti yang kuat
tentang kebenaran hadis tersebut, baik dari segi sanad maupun matan.

C. Metode-Metode Takhrijul Hadis Cara Konvensional


Secara garis besar ada dua cara dalam melakukan takhrij al-hadis,
yaitu pertama, takhrij al-hadis dengan cara konvensional. Maksudnya adalah
melakukan takhrij al-hadis dengan menggunakan kitab-kitab hadis. Kedua,
takhrij al-hadis  dengan menggunakan perangkat komputer melalui bantuan
CD-ROM dengan program aplikasi takhrij hadis.  Dalam makalah ini
penulis akan mencoba menjelaskan cara melakukan takhrij al-hadis beserta
contoh-contohnya dengan cara konvensional.
Setidaknya ada lima metode yang dapat dipergunakan dalam
kegiatan takhrij al-hadis secara konvensional. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangannya tersendiri, meski tujuan akhir takhrij dengan
metode-metode itu tetap sama, yaitu menentukan letak suatu hadis dan
menentukan kualitas hadis tersebut. Kelima metode itu adalah:
1. Melalui pengetahuan tentang nama sahabat yang meriwayatkan.
Metode takhrij al-Hadis melalui pengetahuan tentang nama sahabat
perawi hadis. Diantara kitab-kitab hadis sumber, banyak yang ditulis dengan
mengikuti system pengelompokan hadis atas dasar nama sahabat yang

4
meriwayatkannya. Mentakhrij hadis dengan kitab-kitab semacam ini mutlak
diperlukan pengetahuan tentang nama sahabat perawi hadis itu. Ada tiga
macam referensi yang dapat digunakan dalam menggunakan metode ini,
yaitu:
a. Kitab-kitab al-musnad
Kitab musnad adalah kitab yang disusun pengarangnya berdasar nama-
nama sahabat atau kitab yang menghimpun hadis-hadis sahabat. Kitab
musnad merupakan kitab-kitab hadis yang disusun berdasar urutan nama-
nama rawi pertama dengan mengumpulkan hadis-hadis yang diriwayatkan
satu kelompok. Kitab hadis yang menganut sitematika penyusunan
diantaranya yang mendasarkan pada urutan al-fabetis, tetapi ada pula yang
mendasarkan pada keutamaan, senioritas, kabilah, atau wilayah. Diantara
kitab-kitab musnad adalah:
1) Musnad Abi Bakr Abd Allah Ibn al-Zubair al-Humaidy (w. 219 H).
2) Musnad Ahmad ibn HAnbal (w. 241 H)
3) Musnad Abi Ishaq Ibrahim Ibn Nashr.
4) Musnad Abi Dawud Sulaiman ibn Dawud at-Thayalisiy (w. 204 H).
5) Musnad Asad ibn Musa al-Umawy.
6) Musnad Abi Khaitsamah Zubair ibn Harb, dsb.
b.  Kitab-kitab al-mu’jam
  Kitab mujam adalah kitab hadis yang disusun berdasarkan nama-nama
(musnad) sahabat, guru-gurunya, negaranya atau yang lainnya berdasarkan
urutan alfabetis. Diantara kitab mujam yang disusun berdasarkan nama
sahabat ialah:
1) Al-Mujam al-Kabir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabarani
(w. 360 H).
2) Al-Mujam al-Ausat karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabarani
(w. 360 H).
3) Al-Mujam al-Sagir karya Abu al-Qasim Sulaiman ibn Ahmad al-Tabarani
(w. 360 H).
4) Mujam al-Sahabah karya Ahmad ibn Ali ibn Lafie al-Hamdani (w. 398 H).

5
5) Mujam al-Sahabah karya Abu Yala Ahmad ibn Ali al-Mausili (w. 308 H).
c. Kitab-kitab al-athraf/ Atraf
Kata Atraf adalah bentuk jamak dari kata: Tarf. Kata Tarful
hadis berarti bagian dari matan hadis yang dapat menunjukkan
keseluruhannya. Diantara kitab-kitab al-Athraf yang penting adalah:
1) Athraf as-Shahihain karangan Abu Mas’ud Ibrahim ibn Muhammad al-
Dimasyqiy (w. 401 H).
2) Al-Asyraf ‘ala Ma’rifati al-Asyraf karangan al-h’afidh Abu Qasim ‘All ibn
Hasan yang dikenal dengan Ibn ‘Asakir al-Dimasyqy (w. 671 H).
3)Tuhfat al-Asyraf bi Ma’rifati al-Asyraf atau Athraf al-Kittub as
Sittah karangan Abu al-Hajjaj Yususf Abd al-Rahman al-Mizsy (w. 742 H).
Kelebihan-kelebihan metode ini:
1) Dapat diketahui dengan cepat semua hadis yang diriwayatkan oleh sahabat
tertentu dengan sanad dan matannya secara lengkap.
2) Diketemukan banyak jalan untuk matan yang sama.
3) Memudahkan untuk menghapal dan mengingat hadis tertentu yang
diriwayatkan oleh sahabat tertentu
Kekurangan-kekurangan metode ini:
1) Untuk menemukan hadis tertentu yang diriwayatkan oleh sahabat tertentu
membutuhkan waktu yang relatif lama, sebab pada umumnya sahabat tidak
hanya meriwayatkan satu dua hadis saja.
2) Metode ini tidak bisa digunakan jika nama sahabat yang meriwayatkannya
tidak diketahui.
2. Mengetahui tentang lafal pertama hadis.
Metode takhrij melalui pengetahuan tentang lafal pertama hadis. Teknik
ini dipakai apabila permulaan lafal hadis dapat diketahui dengan cepat.
Tanpa mengetahui lafal pertama hadis yang dimaksud teknik ini sama
sekali  tidak dapat digunakan. Jenis-jenis kitab yang dapat digunakan
dengan metode ini dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Kitab-kitab hadis yang popular di masyarakat, seperti kitab at-Tazkirah fi al-
Ahaditz al-Musytahirah karangan Badruddin Muhammad ibn Abd Allah as-

6
Zarkasyi. Kitab jenis ini tentu saja terbatas hadis-hadisnya karena
dikhususkan pada hadis-hadis yang populer dimasyarakat.
b.  Kitab-kitab hadis yang hadis-hadisnya disusun secara alfabetis. Kitab jenis
ini yang paling banyak beredar adalah karangan Suyuthy (w. 911 H), yang
berjudul al-Jami’ash-Shagir min Ahadis al-Basyir an-Nazir.
c. Kunci-kunci dan indeks yang dibuat untuk kitab-kitab tertentu. Beberapa
ulama telah membuat kunci-kunci daftar atau indeks bagi kitab-kitab hadis
tertentu dengan tujuan mempermudah mencari hadis tertentu dalam kitab
tersebut.
 Kunci-kunci daftar atau indeks (kamus) yang disusun pengarangnya untuk
kitab tertentu, diantaranya:
a. Untuk Shahih al-Bakhari, yaitu Hady al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari.
b. Untuk Sahih Muslim, yaitu mujam al-Alfaz wa la Siyyama al-Garib minha.
c. Untuk al-Muwatta’, yaitu Miftah al-Muwatta.
d. Untuk Sunan Ibn Majah, yaitu Miftah Sunan Ibn Majah, dsb.
Kelebihan dan kekurangan metode ini adalah dengan metode ini
kemungkinan besar kita dengan cepat menemukan hadis-hadis yang
dimaksud, sebab dengan mengetahui satu lafal saja kita dapat menelusuri
hadis pada sumber aslinya, tetapi jika terjadi perbedaan lafal pertama meski
hanya sedikit saja, akan berakibat sulit menemukan hadis.
3. Mengetahui tentang salah satu lafal hadis (dalam tulisan ini akan dibahas
lebih rinci).
Dengan mengetahui sebagian lafal hadis, baik di awal, tengah maupun
akhir matannya, kitab-kitab yang diperlukan atau referensi yang paling
representative untuk metode ini yaitu kitab karya Arnold John Wensinck
dengan judul al-Mu jam al-Mufahras li Alfaz al-Hadis al-Nawawi, dengan
penerjemah Muhammad Fuad Abd al-Baqi. Kitab ini merupakan kitab
kamus dari 9 kitab hadis, yakni sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abi
Dawud, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-Nasai,Sunan Ibn Majah, Sunan al-
Darimi, al-Muwatta Imam Malik, dan Musnad Ahmad ibn Hambal.

7
Untuk Musnad Ahmad (‫)حم‬ hanya disebutkan juz serta
halamannya; Sahih Muslim (‫ )م‬dan al-Muwatta (‫ )ط‬nama bab dan nomor
urut hadis, sedangkan Sahih al-Bukhari (‫)خ‬, Sunan Abi Dawud (‫)د‬, Sunan al-
Tirmizi (‫)ت‬, Sunan al-Nasai (‫ )ن‬serta Sunan Ibn Majah (‫)جه‬, Sunan al-
Darimi (‫ )دى‬disebutkan nama bab serta nomor urut babnya.
Kelebihan metode ini:
a  Memungkinkan pencarian hadis melalui kata apa saja yang terdapat dalam
matan hadis.
b. Mempercepat pencarian hadis, karena kitab takhrij ini menunjuk kepada
kitab-kitab induk dengan menunjukkan kitab, nomor bab, atau nomor hadis,
nomor juz, dan bahkan nomor halaman.
Kekurangan metode ini:
a. Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab dan perangkat ilmu
yang memadai, sebab metode ini menuntut untuk mengembalikan setiap
kata kuncinya kepada kata dasarnya.
b. Hanya merujuk kepada Sembilan kitab tertentu, sehingga bila lafaz hadis
yang diketahui tidak diambil dari kitab-kitab tersebut maka hadis tersebut
tidak ditemukan.
c. Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk
mengetahui perawi yang menerima hadis dari Nabi kita harus kembali
kepada kitab aslinya.
4. Mengetahui tentang tema hadis.
Takhrij melalui pengetahuan tentang tema hadis. Teknik ini akan
mudah digunakan oleh orang sudah bisaa dan ahli dalam hadis karena yang
dituntut dalam teknik ini  adalah kemampuan menentukan tema atau salah
satu tema dari suatu hadis. Dalam mentakhrij dengan metode ini diperlukan
kitab-kitab hadis yang tersusun berdasar pada bab-bab dan topik-topik.
Kitab ini banyak sekali dan dapat dibagi tiga kelompok:
a. Kitab-kitab yang berisi seluruh tema agama, yaitu kitab-kitab al-
Jawawi’ berikut dengan mustakhraj dan mustadraknya, al-majani’,al-
zawaid, dan secara khusus kitab Miftah Kunuz as-Sunah.

8
b. Kitab-kitab yang berisi sebagian banyak tema-tema agama, yaitu kitab-
kitab sunan, mushannaf, muwathta’, dan mustakhraj atas sunan.
c. Kitab-kitab yang berisi satu aspek saja dari tema agama, yaitu kitab-kitab
yang khusus tentang hukum saja, tentang mengangkat tangan saja, dan lain-
lain. Kitab-kitab ini bisaanya merupakan kitab-kitab juzu’,
targhib dan tarhib, ahkam, zuhud, fadha’il, adab, dan akhlaq dan tema-tema
khusus lainnya.
Kelebihan metode ini:
a. Dapat ditemukan banyak hadis dalam satu tema tertentu terkumpul pada satu
tempat.
b.  Metode ini mendidik ketajaman pemahaman hadis kepada peneliti. Dengan
menggunakan metode ini beberapa kali seorang peneliti akan memiliki
tambahan pengetahuan tentang fiqh al-hadis.
c. Metode ini tidak memerlukan pengetahuan di luar hadis, seperti keabsahan
lafal pertama, pengetahuan bahasa arab dan perubahan-perubahannya, dan
pengenal perawi pertama.
Kekurangan-kekurangannya:
a. Terkadang hadis sulit disimpulkan oleh peneliti sehingga tidak dapat
menentukan temannya. Akibatnya ia tidak mungkin memfungsikan metode
ini.
b. Terkadang pemahaman peneliti tidak sama dengan pemahaman penyusun
kitab. Akibatnya ialah penyusun kitab meletakan hadis pada posisi yang
tidak diduga oleh peneliti tersebut.
5. Melalui pengetahuan tentang sifat khusus (karakteristik) sanad atau matan
hadis.
Metode kelima dalam menelusuri hadis ialah dengan mengamati
secara mendalam sanad dan matan hadis, yaitu dengan melihat petunjuk dari
sanad, matan atau sanad dan matn-nya secara bersamaan. Petunjuk dari
matn, misalnya ada kerusakan makna hadis, menyelisihi al-Qur’an ataupun
petunjuk bahwa hadis itu palus ataupun yang lainnya. Adapun kitab-kitab
yang bisa menjadi rujukan adalah:

9
a. Al-Maudu at al-Sugra, karya Ali al-Qari (w. 1014 H).
b. Tanzih al-Syariah al-Marfuah an al-Ahadis al-Syaniah al-Mauduah, karya al-
Kinani (w.963 H)
Petunjuk yang lain dari matn yaitu bila diketahui matn hadis tersebut
merupakan hadis qudsi. Kitab yang bisa dijadikan rujukan dalam hal ini
adalah:
a. Misykah al-Anwar, karya Muhy al-Din Muhammad ibn Ali ibn Arabi al-
Khatimi (w. 638 H).
b. Al-Ittihafat al-Saniyyah bi al-Ahadis al-Qudsiyyah, karya Abd al-Rauf al-
Munawi (w. 1031 H).
Petunjuk dari sanad, misalnya sanad yang rawinya meriwayatkan
hadis dari anaknya. Kitab yang menjadi rujukan misalnya Riwayah al-Aba
‘an al-Aba karya Abu Bakr Ahmad ibn Ali al-Bagdadi. Keadaan sanad hadis
yang musalsal dengan kitab rujukan al-Musalsalah al-Kubra karya al-Suyuti,
ataupun keadaan sanadnya yang mursal dengan kitab rujukan al-
Marasil karya Abu Dawud al-Sijistani dan karya al-Razi.
Petunjuk dari sanad dan matan secara bersamaan. Kitab yang bisa
dijadikan rujukan adalah:
a. Ilal al-Hadis karya Ibn Abi Hatim al-Razi.
b. Al-Asma al-Mubhamah fi al-Anba al-Muhkamah, karya al-Khatib al-
Baghdadi.
c.  Al-Mustafad min Mubhamat al-Matn wa al-Isnad, karya Abu Zurah Ahmad
ibn Abd al-Rahim al-Iraqi.
Kelebihan dari metode ini adalah pada umumnya kitab-kitab hadis
yang dapat dijadikan rujukan dengan metode ini memuat penjelasan-
penjelasan tambahan dari penyusunnya. Adapun bahwa kekurangan dari
metode ini memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang keadaan sanad
dan matan hadis yang di takhrij, disamping itu kitab-kitab rujukan metode
ini pada umumnya memuat hadis yang jumlahnya sangat terbatas.

10
D. Contoh Takhrijul Hadis
Contoh I: hadis tentang “syafaat nabi saw bagi orang yang berdosa besar”,
bunyi teks hadisnya adalah:
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َشفَا َعتِي َأِل ْه ِل ْال َكبَاِئ ِر ِم ْن ُأ َّمتِي‬
َ ِ ‫قا َ َل َرسُوْ ُل هَّللا‬
“Rasulullah bersabda: syafaatku bagi orang-orang yang berdosa besar dari
umatku”.
Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadi, hadis di atas bersumber dari:
1. Al-Tirmizi, kitab Sifah al-Qiyamah wa al-Raqaiq wa al-Wara an
Rasulillah, no hadis. 2360 dan 2359:
ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬ ‫ال‬ ٍ َ‫ت ع َْن َأن‬
َ َ‫س ق‬ ٍ ِ‫اق ع َْن َم ْع َم ٍر ع َْن ثَاب‬ِ ‫َح َّدثَنَا ْال َعبَّاسُ ْال َع ْنبَ ِريُّ َح َّدثَنَا َع ْب ُد ال َّر َّز‬
ٌ‫َريب‬
ِ ‫ص ِحي ٌح غ‬ َ ‫يث َح َس ٌن‬ ٌ ‫قَا َل َأبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬ ‫ت‬ ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َشفَا َعتِي َأِل ْه ِل ْال َكبَاِئ ِر ِم ْن ُأ َّم‬ َ
ِ ‫ِم ْن هَ َذا ْال َوجْ ِه َوفِي ْالبَاب ع َْن َجا‬
‫ب‬
Telah menceritakan kepada kami Al-Abbas Al-Ambari telah menceritakan
kepada kami Abdur Razzaq dari Ma’mar dari Tsabit dari Anas berkata:
Rasulullah SAW bersabda: “Syafaatku untuk pemilik dosa-dosa besar dari
ummatku”. Berkata Abu Isa, hadis ini hasan shahih gharib melalui sanad ini
dan dalam hal ini ada hadis serupa dari Jabir.
(HR. Al-Tarmizi: No. 2360).
‫ت ْالبُنَانِ ِّي ع َْن َج ْعفَ ِر ْب ِن ُم َح َّم ٍد‬
ٍ ِ‫ار َح َّدثَنَا َأبُو دَا ُو َد الطَّيَالِ ِس ُّي ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ثَاب‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ بَ َّش‬
‫ع َْن َأبِي ِه ع َْن َجابِ ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ قَا َل‬

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َشفَا َعتِي َأِل ْه ِل ْال َكبَاِئ ِر ِم ْن ُأ َّمتِي‬
َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬

‫قَا َل ُم َح َّم ُد بْنُ َعلِ ٍّي فَقَا َل لِي َجابِ ٌر يَا ُم َح َّم ُد َم ْن لَ ْم يَ ُك ْن ِم ْن َأ ْه ِل ْال َكبَاِئ ِر فَ َما لَهُ َولِل َّشفَا َع ِة قَا َل َأبُو‬
ِ ‫َريبٌ ِم ْن هَ َذا ْال َوجْ ِه يُ ْستَ ْغ َربُ ِم ْن َح ِدي‬
‫ث َج ْعفَ ِر ْب ِن ُم َح َّم ٍد‬ ٌ ‫ِعي َسى هَ َذا َح ِد‬
ِ ‫يث َح َس ٌن غ‬
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah
menceritakan kepada kami Abu Daud Ath Thayalisi dari Muhammad bin
Tsabit Al-Bunani dari Ja’far bin Muhammad dari Bapaknya dari Jabir bin
Abdullah berkata: Rasulullah SAW bersabda: “syafaatku untuk ummat ku
yang berbuat dosa-dosa besar”. Muhammad bin Ali berkata: kemudian Jabir
berkata kepadaku: wahai Muhammad yang tidak melakukan dosa besar

11
tidak lagi membutuhkan syafaat Abu Isa Berkata, hadis ini hasan gahrib dari
jalur sanad ini dan dianggap gharib dari hadis Ja’far bin Muhammad. (HR.
Al-Tarmizi: No. 2359).
2. Ibn Majah, kitab al-Zuhd, no. hadis 3112
‫ ثنا زهير بن محمد عن جعفر‬. ‫ ثنا الوليد بن مسلم‬. ‫حدثنا عبد الرحمن بن إبراهيم الدمشقي‬
‫يوءم‬ ‫شفاعتي‬ ‫بن محمد عن أبيه عن جابر قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه و سلم يقول ( إن‬
‫ صح‬: ‫ قال الشيخ األلباني‬. ) ‫القيامة ألهل الكبائر من أمتي‬
AbdulRahman bin Ibrahim Damaskus. SunanWalid bin Muslim. Tna 
Zuhair bin Mohammed Jaafar bin Muhammad dariayahnya dari Jabir berkat
a: mendengar Rasulullah dan saw mengatakan: sesungguhnya syafa’atku
pada hari kiamat adalah untuk para pelaku dosa besar dari ummat
ku. Syaikh al-Albani mengatakan: Hadis ini Shahih
3. Abu Dawud, kitab al-Sunnah, no. hadis 4739.
‫ عن‬: ‫حدثنا سليمان بن حرب ثنا بسطام بن حريث عن أشعث الحداني عن أنس بن مالك‬
‫ صحيح‬: ‫قال الشيخ األلباني‬. " ‫النبي صلى هللا عليه و سلم قال " شفاعتي ألهل الكبائر من أمتي‬
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb berkata, telah
menceritakan kepada kami Bastham bin Huraits dari Asy’ats Al Huddani
dari Anas bin Malik dari Nabi SAW, beliau bersabda: “syafaatku berlaku”
untuk pelaku dosa besar dari ummat ku. Berkata Syaikh Al-Bani, hadis ini
shahih.
4. Ahmad ibn hanbal, bab Baqi Musnad al-Muksiri, no. hadis 13245.
‫الحراني عن أنس بن‬ ‫حدثنا عبد هللا حدثني أبي ثنا سليمان بن حرب ثنا بسطام بن حريث عن أشعث‬
‫ شفاعتي ألهل الكبائر من أمتي تعليق شعيب‬: ‫مالك قال قال رسول هللا صلى هللا عليه و سلم‬
‫ إسناده صحيح‬: ‫األرنؤوط‬
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, telah menceritakan
kepada kami Bistham bin Huraits, dari Asy'asy Al-Harrani, dari Anas bin
Malik berkata, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Syafaatku
adalah untuk pelaku dosa besar dari umatku". Syaikh Arna’oot mengatakan
hadis ini sanadnya Shahih.
Contoh II: Hadis tentang menuntut ilmu.

12
‫ طلب العلم فريضة على كل مسلم وواضع‬.‫ قال رسول هللا ص س‬:‫عن أنس بن مالك قال‬
)‫العلم عند غير أهله كمقلد الخنازير الجوهر واللؤلؤ والذهب (رواه ابن ماجه‬
Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadi, hadis di atas bersumber dari:
1.  Kitab Ibnu Majah, Juz 1, halaman. 260
2.  Kitab At-Thobari, Juz 1 halaman 12, Juz 5 halaman 41, Juz 64 halaman 5,
Juz 13 halaman 6.
3. Kitab Abu Hanifah, Juz 3, halaman. 454
4. Shahih Tarhib wa Tarhib, Juz. 1, halaman. 13.

E. MACAM- MACAM METODE TAKHRIJ HADITS


Istilah takhrij sering kita dengar dalam khazanah ilmu hadis. Takhrij
secara bahasa bermakna  menyatukan dua hal yang berbeda. Ia seakar
dengan kharaja-yukharriju-takhrij. Kata takhrij juga  bermakna istinbat
(menggali, mengeluarkan), tadrib (pembiasaan, latihan), taujih  (penjelasan),
ibraz (mengeluarkan), dan izhar (melahirkan).
Secara istilah dalam ilmu hadis, takhrij bermakna upaya untuk
mengetahui sumber kitab utama suatu  hadis, menelusuri dan menilai
rangkaian silsilah para periwayat hadis tersebut, menjelaskan  tingkatannya
serta mempertimbangkan apakah hadis tersebut dapat dijadikan suatu dalil.
Takhrij hadis ini sangat diperlukan. Misal jika kita menemukan
hadis yang berunyi, "Agama yang  paling dicintai Allah adalah agama yang
toleran." Matan (isi) hadis tersebut tidak menjelaskan  siapa sumbernya dan
kemungkinan hadis itu potongan dari sebuah hadis yang panjang. Maka
untuk  menelusuri darimana potongan kalimat hadis itu berasal, dibutuhkan
ilmu takhrij hadis.
Ulama menurut Ensiklopedi Islam membagi beberapa metode dalam
ilmu takhrij hadis. Petama,  takhrij berdasarkan awal kata dari isi hadis.
Guna melakukannya terlebih dahulu harus diketahui  seluruh atau minimal
awal dari matan hadis tersebut. Yang juga penting adalah huruf awal dari
kata yang  paling awal dalam matan hadis tersebut. Misalnya hadis, man
gassana fa laisa minna (barang siapa menipu, bukan umatku). Potongan

13
hadis ini  dapat ditelusuri dari kitab takhrij bab mim dan nun karena huruf
awal dan kedua dari kata tersebut  terdiri dari huruf mim dan nun. Pada
kitab takhrij akan ditemui hadis utama yang mencantumkan hadis  tersebut
ada di kitab mana saja.
Keberadaan kitab takhrij yang disusun berdasar metode alfabetis ini
sangat penting. Beberapa ulama  menuliskan kitab takhrij dengan model ini,
seperti al-Jami as-Sagir min Hadis al-Basyir  an-Nazir, al-Farh al-Kabir fi
Damni az-Ziyadah ila al_jami as-Sagir, dan Jam'u al-Jawami'  karya Imam
Suyuti. Ada pula Kanz al-Haqaid fi Hadis Khair al-Khalaiq karya Abdur
Rauf bin Tajuddin  Ali.
Metode pertama dengan mendasarkan pada lafal-lafal matan hadis.
Metode ini dilakukan dengan cara  menelusuri hadis berdasarkan huruf awal
kata dasar pada lafal-lafal yang ada pada matan hadis. Baik  itu berupa ism
(kata benda) maupun fi'il (kata kerja). Dalam metode ini huruf tidak
dijadikan  pegangan.
Misal terdapat hadis, innama al-a'mal bi an-niyyat (sesungguhnya
setiap amal tergantung dari niat).  Hadis ini dapat ditelusuri dari lafal al-
a'mal dari ain sebagai huruf awal dari kata dasar al- a'mal yakni amal atau
amalan.
Beberapa kitab takhrij yang menggunakan metode ini, antara lain, al-
Mu'jam al-Mufahras li Alfaz  al-Hadis an-Nabawi karya AJ Weinsinck yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Dr Muhammad Fu'ad  Abdul
Baqi. Muhammad Fu'ad Abdul Baqi juga menulis Fihris Sahih Muslim
(Indeks Shahih Muslim)
Metode kedua adalah takhrij menggunakan perawi paling atas.
Menelusuri hadis dengan cara ini lebih  dahulu harus mengetahui perawi
paling atas dari hadis tersebut. Kitab-kitab yang memuat hadis dengan 
metode ini, antara lain, Musnad Imam Ahmad karya Imam Ahmad, Atraf
as-Sahihain karya Abu Mas'ud  Ibrahim bin Muhammad, Atrar Kutub as-
Sittah karya Syamsuddin Abu al-Fadl.

14
Metode ketiga berdasarkan tema. Penelusuran dilakukan berdasar tema
bahasan hadis apakah hukum, fikih,  tafsir, atau yang lain. Contoh kitab yang
memakai metode ini adalah Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa  al-Af'al
karya al-Burhanpuri, al Mughni Haml al-Asfar fi Takhrij ma fi al-Ihya min al-
Akhbar   karya al-Iraqi.
Metode kelima berdasar sifat lahir hadis. Cara penelusuran ini
dilakukan misal pada hadis mutawatir,  qudsi, mursal, dan maudu. Para ulama
mengumpulkan hadis-hadis mutawatir dalam satu kitab seperti al- Azhar al-
Mutanasirah fi al-Akhbar al-Mutawatirah karya Imam Suyuti. Kitab yang
memuat hadis qudsi  di antaranya al-Ittihafat as-Sunniah fi al-Ahadis al-
Qudsiah karya al-Madani. 

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Penggunaan istilah takhrij dalam bidang ilmu hadis mengalami
perkembangan dengan pengertian yang berbeda-beda.
Pengertian takhrij yang menjadi bahasan tulisan ini adalah menunjukkan
letak suatu hadis dalam sumber-sumber asli.
Ada lima metode takhrij: pertama, melalui pengetahuan tentang nama
sahabat yang meriwayatkan. Kedua, mengetahui tentang lafal pertama
hadis. Ketiga, melalui pengetahuan tentang salah satu lafal
hadis. Keempat, mengetahui tentang tema hadis. Kelima, melalui
pengetahuan tentang sifat khusus (karakteristik) sanad atau matan hadis.
Dengan demikian melalui kegiatan takhrij al-hadis peneliti atau guru
pendidikan agama Islam dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah
hadis dan juga dapat mengumpulkan berbagai redaksi dari
sebuah matn hadis sebagai media pembelajaran dalam proses kegiatan
belajar mengajar di ruang kelas.

B. SARAN
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini akan tetapi, pada kenyataanya masih banyak kekurangan yang
perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat penulis harapkan sebagai bahan evaluasi kedepannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

17

Anda mungkin juga menyukai