Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

TAKHRIJ HADIS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ulumul Hadis
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Mundzier Suparta, MA

Disusun oleh :
Ahmad Dimyati
Ahmad Najih

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) ALHIKMAH


YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL MAHBUBIYAH
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah banyak memberikan nikmat
kepada kita semua. Rahmat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada
junjungan kita, Baginda Nabi Agung Muhammad SAW yang senantiasa kita
nantikan syafaat di yaumul qiyamah kelak. Aamiin.

Makalah yang berjudul “Takhrij Hadis ” ini kami bahas guna memenuhi
tugas mata kuliah Ulumul Hadis, serta agar mahasiswa mampu memahami
bagaimana mentakrij hadis ketika akan melakukan proses penelitian. Selanjutnya,
penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
pengarahan-pengarahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tidak lupa kepada Prof. Dr. H. Mundzier Suparta, MA., selaku
dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadis untuk dapat memberikan saran
kepada kami agar penyusunan makalah ini dapat lebih baik lagi.

Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan mereka dan senantiasa


melimpahakan pahala yang sebesar – besarnya. Harapan penulis semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik masa kini maupun masa akan datang.
Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat diharapkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, 3 Desember 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
A. Pengertian Takhrij Hadis ........................................................................................ 3
B. Objek Kajian Takhrij Hadis .................................................................................... 5
C. Tujuan Takhrij Hadis ............................................................................................ 8
D. Manfa’at Takhrij Hadis ........................................................................................... 9
E. Sejarah Perkembangan Takhrij dan Kitab-Kitabnya ............................................. 11
F. Cara Pelaksanaan, Metode Takhrij, Kitab-kitab dan Contohnya ........................... 14
BAB III ............................................................................................................................. 25
PENUTUP ........................................................................................................................ 25
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 25
B. Saran ..................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada awalnya ilmu takhrij hadis tidak diperlukan oleh ulama namun
seiring berjalannya waktu dan kebutuhan terhadap penunjukan hadis terhadab
sumber aslinya maka memunculkan berbagai kitab-kitab takhrij, menjelaskan
metodenya, dan menentukan kualitas hadis sesuai kedudukanya.
Takhrij adalah menunjukkan hadits pada rujukan pokok (asli) yang sudah
dikeluarkan lalu disebutkan pula kedudukan hadits tersebut pada saat yang
diperlukan. Ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat
perhatian serius karena di dalamnya dibicarakan berbagai kaidah untuk
mengetahui sumber hadis itu berasal. Disamping itu, didalamnya ditemukan
banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas
sanad hadis. suatu hadis merupakan hal yang mutlak diperlukan.
Dalam makalah takhrij hadis kali ini akan dibahas mengenai: Pengertian takhrij
hadis, tujuan dan manfa’at takhrij hadis, kitab-kitab yang diperlukan dalam
mentakhrij, cara pelaksanaan dan metode takhrij.
Maka dalam makalah ini akan mengambil paradigma dan jenis-jenis
penelitian secara garis besar saja dari beberapa sumber yang kami simpulkan
sehingga pengambilan keputusan dalam paradigma penelitian dapat membentuk
pendekatan penelitian yang sempurna.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar berlakang diatas maka dapat dikemukakan bahwa
rumusan masalah yang dapat disimpulkan adalah :
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan takhrij hadis ?
2. Menjelaskan objek kajian takhrij hadis ?
3. Menjelaskan Tujuan Takhrij Hadis?
4. Menjelaskan Manfa’at Takhrij Hadis?
5. Menjelaskan Cara Pelaksanaan, Metode Takhrij, Kitab-kitab dan Contohnya?

1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat dikemukakan tujuan dan
manfaat yang kita amati adalah :
1. Untuk mengetahui Takhrij Hadis
2. Untuk mengetahui Objek Kajian Takhrij Hadis
3. Untuk mengetahui Tujuan Takhrij Hadis
4. Untuk mengetahui Manfa’at Takhrij Hadis
5. Untuk mengetahui Cara Pelaksanaan, Metode Takhrij, Kitab-kitab dan
Contohnya

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Takhrij Hadis


Secara etimologi, kata takhrij (‫ )تخريج‬berasal dari fi‟il madli kharaja
(‫)ﺧرﺝ‬yang berarti mengeluarkan. Kata tersebut merupakan bentuk imbuhan dari
kata dasar khuruj (‫ ) ﺧروﺝ‬yang berasal dari kata kharaja (‫ ) ﺧرﺝ‬yang berarti keluar.
Dengan demikian takhrij hadis berarti mengeluarkan hadis dari sumbernya.
Sedangkan secara terminology takhrij adalah menunjukkan tempat hadits
pada sumber-sumber aslinya, dimana hadits tersebut telah diriwayatkan lengkap
dengan sanadnya, kemudian menjelaskan derajatnya jika diperlukan.1
Sedangkan menurut Al-Thahhan, setelah menyebutkan beberapa macam
pengertian takhrij di kalangan ulama hadis, menyimpulkan bahwa: takhrij hadis
adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis pada sumber-
sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap
dengan sanad-nya masing-masing, kemudian manakala diperlukan, dijelaskan
kualitas hadis yang bersangkutan, dari definisi tersebut terlihat bahwa hakikat dari
takhrij al-hadis adalah penelusuran atau pencarian sumbernya yang asli yang
didalamnya dikemukakan secara lengkap matan dan sanad-nya. 2
Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadis, kata al takhrij
mempunyai beberapa arti:
• Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para
periwayatnya di dalam sanad yang menyampaikan hadis itu, berikut
metode periwayatan yang ditempuhnya.
• Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh
para guru hadis, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang susunannya
dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau
temannya, atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari
para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.

1
Mahmud, Al-Tahhan, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid, (Beirut:, Dar al-Qur‟an
alKarim, 1978). h. 9
2
Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011). h. 152

3
• Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya
dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para mukharijnya langsung-
yakni para periwayat yang menjadi penghimpun bagi hadis yang mereka
riwayatkan.
• Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber, yakni
kitab-kitab hadis, yang di dalamnya disertakan metode periwayatannya
dan sanadnya, serta diterangkan pula keadaan para periwayat dan kualitas
hadisnya.
• Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis dari sumbernya yang
asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya dikemukakan hadis itu secara
lengkap dengan sanad-nya masing-masing. Lalu, untuk kepentingan
penelitian, dijelaskan pula kualitas hadis yang bersangkutan.
Di antara lima pengertian al-takhrij di atas, pertama merupakan salah satu
kegiatan yang telah dilakukan oleh para periwayat hadis. Mereka menghimpun
hadis ke dalam kitab hadis yang disusunnya. Misalnya, Imam al-Bukhari dengan
kitab Shahihnya; Imam Muslim dengan kitab Shahih-nya; dan Abu Dawud
dengan kitab Sunan-nya.
Pengertian al-takhrij yang kedua dilakukan oleh banyak ulama hadis.
Misalnya, Imam al-Baihaqi yang banyak "mengambil" hadis dari kitab as-Sunan
yang disusun oleh Abu Hasan al-Bisri al-Saffar. Lalu, Imam al-Baihaqi
mengemukakan sanadnya sendiri.
Pengertian al-takhrij yang ketiga banyak dijumpai di dalam kitab
himpunan hadis. Misalnya, Bulughul Maram susunan Ibn Hajar al Asqalani.
Hadis yang dikutip tidak hanya matan, juga nama mukharij dan nama periwayat
pertama (sahabat Nabi Shallallahu 'Alayhi wa Sallam) yang meriwayatkan hadis
itu.
Pengertian istilah al-takhrij keempat, biasanya, digunakan oleh ulama ahli
hadis untuk menjelaskan berbagai hadis yang termuat di dalam kitab tertentu.
Misalnya, kitab Ihya Ulumuddin susunan Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111 M). Di
dalam penjelasannya, Imam al-Ghazali mengemukakan sumber pengambilan tiap-
tiap hadis, dan kualitasnya. Zainuddin 'Abdir-Rahman bin al-Husain al-'Iraqi
(wafat 806 H/1404 M) berhasil menyusun kitab takhrij hadis untuk kitab Ihya'

4
'Ulumiddin dengan dengan judul Ikhtibar al-Ihya' bi Akhbar al-Ihya'. Kitab ini
terdiri dari empat jilid.
Pengertian al-takhrij kelima biasanya digunakan untuk kegiatan penelitian.
Takhrij dalam pengertian ini ialah upaya penelusuran atau pencarian hadis dari
berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang di dalam
sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang
bersangkutan.3

B. Objek Kajian Takhrij Hadis


Setiap hadits memiliki tiga unsur pokok yang merupakan syarat suatu
hadits yakni sanad, matan dan rawi. 'Sanad ialah rantai penutur/perawi (periwayat)
hadis. Sanad terdiri atas seluruh penutur mulai dari orang yang mencatat hadis
tersebut dalam bukunya (kitab hadis) hingga mencapai Rasulullah. Sanad,
memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Sanad mempunyai kedudukan yang
sangat penting dalam menentukan sebuah hadis, apakah ia dapat dijadikan hujjah
atau tidak. Apabila sanadnya lemah, maka hadisnya dianggap mardud. Sedangkan
sanad yang kuat akan menghasilkan sebuah hadis yang maqbul (diterima)”.4
Matan hadis adalah redaksi (isi) dari pembicaraan dalam sebuah hadis.
Matan selalu terletak setelah sanad. Matan hadis dapat berupa ungkapan yang asli
dari Nabi (riwayat bil al-Lafzi) dan kadang kala berupa riwayat secara makna (bil
ma'na). Hadis yang diriwayatkan dengan lafaz dari perawi (sahabat) biasanya
hadis-hadis tentang tata cara beribadah yang dipraktekkan oleh Nabi yang
disaksikan oleh sahabat. Sedangkan riwayat langsung (bil lafzi) adalah ungkapan
ungkapan atau perintahperintah yang diucapkan oleh Nabi sendiri, lalu dicatat
atau dihafal oleh para sahabat kemudian disampaikan kepada orang lain,
kemudian ditulis oleh para ulama yang datang kemudian dalam kitab-kitab
mereka.
Sementara Rawi adalah orang yang terlibat dalam periwayatan hadis,
selain dari Nabi sendiri dan ulama yang menulisnya dalam kitab mereka. Jadi,

3
Ahmad Izzan, Studi Tahrij Hadis, (Bandung, Tafakur Cet. I, 2012), h. 2
4
Abdul Wahid dan Muhammad Zaini, Pengantar 'Ulumul Qur'an dan 'Ulumul Hadis,
h.128.

5
yang disebut rawi adalah orang-orang yang meriwayatkan hadis dari Nabi, yaitu
sahabat, tabi'in, tabi' tabi'in dan seterusnya.5
Takhrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab
primer sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan yang mana di dalam
sumber itu disebutkan secara lengkap sanad dan matan hadis disertai dengan
penjelasan kualitas hadis tersebut. Dengan demikian, objek kajian takhrij hadits
yaitu:
1. Silsilah terhadap sejumlah periwayat yang menyampaikan riwayat hadits
(sanad hadits) yang sampai kepada Rasulullah SAW.
2. Materi hadits itu sendiri atau dikenal dengan matan hadits.
Berkenaan dengan proses periwayatan hadis (Tahammul wa al-Ada').
Tahammul berarti menerima hadis, sedangkan ada' adalah menyampaikan hadis
kepada orang lain. Di antara syarat-syarat yang ditetapkan para ulama hadis bagi
periwayatan hadis antara lain: Islam; baligh; adil dan dhabit.
Sedangkan cara-cara yang digunakan dalam proses tahammul wa al ada'
antara lain:
1. Mendengar
Maksudnya seorang perawi menerima hadis dari gurunya melalui
pendengaran langsung. Cara ini merupakan cara terbaik di antara cara-cara yang
lain. Lafaz yang mengisyaratkan bahwa seseorang meriwayatkan secara
mendengar adalah lafaz: Sami'tu (Aku sudah mendengar).
2. Ardl (membaca).
Maksudnya adalah seorang perawi membaca suatu hadis kepada seseorang
guru atau dibacakan hafalan kepada guru, atau memperhatikan pembacaan
seseorang yang membacanya, baik dari kitabnya maupun dari hafalannya. Lafaz
yang digunakan dalam jenis periwayatan ini adalah: Qara'tu 'ala fulan, dan
sejenisnya.
3. Ijazah
Ijazah menurut bahasa berarti: memotong, me laksanakan, membenarkan,
seperti ajazal aqda' dia mem-benarkan aqad (Dia menyatakan sahnya aqad itu).
Dalam istilah ulama hadis, ijazah didefinisikan: Seseorang guru mengizinkan

5
Abdul Wahid dan Muhammad Zaini, h 129.

6
kepada seseorang untuk meriwayatkan hadis-nya atau kekurangan-kekurangannya.
Dalam hal ini diperlukan empat unsur Mujiz yaitu syaikh yang emberikan ijazah;
Mujaz: yang menerima ijazah, Mujaz bih: kitab, atau juz dan seumpamanya serta;
lafaz ijazah, yaitu ibarat yang menunjukkan kepada keizinan periwayatan.
4. Munawalah (memberi)
Maksudnya adalah seseorang guru memberi kepada seseorang murid, kitab
asli yang didengar dari gurunya, atau satu salinan yang sudah dicontohkan seraya
ia berkata: «Inilah hadis-hadis yang aku telah dengar dari si pulan, maka
riwayatkanlah dia daripadaku dan aku telah ijazahkan kepada engkau
meriwayatkannya». Munawalah terbagi lagi kepada: munawalah menyertai ijazah
dan munawalah yang tidak menyertai ijazah.
5. Mukatabah (Menulis)
Maksudnya «Seseorang guru menulis hadisnya untuk orang yang berada di
sisinya, atau untuk orang yang jauh dan dikirim surat kepadanya, baik dia tulis
sendiri, ataupun dia suruh orang lain menulisnya». Mukatabah terbagi dua:
Mukatabah disertai ijazah dan Mukatabah yang tidak disertai ijazah. Lafaz yang
digunakan dalam mukatabah adalah: Haddatsani fulan katabahu (telah diceritakan
kepada aku oleh si fulan secara tertulis).
6. I'lam (memberitahukan)
I'lam yang dimaksud di sini, bukan memberitahukan, memberi khabar,
atau mendapati seseorang lebih mengetahui. Tetapi yang dikehendaki adalah:
'Seseorang guru memberitahukan kepada seseorang thalib bahwa sesuatu hadis
atau sesuatu kitab, itulah riwayatnya dari gurunya si Fulan tanpa diizinkan si
thalib meriwayatkannya.
7. Wasiat
Wasiat sebenarnya jarang terjadi. Maksud dari wasiat dalam konteks ini
adalah penegasan seseorang guru sewaktu hendak bepergian atau menghadapi
saat-saat kematiannya, yaitu berwasiat kepada seseorang tentang kitab tertentu
yang diriwayatkan.
8. Wijadah (Penemuan)
Bentuk ini adalah sumber hadis yang tidak pernah diketahui orang Arab
pada umumnya. Para ulama ahli hadis menjadikannya suatu metode pengambilan

7
ilmu dari shahifah bukan dengan cara mendengar, ijazah maupun munawalah,
misalnya seseorang menemukan sebuah hadis tertulis dari seorang guru yang
pernah ia jumpai, yang lalu ia tulis ulang dan kemudian ia sampaikan. Atau dia
memang tidak pernah menjumpai guru tersebut, akan tetapi ia yakin bahwa tulisan
itu benar miliknya.6

C. Tujuan Takhrij Hadis.


Mengenai tujuan dan manfaat takhrij hadits ini, Abd al-Mahdi melihatnya
secara terpisah antara satu dengan yang lainnya. Menurut Abd al-Mahdi, yang
menjadi tujuan dari takhrij adalah menunjukkan sumber hadits dan menerangkan
ditolak atau diterimanya hadits tersebut. Dengan demikian, ada dua hal yang
menjadi tujuan takhrij, yaitu :
1. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits
2. Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak.
Menurut Abdul Majid Khon dalam bukunya “Ulumul Quran”melakukan
takhrîj tentunya ada tujuan yang ingin dicapai. Tujuan pokok dari takhrij yang
ingin dicapai seorang peneliti adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui eksistensi suatu hadis apakah benar suatu hadis yang ingin
diteliti terdapat dalam buku-buku hadis atau tidak.
2. Mengetahui sumber otentik suatu hadis dari buku hadis apa saja yang
didapatkan.
3. Mengetahui ada berapa tempat hadis tersebut dengan sanad yang berbeda
di dalam sebuah buku hadis atau dalam beberapa buku induk hadis.
4. Mengetahui kualitas hadis (maqbul/diterima atau mardúd/tertolak).7

6
Abdul Wahid dan Muhammad Zaini, h.130-133
7
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta, Amzah Cet. I, 2012), h. 130

8
D. Manfa’at Takhrij Hadis
Banyak sekali manfaat dari takhrij hadis, menimal ada tiga hal yang
menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij al hadits dalam melaksanakan
penelitian hadis. Antara lain adalah:
1. Untuk mengetahui asal usul riwayat hadis yang akan diteliti. Suatu hadis
akan sangat sulit diteliti status dan kualitasnya bila terlebih dahulu tidak
diketahui asl usulnya. Tampa diketahui asal sulnya, maka sanad dan matan
hadis yang bersangkutan sulit diketahui susunannya menurut sumber
pengambilannya. Tampa diketahui susunan sanad dan matannya secaraa
beenar, maka hadis yang bersangkutan akan sulit diteliti secaraa cermat.
Untuk mengetahui asal usul hadis yang diteliti itu, maka kegiatan takhrij
perlu dilakukan terlebih dahulu.
2. Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti. Hadis
yang akan diteliti mungkin akan memiliki lebih dari satu sanad. Mungkin
saja, salah satu sanad hadis itu berkualitas daif, sedangkan yang lainnya
berkualitas sahih. Untuk dapat menentukan sanad yang berkualitas daif
dan sahih, maka terlebih dahulu harus diketahui seluruh riwayat hadis
yang bersangkutan. Dalam hubungan untuk mengetahui riwayat hadis
yang sedang akan diteliti, maka kegiatn takhrij perlu dilakukan.
3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi' pada sanad yang
diteliti. Jika hadis diteliti salah satu sanadnya, mungkin ada periwayat lain
yang sanadnya mendukung pada sanad yang sedang diteliti. Dukungan bila
terletak pada bagian periwayat tingkat pertama, yakni tingkat sahabat
disebut syahid, sedangkan dibagian bukan periwyat tingkat sahabat disebut
sebagai mutabi'. Dalam penelitian sebuah sanad, syahid yang didukung
oleh sanad yang kuat dapat memperkuat sanat yang diteliti. Begitu pula
mutabi' yang memiliki sanad yang kuat, maka sanad yang sedang diteliti
mungkin dapat ditingkatkan kekuatannya oleh mutabi' tersebut. Untuk
mengetahui, apakah suatu sanad memiliki suatu syahid atau mutabi', maka
seluruh sanad itu harus dikemukakan. Itu berarti, takhrij hadis, harus

9
dilakukan terlebih dahulu. Tampa kegiatan takhrij hadis, tidak dapat
diketahui secara pasti seluruh sanat untuk hadis yang sedang diteliti.8
Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya: 9
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu
hadits beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
ditunjukkannya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah
munqathi‟ atau lainnya.
4. Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij,
dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5. Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan
lafadz dan yang dilakukan dengan makna saja.
Sedangkan menurut Abd al-Mahdi manfaat takhrij hadis setelah
disimpulkan sebagai berikut :10
1. Takhrij dapat memperkenalkan sumber hadits.
2. Takhrij dapat menambah perbedaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
ada.
3. Takhrij dapat memperjelas keadaan sanad.
4. Takhrij memperjelas hukum hadits dengan banyak meriwayatkannya itu.
5. Dengan takhrij kita dapat mengetahui pendapat-pendapat para ulama
sekitar hukum hadits.
6. Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang samar.
7. Takhrij dapat memperjelas perawi hadits yang tidak diketahui namanya.
8. Takhrij dapat menafikan pemakaian “An” dalam periwayatan hadits oleh
seorang perawi mudallis.
9. Takhrij dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran
riwayat.
10. Takhrij dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya.

8
Utang Ranuwijaya, Ulumul Hadis (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1996), h.191.
9
Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor, Ghalia Indonesia Cet, I, 2010), h. 27
10
Abu Muhammad „Abdul Mahdi ibn „Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, Terj. S Agil Husin Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Muchtar(Semarang: Dina Utama, 1994), h.
6-7

10
E. Sejarah Perkembangan Takhrij dan Kitab-Kitabnya
Ulama dan peneliti hadis terdahulu tidak membutuhkan kaidah takhrij
(ushul al-takhrij) karena pengetahuan mereka sangat luas. Ingatan mereka tentang
sumber-sumber sunnah pun sangat kuat. Ketika mereka membutuhkan hadis
sebagai penguat, mereka segera dapat menemukan tempatnya di dalam kitab-kitab
hadis; termasuk jużnya. Setidak-tidaknya mereka mengetahuinya di dalam kitab-
kitab hadis berdasarkan dugaan yang sangat kuat. Tidak hanya itu, mereka juga
mengetahui sistematika penyusunan kitab-kitab hadis sehingga mempermudah
mereka untuk memeriksa kembali dan menggunakan hadis dimaksud. Para
pembaca hadis dari kitab selain kitab hadis pun menjadi mudah karena mereka
mengetahui sumber dan tempatnya.
Kondisi itu terus berlangsung selama berabad-abad hingga akhirnya
muncullah zaman ketika pengetahuan ulama tentang kitab hadis dan sumber
aslinya menjadi semakin sempit. Akibatnya, ulama kontemporer merasa kesulitan
untuk dapat mengetahui tempat-tempat hadis yang menjadi dasar bagi syariat,
seperti fiqh, tafsir, dan sejarah. Berdasarkan kenyataan ini, muncullah ulama yang
bersemangat tinggi membela hadis melalui proses takhrij terhadap berbagai kitab
selain kitab hadis. Mereka menisbatkannya pada sumber aslinya. Mereka juga
menyebutkan sanad-sanad, dan membicarakan keshahihan dan kedhaifan sebagian
atau seluruh sanad itu. Hingga akhimya, terbitlah kitab-kitab takhrij hadis.
Kitab yang dianggap sebagai pelopor proses takhrij hadis disusun oleh al-
Khatib al-Baghdadi (w. 463 H). Setelah itu, muncullah berbagai kitab takhrijul
hadis. Di antara kitab takhrij hadis yang popular ialah Takhrij Fawaidil
Muntakhabah al-Shihah wal Gara 'ib yang disusun oleh al Syarif Abu Qasim al-
Husaimi; Takhrij Fawa'idil Muntakhabah al-Shihhah wa Gara 'ib yang disusun
oleh Abul-Qasim al-Mahrawani-kedua kitab ini masih berupa manuskrip, dan
belum terkodifikasikan dengan baik menjadi sebuah kitab. Ada pula judul sebuah
kitab Takhrij Ahadisil Muhazzab yang disusun oleh Muhammad bin Musa al-
Hazimi al-Syafi`i (w. 584 H). Terakhir, kitab al-Muhazzab yang merupakan karya
utama Abu Ishaq al-Syirazi.
Lalu, berturut-turut muncullah kitab-kitab takhrij hingga menjadi popular.
Belakangan, jumlah kitab takhrij hadis sudah mencapai puluhan judul kitab. Ini

11
menjadi bukti bahwa ulama ahli hadis-lazim disebut al-muhadditsin-mempunyai
perhatian yang sangat besar terhadap kitab-kitab hadis yang telah ditakhrij.
Mereka juga mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap keterjagaan hadis Nabi.
Melalui upaya mereka, tertutuplah segala kesempatan untuk menyelewengkan
hadis. Jika saja tidak ada usaha serius yang mereka lakukan niscaya ada banyak
ketimpangan. Jika itu terjadi, pengembangan ilmu-ilmu syar'i akan mengalami
hambatan yang sangat serius, terutama dalam hal pencarian sumber-sumber hadis.
Setelah itu, datanglah masa dimana seorang penuntut ilmu menjumpai
hadis di dalam kitab yang hanya menyebutkan petunjuk singkat terhadap sumber
aslinya. Orang itu tidak mengetahui cara memperoleh teks hadis dari sumber
aslinya. Ini terjadi karena keterbatasan ilmu mereka tentang cara penyusunan kitab
yang menjadi sumber hadis itu. Pun, ketika ia hendak menguatkan
pembahasannya dengan sebuah hadis, sedangkan ia tahu bahwa hadis itu terdapat
di dalam Shahih Bukhari, Musnad Ahmad, atau Mustadrak al-Hakim, karena tidak
mengetahui sistematika penyusunannya.
Dalam melakukan takhrij, seseorang memerlukan kitab-kitab tertentu yang
dapat dijadikan pegangan atau pedoman sehingga dapat melakukan kegiatan
takhrij secara mudah dan mencapai sasaran yang dituju. Diantara kitab-kitab yang
dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah: Usul al- Takhrij wa Dirasat
al-Asanid oleh Muhammad Al-Tahhan, Husul al-Tafrij bi Usul al-Takhrij oleh
Ahmad ibn Muhammad al-Siddiq al- Gharami, Turuq Takhrij Hadis Rasul Allah
Saw karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn `Abd al-Qadir ibn `Abd al Hadi,
Metodologi Penelitian Hadis Nabi oleh Syuhudi Ismail, dan lain-lain.
Hingga kini, sudah banyak ulama ahli hadis yang telah menulis kitab
tentang takhrij hadis. Jumlahnya puluhan, bahkan mungkin ratusan judul.
Beberapa nama kitab takhrij hadis yang populer sebagai berikut:
a. Kitab Takhriju Ahadisli Muhazzab, karya Abu Ishaq As-Syirazi, tulisan
Muhammad bin Musa al-Hazimi (-584 H).
b. Kitab Takhriju Ahadits Mukhtasaril Kabir, karya Ibn al-Hajib tulisan Ahmad
bin Abdul Hadi al-Maqdisi (-774 H).
c. Kitab Nashur Rayah Li Ahaditsil Hidayah, karya al-Margigani, tulisan
Abdullah bin Yusuf Az-Zaila I (-762 H).

12
d. Kitab Takhrij Ahadisi Kassyaf, karya al-jahiz, tulisan az-Zaila I juga.
e. Kitab Al-Badrul Munir Fi Takhrijil Ahadisi Wal-Asari Waqi Ati Fis Syarhil
Kabiri, karya Al-Rafa" I, tulisan Umar bin Ali bin al-Mulqin (-804 H).
f. Kitab Al-Mugni An Hamil Asfar Fil Asfar F Takhriji Ma Fil Ihya' Minal
Akhbar, tulisan Abdurrahman bin al Husain al-iraqi (-806 H).
g. Kitab-kitab Takhrij Al-Turmudzi yang ditandainya dalam setiap tulisan al-
Hafidz al-iraqi juga.
h. Kitab At-Talkhisul Khabir ♬i Takhriji Ahadis Syarhil Wajizil Kabir, kitab al-

rifa'i, tulisan Ahmad bin Ali bin Hajar al-Aqalani (852 H).
i. Kitab Ad-Dirayah Fi-Takhriji Ahadisil Hidayah, tulisan al-Hafidz ibn Hajar
juga.
j. Kitab Tuhfatu-Rawi Fi-Takhriji Ahadisil Baidhawi, tulisan Abdur-Rauf al-
Munawi.11
Selain kitab-kitab di atas, di dalam men-takhrij diperlukan juga bantuan
dari kitab-kitab kamus atau mu’jam hadis dan mu’jam para perawi hadis,
diantaranya seperti:
• AL-Mu`jam Al-Mufahras li Al-faz Al-Hadis An-Nabawi. Kitab ini memuat
hadis-hadis dari Sembilan kitab induk hadis seperti Sahih al-Bukhari, Sahih
Muslim, Sunan Turmidzi, Sunan abu Daud, Sunan Nasa’i, Sunan ibn Majah,
Sunan Darimi, Muwaththa’ Imam Malik dan Musnad Imam Ahmad.
• Miftah Kunuz al- Sunna. Kitab ini memuat hadis-hadis yang terdapat dalam
empat belas buah kitab, baik mengenai Sunnah maupun biografi Nabi. Yaitu
selain dari Sembilan kitab induk hadis yakni; musnad al-Tayalisi, Musnad
Zaid ibn Ali ibn Husein bn Ali ibn Abi Talib, Al-Tabaqat al-Kubra, Sirah ibn
Hisyam, AlMagazi.
Sedangkan kitab yang memuat biografi para perawi hadis diantaranya
adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Thahhan sebagai berikut:
a. Kitab yang memuat biografi sahabat
• Al-Isti ab fi Ma`rifat al Asahab, oleh ibn abd al-Barr al-Andalusi (w. 463
H/1071 M).

11
Ahmad Izzan, Studi Tahrij Hadis, (Bandung, Tafakur Cet. I, 2012), h. 6

13
• Usud al-Ghabah fi Ma`rifat al-Sahabah, oleh Iz al-Din Abi al-Hasan Ali
ibn Muhammadibn Al-asir al-Jazari (w. 630 H/ 1232 M)
• Al-Ishabah fi Tamyizal-Sahabah, oleh Al-Hafiz ibn Hajar al-asqalani (w.
852 H/ 1449).
b. Kitab-kitab Tabaqat yaitu kitab-kitab yang membahas biografi para perawi
hadis berdasarkan tingkatan para perawi (tabaqat al-ruwat), seperti:
• Al-Tabaqat al-Kubra, oleh `Abdullah Muhammad ibn Sa`ad
KhatibalWaqidi (w. 230 H).
• Tazkirat al-Huffaz, karangan Abu `Abdullah Muhammad ibn Ahmad ibn
Usman al-Zahabi (w. 748 H/ 1348 M). c) Kitab-kitab yang memuat para
perawi hadis secara umum.
• Al-Tarikh al-Kabir, oleh Imam Al-Bukhari (w 256 H/870 M)
• Al-Jarh wa al-Ta`dil, karya ibn Abi Hatim (w 327 H). d) Kitab-kitab yang
memuat perawi hadis dari kitab-kitab hadis tertentu
• Al-Hidayah wa al-irsyad fi ma‟rifat Ahl al-Tsiqat wa al-saad oleh Abu
Nashr Ahmad ibn Muhammad al-Kalabzi (w.398 H), Khusus memuat
perawi kitab shahih bukhari
• Rijal Shahih Muslim, oleh Abu Bakar Ahmad ibn al-ashfalani (w. 438 H)
• Al-Ta’rif Rijal al-Muwwaththa’, oleh Muhammad ibn Yahya al Hidzdza’
al-Tamimi (w. 416 H).

F. Cara Pelaksanaan, Metode Takhrij, Kitab-kitab dan Contohnya


Bagi para pemula yang mempelajari takhrij hadis, menelusiri hadis sampai
kepada sumber aslinya tidak semudah menelusuri ayat al-Qur'an. Apalagi jika
tidak didukung dengan bahasa arab yang baik. Karena untuk menelusuri hadis
tidak cukup hanya mempergunakan sebuah kamus dan sebuah kitab rujukan
berupa kitab hadis yang disusun oleh Mukharrijnya. Hadis begitu sulit untuk
ditelusuri sampai sumber aslinya karena hadis terhimpun pada banyak kitab.
Kitab mashadir ashliyyah atau kitab primer diantaranya :
1. Shahih Bukhari 21. Shahih Ibnu Khuzalmah

2. Shahih Muslim 22. Shahih Ibnu Hibban

3. Sunan Ibnu Majah 23. Sunan Darimi

14
4. Sunan Abu Dawud 24. Sunan Daruqutni

5. Sunan Tirmidzi 25. Mu'jam Thabrani

6. Sunan Nasa'l 26. Al-Mustadrak Hakim

7. Musnad Ahmad 27. Sunan Al-Baihaqi

8. Musnad Syafi'i 28. Mu'jam Ibnu Asakir

9. Al-Muwattha 29. Musnad Al-Bazzar

10. Musnad Ibnu Abi Syaibah 998 30. Ibnu As-Sunni

11. al-Atsar Abu Yusuf 31. Musnad ar-Ruyani

12. al-Atsar asy-Syaibani 32. Mu'jam ibnul A'Rabl

13. Musnad Abu Dawud 33. Syariah al-Ajurri

14. Musannaf Abd Razaq 34. Mu'jam Ausat Tabrani

15. Musnad al-Humaidi 35. Mu'jam Saghir Tabrani

16. Musannaf Ibn Syaibah 36. Mu'jam Kabir Tabrani

17. Musnad Ishaq 37. Musnad Muwata' Jauharl

18. AL-Adab al-Mufrad 38. al-Adab Baihaqi

19. Sunan Kubra Nasal 39. Sunan Shaghir Baihaqi

20. Amalul yaum wallailah 40. Ma'rifatu as-Sunan12

Untuk mempermudah menelusuri hadis dalam buku buku sumbenya yang


asli, secara garis besar ada beberapa metode yang dapat ditempuh yaitu:
1. Metode Takhrij Hadis Menurut Lafazh Pertama
Metode Takhrij hadis menurut lafazh pertama adalah suatu metode yang
berasal dari lafazh matan hadis, sesuai denga urutan huruf-huruf hijaiyah dan
alfabetis (abjad), sehingga metode ini mempermudah pencarian hadis yang
dimaksud. Dalam kitab dengan metode ini, hadis-hadis disusun berdasarkan
urutan huruf hijaiyah sehingga pencarian hadis yang dimaksud sangat mudah.

12
Ustadz Hanif Luthfi “Takhrij hadis” 1 September 2020
https://www.youtube.com/watch?v=gKkiWme5k6E

15
Juga didalamnya dimuat petunjuk para mukharij hadis yang bersangkutan dan
pernyataan kualitas hadis yang bersangkutan.
Sebagai contoh jika kita mau men-takhrij hadis yang berbunyi:
َْ‫اْوه َُوْيَ َرىْأَنَّهُْ َكذِّبٌ ْفَ ُه َوْأ َ َحدُْالكَا ِّذبِّين‬
َ ً ‫عنِّىْ َحدِّيث‬ َ ‫َمنْْ َحد‬
َ ْ‫َّث‬
Maka, langkah yang akan ditempuh dalam penerapan ini adalah
menentukan urutan huruf-huruf yang terdapat pada lafaz pertamanya, dan begitu
juga lafaz-lafaz selanjutnya:
a) Lafaz pertama dari hadis di atas di mulai dengan huruf mim, maka di buka
kitab-kitab hadis yang disusun berdasarkan metode ini pada bab mim.
b) Kemudian mencari huruf kedua setelah mim, yaitu nun.
c) Berikutnya mencari huruf-huruf selanjutnya, yaitu ha, da, dan tsa.
Demikianlah seterusnya mencari huruf huruf hijaiyah pada lafaz-lafaz
matan hadis tersebut.
Di antara kitab-kitab yang menggunakan metode ini adalah:
a) Al-Jami' al-Shaghir min hadis al-Basyir al-Nadzir, karangan al-Suyuthi (w.911
H).
b) Al-Fath al-Kabir fi Dhamm al-Ziyadat ila al-Jami' al Shagir, juga karangan al-
Suyuthi.
c) Jam'al-jawawi' aw al-Jami' al-Kabir, juga dikangan oleh al-Suyuthi.
d) Al-Jami' al-Azhar min hadis al Nabi al-Anwar, oleh al Minawi (w.1031).
e) Hidayat al-Bari ila Tartib Ahadis al-Bukhari, oleh'Abd al-Rahim ibn 'Anbar
al-Thahawi (w.1365).
f) Mu'jam jami' al-Ushul fi Ahadis al-Rasul, oleh Imam al Mubarak ibn
Muhammad ibn al-Atsir al-Jazari.13
Contoh lain Misalnya, apabila akan men-takhrij hadis yang berbunyi;14
‫ع ِّْة‬
َ ‫صر‬
ُّ ‫شدِّيدُْ ِّبال‬ َ ‫لَي‬
َّ ‫سْال‬
Untuk mengetahui lafaz lengkap dari penggalan matan tersebut, langkah
yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal
matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Dalam kamus yang disusun
13
K. Mala Muzaky, "Takhrijul Hadis," Ulumul Hadis, komunitas mahasiswaiais
weebly.com (blog), https:// komunitas mahasiswaiais weebly.com/makalah/makalah-ulumul-
hadits-takhrij hadits.
14
Abu Muhammad ,Abdul Mahdi ibn ,Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, h. 60

16
oleh Muhammad fuad Abdul Baqi, penggalan hadis tersebut terdapat di halaman
2014. Berarti, lafaz yang dicari berada pada halaman 2014 juz IV. Setelah
diperiksa, bunyi lengkap matan hadis yang dicari adalah;
ُْ‫شدِّيد‬ َ ‫سلَّ َمْقَالَْلَي‬
َّ ‫سْال‬ َ ‫علَي ِّه‬
َ ‫ْو‬ َّ َّ‫صل‬
َ ُْ‫ىَّْللا‬ ِّ َّ ‫سول‬
َ ْ‫ََّْللا‬ َ ‫عنهُْأَ َّن‬
ُ ‫ْر‬ َّ ‫ي‬
َ ُْ‫َّْللا‬ َ ‫ض‬ َ ‫عنْأَبِّيْ ُْه َري َرة‬
ِّ ‫َْر‬ َ
‫بْ(رواهْالبخاريْومسل ْم‬
ِّ ‫ض‬ َ ‫شدِّيدُْالَّذِّيْيَم ِّلكُ ْنَف‬
َ َ‫سهُْ ِّعندَْالغ‬ َّ ‫ع ِّةْإِّنَّ َماْال‬
َ ‫ص َر‬
ُّ ‫بِّال‬
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “(Ukuran) orang
yang kuat (perkasa) itu bukanlah dari kekuatan orang itu dalam berkelahi, tetapi
yang disebut sebagai orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai
dirinya tatkala dia marah”.
Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal memberikan kemungkinan
yang besar bagi seorang mukharrij untuk menemukan hadis-hadis yang dicari
dengan cepat. Akan tetapi, metode ini juga mempunyai kelemahan yaitu, apabila
terdapat kelainan atau perbedaan lafaz pertamanya sedikit saja, maka akan sulit
unruk menemukan hadis yang dimaksud. Sebagai contoh :

َ ‫ِّإذَاْأَتَا ُكمْ َمنْتَر‬


ُ‫ضونَ ْ ُﺧلُقَه َُْودِّينَهُْفَزَ ِّو ُجوْه‬
Artinya : “Jika datang kepada kalian seorang pelamar putri kalian yang kalian
ridhoi akhlaknya dan agamanya maka nikahkanlah”
Berdasarkan teks di atas, maka lafaz pertama dari hadis tersebut adalah iza
atakumْْNamun, apabila yang diingat oleh mukharrij sebagai lafadzْْpertamanya
adalah law atakum atau iza ja’akum maka hal tersebut tentu akan menyebabkan
sulitnya menemukan hadis yang sedang dicari, karena adanya perbedaan lafaz
pertamanya, meskipun ketiga lafaz tersebut mengandung arti yang sama.
2. Metode Takhrij Menurut Lafazh-lafazh yang Terdapat dalam Hadis
Metode takhrij hadis menurut lafazh-lafazh yang terdapat dalam hadis
adalah suatu metode yang berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam matan
hadis, baik berupa kata benda ataupun kata kerja. Dalam metode ini tidak
digunakan huruf-huruf, tetapi yang dicantumkan bagian hadisnya sehingga
pencarian hadis-hadisnya yang dimaksud dapat diperoleh lebih cepat. Kitab yang
berdasarkan metode ini diantaranya adalah kitab Al-Mu'jam Al-Mufahras Li Al-
Fazh Al-Hadits An Nawawi, yang disusun oleh A.J Winsink dan Kawan kawan,
yang kemudiannya diterjemahkan oleh Muhammad Fu'ad Abd Al-Baqi. Kitab
yang menjadi rujukan kitab tersebut adalah shahih Bukhari, Shahih Muslim,

17
Sunan Inbnu Majah, Sunan Abu Daud, Sunan An Nasa'l, Sunan At-Turmuzi,
Muawatha, Imam Malik, dan Musnad Hamad Bin Hambal.
Umpamanya, pencarian hadis berikut:

ِّ ً‫صدَقَة‬
ْ‫ْمنغُلُو ٍل‬ َ ْ‫ْو ََل‬, َ ْ‫ْمنْغَي ٍر‬
َ ‫ط ُهو ٍر‬ ِّ ً ‫ص ََلة‬
َ ُْ‫ِّإنَ ْهللاَ ََْلْ َيق َبل‬
Dalam pencarian hadis di atas pada dasarnya dapat ditelusuri melalui kata-
kata Thahurin, Shadaqatan, dan Ghululin. Akan tetapi, dari sekian kata yang dapat
dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata ghululin karena kata
tersebut jarang adanya ketimbang kata-kata yang lain dari hadis di atas. Hal ini di
sebabkan agar mudah di dalam mencari sumber hadis tersebut dari mana
asalnya.15
Contoh lain dalam pencarian hadis berikut;

ْ‫ار َيي ِّنْأَنْيُؤ َك َل‬ َ ْ ‫عن‬


ِّ ‫ط َع ِّامْال ُمتَ َب‬ َّ ‫ِّإ َّنْال َّن ِّب‬
َ ْ‫ْ َن َهى‬-‫صلىْهللاْعليهْوسلم‬-ْ‫ى‬
Artinya: “Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang (memakan)
dari makanan dua orang yang berlomba”.
Dalam pencarian hadis di atas, pada dasarnya dapat ditelusuri melalui
katakata naha ta’amْْyu’kal al-mutabariyaini. Akan tetapi dari sekian kata yang
dapat dipergunakan, lebih dianjurkan untuk menggunakan kata al-mutabariyaini.
Karena kata tersebut jarang adanya. Menurut penelitian para ulama hadis,
penggunaan kata tabara di dalam kitab induk hadis (yang berjumlah Sembilan)
hanya dua kali.
Langkah-langkah dalam menerapkan metode ini:
• Langkah pertama, adalah menentukan kata kuncinya yaitu kata yang akan
dipergunakan sebagai alat untuk mencari hadis. Sebaiknya kata kunci yang dipilih
adalah kata yang jarang dipakai, karena semakin bertambah asing kata tersebut
akan semakin mudah proses pencarian hadis. Setelah itu, kata tersebut
dikembalikan kepada bentuk dasarnya. Dan berdasarkan bentuk dasar tersebut
dicarilah kata-kata itu di dalam kitab Mu’jam menurut urutannya secara abjad
(huruf hijaiyah).

15
K. Mala Muzaky. 65

18
• Langkah kedua, adalah mencari bentuk kata kunci tadi sebagaimana yang terdapat
di dalam hadis yang akan kita temukan melalui Mu’jam ini. Di bawah kata kunci
tersebut akan ditemukan hadis yang sedang dicari dalam bentuk potongan-
potongan hadis (tidak lengkap). Mengiringi hadis tersebut turut dicantumkan
kitab-kitab yang menjadi sumber hadis itu yang dituliskan dalam bentuk kode-
kode sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu; Metode ini mempercepat
pencarian hadis dan memungkinkan pencarian hadis melalui kata-kata apa saja
yang terdapat dalam matan hadis. Selain itu, metode ini juga memiliki beberapa
kelemahan yaitu; Terkadang suatu hadis tidak didapatkan dengan satu kata
sehingga orang yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain. Diantaranya
kelemahannya adalah:
• Adanya keharusan memiliki kemampuan bahasa arab beserta perangkat
ilmunya secara memadai.
• Metode ini tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat yang menerima
Hadis dari Nabi SAW. Karenanya, untuk mengetahui nama sahabat, harus
kembali kepada kitab-kitab aslinya setelah men-takhrij-nya dengan kitab ini.
• Terkadang suatu Hadis tidak didapatkan dengan satu kata sehingga orang
yang mencarinya harus menggunakan kata-kata lain.16
3. Takhrij Melalui Perawi Hadis Pertama
Metode ini berlandaskan pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi
tersebut dari kalangan sahabat, bila sanadnya muttashil sampai kepada Nabi saw,
atau dari kalangan Tabi'in, apabila hadis tersebut Mursal. Para penyusun kitab-
kitab takhrij dengan metode ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan
oleh para perawi pertama tersebut. Oleh karenanya, sebagai langkah pertama
dalam metode ini adalah mengenal para perawi pertama dari setiap hadis yang
hendak di takhrij, dalam kitab-kitab itu, dan selanjutnya mencari hadis dimaksud
di antara hadis-hadis yang tertera di bawah nama perawi pertama tersebut.
Kitab-kitab yang disusun berdasarkan metode ini adalah kitab-kitab al-
Athraf dan kitab-kitab Musnad. Kitab al-Athraf adalah kitab yang menghimpun
hadis hadis yang diriwayatkan oleh setiap sahabat. Penyusunnya hanya

16
Abu Muhammad ,Abdul Mahdi ibn ,Abd al-Qadir, h. 60

19
menyebutkan beberapa kata atau pengertian dari matan hadis, yang dengannya
dapat dipahami hadis dimaksud. Sementara dari segi sanad, seluruh sanad-
sanadnya dikumpulkan. Di antara kitab kitab al-Athraf ini adalah: Athraf al-
Shahihain, karangan Imam Abu Mas'ud Ibrahim al-Dimasyqi (w.400 H), Athraf
al-Kutub al-Sittah, karangan Syams al-Din al-Maqdisi (w. 507 H), dan lainnya.
Adapun kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasarkan perawi
teratas, yaitu sahabat, dan memuat hadis-hadis setiap sahabat. Kitab ini
menyebutkan seorang sahabat dan di bawah namanya itu dicantumkan hadis-hadis
yang diriwayatkan dari Nabi saw beserta pendapat dan tafsirannya. Suatu kitab
musnad tidaklah memuat keseluruhan sahabat, ada diantaranya yang memuat
sahabat dalam jumlah besar dan ada yang memuat sahabat-sahabat yang memiliki
kesamaan dalam hal-hal tertentu, seperti musnad sahabat yang sedikit riwayatnya,
atau musnad sepuluh sahabat yang di jamin masuk syurga, atau bahkan ada
musnad yang memuat hadis-hadis dari satu orang sahabat, seperti musnad Abu
Bakar. Hadis-hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad tidak diatur menurut
suatu aturan apapun dan tidak memiliki nilai atau kualitas yang sama. Dengan
demikian, di dalam musnad terdapat hadits-hadits sahih hasan dan dha'if, dan
masing-masing tidak terpisah antara yang satu dengan yang lainnya tetapi
dikumpulkan menjadi satu. Diantara contoh kitab Musnad tersebut adalah Musnad
Imam Ahmad bin Hanbal.17
Kemudian bagaimana cara men-takhrij sebuah hadits dengan
menggunakan metode ini, berikut contoh Hadits dalam Musnad Ahmad:
َ‫شفَ َع ا َ ْْلذَانَ َويُو ِت َر ا َ ْ ِْلقَا َمة‬
ْ ‫َعنْاَن ٍَسْأ ُ ِم َر ِب ََل ٌل أ َ ْن َي‬
Artinya : “Dari Anas ia berkata : Bilal diperintahkan untuk menggenapkan Adzan
dan mewitirkan Qamat., kecuali (bacaan) Qad Qamatis shalat.
Sahabat perawi sudah diketahui yaitu Anas bin Malik, terlebih dahulu
Anas bin Malik itu dilihat dalam daftar isi sahabat dalam kitab Musnad, maka
didapati adanya sahabat Anas pada juz 3 h. 98. Bukalah kitab dan halaman
tersebut didalam kitab Musnad Anas, dicari satu persatu hadits yang ingin dicari
sampai ditemukan, maka ditemukan pada hlm. 103. Dari pentakhrijan ini dapat

17
Agus Solihin dan Agus Suyudi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h.196.

20
dikatakan : Hadits itu ditakhrij oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya Juz 3, h.
103.18
4. Mencari Hadis Berdasarkan Tema
Upaya mencari hadis terkadang tidak didasarkan pada lafazh matan
(Materi) hadis, tetapi didasarkan pada topik masalah. Pencarian matan hadis
berdasarkan topik masalah sangat menolong pengkaji hadis yang ingin memahami
petunjuk-petunjuk hadis dalam segala konteksnya. Pencarian matan hadis
berdasarkan topik masalah tertentu dapat ditempuh dengan cara membaca
berbagai kitab himpunan kutipan kutipan hadis, namun berbagai kitab itu biasanya
tidak menunjukkan teks hadis yang menurut para periwayatnya masing-masing.
Padahal, untuk memahami topik tertentu tentang petunjuk hadis, diperlukan
pengkajian terhadap teks-teks hadis menurut periwayatan masing-masing. Dengan
bantuan kamus hadis tertentu, pengkajian teks dan konteks hadis menurut riwayat
dari berbagai periwayatan akan mudah dilakukan.19
Metode ini berdasarkan pada tema dari suatu hadits. Oleh karena itu, untuk
melakukan takhrij dengan metode ini, perlu terlebih dahulu disimpulkan tema dari
suatu hadits yang akan di-takhrij, dan kemudian baru mencarinya melalui tema
tersebut pada kitab-kitab yang disusun menggunakan metode ini. Seringkali suatu
hadits memiliki lebih dari satu tema. Dalam kasus demikian seorang mukharrij
harus mencarinya pada tema-tema yang mungkin di kandung oleh hadits tersebut.
Seorang peneliti hendaknya sudah mengetahui topik suatu Hadits
kemudian ditelusuri melalui kamus Hadits tematik. Salah satu kamus Hadits
tematik adalah Miftah min Kunuz As-Sunnah oleh Dr. Fuad Abdul Baqi,
terjemahan dari aslinya bahasa inggris A Handbook of Early Muhammadan karya
A.J. Wensinck pula.20
Kitab-kitab yang menjadi referensi kamus Miftah tersebut sebanyak 14
kitab lebih banyak dari pada Takhrij bi Lafdzi diatas yaitu 8 kitab sebagaimana
diatas ditambah 6 kitab lain. Masing-masing diberi singkatan yang spesifik yaitu
sebagai berikut:
• Shahih Al-bukhari dengan diberi lambang: ْ‫بخ‬

18
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, (Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010), h. 126
19
Agus Solihin dan Agus Suyudi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h.196.
20
7 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits, h. 122.

21
• Shahih Muslim dengan diberi nama:ْْ‫مس‬
• Sunan abu Dawud dengan diberi lambang: ْْ‫بد‬
• Sunan At-Tirmidzi dengan diberi lambang: ْْ‫تر‬
• Sunan An-Nasa‟i dengan diberi lambang: ْْ‫نس‬
• Sunan Ibnu Majah dengan diberi lambang: ْْ‫مج‬
• Sunan Ad-Darimi dengan diberi lambang : ْ‫مي‬
• Muwattha Malik dengan diberi lambang: ْْ‫ما‬
• Musnad Ahmad dengan lambang: ْْ‫حم‬
• Musnad Abu Dawud Ath-Thayalisi dengan diberi lambang: ْ‫ط‬
• Musnad Zaid bin Ali: ْ‫ز‬
• Sirah Ibnu Hisyam: ْ‫هش‬
• Maghazi Al-Waqidi:ْ‫قذ‬
• Thabaqat Ibnu Sadim: ْْ‫عذ‬
Kemudian arti singkatan-singkatan lain dipakai dalam kamus ini adalah
sebagai berikut:
• Kitab :ْ‫ك‬
• Bab :ْ‫ب‬
• Hadits :ْ‫ح‬
• Shahifah :ْ‫ص‬
• Jus
• Bagian (qismun): ْ‫ق‬
• Bandingkan (Qabil): ْْ‫قا‬
Misalnya ketika ingin men-takhrij Hadits yaitu:
‫ارْ َمثنَىْ َمثنَى‬ َ ‫ص ََلةُْاللَّي ِّل‬
ِّ ‫ْوالنَّ َه‬ َ
Hadits tersebut temanya shalat malam. Dalam kamus Miftah dicari pada bab Al-
Layl tentang shalat malam. Disana dicantumkan yaitu sebagai berikut:
a. 84ْ‫ْب‬8ْ‫ْك‬-ْ‫بخ‬
b. 148ْ-145ْ‫ْح‬6ْ‫ْك‬-ْ‫س‬
c. 26ْ‫ْب‬5ْ‫ْك‬-ْ‫بد‬
d. 204ْ‫ْب‬2ْ‫ْك‬-‫تر‬
e. 172ْ‫ْب‬2ْ‫مجْ–ْك‬

22
f. 155ْ‫ْب‬2ْ‫ميْ–ْك‬
g. 13ْ‫ْح‬7ْ‫ماْ–ْك‬
h. ْ10ْ,9ْ,5ْ‫حمْ–ْص‬
Contoh lainnya, misalkan hadis yang berbunyi:

ْ‫هللا‬
ِّ ُْ‫سول‬ َ ً ‫ْوأ َ َّنْ ُم َح َّمدَا‬
ُ ‫ْر‬ َ ُ‫اسْ َحتَّىْ َيش َهدُواْأَنَْلَْ ِّإلَهَْ ِّإَلَّْهللا‬ َ ‫أ ُ ِّمرتُ ْأَنْأُقَا ِّتلَْال َّن‬
ْ‫اْم ِّنيْ ِّد َما َءهَم‬ِّ ‫ص ُمو‬ َ ‫ع‬ َ ْ َ‫اْالز َكاة َْفَإِّذَاْفَعَلُواْذَلِّك‬
َّ ‫صَلة ََْويُؤتُو‬ َّ ‫َويُ ِّقي ُمواْال‬
‫هللاْتَ َعالَى‬ِّ ْ‫علَى‬ َ ْ‫سابُ ُهم‬ َ ‫ْاإلسَلَ ِّم‬
َ ‫ْو ِّح‬ ِّ ‫ق‬ ِّ ‫َوأَم َوالَ ُهمْ ِّإَلَّْ ِّب َح‬
Hadis diatas mengandung beberapa tema, yaitu iman, tauhid, salat, dan
zakat. Berdasarkan tema-tema tersebut, maka hadis di atas harus dicari di dalam
kitab kitab hadis di bawah tema-tema itu. Dari keterangan ini jelaslah bahwa
takhrij dengan metode ini sangat tergantung kepada pengenalan terhadap tema
hadis, sehingga apabila tema dari suatu hadis tidak diketahui, maka akan sulitlah
untuk melakukan takhrij dengan menggunakan metode ini. Diantara karya tulis
yang disusun berdasarkan metode ini adalah:
a) Kanz al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Afal karangan al-Muttaqi al-Hindi.
b) Miftah Kunuz al-Sunnah oleh A.J Wensink.
c) Nashb al-Rayah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh al Zayla'i.
d) Al-Dariyah fi Takhrij Ahadis al-Hidayah oleh Ibnu Hajar al-Asqholany. 21
Dan kitab-kitab lainnya yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu
dalam bidang Fiqh, Hukum, Targhib dan Tarhib, Tafsir, serta Sejarah.
Diantara keistimewaan metode ini adalah, bahwa metode ini hanya
menuntut pengetahuan akan kandungan hadis, tanpa memerlukan pengetahuan
tentang lafaz pertamanya, pengetahuan bahasa arab dengan perubahan katanya,
atau pengetahuan lainnya, metode ini menuntut agar kita memahami hadis,
mengatahui maksud dari hadis tersebut dan hadis lain yang serupa.22
Namun demikian metode ini tidak dapat diterapkan pada suatu hadis yang
tidak diketahui secara pasti tema atau topic, selain itu pemahaman yang berbeda
antara mukharrij dengan penyusun kitab yang berbeda juga menjadi kendala
dalam penerapan metode ini, umpamanya hadis yang dipahami oleh mukharrij
sebagai hadis ekonomi namun penyusun kitab tidak demikian.

21
K. Mala Muzaky, "Takhrijul Hadis."
22
Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011). h. 167

23
5. Takhrij Berdasarkan Status Hadis
Metode ini memperkenalkan suatu upaya baru yang telah dilakukan para
ulama hadis dalam menyusun hadis-hadis, yaitu penghimpunan hadis berdasarkan
statusnya. Karya-karya tersebut sangat membantu sekali dalam proses pencarian
hadis berdasarkan statusnya, seperti hadis qudsi, hadis masyhur, hadis mursal dan
lainnya. Seorang peneliti hadis dengan membuka kitab-kitab seperti diatas dia
telah melakukan takhrij al hadis.23
Kelebihan metode ini dapat dilihat dari segi mudahnya proses takhrij. Hal
ini karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam kitab yang berdasarkan
sifat sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan upaya yang rumit.
Namun, karena cakupannya sangat terbatas, dengan sedikitnya hadis-hadis yang
dimuat dalam karya-karya sejenis, hal ini sekaligus menjadi kelemahan dari
metode ini.
Kitab kitab yang disusun berdasarkan metode ini :
• Al-Azhar al-Mutanasirah fi al-Akbar al-Mutawatirah karangan AlSuyuthi.
• Al-Ittihafat al-Saniyyat fi al-Ahadis al-Qadsiyyah oleh al-Madani.
• Al-Marasil oleh Abu Dawud, dan kitab-kitab sejenis lainnya. 24
Demikianlah metode-metode takhrij yang dapat dipergunakan oleh para
peneliti hadis dalam rangka mengenal hadis-hadis Nabi SAW dari segi sanad dan
matannya, terutama dari segi statusnya, yaitu diterima (maqbul) dan ditolak
(mardud)nya suatu hadis.

23
Ibid. h. 168
24
Abu Muhammad, Abdul Mahdi ibn ,Abd al-Qadir, Thuruq Takhrij Hadis Rasul Allah
SAW, h. 195

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Takhrij hadis adalah menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis
pada sumber-sumbernya yang asli yang didalamnya dikemukakan hadis itu secara
lengkap dengan sanad-nya masing-masing, kemudian, manakala diperlukan,
dijelaskan kualitas hadis yang bersangkutan Secara umum ada dua hal yang
menjadi tujuan takhrij, yaitu :
1. Untuk mengetahui sumber dari suatu hadits,
2. Mengetahui kualitas dari suatu hadits, apakah dapat diterima atau ditolak
Sedangkan manfaat takhrij secara umum banyak sekali, diantaranya:
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits
beserta ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
ditunjukkannya.
3. Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi‟
atau lainnya, dan lain-lain.
Bagi para pemula yang mempelajari takhrij hadis, menelusiri hadis sampai
kepada sumber aslinya tidak semudah menelusuri ayat al-Qur'an. Apalagi jika
tidak didukung dengan bahasa arab yang baik. Karena untuk menelusuri hadis
tidak cukup hanya mempergunakan sebuah kamus dan sebuah kitab rujukan
berupa kitab hadis yang disusun oleh Mukharrijnya.
Setiap hadits memiliki tiga unsur pokok yang merupakan syarat suatu hadits yakni
sanad, matan dan rawi.
Banyak sekali manfaat dari takhrij hadis, manfaat takhrij secara umum
diantaranya:
• Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal dari suatu hadits
beserta ulama yang meriwayatkannya.
• Menambah pembendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang
ditunjukkannya.

25
• Memperjelas keadaan sanad, sehingga dapat diketahhui apakah munqathi‟
atau lainnya.
• Memperjelas perawi hadits yang samar karena dengan adanya takhrij, dapat
diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
• Dapat membedakan antara proses periwayatan yang dilakukan dengan lafadz
dan yang dilakukan dengan makna saja.
Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij :
1. Takhrij Melalui Lafaz Pertama Matan Hadis
2. Takhrij Melalui Kata-Kata dalam Matan Hadis
3. Takhrij Berdasarkan Perawi Pertama
4. Takhrij Berdasarkan Tema Hadis

B. Saran
Kami menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kami tetap
berharap makalah ini dapat memberikan manfaat yang positif bagi pembaca. Kami
juga menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan
makalah ini.

26
Daftar Pustaka

Abu Muhammad, Abdul Mahdi ibn Abd al-Qadir “Thuruq Takhrij Hadis Rasul
Allah SAW”,
Terj. S Agil Husin Munawwar dan H. Ahmad Rifqi Muchtar. Semarang: Dina
Utama, 1994.
Ahmad Izzan, Studi Tahrij Hadis, (Bandung, Tafakur Cet. I, 2012)
Abdul Wahid dan Muhammad Zaini, Pengantar 'Ulumul Qur'an dan 'Ulumul
Hadis, h.128.
Al-Tahhan, Mahmud, Usul al-Takhrij Wa Dirasat al-Isanid. Beirut: Dar al-Qur’an
al-Karim, 1978.
Utang Ranuwijaya, Ulumul Hadis (Jakarta: Gaya Media Pertama, 1996)
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta, Amzah Cet. I, 2012)
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits. Cet. VI; Jakarta: CV. Amzah, 2010.
K. Mala Muzaky, "Takhrijul Hadis," Ulumul Hadis, komunitas mahasiswaiais
weebly.com (blog), 26 November 2021, https:// komunitas mahasiswaiais
weebly.com/makalah/makalah-ulumul-hadits-takhrij hadits.
Agus Solihin dan Agus Suyudi, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
Sahrani, Sohari, Ulumul Hadits, Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Yuslem, Nawir, Kitab Induk Hadis. Jakarta:Hijri Pustaka Utama, 2011.

27

Anda mungkin juga menyukai