Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ULUMUL HADITS

TAKHRIJ AL-HADITS

Dosen Pengampu Mata Kuliah:


Dr. Hj. Daharmi Astuti, Lc, M.Ag.

DISUSUN OLEH :
Elfi Triani 212310193
Indah Pujiarti 212310004
2A

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nya, sehingga kami
diberi kesempatan yang luar biasa ini untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah yang
berjudul “’Takhrij Al-Hadits” ini dapat kami selesaikan.

Sekaligus pula kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk


Ibuk Dr. Hj. Daharmi Astuti, Lc, M.Ag. Selaku dosen mata kuliah ‘Ulumul Hadits yang
telah menyerahkan kepercayaan kepada kami guna menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak, kami terima
dengan senang hati. Namun, di balik ketidak sempurnaannya tersebut masih tersimpan
sebuah harapan, semoga makalah ini ada manfaatnya bagi para pembaca.

Pekanbaru, 01 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii

BAB I ............................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 1
C. TUJUAN ......................................................................................................................... 1

BAB II .............................................................................................................................. 2
A. PENGERTIAN TAKHRIJ AL-HADITS ....................................................................... 2
B. PENTINGNYA KEGIATAN TAKHRIJ AL-HADITS ................................................. 3
C. METODE TAKHRIJ AL-HADITS ................................................................................ 4
D. KITAB-KITAB UTAMA YANG BERKAITAN DENGAN KEGIATAN TAKHRIJ
AL-HADITS .......................................................................................................................... 7

BAB III........................................................................................................................... 10
A. KESIMPULAN ............................................................................................................. 10
B. SARAN ......................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Hadits merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan perkataan, perbuatan, dan
taqrir, nabi Muhammad Saw. hadits pula adalah sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Al-
Qur’an. di dalam Al-Qur’an tentunya tak ada konflik yang signifikan, hal ini dikarenakan Al-
Qur’an adalah kalam Allah Swt yang diturunkan Allah untuk nabi Muhammad Saw. tidak
sama dengan hadits, pada dalam memahami hadist tentunya banyak masalah yang perlu di
kaji, baik dari segi periwayatannya (sanad) atau pun isi hadits tersebut. serta hal ini perlu
adanya penelitian di dalam memilih kualitas hadits yang sahih.

Dalam rangka untuk mengetahui apakah suatu hadits yang kita terima adalah hadits
yang sahih, hasan ataupun daif, sehingga memudahkan kita untuk mengamati hadits tersebut.
Apakah hadits maqbul atau mardud, aktivitas takhrij hadits ini sangatlah krusial. Kemudian
akan menguatkan keyakinan kita buat mengamalkan hadits tadi. Dalam hal ini kita bersama-
sama akan membahas perihal cara penyampaian hadits (takhrij hadits).

Takhrij Hadits adalah salah satu metode (cara) untuk mengetahui jalannya sanad
hadits, sehingga kita dapat tahu asal mana hadits tersebut diriwayatkan. Hal ini supaya
mampu di ketahui bahwa hadits tersebut datangnya Nabi Saw. urgensi di dalam mengkaji
takhrij hadits pula ialah memberikan kemudahan bagi orang yang mau mengamalkan sesudah
tahu bahwa suatu hadits artinya hadits maqbul (bisa diterima). serta sebaliknya tidak
mengamalkannya jika diketahui bahwa suatu hadist ialah mardud (tertolak).

Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang ditakhrij. Tujuan lainnya
adalah mengetahui di tolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan
mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memerhatikan kaidah-kaidah ulumul hadis yang
berlaku sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan Takhrij Al-Hadits?


2. Bagaimana pentingnya kegiatan Takhrij Al-Hadits ini?
3. Apa saja metode Takhrij Al-Hadits?
4. Apa saja kitab kitab utama yang berkaitan dengan kegiatan Takhrij Al-Hadits?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian dari Takhrij Al-Hadits.
2. Untuk memahami pentingnya kegiatan Takhrij Al-Hadits.
3. Untuk memahami metode Takhrij Al-Hadits.
4. Untuk mengetahui kitab kitab utama yang berkaitan dengan kegiatan Takhrij Al-
Hadits.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TAKHRIJ AL-HADITS

Takhrij berdasarkan lughat (bahasa) berasal dari istilah kharaja‘, yang berarti 'tampak'
atau 'kentara'. Takhrij secara bahasa pula berarti istinbath (mengeluarkan), tadrib
(memperdalam) serta taujih (menampakkan). Menurut istilah dan yang biasa digunakan oleh
ulama hadis, istilah al-takhrij memiliki beberapa arti:
- Mengemukakan hadis pada orang banyak dengan mengungkapkan para periwayatnya
di dalam sanad yang menyampaikan hadis itu, berikut metode periwayatan yang
ditempuhnya.
- Ulama hadis mengemukakan banyak sekali hadis yang telah dikemukakan oleh para
pengajar hadis, atau aneka macam kitab atau lainnya, yang susunannya dikemukakan
sesuai riwayatnya sendiri, para gurunya, temannya, ataupun orang lain, dengan
menunjukan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang
dijadikan asal usul pengambilan.
- Membagikan asal-usul hadis serta mengemukakan asal pengambilannya dari berbagai
kitab hadis yang disusun oleh para mukharijnya pribadi—yakni para periwayat yang
sebagai penghimpun bagi hadis yang mereka riwayatkan.
- Mengemukakan hadis berdasarkan Asalnya atau banyak sekali sumber, yakni kitab -
kitab hadis, yang di dalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya,
serta diterangkan juga keadaan para periwayat serta kualitas hadis itu.
- Membagikan atau mengemukakan letak dari hadis asal Sumbernya yang orisinil,
yakni banyak sekali kitab, yang di dalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap
dengan per-sanadnya. lalu, untuk keperluan observasi, diterangkan juga keunggulan
hadis yang berkaitan.
Di antara lima pengertian al-takhrij di atas, pertama ialah salah satu aktivitas yang telah
dilakukan oleh para periwayat hadis. Mereka menghimpun hadis ke pada kitab hadis yang
disusunnya. contohnya, Imam al-Bukhari dengan kitab Shahihnya; Imam Muslim
menggunakan kitab Shahih-nya; serta Abu Dawud dengan kitab Sunan-nya.

Definisi al-takhrij yang kedua dilakukan oleh ramai ulama hadis. contohnya, Imam al
Baihaqi yang banyak “mengambil” hadis dari Takhrij Hadis dan Sejarah Perkembangannya
kitab AS-Sunan yang disusun oleh Abu Hasan al-Bisri al-Saffar. kemudian, Imam al-Baihaqi
mengemukakan sanadnya sendiri.

Pengertian al-takhrij yang ketiga tidak sedikit ditemui di dalam kitab himpunan hadis.
contohnya, Bulughul Maram susunan Ibn Hajar al-`Asqalani. Hadis yang dikutip tidak hanya
matan, pula nama mukharij serta nama periwayat pertama (sahabat Nabi Shallallahu ‘Alayhi
wa Sallam) yang meriwayatkan hadis itu.

Pengertian kata al-takhrij keempat, umumnya dipergunakan oleh ulama ahli hadis untuk
menyebutkan banyak sekali hadis yang termuat pada dalam kitab tertentu. contohnya, kitab

2
3

Ihya’ ‘Ulumuddin susunan Imam al-Ghazali (w. 505 H/1111 M). Pada penjelasannya, Imam
al-Ghazali mengemukakan sumber pengambilan tiap-tiap hadis, serta kualitasnya. Zainuddin
`Abdir-Rahman bin al-Husain al-‘Iraqi (wafat 806 H/1404 M) berhasil menyusun kitab
takhrij hadis untuk kitab Ihya’ ‘Ulumiddin menggunakan dengan judul Ikhtibar al-Ihya` bi
Akhbar al-Ihya`. kitab ini terdiri asal empat jilid.

Kemudian pengertian al-takhrij yang terakhir umumnya digunakan buat aktivitas


penelitian. Takhrij dalam pengertian ini ialah upaya penelusuran atau pencarian hadis dari
aneka macam kitab menjadi asal asli dari hadis yang bersangkutan yang di dalam sumber itu
dikemukakan secara lengkap matan serta sanad hadis yang bersangkutan.

Kesimpulannya, yang dimaksud at-takhrîj pada ilmu hadits artinya usaha untuk
mengetahui asal buku utama suatu hadits, menelusuri serta menilai rangkaian sanad perawi
hadits tersebut, menyebutkan tingkatannya, serta mempertimbangkan apakah hadits tadi bisa
dijadikan dalil hukum atau tidak. Sedangkan berdasarkan ad-Dardiry, takhrîj al-hadîts artinya
membagikan atau menisbatkan suatu hadits atau petunjuk letak suatu hadits di tempatnya
bersumber atau sumber Asalnya, yaitu buku-buku hadits, dengan menyebutkan taraf
kualitasnya (sahih, hasan, dlaif, maudlu‟) dan mengungkapkan urut-urutan sanad serta
keadaan para perawi hadits tersebut.

B. PENTINGNYA KEGIATAN TAKHRIJ AL-HADITS

Meskipun suatu hadits telah ditemukan dalam buku hadits yang memuatnya, namun
tak jarang kualitas kehujjahannya tidak dijelaskan. Demikian pula Takhrîj al-hadîts memiliki
arti signifikan sebab ada kalanya hadits yang diterima atau ditemukan adalah penggalan
matan hadits, bukan matan yang lengkap dan kadang kala tidak gunakan sanad, bahkan tak
disebutkan siapa perawinya.

Tanpa melakukan kegiatan takhrij, seseorang peneliti hadits akan kehilangan


wawasan untuk mengetahui keberadaan hadits dari banyak sisi. Sisi-sisi krusial yang perlu
diperhatikan seseorang peneliti hadits terkait dengan takhrij adalah mencakup kajian perihal
asal-usul riwayat suatu hadits, banyak sekali sanad yang meriwayatkan hadits tersebut, serta
eksistensi syahid dan muttabi' pada sanad hadits yang diteliti. Secara garis besar , faedah
takhrîj al-hadîts bisa ditinjau dari empat segi, yaitu: segi kitab sumber, segi sanad, segi
matan, serta dari segi kualitasnya.
a. Dari segi kitab sumber, aktivitas takhrîj al-hadîts bisa mengantarkan seseorang buat
bisa mengetahui lebih banyak buku-buku hadits sumber orisinil yang memuatnya,
serta dapat membagikan secara sempurna daerah terdapatnya hadits tadi dalam buku-
buku hadits yang memuatnya.
b. Dari segi sanad, dengan ditemukannya hadits di dalam kitab -buku asal orisinil yang
memuatnya, maka bisa diketahui lebih banyak jalur sanad yang turut mendukung
proses periwayatan hadits tadi serta membandingkan satu dengan lainnya sebagai
akibatnya menerima informasi yang lebih banyak dan saling melengkapi.
c. Dari segi matan, takhrîj al-hadîts bisa mengantarkan seorang pentakhrîj untuk
mengetahui redaksi-redaksi matan yang ada pada banyak sekali kitab Sumbernya dan
membandingkan matan hadits satu dengan lainnya, sehingga memungkinkan beliau
mengetahui mana redaksi matan hadits yang lebih lengkap, begitu pula kejanggalan-
kejanggalan pada matan yang ditemui.
4

d. Serta berasal segi kualitas, takhrîj al-hadîts memungkinkan seorang menyampaikan


penilaian yang komprehensif terhadap suatu hadits yang beliau teliti sinkron dengan
kelengkapan informasi yang beliau dapatkan berkenaan dengan sanad dan matan,
sehingga dia tidak lagi merasa ragu untuk menyatakan apakah hadits tersebut dapat
dijadikan hujjah atau tidak.

C. METODE TAKHRIJ AL-HADITS

Mencari sebuah hadits berbeda dan tidak semudah mencari ayat al-Qur’an. Untuk
mencari ayat al-Qur’an cukup dengan sebuah kamus seperti al-Mu'jam al-Mufahras li Alfâdz
al-Qur’an al-Karim serta sebuah mushaf al-Qur’an. Sedangkan hadits, dibutuhkan waktu
yang lebih lama untuk menelusuri hingga sumber sumbernya sebab ia terhimpun dalam
banyak buku. Walaupun seperti itu, para ulama hadits sudah menulis kitab-kitab yang bisa
membantu seorang peneliti hadits dalam rangka kegiatan takhrij. Namun, hanya sedikit yg
sampai kepada kita. kitab -kitab yang dapat ditemui hanyalah merupakan alat bantu, seperti
al-Jâmi' al-Shaghîr, al-Mu'jam al-Mufahras li Alfâdz al-Hadits al-Nabawi, Miftâh Kunǔz al-
Sunnah, buku-kitab al-Athrâf, dan lain-lain.

1. Takhrij Melalui Lafal Pertama Matan Hadis


Penggunaan metode ini tergantung asal lafal pertama matan hadis. Berarti metode ini pula
mengkodifikasikan hadis-hadis yang lafal pertamanya sinkron dengan urutan huruf Hijaiyah,
seperti hadis-hadis yang huruf pertamanya alif, ba`ta` serta seterusnya. Suatu keharusan bagi
yang akan menggunakan metode ini untuk mengetahui dengan sempurna lafal-lafal pertama
dari hadis-hadis yang akan dicarinya. Setelah itu beliau melihat huruf pertamanya melalui
kitab-kitab takhrij yang disusun dengan metode ini, demikian juga menggunakan huruf kedua
serta seterusnya. Sebagai contoh hadis yang berbunyi “ man ghasyyanaa falaysa minnaa”
Langkah buat mencarinya dengan menggunakan metode ini merupakan sebagai berikut:
1. Lafal pertamanya dengan membuka bab mim(‫)م‬
2. Lalu mencari alfabet kedua nun (‫ )ن‬setelah mim (‫ )م‬tadi.
3. Huruf-huruf selanjutnya merupakan ghain (‫ )ن‬serta syin (‫ )ش‬serta nun(‫)ن‬.
4. Dan begitu seterusnya sesuai dengan urutan huruf-huruf Hijaiyah pada lafal-lafal
matan hadis.
Kitab-kitab yang bisa digunakan untuk mentakhrij dengan metode ini seperti al-Jami' al-
Kabîr karya Imam Suyuthi, al-Jâmi' al-Adzhar karya al-Manawy, al-Jâmi' al-Shaghîr min
Hadîts al-Basyîr an-Nazhîr karya Jalaluddin al-Suyuthi.

Keunggulannya memakai metode ini adalah diantaranya:


a. Meskipun peneliti hadits tidak hafal seluruh hadits, dengan lafadz pertama saja beliau
mampu cepat hingga padd hadits yang beliau cari;
b. Kemungkinan besar dia akan menemukan hadits lain yang tidak menjadi objek
pencarian, tapi diharapkan.
Kekurangan metode ini ialah dia tak akan menemukan hadits yang dia cari Bila lafadz
yang dianggap awal hadits tersebut ternyata bukan awal hadits; atau jika terjadi penggantian
lafadz yang diucapkan Rasul.
5

2. Takhrij Melalui Kata-Kata Atau Lafaz Dalam Matan Hadis


Pada penggunaannya, metode ini tergantung pada lafadz-lafadz yang ada di dalam matan
Hadits. Kemudian lafadz yang dijumpai terdapat kalanya berupa isim (kata benda) juga fi’il
(kata kerja), tetapi kebanyakan dalam penggunaan metode ini memakai lafadz yang berupa
fi’il. Dalam metode ini Hadits-Hadits yang dibubuhkan hanyalah bagian matan Haditsnya
saja, sedangkan nama periwayat (sanad) dan nama-nama kitabnya dicantumkan di bawah
potongan Haditsnya. Para ulama’ penyusun kitab takhrij pada metode ini menegaskan pada
peletakan Hadits menurut lafadz-lafadz yang berbeda. Semakin asing (ghorib) lafadz yang
diperiksa maka akan semakin efektif pencariannya. Diantara kitab yang populer dalam
metode takhrij ini merupakan Al-Mu’jam al-Mufahros Li Alfadz al-Hadits an-Nabawi. Kraya
A.J. Wensinck.

Kelebihan metode ini pada antaranya:


a. Meningkatkan kecepatan pencarian hadits;
b. Membatasi hadits-haditsnya di kitab-kitab induk dengan menjelaskan nama kitab,
juz', bab, dan laman;
c. Memungkinkan mencari hadits melalui istilah kunci apa saja yang ada dalam matan
hadits.
Adapun kekurangan metode ini ialah diantaranya:
a. Peneliti hadits (pen-takhrij) wajib mempunyai kemampuan berbahasa Arab bersama
perangkat-perangkatnya, sebab metode ini menuntut untuk mengembalikan kata kunci
kepada kata dasar
b. Metode ini tidak mengungkapkan perawi dari kalangan sahabat. Untuk mengetahui
nama sahabat yang memperoleh hadis dari Nabi SAW mewajibkan untuk balik
kepada kitab-kitab orisinilnya setelah proses takhrij dilakukan dengan kitab ini.
c. Terkadang suatu hadits tidak bisa ditemukan menggunakan satu kata kunci, sebagai
akibatnya pentakhrij harus menemukannya dengan memakai kata-istilah yang lain.

3. Takhrij Melalui Perawi Pertama


Metode takhrij yang ketiga ini sesuai pada perawi pertama suatu hadis, baik perawi
tersebut dari kalangan sahabat Jika sanad hadisnya bersambung kepada Nabi (mutashil), atau
dari kalangan tabi`in Bila hadis itu mursal. Para penyusun kitab-kitab takhrij menggunakan
metode ini mencantumkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh setiap mereka (perawi
pertama), sahabat atau tabi`in. mengenal terlebih dahulu perawi pertama setiap hadis yang
akan kita takhrij melalui kitab-kitabnya adalah sebagai langkah pertama . Langkah
selanjutnya mencari nama perawi pertama tersebut dalam buku-buku itu, serta kemudian
mencari hadis yang kita inginkan diantara hadis-hadis yang tertera dibawah nama perawi
pertama tersebut. Bila kita sudah menemukannya, maka kita akan mengetahui juga ulama
hadis yang meriwayatkannya.

Metode ini tidak mungkin akan dapat membantu proses pencarian hadis tanpa mengetahui
terlebih dahulu dengan pasti perawi pertamanya. Untuk itu kita wajib memakai metode-
metode lainnya. Metode-metode tadi dapat kita jadikan rujukan pencarian hadis Jika kita
6

tetap ingin memanfaatkan metode ketiga ini, tentunya jika kita sudah mengetahui nama
perawi pertama yang diperkenalkan oleh metode-metode tadi. Metode-metode tadi kita
jadikan sebagi batu loncatan penggunaan metode ketiga.

Kelebihan dari metode ini ialah:


a. Metode ini memperpendek masa proses takhrij dengan diperkenalkannya ulama hadis
yg meriwayatkannya bersama kitab-kitabnya. Lain halnya dengan metode pertama
yang memperkenalkan perawinya saja tanpa memperkenalkan kitabnya.
b. Metode ketiga ini menyampaikan kesempatan melakukan takhrij persanad.
Kemudian diantara kekurangannya adalah:
Metode ini tidak dapat dipergunakan secara efektif tanpa mengetahui terlebih dahulu
perawi hadis yang kita maksud. Hal ini karena penyusunan hadis-hadis tadi berdasarkan
perawi yang dapat menyulitkan tujuan takhrij. buku-buku takhrij yang disusun berdasarkan
metode ketiga ini terbagi dua bagian, yaitu kitab-kitab al-Athraf dan kitab-kitab Musnad.

4. Takhrij Menurut Tema Hadis


Takhrij dengan memakai metode ini didasarkan terhadap identifikasi tema dari suatu
Hadits yang akan diteliti. Maka dari itu metode ini hanya akan efektif jika dilakukan oleh
orang yang mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi tema dari suatu Hadits.

Langkah pertama dari metode ini ialah dengan mengidentifikasi tema dari Hadits yang
akan diteliti, lalu menelaah Hadits tadi baik dengan menggunakan kamus-kamus Hadits
maupun langsung pada sumber-sumber asal Haditsnya.
Keistimewaan dari metode ini ialah:
a. Metode ini tidak memerlukan pengetahuan-pengetahuan lain pada luar tema Hadits,
seperti kepastian lafadz pertamanya, atau kemampuan penggunaan bahasa arab dan
perubahannya, serta yang lainnya.
b. Mendidik ketajaman akan pemahaman terhadap suatu Hadits.
c. Memperkenalkan maksud Hadits kepada peneliti Hadits dengan Hadits-Hadits yg
serupa.
Sedangkan kekurangan dari metode ini merupakan:
a. Kadang kala sulit untuk memahami kandungan Hadits sehingga tidak mudah juga
buat menemukan topiknya.
b. Terkadang pemahaman yang ditangkap oleh peneliti tak sesuai dengan maksud
berasal penyusun kitab asal. sehingga arah dan tema asal Hadits yang dimaksudkan
oleh penyusun kitab tidak sesuai menggunakan apa yang disimpulkan oleh peneliti.
Kitab-kitab Hadits sebagai penyokong metode ini diantaranya:
a. Kanzul ‘ummal Fi Sunan al-Aqwal wa Af’al, karya Muttaqi Hindhi.
b. Muntakhob Kanzul Ummal, yang juga karya dari Muttaqi Hindhi.
c. Miftah Kunuz as-Sunnah, karya A.J. Wensinck
d. Nashb ar-Rayah Fi Takhrij AHadits al-Hidayah, karya al-Zaila’i (di dalam bidang
fiqh)
e. At-Talkhis al-Habir Fi Takhrij AHadits ar-Rofi’ al-Kabir, karya Ibnu Hajar (dalam
bidang fiqh)
7

f. Muntaqo al-Akhbar min Hadits Sayyid al-Akbar, karya Ibnu Taimiyah (dalam bidang
hukum).
g. Bulugh al-Marom Min Adillah al-Ahkam, karya Ibnu hajar (dalam bidang hokum).
h. Al-kaf as-Syaf Fi Takhrij AHadits al-Kasyaf, karya ibnu hajar (dalam bidang tafsir),
dll.

5. Takhrij Berdasarkan Status Hadis


Jika kita akan mentakhrij suatu hadis, maka kita bisa melakukannya menggunakan salah
satu metode dari yang sudah kita bicarakan terdahulu. Tetapi metode kelima ini
mengetengahkan suatu hal yang baru berkenaan dengan upaya para ulama yang sudah
menyusun perpaduan hadis-hadis sesuai status hadis. Metode ini sangatlah membantu pada
proses pencarian Hadits sesuai pada status Hadits, seperti hadits qudsi, Hadits yang telah
masyhur, Hadits mursal, dan lain-lain.

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki metode ini yaitu antara lain dapat memudahkan
proses takhrij. Hal ini dimungkinkan, karena sebagian besar hadis-hadis yang dimuat dalam
suatu karya tulis sesuai sifat-sifat hadis sangat sedikit, sehingga tidak memerlukan pemikiran
yang lebih rumit.

Kekurangannya hanya metode ini cakupannya sangat terbatas karena sedikitnya


hadis-hadis yg dimuat tadi. Hal ini akan tampak lebih kentara lagi saat berbicara tentang
masing-masing kitabnya.

Di antara kitab yang disusun berdasarkan metode ini ialah al-Azhar al-Mutanatsirah
fi al-Akhbar al-Mutawatirah yang ditulis oleh Suyuthi, yang memuat hadits-hadits mutawatir;
al-Ittihafath al-Saniah fi al-Ahadits al-Qudsiyah yang ditulis oleh al-Madani yang memuat
hadits-hadits qudsi; al-Maqashid al-Hasanah yang ditulis oleh Sakhawi yang memuat hadits-
hadits terkenal; al-Marasil yang ditulis sang Imam Abu Daud yang memuat hadits-hadits
mursal; Tanzih al-Syari'ah al-Marfu'ah 'an al-Akhbar al-Syani'ah al-Maudlu'ah yang ditulis
oleh Ibn Iraq yang memuat hadits-hadits maudhu.

D. KITAB-KITAB UTAMA YANG BERKAITAN DENGAN


KEGIATAN TAKHRIJ AL-HADITS

Sudah dapat kita ketahui bersama bahwa untuk mengkaji hadits sampai pada sumber
sumbernya itu tidak semudah menelusuri ayat-ayat Al-Qur’an yang hanya cukup dengn
menggunakan sebuah buku kamus Al-Qur’an, seperti Mu’jam al-Mufahras Li Al-fadhil
Qur’an Al-Karim (‫ )معجم المفهرس اللفاظ القرآن الكريم‬karya Muhammad Fuad ‘Abdul Baqiy.
Tapi untuk menelusuri Hadits tidak cukup hanya satu buku koleksi, namun dari aneka macam
buku koleksi Hadits lainnya. Hal ini terjadi mengingat banyaknya para kolektor yang sudah
membuat kitab koleksi mereka masing-masing, sebagai akibatnya menjadi penyebab sulitnya
hadits ditelusuri sampai pada sumber Sumbernya Karena terhimpun dalam banyak kitab.

Beberapa kitab yang dibutuhkan untuk melakukan takhrij hadis adalah:


8

1. Hidayatul bari ila tartibi ahadisil Bukhari


Penata kitab ini ialah Abdur Rahman Ambar al-Misri at-Tahtawi. Kitab ini disusun
spesifik buat mencari hadis-hadis yang termuat pada kitab sahih Bukhari. Lafal-lafal hadis
disusun berdasarkan aturan urutan huruf abjad Arab. Tetapi hadis-hadis yang dikemukakan
secara berulang dalam kitab sahih Bukhari tidak dimuat secara berulang pada kamus di atas.
Dengan demikian disparitas lafal pada matan hadis riwayat al-Bukhari tidak dapat diketahui
lewat kamus tersebut.
2. Mu’jam al-Fazi wala siyyama al-Garibu minha fihr litartibi ahadisi sahihi Muslim
Kitab tersebut merupakan salah satu juz, yakni juz ke-V dari kitab Sahih Muslim yang
dikutip oleh Muhammad Abdul Baqi. juz V ini ialah kamus yang di dalamnya di mulai juz I-
V yang berisi:
a. Daftar urutan judul kitab dan nomor hadis serta juz yang memuatnya.
b. Daftar nama para sahabat Nabi yang meriwayatkan hadis yang termuat pada buku
sahih Muslim.
c. Daftar awal matan Hadits pada bentuk sabda yang tersusun berdasarkan abjad dan
diterangkan nomor-nomor hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Jika
kebetulan hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga.

3. Miftahus Sahihain
Kitab ini disusun oleh Muhammad Syarif bin Mustafa al-Tauqiah kitab ini bisa
dipergunakan buat mencari Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari serta diriwayatkan
oleh Muslim. Tapi Hadits-hadits yang dimuat dalam buku ini hanyalah hadis-hadis yang
berupa qauliyah saja. Hadits-hadits tersebut disusun menurut abjad berasal awal lafal Matan
Hadits.

4. Al-Bughyatu fi tartibi ahadisi al-hilyah


Kitab ini disusun oleh Said Abdul Aziz bin al-Said Muhammad bin Said Siddiq al-
Qammari. Buku hadis tersebut memuat dan menerangkan hadis-hadis yang tercantum pada
kitab yang disusun Abu Nuaim al-Asabuni (w.430 H) yg berjudul Hilyatul auliyai
wababaqatul asfiyai. Sejenis menggunakan kitab tadi artinya kitab Miftahut tartibi li ahadisi
tarikhul khatib, yang disusun oleh Said Ahmad bin Said Muhammad bin Said AS-Siddiq al-
Qammari yang memuat dan menunjukan hadis-hadis yang tercantum dalam buku sejarah
yang disusun oleh Abu Bakar bin Ali bin Subit bin Ahmad al-Bagdadi yang dikenal dengan
al-Khatib al-Bagdadi (w.463 H). rangkaian kitabnya diberi judul Tarikhul Bagdadi yang
terdiri atas empat jilid.

5. Al-Jami’us Sagir
Buku ini disusun oleh Imam Jalaluddin Abdurrahman AS-Suyuti (w. 91 H). Kitab hadis
tersebut memuat hadis-hadis yang terhimpun dalam kitab himpunan kutipan hadis yang
disusun oleh Imam Suyuti pula yaitu kitab Jam’ul Jawani. Hadits yang dimuat di dalam kitab
Jami’us Sagir disusun sesuai urutan abjad dari awal lafal Matan Hadits. Sebagian asal Hadits-
hadits itu ada yang ditulis secara lengkap serta adapula yang ditulis sebagian-sebagian saja,
9

tetapi sudah mengandung pengertian yang cukup. Kitab Hadits tadi pula membuktikan
nama-nama sahabat Nabi SAW yang meriwayatkan hadis yang bersangkutan dan nama-
nama mukharijnya. Selain hampir setiap Hadits yang dikutip dijelaskan kualitasnya dari
evaluasi yang dilakukan atau disetujui oleh Imam Suyuti.

6. Al-mu’jam al-Mufahras li alfazil hadis nabawi


Penyusun buku ini merupakan sebuah tim dari kalangan orientalis. Diantara anggota
kelompok yang paling antusias dalam aktivitas proses peyusunan yaitu Dr. Arnold John
Weinsinck (w.1939 M), seorang profesor bahasa-bahasa semit, termasuk bahasa Arab pada
Universitas Leiden, negeri Belanda. Kitab ini dimaksudkan buat mencari hadis berdasarkan
petunjuk lafal matan hadis. banyak sekali lafal yg disajikan tak dibatasi hanya lafal-lafal yang
tidak sama pada tengah serta bagian-bagian lain dari matan hadis. Dengan demikian, kitab
Mu’jam bisa menyampaikan info pada pencari matan serta sanad hadis, berasal saja sebagian
dari lafal matan yang dicarinya itu telah diketahuinya.

Buku Mu’jam ini terdiri dari tujuh juz dan dapat digunakan buat mencari hadis-hadis
yang terdapat dalam sembilan kitab hadis, yakni: sahih Bukhari, sahih Muslim, Sunan Abu
Dawud, Sunan Turmuzi, Sunan Nasai, Sunan Ibnu Majjah, Sunan ad-Darimi, Muwatha’
Malik serta Musnad Ahmad.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari penjelasan yang telah kita bahas tadi, bisa kita simpulkan bahwa Takhrij Hadits
dalam hal ini bisa di definisikan sebagai sebuah upaya untuk meneliti serta mencari sanad
serta matan suatu Hadits secara lengkap serta sistematik pada sumber-Sumbernya yang ada
didalam kitab -kitab berasal. Dengan Takhrij Hadits, kita bisa mengetahui matan serta sanad
suatu hadits secara lengkap dan jelas. Serta kualitas asal masing-masing Hadits dapat kita
ketahui dengan adanya metode ini. Metode ini muncul sebab banyak terjadinya kasus
pengkutipan Hadits tanpa mengungkapkan sumber-Sumbernya secara lengkap yang dalam
hal ini bisa kita jumpai didalam sebagian kitab -kitab sejarah, fiqh, dan tafsir, yang menukil
Hadits tanpa adanya sumber Hadits yang pasti.

Tetapi, terdapat beberapa instrumen krusial yang perlu dipersiapkan sebelum


melakukan pentakhrijan antara lain, mempersiapkan kamus Hadits : Mu’jam al-Mufahros Li
alfadz al-A Hadits, Miftah Kunuz AS-Sunnah; buku-buku Hadits (Kutub AS-Sittah), kitab
sejarah para perawi (Kutub at-Tobaqot), kitab ilmu diroyah/mustholah Hadits.

B. SARAN

Demikianlah makalah ini kami buat, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca,
khususnya untuk penyusun. Dan penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan sarannya agar
makalah yang kami susun kedepannya jauh lebih baik lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N. K. (2017, Maret). Metode Takhrîj al-Hadîts Kajian Ilmu Hadits. TAMADDUN,
Volume 1 Nomor 2, 138-144.

Birbik, M. H. (2020). TAKHRIJ HADITS (METODE PENELITIAN SUMBER-SUMBER


HADITS UNTUK MEMINIMALISIR PENGUTIPAN HADITS SECARA
SEPIHAK). Ar-Risalah: Media Keislaman, Pendidikan dan Hukum Islam, Volume
XVIII Nomor 1, 178-183.

Izzan, A. (2012). STUDI TAKHRIJ HADIS. Bandung: Tafakur (kelompok HUMANIORA).

https://aishahilmi.blogspot.com/2017/02/takhrij-al-hadits.html ( Diakses terakhir pada tanggal


01 maret 2022 pukul 21.17)

11

Anda mungkin juga menyukai