Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

AKUNTANSI SYARIAH

“AKAD IJARAH”
Dosen Pengampu : Wira Ramashar, SE., M.Ak.

KELOMPOK 7 :

ANANDA DESTRI VIONA (210301017)

RIFA AUREL KHAIRUNNISA (210301021)

DILA PUTRI YULIANA (210301029)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang
“Akad Ijarah ”. Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Akuntansi
Syariah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Akuntansi, Universitas
Muhammadiyah Riau.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Wira Ramashar, SE., M.Ak.
selaku dosen Akuntansi Syariah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
memberi pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kami berharap akan adanya masukan dan kritik yang
membangun, sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kita semua.

Pekanbaru, 04 Januari 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................... I
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 2
2.1 Pengertian ........................................................................................................................................... 2
2.2 Dasar Hukum ....................................................................................................................................... 3
2.3 Rukun dan Syarat Ijarah ...................................................................................................................... 3
2.4 Jenis Akad Ijarah ................................................................................................................................. 6
2.5 Sistem Pembayaran Upah (Ijarah) ...................................................................................................... 6
2.6 Berakhirnya Akad Ijarah ...................................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP .......................................................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................................... 9

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, dimana satu sama lain saling
membutuhkan. Dinamika kehidupan tidak memungkinkan manusia selalu berada dalam kondisi
yang berkecukupan untuk memenuhi kebutuhannya, kadang ketika mendapat kebutuhan
seseorang sedang berada dalam kondisi ekonomi yang tidak baik sehingga tidak dapat memenuhi
kebutuhannya, disinilah Islam menganjurkan kepada umatnya untuk saling tolong meolong
dalam kebaikan.

Ijārah merupakan tata cara sewa menyewa dalam Islam. Secara terminologis, Ijārah
adalah upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan satu pekerjaan
sebagai balasan atas pekerjaannya.Tujuan persewaan ini adalah untuk memperkenalkan nilai dan
etika Islam dalam hal sewa menyewa barang. Secara umum, Ijārah berarti pemindahan manfaat
atas suatu barang. Melihat pola transaksinya, Ijārah menyerupai jual beli, hanya saja apabila jual
beli yang menjadi obyek transaksi adalah barang sedang Ijārah adalah jasa.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Akad Ijarah ?


2. Apa Dasar Hukum dari Akad Ijarah ?
3. Apa saja Rukun dan Syarat dari Akad Ijarah ?
4. Apa saja Jenis dari Akad Ijarah ?
5. Apakah System Pembayaran Upah ?
6. Bagaimana Akad Ijarah Berakhir?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Pengertian dari Akad Ijarah


2. Mengetahui Dasar Hukum dari Akad Ijarah
3. Mengetahui Rukun dan Syarat dari Akad Ijarah
4. Mengetahui Jenis dari Akad Ijarah
5. Mengetahui System Pembayaran Upah
6. Mengetahui Akad Ijarah berakhir

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian

Menurut bahasa kata ijarah berasal dari kata “al-ajru” yang berarti “al-iwadu” (ganti)
Adapun secara terminologi, para ulama fiqh berbeda pendapatnya, antara lain:

1. Menurut Sayyid Sabiq, Al-Ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi untuk
mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.
2. Menurut Ulama Syafi’iyah Al-Ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi terhadap
suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan, dengan
cara memberi imbalan tertentu.
3. Menurut Amir Syarifuddin Al-Ijarah secara sederhana dapat diartikan dengan akad
atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu. Bila yang menjadi objek
transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut ijarah al‟ain, seperti sewa-
menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang menjadi objek transaksi manfaat atau jasa
dari tenaga seseorang disebut ijarahad-dzimah atau upah mengupah, sepertiupah
mengetik skripsi. Sekalipun objeknya berbeda keduanya dalam konteks Fiqh disebut
Al-Ijarah.
4. Menurut Hanafiah, Ijarah adalah akad atas manfaat dengan imbalan serupa harta.
5. Menurut Malikiyah, Ijarah adalah suatu akad yang memberikan hak atas manfaat
suatu barang mubah untuk masa tertentu dengan imbalan yang bukan berasal dari
manfaat.
6. Hanabilah, Ijarah adalah suatu akad atas manfaat yang bisa sah dengan lafal Ijarah
dan kara‟ dan semacamnya.

Ijarah dapat di definisikan sebagai akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu
barang atau jasa, dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah sewa (ujrah), tanpa diikuti
dengan pemindahan kepemilikan atas suatu barang atau jasa (mempekerjakan seseorang) dengan
jalan penggantian (membayar sewa atau upah sejumlah tertentu).

Dari pengertian diatas, ijarah sejenis dengan akad jual beli namun yang dipindahkan
bukan hak kepemilikanya tapi hak guna atau manfaat, manfaat dari suatu aset atau dari
jasa/pekerjaan. Aset yang disewakan (objek ijarah) dapat berupa rumah, mobil, peralatan dan
lain sebagainya, karena yang ditransfer adalah manfaat dari suatu aset, sehingga segala sesuatu
yang dapat ditransfer manfaatnya dapat menjadi objek ijarah. Dengan demikian barang yang
dapat habis dikonsumsi tidak dapat menjadi objek ijarah, karena mengambil manfaatnya berarti
memilikinya. Bentuk lain dari objek ijarah adalah manfaat dari suatu jasa yang berasal dari hasil
karya atau dari pekerjaan seseorang. Contoh : nona sanas menggunakan jasa penjahit isma, atau
isma mempekerjakan elin, hubungan pekerja dan pemberi kerja (upah-mengupah) termasuk
dalam akad ijarah, dan pengguna jasa harus membayar upah. Upah adalah suatu bentuk hak

2
pekerja untuk mendapatkan imbalan yang bernilai dalam bentuk uang yang dibayarkan oleh
pengusaha kepada pekerja atau jasa yang telah ditetapkan menurut persetujuan dan kesepakatan
atas dasar perjanjian kerja.

2.2 Dasar Hukum

a. Berdasarkan Al-Quran, Dalam al-Qur‟an ketentuan tentang upah tidak tercantum


secara terperinci. Akan tetapi pemahaman upah dicantumkan dalam bentuk
pemaknaan tersirat, seperti ditemukan dalam QS Al-Baqarah:233, An-Nahl:97, Al-
Kahfi:30, Az-Zukhruf:32, At-Thalaq:6 dan Al-Qasas:26.
b. Berdasarkan Hadist, Hadist-hadist Rasulullah Saw yang membahas tentang ijarah
atau upah mengupah di antaranya diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Ibnu Umar,
bahwa Nabi bersabda yang artinya : “Ðari Abdullah bin „Umar ia berkata: telah
bersabda Rasulullah “berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”. (HR.
Ibnu Majah).
c. Berdasarkan Ijma‟ Para ulama sepakat bahwa ijarah itu dibolehkan dan tidak ada
seorang ulama pun yang membantah kesepakatan (ijma‟) ini.28 Jelaslah bahwa Allah
SWT telah mensyariatkan ijarah ini yang tujuannya untuk kemaslahatan umat, dan
tidak ada larangan untuk melakukan kegiatan ijarah. Jadi, berdasarkan nash al-
Qur‟an, Sunnah (hadis) dan ijma‟ tersebut di atas dapat ditegaskan bahwa hukum
ijarah atau upah mengupah boleh dilakukan dalam islam asalkan kegiatan tersebut
sesuai dengan syara‟.

2.3 Rukun dan Syarat Ijarah

a. Rukun Ijarah
Menurut Hanafiah, Rukun Ijarah hanya satu, yaitu ijab dan qabul, yakni pernyataan
dari orang yang upah dan mengupah. Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun ijarah
itu ada empat, yaitu:
1. „Aqid, yaitu Mu‟jir (orang yang mengupah) dan Musta‟jir (orang yang di
upah)
Bagi yang berakad ijarah di syaratkan mengetahui manfaat barang yang di
jadikan akad sehingga dapat mencegah terjadinya perselisihan. Untuk kedua
belah pihak yang melakukan akad disyaratkan berkemampuan, yaitu kedua-
duanya berakal dan dapat membedakan. Jika salah seorang yang berakal itu
gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan baik ataupun buruk, maka
akad menjadi tidak sah.

3
2. Shigat, yaitu Ijab dan Qabul
Yaitu permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad
sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad ijarah.

3. Ujrah (Uang Sewa atau Upah)


Yaitu sesuatu yang diberikan kepada musta‟jir atas jasa yang telah
diberikan atau diambil manfaatnya oleh mu‟jir. Dengan syarat hendaknya :
 Sudah jelas/sudah diketahui jumlahnya. Karena ijarah akad timbal balik,
karena itu iijarah tidak sah dengan upah yang belum diketahui.
 Pegawai khusus seperti hakim tidak boleh mengambil uang dari
pekerjaannya, karena dia sudah mendapatkan gaji khusus dari pemerintah.
Jika dia mengambil gaji dari pekerjaannya berarti dia mendapat gaji dua
kali dengan hanya mengerjakan satu pekerjaan saja.
 Uang yang harus diserahkan bersamaan dengan penerimaan barang yang
disewa. Jika lengkap manfaat yang disewa, maka uang sewanya harus
lengkap.

4. Manfaat
Di antara cara untuk mengetahui ma‟qud alaih (barang) adalah dengan
menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis
pekerjaan jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
 Semua harta benda boleh diakadkan ijarah di atasnya, kecuali yang
memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Manfaat dari objek akad sewa-
menyewa harus diketahui secara jelas. Hal ini dapat dilakukan, misalnya
dengan memeriksa atau pemilik memberikan informasi secara transparan
tentang kualitas manfaat barang.
 Objek ijarah dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan secara langsung
dan tidak mengandung cacat yang menghalangi fungsinya. Tidak
dibenarkan transaksi ijarah atas harta benda yang masih dalam penguasaan
pihak ketiga.
 Objek ijarah dan manfaatnya tidak bertentangan dengan Hukum Syara‟.
Misalnya menyewakan VCD porno dan menyewakan rumah untuk
kegiatan maksiat tidak sah.
 Objek yang disewakan manfaat langsung dari sebuah benda. Misalnya,
sewa rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, dan sebagainya.
Tidak dibenarkan sewa-menyewa manfaat suatu benda yang sifatnya tidak
langsung. Seperti, sewa pohon mangga untuk diambil buahnya, atau sewa-
menyewa ternak untuk diambil keturunannya, telurnya, bulunya ataupun
susunya.

4
 Harta benda yang menjadi objek ijarah haruslah harta benda yang bersifat
isty‟mali, yakni harta benda yang dapat dimanfaatkan berulangkali tanpa
mengakibatkan kerusakan zat dan pengurusan sifatnya. Sedangkan harta
benda yang bersifat istihlaki adalah harta benda yang rusak atau berkurang
sifatnya karna pemakaian. Seperti makanan, buku tulis, tidak sah ijarah
diatasnya.

b. Syarat Ijarah
Menurut M. Ali Hasan syarat-syarat ijarah adalah :
1) Syarat bagi kedua orang yang berakad adalah telah baligh dan berakal (Mazhab
Syafi‟i Dan Hambali). Dengan demikian apabila orang itu belum atau tidak
berakal seperti anak kecil atau orang gila menyewa hartanya, atau diri mereka
sebagai buruh (tenaga dan ilmu boleh disewa), maka Ijarah nya tidak sah. Berbeda
dengan Mazhab Hanafi dan maliki bahwa orang yang melakukan akad, tidak
harus mencapai usia baligh , tetapi anak yang telah mumayiz pun boleh
melakukan akad Ijarah dengan ketentuan disetujui oleh walinya.
2) Kedua belah pihak yang melakukan akad menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad Ijarah itu, apabila salah seorang keduanya terpaksa melakukan
akad maka akadnya tidak sah.
3) Manfaat yang menjadi objek Ijarah harus diketahui secara jelas, sehingga tidak
terjadi perselisihan dibelakang hari jika manfaatnya tidak jelas. Maka, akad itu
tidak sah.
4) Objek Ijarah itu dapat diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak ada
cacatnya. Oleh sebab itu, ulama fiqih sepakat mengatakan bahwa tidak boleh
menyewa sesuatu yang tidak dapat diserahkan, dimanfaatkan langsung oleh
penyewa. Umpamanya rumah atau toko harus siap pakai atau tentu saja sangat
bergantung kepada penyewa apakah dia mau melanjutkan akad itu atau tidak,
sekiranya rumah itu atau toko itu disewa oleh orang lain maka setelah itu habis
sewanya baru dapat disewakan oleh orang lain.
5) Objek Ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syara. Oleh sebab itu ulama fikih
sependapat bahwa tidak boleh menggaji tukang sihir, tidak boleh menyewa orang
untuk membunuh (pembunuh bayaran), tidak boleh menyewakan rumah untuk
tempat berjudi atau tempat prostitusi (pelacuran). Demikian juga tidak boleh
menyewakan rumah kepada non-muslim untuk tempat mereka beribadat.

5
2.4 Jenis Akad Ijarah

Dilihat dari objek Ijarah ada dua jenis, yaitu:

1. Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa-menyewa. Dalam ijarah bagian pertama ini,
objek akadnya adalah manfaat dari suatu benda. umpamanya adalah sewa menyewa
rumah, kendaraan, pakaian, dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat
yang dibolehkan syara‟ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat
menyatakan boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
2. Ijarah atas pekerjaan, disebut juga upah-mengupah . Dalam ijarah bagian kedua ini,
objek akadnya adalah amal atau pekerjaan seseorang. Yaitu dengan cara
memperkerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Al-ijarah seperti ini,
hukumnya boleh apabila jenis pekerjaan itu jelas, seperti buruh bangunan, tukang
jahit, buruh pabrik, tukang salon, dan tukang sepatu. Al-ijarah seperti ini biasanya
bersifat pribadi, seperti menggaji seorang pembantu rumah tangga, dan yang bersifat
serikat, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjual jasanya untuk
kepentingan orang banyak, seperti tukang sepatu, buruh pabrik, dan tukang jahit.
Kedua bentuk ijarah terhadap pekerjaan ini menurut ulama fiqh hukumnya boleh.

2.5 Sistem Pembayaran Upah (Ijarah)

Sistem pembayaran upah adalah sebagaimana cara perusahaan biasanya memberikan


upah kepada pekerja/buruhnya. Jika Ijarah itu suatu pekerjaan maka kewajiban pembayaran
upahnya pada waktu berakhirnya pekerjaan, bila tidak ada pekerjaan lain, jika akad sudah
berlangsung dan tidak disyaratkan mengenai pembayaran dan tidak ada ketentuan
penangguhannya, menurut Abu Hanafiah wajib diserahkan upahnya secara berangsung, sesuai
dengan manfaat yang diterimanya. Menurut Imam Syafi‟i dan Ahmad, sesunggungnya ia berhak
dengan akad itu sendiri, jika mu‟jir menyerahkan zat benda yang di sewa kepada musta‟jir, ia
berhak menerima bayarannya, karena penyewa (musta‟jir) sudah menerima kegunaan.

Sistem pembayaran upah tersebut dalam teori maupun praktik dikenal ada beberapa
macam sebagai berikut:

a. Sistem Upah Jangka Waktu adalah sistem pemberian upah menurut jangka waktu
tertentu, misalnya harian, mingguan, dan bulanan.
b. Sistem Upah Potongan, sistem ini umumnya bertujuan untuk mengganti sistem upah
jangka waktu jika hasilnya tidak memuaskan. Sistem upah hanya dapat diberikan jika
hasil pekerjaannya dapat dinilai menurut ukuran tertentu. Misalnya, diukur dari
banyaknya, beratnya, dan sebagainya.

6
c. Sistem Upah Permufakatan adalah suatu sistem pemberian upah dengan cara
memberikan sejumlah upah pada kelompok tertentu. Selanjutnya, kelompok ini akan
membagi-bagikan kepada para anggotanya.
d. Sistem Skala Upah Berubah, dalam sistem ini jumlah upah yang diberikan berkaitan
dengan penjualan hasil produksi dipasar. Jika harga naik jumlah upahnya akan naik.
Sebaiknya, jika harga turun, upah pun akan turun. Itulah sebabnya disebut skala upah
berubah.
e. Sistem Upah Indeks, sistem upah ini didasarkan atas indeks biaya kebutuhan hidup.
Dengan sistem ini upah akan naik turun sesuai dengan naik turunnya biaya
penghidupan meskipun memengaruhi nilai nyata dari upah.
f. Sistem Pembagian Keuntungan, sistem upah ini dapat disamakan dengan pemberian
bonus apabila perusahaan mendapat keuntungan diakhir tahun.
g. Sistem Upah Borongan, adalah balas jasa yang dibayar untuk suatu pekerjaan yang
diborongkan. Cara memperhitungkan upah ini kerap kali dipakai pada suatu
pekerjaan yang diselesaikan oleh suatu kelompok pekerja. Untuk seluruh pekerja
ditentukan suatu balas karya yang kemudian dibagi-bagi antara pelaksana.
h. Sistem Upah Remi, cara pemberian upah ini merupakan kombinasi dari upah waktu
dan upah potongan. Upah dasar untuk prestasi normal bersadarkan waktu atau jumlah
hasil apabila semua karyawan mencapai prestasi yang lebih dari itu, ia diberi
“Premi”.Premi dapat diberikan misalnya untuk penghemat waktu, penghemat bahan,
kualitas produk yang baik dan sebagainya.

2.6 Berakhirnya Akad Ijarah

1. Objek hilang atau musnah, seperti rumah terbakar atau baju yang di jahitkan hilang.
2. Periode akad sudah selesai sesuai perjanjian, namun kontrak masih dapat berlaku
walaupun dalam perjanjian sudah selesai dengan beberapa alasan, misalnya
keterlambatan masa panen jika menyewakan lahan untuk pertanian, maka
dimungkinkan berakhirnya akad setelah panen selesai (sayyid sabbiq, 2008).
3. Periode akad belum selesai tetapi pemberi sewa dan penyewa sepakat menghentikan
akad ijarah.
4. Terjadi kerusakan asset.
5. Penyewa tidak dapat membayar sewa.
6. Salah satu pihak meninggal dan ahli waris tidak berkeinginan untuk meneruskan akad
karena memberatkanya. Kalau ahli waris merasa tidak masalah maka akad tetap
berlangsung. Kecuali akadnya adalah upah menyusui maka bila sang bayi atau yang
menyusui meninggal maka akadnya menjadi batal.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Islam juga terdapat berbagai macam cara untuk bermuamalah dan pengalihan manfaat
atas barang milik orang lain, salah satunya yaitu dengan akad Ijarah. Akad Ijarah yang diatur
dalam Islam sebagai cara mempermudah dalam bermuamalah merupakan gabungan dari jual beli
dan sewa. Islam melarang adanya dua akad dalam satu transaksi, tapi dalam Ijarah, jual beli itu
bukan sebagai akad namun dasar yang melekat pada perbuatan sewa tersebut, sebagaimana
Imam Syafi‟i mengatakan bahwa Ijarah merupakan pemanfaatan atas suatu barang atau jasa yang
disertai dengan pembayaran serta terikat oleh waktu

8
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.radenfatah.ac.id/14995/3/BAB%20II.pdf

http://repository.radenintan.ac.id/1280/4/BAB_II.pdf

MODUL AKUNTANSI SYARIAH

Anda mungkin juga menyukai