Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FIQH MUAMALAH
IJARAH

DISUSUN OLEH :
INDAH PUJIARTI (212310004)
DIAN SYAFRIANA PUTRI (212310058)

DOSEN PENGAMPU:
HENDRA EKA SAPUTRA, S.E.,M.SEI

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


UNIVERSITAS ISLAM RIAU
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang atas rahmat-Nyalah sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah “Fiqh Muamalah” yang membahas tentang “IJARAH”
dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas pada mata kuliah "FIQH MUAMALAH" di
kampus UNIVERSITAS ISLAM RIAU. Selain itu penulis juga berharab agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang “IJARAH”. Penulis mengucapkan terimakasih
sebesar-besarnya kepada bapak HENDRA EKA SAPUTRA,S.E.,M.SEI. Selaku dosen
pembimbing mata kuliah ini serta kepada pihak-pihak yang telah memberikan sarahan dan
bimbingan dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan baik pada teknik
maaupun penulisan materi maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan arahan yang
konstruktif dari pembacadari kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 11 September 2022

Kelompok 13

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB 1..............................................................................................................................................1
PENDAHULUAN...........................................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG......................................................................................................1
1.2. RUMUSAN MASALAH..................................................................................................1
1.3. TUJUAN...........................................................................................................................1
BAB 2..............................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..............................................................................................................................2
2.1. PENGERTIAN IJARAH ( SEWA MENYEWA )...............................................................2
2.2. DASAR HUKUM IJARAH..................................................................................................2
2.3. RUKUN DAN SYARAT IJARAH.......................................................................................3
2.4. PEMBAGIAN AKAD IJARAH...........................................................................................4
2.5. IJARAH MUNTAHIYA BIT TAMLIK...........................................................................5
2.6. PRINSIP-PRINSIP POKOK TRANSAKSI al-IJARAH..................................................6
2.7. BERAKHIRNYA AKAD IJARAH..................................................................................6
BAB 3..............................................................................................................................................8
PENUTUP.......................................................................................................................................8
3.1. KESIMPULAN.................................................................................................................8
3.2. SARAN.............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................9

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG

Sebagai masyarakat Islam yang menganut ajaran Allah SWT, haruslah kita mentaati
perintahnya dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bermuamalah. Masyarakat yang
membutuhkan dana bisa menggunakan jasa pembiayaan yang telah disediakan oleh lembaga
keuangan syariah, salah satunya adalah pembiayaan ijarah yang merupakan akad untuk menjual
manfaat yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dengan menggunakan ketentuan
syari’at islam.
Dalam transaksi sewa-menyewa dalam perbankan konvensional tidak ada peralihan hak
milik, artinya jika masa sewa berakhir maka barang obyek sewa dikembalikan pada pemilik sewa
sehingga pada umumnya tidak membutuhkan jasa suatu lembaga pembiayaan. Akan tetapi lain
halnya dalam praktek perbankan Syariah karena dikenal pembiayaan berdasarkan akad sewa-
menyewa yang disebut ijarah. Oleh karenanya timbul pertanyaan kenapa pada transaksi sewa-
menyewa yang pada umumnya tidak disertai pemindahan hak milik sehingga tidak diperlukan
pembiayaan, sedangkan dalam praktek perbankan syariah disertai dengan pemindahan
kepemilikan? Hal inilah yang menarik untuk dikaji dan selanjutnya akan diuraikan penulis dalam
pembahasan berikut.

1.2. RUMUSAN MASALAH

a. Apa pengertian dari Ijarah?


b. Apa yang menjadi dasar hukum Ijarah?
c. Bagaimana dengan rukun dan syarat Ijarah?
d. Apa saja pembagian akad Ijarah?
e. Apa yang dimaksud dengan Ijarah Muntahiya Bit Tamlik?
f. Apa saja prinsip pokok dari Ijarah?
g. Bagaimana dengan berakhirnya akad Ijarah?

1.3. TUJUAN

a. Untuk mengetahui pengertian dari Ijarah.


b. Untuk mengetahui dasar hukum Ijarah?
c. Untuk memahami rukun dan syarat Ijarah?
d. Untuk menguasai pembagian akad Ijarah?
e. Untuk memahami Ijarah Muntahiya Bit Tamlik?
f. Untuk mengetahui prinsip pokok dari Ijarah?
g. Untuk mengetahui berakhirnya akad Ijarah?

1
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN IJARAH ( SEWA MENYEWA )

Al-ijarah berasal dari kata al-ajru, yang berarti al-iwadhu (ganti). Menurut bahasa
ijarah berarti “upah” atau “ganti” atau “imbalan”. Karena itu, lafaz ijarah mempunyai
pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan
sesuatu kegiatan, atau upah karena melakukan sesuatu aktivitas. Kemudian menurut
istilah, al-ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan
pengganti. Al- ijarah ialah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu
sendiri.
Namun ada pengertian lain dari Ijarah yaitu transaksi atas suatu manfaat yang
mubah yang berupa barang dalam waktu tertentu atau yang dijelaskan sifatnya dalam
tanggungan dalam waktu tertentu, atau transaksi atas suatu pekerjaan yang diketahui
dengan upah yang diketahui pula. Ijarah merupakan akad untuk memanfaatkan jasa, baik
jasa atas barang ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan
manfaat barang maka disebut dengan sewa menyewa, sedangkan jika digunakan untuk
mendapat tenaga kerja disebut upah mengupah.
Sedangkan menurut beberapa ulama, al-Ijarah adalah:(Suminto, 2021)
1) Menurut Hanafi ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan berupa harta.
2) Menurut Malikiyah ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak milik atas manfaat
atas suatu barang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari
manfaat.
3) Menurut Syafi’iyyah ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang dimaksud dan tertentu
yang bisa diberikan dan diperbolehkan dengan imbalan tertentu.
4) Menurut Hanabilah ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal
ijarah dan kara’ dan semacamnya.
Di dalam istilah hukum Islam orang yang menyewakan disebut dengan “Mu’ajjir”,
sedangkan orang yang menyewa disebut dengan “Musta’jir”, benda yang disewakan
diistilahkan dengan “Ma’jur” da uang sewa atau imbalan atas pemakaian manfaat barang
tersebut disebut dengan “ujrah”.

2.2. DASAR HUKUM IJARAH

2
Ijarah sebagai suatu transaksi yang sifatnya saling tolong menolong mempunyai
landasan yang kuat dalam Al-Qur'an dan Hadits. Adapun dasar hukum mengenai sewa
menyewa (Ijarah) dalam hukum islam terdapat di dalam surah Al-baqarah ayat 233:

2
3

‫وا هّٰللا‬NNNُ‫ف واتَّق‬ ْ ِ‫لَّ ْمتُ ْم َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ْم ب‬NNN‫اح َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َس‬NNNَ
َ َ ِ ۗ ْ‫ال َم ْعرُو‬NNN َ ‫ع ُْٓوا اَوْ اَل َد ُك ْم فَاَل ُجن‬NNN‫ض‬
ِ ْ‫َواِ ْن اَ َر ْدتُّ ْم اَ ْن تَ ْستَر‬
‫هّٰللا‬
ِ َ‫َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن َ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ ب‬
‫ص ْي ٌر‬
Terjemahan : “Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain),
tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut.
Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.” ( Albaqarah [2]: 233)

Al-Qashash ayat 26

َ ْ‫ت ا ْستَْأ ِجرْ هُ ۖاِ َّن َخي َْر َم ِن ا ْستَْأ َجر‬


‫ت ْالقَ ِويُّ ااْل َ ِمي ُْن‬ ِ َ‫ت اِحْ ٰدىهُ َما ٰيٓاَب‬
ْ َ‫قَال‬
Terjemahan : “Salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku, pekerjakanlah
dia. Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau pekerjakan adalah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya.” ( Al Qashash [28]: 26 )
Selain Al-Quran, terdapat hadits yang merupakan dasar hukum Ijarah diantaranya: (Dzubyan,
Daffa Muhammad, 2019)
HR. Ibnu Majah
“Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulallah saw bersabda: Berikanlah upah kepada pekerja
sebelum keringatnya kering”.
HR. Abdur Razaq
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulallah saw bersabda: Apabila kamu mengangkat pekerja maka
beritahukanlah upahnya”.

2.3. RUKUN DAN SYARAT IJARAH

Menurut ulama Hanafiyah, rukun al-ijarah itu hanya satu, yaitu ijab (ungkapan
menyewakan) dan qabul (persetujuan terhadap sewa menyewa). Akan tetapi, jumhur
ulama mengatakan bahwa rukun al-ijarah itu ada empat, yaitu:
A) orang yang berakad,
B) sewa/imbalan,
C) manfaat, dan
D) Shighat (ijab dan qabul).
Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa orang yang berakad, sewa/imbalan, dan
manfaat, termasuk syarat-syarat al-ijarah, bukan rukunnya.
4

Hal itu menunjukkan bahwa jika salah satu dari beberapa rukun sewa-menyewa (al-
ijarah) tersebut tidak terpenuhi, maka akad sewa-menyewanya dikategorikan tidak sah.
Sebab ketentuan dalam rukun sewa-menyewa di atas bersifat kumulatif (gabungan) dan
bukan alternatif.
Rukun-rukun dan syarat-syarat ijarah adalah sebagai berikut:(Suminto, 2021)
1) Mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-menyewa atau upah-
mengupah. Mu’jir adalah yang memberikan upah dan mneyewakan, musta’jir adalah
orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu dan yang menyewa sesuatu,
diayaratkan pada mu’jir dan musta’jir adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf
(mengendalikan harta), saling ridha dan mengetahui manfaat barang yang diakadkan
dengan sempurna.
2) Shighat ijab qabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab qabul sewa-menyewa dan upah-
mengupah, ijab qabul sewa-menyewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini kepadamu
setiap hari Rp. 5.000.000, maka musta’jir menjawab “ Aku terima sewa mobil tersebut
dengan harga demikian setiap hari.
3) Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik dalam sewa-
menyewa maupun upah-mengupah.
4) Barang yang disewakan atau sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah, disyaratkan
pada barang yang disewakan dengan beberapa syarat berikut:
a) Hendaklah barang yang menjadi objek akad sewa-menyewa dan upah- mengupah dapat
dimanfaatkan kegunaannya.
b) Hendaklah benda yang menjadi objek sewa-menyewa dan upah mengupah dapat diserahkan
kepada penyewa dan pekerja berikut kegunaannya (khusus dalam sewa-menyewa).
c) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah (boleh) menurut shara’ bukan hal
yang dilarang (diharamkan).
d) Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ayn (zat)nya hingga waktu yang ditentukan
menurut perjanjian dalam akad

2.4. PEMBAGIAN AKAD IJARAH

Dilihat dari sisi obyeknya, akad ijarah dibagi menjadi dua, yaitu:(Santoso & Anik, 2017)
1. Ijarah manfaat (Al-Ijarah ala al-Manfa’ah)
Hal ini berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkerjakan jasa seseorang dengan
upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut musta’jir,
pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan disebut ujrah. contohnya, sewa
menyewa kendaraan, rumah, pakaian dll. Dalam hal ini mu’jir mempunyai benda-benda
tertentu dan musta’ji butuh benda tersebut dan terjadi kesepakatan antara keduanya, di
mana mu’jir mendapatkan imbalan tertentu dari musta’jir dan musta’jir mendapatkan
manfaat dari benda tersebut.
4

2. Ijarah yang bersifat pekerjaan (Al-Ijarah ala Al-‘Amal)


5

Hal ini berhubungan dengan sewa properti atau aset, yaitu memindahkan hak untuk
memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa.
Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) di bisnis konvensional. maksudnya, ijarah ini
berusaha mempekerjakan seseorang untuk melakukan sesuatu. Misalnya, yang mengikat
bersifat pribadi adalah menggaji seorang pembantu rumah tangga, sedangkan yang bersifat
serikat, yaitu sekelompok orang yang menjual jasanya untuk kepentingan orang banyak.
(Seperti; buruh bangunan, tukang jahit, buruh pabrik, dan tukang sepatu.
Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syari’ah,
sedangkan ijarah bentuk kedua umumnya dipakai sebagai bentuk investasi atau
pembiayaan di perbankan syari’ah. Selain itu dalam akad ijarah juga ada yang dikenal
dengan namanya akad al-ijarah muntahiya bit tamlik (sewa beli), yaitu transaksi sewa
beli dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa di akhir periode
sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih kepemilikan objek sewa.

2.5. IJARAH MUNTAHIYA BIT TAMLIK

Telah disebutkan bahwa produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan akad


sewa-menyewa terdiri dari sewa murni dan sewa yang diakhiri dengan pemindahan hak
kepemilikan atau dikenal dengan ijarah muntahiya bit tamlik. Ijarah Muntahia Bit Tamlik
(IMBT) pada dasarnya merupakan perpaduan antara sewa menyewa dengan jual beli.
Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal akad, maka hakikat
IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual beli. Namun, apabila komitmen untuk membeli
barang di awal akad tidak begitu kuat dan jelas (walaupun opsi membeli tetap terbuka),
maka hakikat IMBT akan lebih bernuansa ijarah.
Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari adanya opsi untuk membeli barang
dimaksud pada akhir periode. Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaan IMBT terletak
pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih dahulu melalui akad sewa
(ijarah), sebelum transaksi jual beli dilakukan.
Adapun Rukun dan Syarat Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah:
Rukun
a. Penyewa (musta’jir) yaitu pihak yang menyewa objek sewa. Dalam perbankan, penyewa
adalah nasabah.
b. Pemilik barang (mua’ajjir) yaitu pemilik barang yang digunakan sebagai objek sewa.
c. Barang/objek sewa (ma’jur) adalah barang yang disewakan.
d. Harga sewa/manfaat sewa (ujrah) adalah manfaat atau imbalan yang diterima oleh mu’ajjir.
e. Ijab Kabul, adalah serah terima barang.
6

Syarat
a. Kerelaan dari pihak yang melaksanakan akad.
b. Ma’jur memiliki manfaat dan manfaatnya dibenarkan dalam islam, dapat dinilai atau
diperhitungkan, dan manfaat atas transaksi ijarah muntahiya bittamlik harus diberikan oleh
musta’jir kepada mua’ajjir.

2.6. PRINSIP-PRINSIP POKOK TRANSAKSI al-IJARAH

Menurut pandangan Islam prinsip-prinsip pokok al-ijarah mestilah dipenuhi oleh


seseorang dalam suatu transaksi al-ijarah yang akan dilakukakannya. Prinsip-prinsip
pokok tersebut adalah:(Tehuayo, 2018)
1. Diperbolehkan melakukan transaksi al-ijarah karena jasa yang ditransaksikan adalah jasa
yang halal untuk keahlian memproduksi barang keperluan sehari- hari yang halal seperti
untuk memproduksi makanan, pakaian, peralatan rumah tangga dan lain-lain. Namun
tidak dibolehkan transaksi al-ijarah untuk segala aktifitas yang terkait dengan riba.
2. Memenuhi syarat sahnya transaksi al-ijarah yakni (a) Orang-orang yang mengadakan
transaksi (ajiir dan musta’jir) haruslah sudah mumayyiz maksudnya sudah mampu
membedakan baik dan buruk sehingga tidak sah melakukan transaksi al-ijarah jika salah
satu atau kedua pihak belum mumayyiz seperti anak kecil. (b). Transaksi atau akad tidak
ada unsur paksaan.
3. Transaksi ijarah memenuhi ketentuan dan aturan yang jelas yang dapat mencegah
terjadinya perselisihan antara kedua pihak yang bertransaksi. Ijarah adalah memanfaatkan
sesuatu yang dikontrak. Apabila transaksi tersebut berhubungan dengan seorang ajîr,
maka yang dimanfaatkan adalah tenaganya, sehingga untuk mengontrak seorang ajîr tadi
harus ditentukan bentuk kerjanya, waktu, upah serta tenaganya. Oleh karena itu, jenis
pekerjaaannya harus dijelaskan sehingga tidak kabur. Karena transaksi ijarah yang masih
kabur hukumnya fasid (rusak). Dan waktunya juga harus ditentukan, misalkan harian,
bulanan, atau tahunan. Disamping itu upah kerjanya harus ditetapkan.

2.7. BERAKHIRNYA AKAD IJARAH

Pada dasarnya perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian dimana masing-


masing pihak yang terikat dalam perjanjian itu tidak mempunyai hak untuk membatalkan
perjanjian (tidak mempunyai hak fasakh), karena jenis perjanjian ini termasuk perjanjian
timbal balik. Sebagaimana kita ketahui, bahwa perjanjian timbal balik yang dibuat secara
sah tidak dapat dibatalkan secara sepihak, melainkan harus dengan kesepakatan.
Jika salah satu pihak meninggal dunia, perjanjian sewa menyewa tidak akan
menjadi batal asalkan benda yang menjadi obyek sewa menyewa tetap ada. Kedudukan
salah satu pihak yang meninggal akan digantikan oleh ahli warisnya. (Kurniawan, 2018)
7

Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad al-ijarah akan berakhir jika:
a. Obyek hilang atau musnah
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir. Apabila yang
disewakan itu aset, maka aset itu dikembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang
disewa itu adalah jasa maka ia berhak menerima upahnya. Kedua hal ini disepakati oleh
semua ulama fiqh.
c. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad, karena akad al- ijarah
menurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al-
ijarah tidak batal dengan wafatnya seseorang yang berakad, karena manfaat menurut
meraka, boleh diwariskan.
d. Apabila ada uzur pada salah satu pihak.
BAB 3
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Ijarah adalah sewa
menyewa atas manfaat suatu barang dan jasa antara pemilik objek sewa dengan penyewa
untuk mendapatkan imbalan berupa sewa atau upah bagi pemilik objek sewa. Manfaat
tersebut bisa berupa jasa atau tenaga orang lain, dan bisa pula manfaat yang berasal dari
suatu barang/benda.
Konsep al-ijarah dalam perbankan syariah sama seperti sewa-menyewa pada
umumnya, namun yang membedakannya adalah bahwa pada perbankan syariah ada suatu
sewa yang pada akhir masa kontrak, diberikan pilihan kepada nasabah untuk memiliki
barang tersebut atau tidak, yang biasa disebut dengan sewa beli, dan hal ini belum pernah
terjadi di masa awal Islam.

3.2. SARAN

Dari yang sudah dijelaskan pada makalah ini, kita akhirnya memahami betapa
pentingnya kita mengetahui kemudian menerapkan Ijarah dikehidupan sehari-hari.
Sehingga kita bisa membedakan Ijarah menurut syariat Islam dengan konvensional.
Penulis mengetahui banyaknya kekurangan pada makalah ini, semoga kita bisa
mengambil manfaatnya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Dzubyan, Daffa Muhammad, D. (2019). Analisis Akad Ijarah Muntahiyabittamlik Dalam


Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia. An-Nisbah: Jurnal Ekonomi
Syariah, 3(2), 181–196. https://doi.org/10.21274/an.2017.3.2.255-276
Kurniawan, P. (2018). Analisis Kontrak Ijarah. Jurnal El-Qanuniy: Jurnal Ilmu-Ilmu
Kesyariahan Dan Pranata Sosial, 4(2), 201–213. https://doi.org/10.24952/el-
qanuniy.v4i2.2388
Santoso, H., & Anik, A. (2017). Analisis Pembiayaan Ijarah Pada Perbankan Syariah. Jurnal
Ilmiah Ekonomi Islam, 1(02), 106–116. https://doi.org/10.29040/jiei.v1i02.33
Suminto, A. (2021). Dualisme Akad Ijarah Dan Ijarah Muntahiyah Bit-Tamlik (Imbt) Perspektif
Fiqh Muamalah. MUSYARAKAH: Journal of Sharia Economics (MJSE), 1(1), 80–88.
http://journal.umpo.ac.id/index.php/musyarakah.
Tehuayo, R. (2018). SEWA MENYEWA (IJARAH) DALAM SISTEM PERBANKAN
SYARIAH. Tahkim, Vol. XIV(No 1).

Anda mungkin juga menyukai