Anda di halaman 1dari 22

Makalah Fiqih muamalah

PENGERTIAN IJARAH,RUKUN,SYARAT,DAN DASAR HUKUM


IJARAH,MACAM-MACAM IJARAH DAN BERAKHIRNYA AKAD
IJARAH,MENGKAJI DAN MENGANALISIS APLIKASI AKAD IJARAH.

DOSEN PENGAMPU : HUSNUL HIDAYATI M. Ag


DISUSUN OLEH
1.AYANG JUMIATI (220201075)
2. RONI JIHADULHAQ (220201093)

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAMAM
THN 2022/2023

!
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada dosen studi Fiqih
muamalah yakni ibu husnul hidayati m.ag serta teman-teman sekalian yang telah
membantu, baik bantuan berupa moral maupun materil, sehingga makalah ini
terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan
Bagi kami, sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Mataram, 15 Maret,
Pemakalah,

Anggota Kelompok 8

!!
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
I. Latar Belakang......................................................................................1
II. Rumusan Masalah.................................................................................1
III. Tujuan Masalah....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................2
A. Pengertian ijarah...................................................................................2
B. Rukun ijarah..........................................................................................3
C. Syarat ijarah dan dasar hukum ijarah....................................................4
D. Macam-macam ijarah dan berakhirnya akad ijarah..............................5
BAB III PENUTUP..........................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................16
B. Saran...................................................................................................16
C. DAFTAR PUSTAKA........................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Salah satu bentuk kegitan manusia dalam lapangan muamalah adalah ijarah.Ijarah sering di
sebut dengan ‘’upah’’atau’’imbalan’’Kalau sekiranya kitab-kitab fiqih sering menerjemahkan
kata ijarah dengan ‘’sewah menyewah’’,maka hal tersebut jaganlah di artikan menyewah
suatu barang untuk di ambil manfaqatnya aja, tetapi harus di pahami dari arti yang luas.
Manusia merupakan mahluk sosial yang tak dapat hidup tampa bantuan orang
lain.Dalam hidupnya,manusia bersosialisasin dalam upayah untuk memenuhi
kebutuhanya,yang termaksuk di dalamnya merupakan kegitan ekonomi. Segalabentuk
interaksi sosial guna memenuhi kehidupan manusia.
Memerlukan ketentuan-ketentuan yang membatasi dan mengatur kegiatan tersebut.
Selain di pandang dari sudut ekonomi,sebagai umat muslim,kita juga perlu memandang
kegiatan ekonomi dari sudut pandang islam.Ketentuan-ketentuan yang harus ada dalam
kegiatan ekonomi sebaiknya juga harus di dasarkan pada sumber-sember hukum islam,yaitu
AL-Qur’an dan AL-Hadist.
Konsep islam mengenai muamalah amatlah baik.karena menguntungkan semua pihak
yang ada di dalamnya.Namun jika moral manusia tidak baik maka pasti ada pihak yang di
rugi kan.Akhalakul karimah secara menyeluruh harus menjadi rambu-rambu dalam
bermuamalah dan harus di patuhi sepenuhnya.
Sedangkan penertian muamalah dalam arti luas adalah aturan-aturan allah yang
mengatur kaitanya dengan urusan manusia di dunia dalam pergaulan sosial
lainnya.Muamalah merupakan suatu wadah untuk meningkatkan taraf hidup manusia.
Didalam bidang muamalah,islam mengatur dalam sedemikian rupa mengenai usaha kerja
sama yang harus di lakukan atau di tempuh oleh manusia baqik melalui jalur pinjam
meminjam,sewa-menyewa,utang-piutan dan lain sebagainya.Manusia mempunyai kebutuhan
yang beraneka ragam dalam menjalankan hidup ini,untuk dapat memenuhi segala kebutuhan
yang beraneka ragam tersebut manusia di tuntut untuk berkerja .Baik berkerja yang di
lakukan sendiri maupun bekerja ikut orang lain.Berkerja yang di lakukan sendiri adalah
bekerja atau ususaha sendiri,dengan modal sendiri dan tangung jawab atas usahanya
sendiri.Sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya adalah bekerja dengan bergantumng
pada oarng lain memberi perintah dan mengutusnya,ia harus tunduk dan patuh pada orang
lain yang memberikan pekerjaan tersebut.

!!!
B.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ijarah (Sewa-menyewa)?
2. Apa saja dasar hukum yang menjelaskan tentang ijarah
3. Bagaimana Rukun dan Syarat ijarah?
4. Apa saja Macam-Macam ijarah?
5. Bagaimana aplikasi ijarah dalam perbankan Syariah?

C.Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari ijarah (sewa-menyewa).
2.Untuk mengetahui permasalahan dan penyelesain yang menjelaskan mengenai ijarah
3.Untuk mengetahui dan memahami konsep atau cara-cara (rukun dan syarat) dalam
melakukan kegiatan ijarah Sewa-menyewah).
4. Untuk mengetahui permasalahan dan penyelesain yang ada dalam perbankan syariah.
5. Untuk memahami bagaimana pengaplikasikan ijarah dalam perbankan Syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
A .IJARAH (OPERASIONAL LEASE)
1. Pengertian Ijarah
Ijarah adalah perjanjian sewa-menyewa suatu barang dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa.Atau Ijarah adalah transaksi sewa-menyewah atas suatu barang dan atau
upah-mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan
jasa.Menurut Dr.Muhammad Syafi’I Antonio,ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas
barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa,tampa di ikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership/mil-kiah) atas barang itu sendiri. Menurut Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah, ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan
pembayaran. Ijarah dapat juga di artikan dengan lease kontract dan juga hire kotract. Karena
itu, ijarah adalah konteks perbangkan syariah adalah suatu lease kontract. Lease komtract
adala suatu lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment), Baik dalam bentuk
sebuah bangunan maupun barang barang, seperti mesin-mesin, pesawat terbang, dan lail-lain.
Kepada salah satu nasabah nya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah di tentukan secara
pasti sebelumnya.1
ijarah berasal dari kata ajr yang berarti awdh (ganti), sehinges tsawab (pahala) sering
pula dinamakan dengan ajr (upah). Sedangkan secara istilah, jarah berarti satu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian. Pengertian yang hampir sama juga
dikemukakan oleh Hanafiyyah bahwa ijarah berarti akad atas suatu manfaat dengan
penggantian.
Dari dua pengertian tersebut, maka tampaknya dapat dipahami bahwa jarah itu bermakna bay
al-manfa ah, yakni jual beli antara mål dengan manfaah. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan
yang signifikan antara jarah dan bay, yakni dari segi objeknya. Kalau objek jual beli terletak
pada barang ('ayn) itu sendiri, sedangkan objek ijarah terletak pada manfaat barang. Oleh
karena itu, barang yang bisa dijadikan sebagai objek ijarah hanyalah barang yang bisa
diambil manfaatnya.
Dalam tataran implementasinya, ijarah ini dapat dipilah kepada dua bagian besar, yaitu ijarah
bi al-quwwah dan ijarah bi al-manfaah, jarah itu dikatakan sebagai ijarah bi al-quwwah
apabila yang disewakan itu berupa atau tenaga manusia. Sedangkan ijarah itu dikatakan
sebagai ijarah manfaat apabila yang disewakan itu berupa barang. Namun, kedua (jarah
tersebut memiliki prinsip-prinsip yang sama, yakni menyewa atau menyewakan sesuatu.2

1
1.Pusat komunikasih syariah,e-Book Kamus Ekonomi syariah
2.Abdul Gafur Anshari,Reksa Dana Syariah, (Bandung: Refika Aditama, 2008), hlm,25.
3.M. Syaf’I Antonia, Bank Syariah Wacana Ulama dan cendekiawan, (Jakarta: Tazkiyah institute 1999),hlm 155.
4.Pasal 20 ayat (9).
5.sutan Remy Sjahdeni,Perbakan islam,(Jakarta Pustaka Utama Graffiti,1999), Cet.I,hlm.
2
6.Lihat, Sayyid Säbig, Figh al-Sunnah (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabiyyah, 1973). /198
7.Alsal-Din Abi Bakr ibn Mas üd ibn Ahmad al-Kasini, Bond) al-Shand Tartib ah-Span (Kairo: Mathba ah al-
Shimah, tt) IV/174.
8. Uhat, Wahbah az-Zuhall, of Figh al-sidmi wa Adilatuh (Beirut:
Ada dua pihak yang terlibat dalam akad (jarah, yaitu pemberi sewa (ma'ajjir) dan penyewa
(mustoir). Mu'ajir menyerahkan manfaat barang (major), sedangkan musta jir menyerahkan
uang sewa (ujrah). Mekanisme operasional dan jarah ini dapat dibuatkan bagan sebagai
berikut.
Dalam konteks fiqh, ada beberapa ketentuan yang berkaitan dengan ijarah ini. Ketentuan fiqh
yang paling utama berkaitan erat dengan implementasi ijarah dalam lembaga keuangan
syariah adalah rukun dan syarat ijarah, serta masa berakhirnya ijarah.
Menurut jumhur ulama, rukun ijarah itu terdiri dari dua orang yang melakukan akad (muajir
dan musta jir), shighat (ijab dan qabul), ujrah, dan manfa ah. Sedangkan syarat ijárah terdiri
dari empat syarat sebagaimana syarat dalam akad bay, yaitu syarat in igad, syarat nafôdz,
syarat shihah, dan syarat luzum.
Syarat in iqâd adalah syarat yang berkaitan dengan terjadinya akad. Syarat ini yang paling
utama berkaitan dengan syarat aqid. Aqid (orang yang berakad) disyaratkan berakal dan
mumayiz. Namun, menurut Syafi'iyyah dan Hanabillah, aqid itu disyaratkan bulugh
(dewasa).
Syarat nafödz adalah syarat yang berkaitan dengan pelaksanaan akad. Dalam syarat ini
ditetapkan bahwa barang yang dijadikan sebagai objek ijarah mesti sesuatu yang dimiliki atau
dikuasai secara penuh. Oleh karena itu, akad ijarah itu tidak akan terlaksana apabila
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki atau menguasai barang. Apabila akad ijarah
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki atau menguasai barang disebut dengan ijarah al-
fudhuli.
Syarat shihah adalah syarat yang berkaitan dengan keabsahan akad, yaitu syarat-syarat yang
berkaitan dengan âgid, ma qud alayh, mahal ma' qüd alayh, ujrah, dan nafs al-agd. Dalam
konteks ini ada beberapa syarat bagi3

2.Dasar-dasar hukum ijarah


Dasar hukum ijarah adalah firman Allah QS. Al. Baqarah/2:223 sebagai berikut:’’dan
jika kamu ingin anakmu di susukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila
kamu memberikan pembayaran menurut yang patut…’’
Ayat diatas menjadi dasar hukum adanya sistem sewa dalam hukum islam, seperti
yang di ungkapkan dalam ayat bahwa seorang itu boleh menyewa orang lain untuk menyusui
anaknya, tentusaja ayat ini akan berlaku umum terhadap segala bentuk sewa menyewa.
Selain itu, Hadist Nabi Muhammad SAW Riwayat Buhori Mualim sebagai
berikut:’’Diriwayatkan - dari Ibnu Abas, bahwa Rasulullah SAW bersabdah: berbekamlah
kamu, kemudian berikanlah olehmu upaya kepada tukang bekam. Dalam hadist lain di
sebutkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW bersabdah: Berikanlah upah pekerja
sebelum keringatnya kering.’’(HR.Ibnu Maja).

3
9. Wahbah az-Zuhaili, Ibid.
10.Wahbah az-Zuhaili, 734 Wahbah az-Zuhaili,
11.734 dan Sayyid Sabiq 11/200
Para fuqaha sepakat bahwa ijarah merupakan akad yang dibolehkan oleh syara, kecuali
beberapa ulama, seperti Abu Bakar Al-Asham, Ismail bin 'Aliyah, Hasan Al-Bashri, Al-
Qasyani, Nahrawani, dan Ibnu Kisan. Mereka tidak membolehkan ijarah, karena ijarah adalah
jual beli manfaat, sedangkan manfaat pada saat dilakukannya akad, tidak bisa
diserahterimakan. Setelah beberapa waktu barulah manfaat itu dapat dinikmati sedikit demi
sediki Sedangkan sesuatu yang tidak ada pada waktu akad tidak boleh diper jualbelikan.
Akan tetapi, pendapat tersebut disanggah oleh Ibnu Rusyd bahwa manfaat walaupun pada
waktu akad belum ada, tetapi pada galibnya ia (manfaat) akan terwujud, dan inilah yang
menjadi perhatian serta pertimbangan syara'."
Alasan jumhur ulama tentang dibolehkannya ijarah adalah
a.QS. Ath-Thalaq (65) ayat 6:
‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَتَاتُوه َُّن ُأجُو َره َُّن‬
َ ْ‫فَِإن َأر‬
Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada
mereka upahnya.
b. QS. Al-Qashash (28) ayat 26 dan 27:
‫ك إحْ دَى ا ْبنَتَى هَنتَ ْي ِن َعلَى َأن تَْأجْ َر ِن‬
َ ‫ت ا ْستَ ْف ِج َرهُ ِإ َّن َخيْر َم ِن ا ْستَ ْك َجرْ تَ ْالقَ ِويُّ اَأْل ِمينُ قَا َل إلى أري ُد َأ ْن َأن ِك َح‬
ِ َ‫ت ِإحْ َد ْتهُ َما يَتََأب‬
ْ َ‫قَال‬
َ‫ك َستَ ِج ُدنِي ِإن َشا َء هَّللا ُ ِمن‬ ِّ ‫ك َو َما ُأ ِري ُد َأ ْن َأ ُش‬
َ ‫ق َعلَ ْي‬ َ ‫ج فَِإ ْن َأ ْت َم ْمتَ َع ْشرًا فَ ِم ْن ِعن ِد‬
ٍ ‫ثَ َمنِي ِح َج‬
4
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang
bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

Berkatalak dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah
seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan
jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku
tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-
orang yang baik"

Hadis Aisyah:
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه‬ َ ‫ َوا ْست‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمقالت‬
َ ِ‫َأجر َرسُو ُل هللا‬ ِ ‫الزبير َأ ْن عَاِئ َشةَ َر‬
َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهَا زَ و َج النَّبِي‬ ِ ‫عن عروة بن‬
‫ال‬ َ
ِ َ‫ث لي‬ َ
َ ‫ثور بعد ثاَل‬ َ َ
ٍ ‫ش فَ َدفَ َعا ِإل ْي ِه َرا ِحلتَ ْي ِه َما َو َو َعدَاهُ غَا َر‬ ُ
ٍ ‫ار ق َر ْي‬َّ ُ
ِ ‫ين كف‬ ِ ‫َو َسلَّ َم َوَأبُو بَ ْك ٍر َر ُجال ِمن بَنِي الدِّيلهَا ِديًا ِخ ِرينَا َوهُ َو َعلى ِد‬
َ ً
‫ بِراحلتيهما صبح ثَلث‬.
Dari Urwah bin Zubair bahwa sesungguhnya Aisyah ra. istri Nabi berkata: Rasulullah dan
Abu Bakar menyewa seorang laki-laki dari suku Bani Ad-Dayl, penunjuk jalan yang mahir,
dan ia masih memeluk agama orang kafir Quraisy. Nabi dan Abu Bakar kemudian
menyerahkan kepadanya kendaraan mereka, dan mereka berdua menjanjikan kepadanya

4
12. Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiy wa Adillatuh, Juz 4, Dar Al-Fikr, Damaskus, cet. I 1989, hlm. 730.
13. Muhammad ibnu Rusyd Al-Qurthubi, Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah Al-Mutashi 9 Juz 2, Dar Al-Fikr,
t.t., hlm. 166.
untuk bertemu di Gua Tsaur dengan kendaraan mereka setelah tiga hari pada pagi hari Selasa.
(HR. Al-Bukhari)
d. Hadis Ibnu Abbas:
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم َوَأ ْعطَىالحجام أجره‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َما ق‬
َ ‫ احتج َم النَّبِ ُّي‬:‫ال‬ ِ ‫س َر‬
ٍ ‫عن اب ِْن َعبَّا‬.
ِ

5
Dari Ibnu Abbas & ia berkata: Nabi berbekam dan beliau memberikan kepada tukang bekam
itu upahnya. (HR. Al-Bukhari)"
e. Hadis Ibnu Umar:
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ ْعطَىاألخير أجره قبل أن يجف عرقه‬
َ ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ال‬
َ َ‫من ابن عمر رضي هللا عنهما ق‬.
Dari Ibnu Umaria berkata: Rasulullah bersabda: Berikanlah kepada tenaga kerja itu upahnya
sebelum keringatnya kering. (HR. Ibnu Majah) Dari ayat-ayat Alquran dan beberapa hadis
Nabi tersebut jelaslah bahwa akad ijarah atau sewa-menyewa hukumnya dibolehkan, karena
memang akad tersebut dibutuhkan oleh masyarakat.
Di samping Alquran dan sunnah, dasar hukum ijarah adalah ijma. Sejak zaman sahabat
sampai sekarang ijarah telah disepakati oleh para ahli hukum Islam, kecuali beberapa ulama
yang telah disebutkan di atas. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sangat membutuhkan
akad ini. Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ada orang kaya yang memiliki beberapa
rumah yang tidak ditempati. Di sisi lain ada orang yang tidak memiliki tempat tinggal
Dengan dibolehkannya ijarah maka orang yang tidak memiliki tempat tinggal bisa menempati
rumah orang lain yang tidak digunakan untuk beberapa waktu tertentu, dengan memberikan
imbalan berupa uang sewa yang disepakati bersama, tanpa harus membeli rumahnya.

C. RUKUN IJARAH
Rukun ijarah adalah:
a.pihak yang menyewah
b.Pihak yang menyewahkan
c.Benda yang di ijarahkan
d.Akad

1. Rukun Ijárah
Menurut Hanafiah, rukun ijarah hanya satu, yaitu ijab dan qabul, yakni pernyataan dari orang
yang menyewa dan menyewakan. Lafal yang digunakan adalah lafal ijarah (5), isti'jar (j),
iktira (5) dan ikra (15).
Sedangkan menurut jumhur ulama, rukun ijarah itu ada empat, yaitu
a. aid, yaitu mujir (orang yang menyewakan) dan matajir (orang yang menyewa).
b. shighat, yaitu ijab dan qabul,
c. ujrah (uang sewa atau upah), dan

5
15. Muhammad bin Isma'il Al-Bukhari, Matan Al-Bukhari Masykud Bihayiyah As-Sindi, Juz 2. Dar Al-Fikr,
Beirut, t.t., hlm. 33.
d. manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga dari orang
yang bekerja."
Perbedaan pendapat mengenai rukun akad ini sudah banyak dibicarakan dalam akad-
akad yang lain, seperti jual beli, dan lain-lain. Oleh karena itu, hal ini tidak perlu
diperpanjang lagi.

2.Bagian ijarah
Pasal 295
a. musta’jir/pihak menyewah
b. mu’ajir/pihak yang menyewakan;
c. ma’jur/benda yang diijarahkan; dan
d. akad

Pasal 296

(1) Shigat akad ijarah harus menggunakan kalimat yang jelas.


(2) Akad ijarah dapat dilakukan dengan lisan, tulisan, dan/atau isyarat.

Pasal 297
Akad ijarah dapat diubah, diperpanjang, dan/atau dibatalkan berdasarkan kesepakatan.

Pasal 298
(1) Akad ijarah dapat diberlakukan untuk waktu yang akan datang.
(2) Para pihak yang melakukan akad ijarah tidak boleh membatalkannya hanya karena akad
itu masih belum berlaku.

Pasal 299
Akad ijarah yang telah disepakati tidak dapat dibatalkan karena ada penawaran yang lebih
tinggi dari pihak ketiga.

Pasal 300
(1) Apabila musta jir menjadi pemilik dari majur maka akad ijarah berakhir dengan
sendirinya. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berlaku juga pada ijarah
jama'i/kolektif.

D. SYARAT-SYARATNYA
Seperti halnya dalam akad jual beli, syarat-syarat ijarah ini juga terdiri atasempat jenis
persyaratan, yaitu:
a. syarat terjadinya akad (syarat iniqad),
b. syarat nafadz (berlangsungnya akad),
c. syarat sahnya akad, dan
d. syarat mengikatnya akad (syarat luzum).

a. Syarat Terjadinya Akad (Syarat In'igad)


Syarat terjadinya akad (syarat iniqad) berkaitan dengan 'ägid, akad, dan objek akad. Syarat
yang berkaitan dengan 'âqid adalah berakal, dan mumayyiz menurut Hanafiah, dan baligh
menurut Syafi'iyah dan Hanabilah. Dengan demikian, akad ijarah tidak sah apabila pelakunya
(mu'jir dan mustajir) gila atau masih di bawah umur. Menurut Malikiyah, tamyiz merupakan
syarat dalam sewa-menyewa dan jual beli, sedangkan baligh merupakan syarat untuk
kelangsungan (nafadz). Dengan demikian, apabila anak yang mumayyiz menyewakan dirinya
(sebagai tenaga kerja) atau barang yang dimilikiny maka hukum akadnya sah, tetapi untuk
kelangsungannya menungguizis walinya,"

b. Syarat Kelangsungan Akad (Nafadz)


Untuk kelangsungan (nafadz) akad ijarah disyaratkan terpenuhinya hak mili atau wilayah
(kekuasaan). Apabila si pelaku (agid) tidak mempunyai hak kepemilikan atau kekuasaan
(wilayah), seperti akad yang dilakukan oleh fudhuli, maka akadnya tidak bisa dilangsungkan,
dan menurut Hanafia dan Malikiyah statusnya mauquf (ditangguhkan) menunggu persetujuan
pemilik barang. Akan tetapi, menurut Syafi'iyah dan Hanabilah hukumnya batal, seperti
halnya jual beli."

C. Syarat Sahnya Ijarah


Untuk sahnya ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan denga aqid (pelaku),
maqud 'alaih (objek), sewa atau upah (ujrah) dan akad sendiri. Syarat-syarat tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Persetujuan kedua belah pihak, sama seperti dalam jual beli. Dasama adalah firman Allah
dalam Surah An-Nisa' (4) ayat 29:

‫اض ِمن ُك ْم َواَل تَ ْقتُلُوا َأنفُ َس ُك ْم ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم‬ ‫ْأ‬
ِ ‫تأيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا اَل تَ ُكلُوا َأ ْم َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْالبَن ِط ِل ِإاَّل َأن تَ ُكونَ تَجْ تَ َرةٌ عَن تَ َر‬
‫َر ِحي ًما‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu. dan janganlah kam membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. Ijarah termasuk kepada perniagaan (tijarah), karena di dalamnya
terdapat tukar-menukar harta,

2) Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak menimbulkan perselisihan. Apabila
objek akad (manfaat) tidak jelas, sehingga menimbulkan perselisihan, maka akad ijarah tidak
sah, karena dengan demikian, manfaat tersebut tidak bisa diserahkan, dan tujuan akad tidak
tercapai.

Kejelasan tentang objek akad ijarah bisa dilakukan dengan menjelaskan:

a) Objek manfaat. Penjelasan objek manfaat bisa dengan mengetahui benda yang disewakan.
Apabila seseorang mengatakan, "Saya sewakan kepadamu salah satu dari dua rumah ini",
maka akad ijarah tidak sah, karena rumah yang mana yang akan disewakan belum jelas.
b) Masa manfaat. Penjelasan tentang masa manfaat diperlukan dalam kontrak rumah tinggal
berapa bulan atau tahun, kios, atau kendaraan, misalnya berapa hari disewa.
c) Jenis pekerjaan yang harus dilakukan oleh tukang dan pekerja. Penjelasan ini diperlukan
agar antara kedua belah pihak tidak terjadi perselisihan. Misalnya pekerjaan membangun
rumah sejak fondasi sampai terima kunci, dengan model yang tertuang dalam gambar. Atau
pekerjaan menjahit baju jas lengkap dengan celana, dan ukurannya jelas.6

3) Objek akad ijarah harus dapat dipenuhi, baik menurut hakiki maupun syar'i. Dengan
demikian, tidak sah menyewakan sesuatu yang sulit diserahkan secara hakiki, seperti
menyewakan kuda yang binal untuk dikendarai. Atau tidak bisa dipenuhi secara syar'i, seperti
menyewa tenaga wanita yang sedang haid untuk membersihkan masjid, atau menyewa dokter
untuk mencabut gigi yang sehat, atau menyewa tukang sihir untuk mengajar ilmu sihir.
Sehubungan dengan syarat ini Abu Hanifah dan Zufar berpendap bahwa tidak boleh
menyewakan benda milik bersama tanpa mengi sertakan pemilik syarikat yang lain, karena
manfaat benda milik bersama tidak bisa diberikan tanpa persetujuan semua pemilik. Akan
tetapi menurut jumhur fuqahd menyewakan barang milik bersama hukumny dibolehkan
secara mutlak, karena manfaatnya bisa dipenuhi dengan can dibagi antara pemilik yang satu
dengan pemilik yang lain.

4) Manfaat yang menjadi objek akad harus manfaat yang dibolehkan oleh syara. Misalnya
menyewa buku untuk dibaca, dan menyewa rumah und tempat tinggal. Dengan demikian,
tidak boleh menyewakan rumah und tempat maksiat, seperti pelacuran atau perjudian, atau
menyewa orang untuk membunuh orang lain, atau menganiayanya karena dalam h ini berarti
mengambil upah untuk perbuatan maksiat.

5) Pekerjaan yang dilakukan itu bukan fardhu dan bukan kewajiban orang yang disewa (ajir)
sebelum dilakukannya ijarah. Hal tersebut karena seseorang yang melakukan pekerjaan yang
wajib dikerjakannya, tid berhak menerima upah atas pekerjaannya itu. Dengan demikian,
tidak sah menyewakan tenaga untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang sifatnya taqarrab
dan taat kepada Allah, seperti shalat, puasa, haj menjadi imam, adzan dan mengajarkan
Alquran, karena semuanya mengambil upah untuk pekerjaan yang fardhu dan wajib.
Pendapat in disepakati oleh Hanafiah dan Hanabilah." Akan tetapi, ulama mutaakhkhirin dari
Hanafiah mengecualikan dari ketentuan tersebut dalam hal mengajarkan Alquran dan ilmu-
ilmu agama. Mereka membolehkan mengambil upah untuk pekerjaan tersebut deng
menggunakan istilsän, setelah orang-orang kaya dan baitulmal mang hentikan pemberian
imbalan kepada mereka. Apabila tidak ada orang yang mengajarkan Alquran dan ilmu-ilmu
agama karena kesibukan mencari nafkah dengan bertani dan berdagang misalnya, maka
Alqura dan ilmu-ilmu agama akan hilang, dan masyarakat akan boda Oleh karena itu,
dibolehkan mengambil upah untuk mengajarkan Alquran dan ilmu-ilmu agama."
Dari Ibnu Abbas bahwa sesungguhnya Rasulullah bersabda: Sesungguhnya perbuatan yang
paling berhak untuk mengambil upah adalah kitabullah. (HR. Al-Bukhari)21

Di samping mengajarkan Alquran, Malikiyah juga membolehkan mengambil upah untuk


adzan beserta imam dan mengurus masjid, tidak untuk shalatnya, sebagaimana mereka dan
Syafi'iyah membolehkan ijarah untuk haji, sesuai dengan perintah Rasulullah kepada salah
seorang sahabat untuk melakukan haji bagi orang lain." Syafi'iyah juga membolehkan ijarah
untuk haji, memandikan mayit, menalkinkan, dan menguburkannya. Abu Hanifah tidak
6
16 Ibid. Juz 4, hlm. 18.
17 Ibid. Juz 4, hlm. 20
18. Wahbah Zuhaili, Juz 4. hlm, 736
membolehkan mengambil upah untuk memandikan mayit, tetapi ia membolehkan ijarah
untuk menggali kubur dan memikul janazah. Para ulama sepakat membolehkan meng- ambil
upah untuk mengajarkan ilmu hisab (matematika), khath, lughah (bahasa), adab (sastra),
fiqh,, dan hadis serta membangun masjid dan madrasah.23

6) Orang yang disewa tidak boleh mengambil manfaat dari pekerjaannya untuk dirinya
sendiri. Apabila ia memanfaatkan pekerjaan untuk dirinya maka ijarah tidak sah. Dengan
demikian, tidak sah ijarah atas perbuatan taat karena manfaatnya untuk orang yang
mengerjakan itu sendiri.

7) Manfaat maqud alaih harus sesuai dengan tujuan dilakukannya akad jarah, yang biasa
berlaku umum. Apabila manfaat tersebut tidak s dengan tujuan dilakukannya akad ijarah
maka ijarah tidak sah. Misalnya sesuai menyewa pohon untuk menjemur pakaian. Dalam
contoh ini ijarah tidak dibolehkan, karena manfaat yang dimaksud oleh penyewa yaitu
menjemur pakaian, tidak sesuai dengan manfaat pohon itu sendiri.

Adapun syarat-syarat yang berkaitan dengan upah (ujrah) adalah sebagai berikut.

1) Upah harus berupa mål mutaqawwim yang diketahui. Syarat ini J disepakati oleh para
ulama. Syarat mal mutaqawwim diperlukan dalam ijarah, karena upah (ujrah)
merupakan harga atas manfaat, sama seperi harga barang dalam jual beli. Sedangkan
syarat "upah harus diketahu didasarkan kepada hadis Nabi.

َ َ‫وعن أبي سعيد رضي هللا عنه أن النبي صلى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬.
‫ َمن استأجر أميرا فليسم له أجرته‬:‫ال‬

Dari Abi Sa'id bahwa sesungguhnya Nabi bersabda: Barangsiapa yang menyewa
tenaga kerja, hendaklah ia menyebutkan baginya upahnya,25

Kejelasan tentang upah kerja ini diperlukan untuk menghilangkan perselisihan antara
kedua belah pihak. Penentuan upah atau sewa ini boleh didasarkan kepada urf atau
adat kebiasaan. Misalnya, sewa (ongkos) kendaraan angkutan kota, bus, atau becak,
yang sudah lazim berlaku, meskipun tanpa menyebutkannya, hukumnya sah.

2) Upah atau sewa tidak boleh sama dengan jenis manfaat ma'qud 'alaih. Apabila upah
atau sewa sama dengan jenis manfaat barang yang disewa. maka ijarah tidak sah.
Misalnya menyewa rumah untuk tempat tinggal yang dibayar dengan tempat tinggal
rumah si penyewa, menyewa kendaraan dengan kendaraan, tanah pertanian dengan
tanah pertanian. Ini pendapat Hanafiah. Akan tetapi, Syafi'iyah tidak memasukkan
syarat ini sebagai syarat untuk ujrah.

2 Syarat Mengikatnya Akad Ijarah (Syarat Luzum)

Agar akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat:


1) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat ('aib) yang menyebabkan
terhalangnya pemanfaatan atas benda yang disewa itu. Apabila terdapat suatu cacat
('aib) yang demikian sifatnya, maka orang yang menyewa (musta jir) boleh memilih
antara meneruskan tjärah dengan pengurangan uang sewa dan membatalkannya.
Misalnya sebagian rumah yang akan disewa runtuh, kendaraan yang dicarter rusak
atau mogok. Apabila rumah yang disewa itu hancur seluruhnya maka akad ijarah jelas
harus fasakh (batal), karena maqud 'alaih rusak total, dan hal itu menyebabkan fasakh-
nya akad."
2) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah. Misalnya udzur
pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada sesuatu yang disewakan. Apabila
terdapat udzur, baik pada pelaku maupun pada maqud 'alaih, maka pelaku berhak
membatalkan akad. Ini menurut Hanafiah. Akan tetapi, menurut jumhur ulama, akad
ijarah tidak batal karena adanya udzur, selama objek akad yaitu manfaat tidak hilang
sama sekali."7

E. MACAM-MACAM IJARAH DAN HUKUMNYA


Ijarah ada dua macam:
1. Ijarah atas manfaat, disebut juga sewa-menyewa. Dalam ijarah bagian pertama ini, objek
akadnya adalah manfaat dari suatu benda. 2 árak atas pekerjaan, disebut juga upah-
mengupah. Dalam jarah bagian kedua ini, objek akadnya adalah amal atau pekerjaan
seseorang.8
1. Hukum jarah Atas Manfaat (Sewa-menyewa)

Akad sewa-menyewa dibolehkan atas manfaat yang mubah, seperti rumal untuk tempat
tinggal, toko dan kios untuk tempat berdagang, mobil unt kendaraan atau angkutan, pakaian
dan perhiasan untuk dipakai. Adapa manfaat yang diharamkan maka tidak boleh disewakan,
karena barang diharamkan. Dengan demikian, tidak boleh mengambil imbalan untuk manfaat
yang diharamkan ini, seperti bangkai dan darah.
a. Cara Menetapkan Hukum Akad Ijarah
Menurut Hanafiah dan Malikiyah, ketetapan hukum akad ijarah (se menyewa) berlaku sedikit
demi sedikit atau setahap demi setahap, sesu dengan timbulnya objek akad yaitu manfaat. Hal
itu karena manfaat dar suatu benda yang disewa tidak bisa dipenuhi sekaligus, melainkan
sedika demi sedikit. Akan tetapi, menurut Syafi'iyah dan Hanabilah, ketetapan hukum akad
ijarah (sewa-menyewa) itu berlaku secara kontan sehingga mase sewa dianggap seolah-olah
seperti benda yang tampak." Sebagai akibat dari perbedaan antara Hanafiah dan Malikiyah di
satu pihak dan Syafi'iyah serta Hanabilah di pihak lain, timbul perbedaan antan mereka dalam
masalah berikutnya.
i) Hubungan antara uang sewa dengan akad

7
19 Sayid Sabiq, op.cit., Juz 3, hlm. 202.
20 Wahbah Zuhaili, op.cit., Juz 4, hlm. 746.
21 Muhammad bin Isma'il Al-Bukhari, op.cit. Juz 2, hlm. 36.
22 Wahbah Zuhaili, loc.cit., Juz 4. 23 Sayid Sabiq, op.cit., Juz 3, hlm. 203.
8
23. Wahbah Zuhaili, op.cit., Juz 4, hlm.758,
24. Alauddin Al-Kasani, op.cit., Juz 4, CD Room, him.59,
25. Wahbah Zuhaili, op.cit.. Juz 4, hlm. 758-759,
26. Syamsuddin Ahmad bin Qaudar, Nataij Al-Afkar fi Kasyfi Ar-Rumiz wa Al-Asrar, Juz 9, Dar Al-Fikr,
Beirut, t.t., hlm. 91.
Menurut Syafi'iyah dan Hanabilah, uang sewa (ujrah) dapat dimiliki dengan semata-mata
telah dilakukannya akad, karena ijarah adalah akad muawadhah yang apabila tidak dikaitkan
dengan syarat, secara otomatis menimbulkan hak milik atas kedua imbalan (manfaat dan
sewa) begitu akad selesai, persis seperti timbulnya hak milik dalam jual beli.
Menurut Hanafiah dan Malikiyah, uang sewa tidak bisa dimiliki hanya semata-mata dengan
akad saja, melainkan diperoleh sedikit demi sedikit sesuai dengan manfaat yang diterima.
Dengan demikian, mujir (orang yang menyewakan) tidak bisa menuntut uang sewa sekaligus,
melainkan berangsur9 shani demi sehari. Hal tersebut dikarenakan muitwadhah yang mutlak tanpa
syarat apabila kepemilikan dalam salah satu barang yang ditukarkan belum tetap maka imbalan yang
lain juga belum bisa diterima, karena dalam hal ini dituntut adanya keseimbangan antara hak masing-
masing pihak."
2) Penyerahan barang yang disewakan setelah akad
Menurat Hanafiah dan Malikiyah, mu'jir (orang yang menyewakan) diwajibkan untuk menyerahkan
barang yang disewakan kepada mustajir (penyewa) setelah dilakukannya akad, dan ia (ma'jir) tidak
boleh menahannya. dengan tujuan untuk memperoleh pembayaran uang sewa, Hal tersebut
dikarenakan sebagaimana telah disebutkan di atas, menurut mereka upah itu tidak wajib dibayar
hanya semata-mata karena akad, melainkan karena diterimanya manfaat, sedangkan pada waktu akad
manfaat itu belum ada. Manfaat baru diterima sedikit demi sedikit setelah barang yang disewa mulai
digunakan.
3) Ijarah dikaitkan dengan masa yang akan datang
Menurut Hanafiah, Malikiyah dan Hanabilah, ijarah boleh disandarkan kepada masa yang akan
datang. Misalnya, kata orang yang menyewakan: Saya sewakan rumah ini kepada Anda selama satu
tahun, dimulai bulan Januari 2008" sedangkan akad dilakukan pada bulan November 2007. Hal
tersebut dikarenakan akad ijarah itu berlaku sedikit demi sedikit, sesuai dengan timbulnya maqud
alath yaitu manfaat. Dengan demikian, sebenarnya akad ijarah disandarkan kepada saat adanya
manfaat. Akan tetapi, menurut Syafi'iyah, ijarah tidak boleh disandarkan kepada masa yang akan
datang Hal ini karena ijarah merupakan jual beli atas manfaat yang dianggap ada pada waktu akad,
Dengan demikian, objek akad yang berupa manfaat itu seolah-olah benda yang berdiri sendiri, dan
menyandarkan jual beli kepada sesuatu yang belum ada hukumnya tidak sah." 10

b. Cara Memanfaatkan Barang Sewaan


1) Sewa rumah, toko, dan semacamnya Apabila seseorang menyewa rumah, toko, atau kios,
maka ia boleh memanfaatkannya sesuai dengan kehendaknya, baik dimanfaatkan sendiri atau
untuk orang lain, bahkan boleh disewakan lagi, atau dipinjamkan kepada orang lain, Hanya
saja ia tidak boleh menempatkan barang-barang alat-alat berat yang nantinya akan
membebani dan merusak bangunan yang disewanya.
2) Sewa tanah
Dalam sewa tanah, harus dijelaskan tujuannya, apakah untuk pertanian dan disebutkan pula
jenis yang ditanamnya, seperti bayam, padi, jagung atau lainnya, bangunan bengkel, atau
warung, dan sebagainya. Apabila tujuannya tidak dijelaskan, maka ijarah menjadi fasid. Hal

9
27.Wahbah Zuhaili, op.cit., Juz 4, hlm. 759-760
10
28. Hid, Jue 4, hlm. 760
29. Ibid. Juz 4, hlm. 762. 39 lbid. Juz 4, hlm 762-763
ini karena manfaat dari tanah berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan bangunan, tanaman,
dan jenisnya
3) Sewa kendaraan
Dalam menyewa kendaraan, baik hewan maupun kendaraan lainnya, harus dijelaskan salah
satu dari dua hal, yaitu waktu dan tempat. Demikian pula barang yang akan dibawa, dan
benda atau orang yang akan diangkut hans dijelaskan, karena semuanya itu nantinya akan
berpengaruh kepada kondisi kendaraannya. Apabila hal itu tidak dijelaskan maka bisa
menimbulkan perselisihan antara mujir dan mustajir.
c. Memperbaiki Barang Sewaan
Menurut Hanafiah, apabila barang yang disewa itu mengalami kerusak seperti pintu yang
rusak, atau tembok yang roboh, dan lain-lainnya maka yang berkewajiban memperbaikinya
adalah pemiliknya, bukan penyewa Hal tersebut karena barang yang disewa itu milik mu'jir.
dan memperbaiki adalah pemiliknya. Hanya saja ia (mujir) tidak bisa dipaksa yang untuk
memperbaiki kerusakan tersebut. Apabila musta'jir melakukan harus perbaikan tanpa
persetujuan ma'jir maka perbaikan tersebut diangg sukarela, dan ia tidak bisa menuntut
penggantian biaya perbaikan. Akan tetapi, apabila perbaikan tersebut atas permintaan dan
persetujuan m maka biaya perbaikan bisa diperhitungkan sebagai beban yang harus diganti
olch mujir."
d. Kewajiban Penyewa Setelah Selesainya Akad Ijarah Apabila masa sewa telah habis, maka
kewajiban penyewa adalah sebagai berikut.
1) Penyewa (musta jir) harus menyerahkan kunci rumah atau toko kepada

pemiliknya (mujir). 2) Apabila yang disewa itu kendaraan, maka penyewa (mustajir) harus
mengembalikan kendaraan yang telah disewanya ke tempat asalnya.
2. Hukum Ijarah Atas Pekerjaan (Upah-mengupah)
jarah atas pekerjaan atau upah-mengupah adalah suatu akad ijarah untuk melakukan suatu
perbuatan tertentu. Misalnya membangun rumah, menjahit pakaian, mengangkut barang ke
tempat tertentu, memperbaiki mesin cuci, atau kulkas, dan sebagainya. Orang yang
melakukan pekerjaan disebut ajir atau tenaga kerja. Ajir atau tenaga kerja ada dua macam:
Ajir (tenaga kerja) khusus, yaitu orang yang bekerja pada satu orang untuk masa tertentu.
Dalam hal ini ia tidak boleh bekerja untuk orang lain selain orang yang telah
mempekerjakannya. "Contohnya seseorang yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga
pada orang tertentu.
b. Ajir (tenaga kerja) musytarak, yaitu orang yang bekerja untuk lebih dari sari satu
orang, sehingga mereka bersekutu di dalam memanfaatkan tenaganya. Contohnya
tukang jahit, tukang celup, notaris, dan 42 pengacara. Hukumnya adalah ia (ajir
musytarak) boleh bekerja untuk semua orang, dan orang yang menyewa tenaganya
tidak boleh11
11
30. Thid. Juz 4, hlm. 764-765.
40. Thid., Juz 4, hlm. 766.
 Fatwa DSN MUI tentang Ijarah

DEWAN SYARIAH NASIONAL


MAJELIS ULAMA INDONESIA

FATWA
DEWAN SYARIAH NASIONAL
Nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000

Tentang
PEMBIAYAAN IJARAH
‫بسم هللاِ الرَّحْ َم ِن ال َّر ِح ِيم‬

Dewan Syariah Nasional, setelah:


Menimbang:
a. bahwa kebutuhan masyarakat untuk memperoleh manfaat suatu barang sering
memerlukan pihak lain melalui akad ijarah, yaitu akad pemin dahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

b. bahwa kebutuhan akan ijarah kini dapat dilayani oleh Lembaga Keuangan Syariah
(LKS) melalui akad pembiayaan ijarah:

c. bahwa agar akad tersebut sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu
menetapkan fat- wa tentang akad ijarah untuk dijadikan pedo man oleh LKS.

Mengingat
1. Firman Allah QS. al-Zukhruf/43: 32:

‫ت‬
ٍ ‫ ا‬µ‫ْض َد َر َج‬
ٍ ‫ق بَع‬ َ ‫ا بَع‬µµَ‫ َو َرفَ ْعن‬،‫ ُّد ْنيَا‬µ‫ا ِة ال‬µµَ‫ نَحْ نُ قَ َس ْمنَا بَ ْينَهُ ْم َم ِع ْي َشتَهُ ْم فِي ْال َحي‬،َ‫َأهُ ْم يَ ْق ِس ُمونَ َرحْ َمتَ َربِّك‬
َ ْ‫و‬µµَ‫هُ ْم ف‬µ‫ْض‬
َ‫ك َخ ْي ٌر ِمما يَجْ َمعُون‬ َ ِّ‫ َو َرحْ َمت َرب‬،‫ضهُ ْم بَ ْعضًا س ُْخ ِريًّا‬
ُ ُ ‫ لِيَتَّ ِخ َذ بَ ْع‬.

Apakah mereka yang membagi-bagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah


menentukan antara mere- ka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan
Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat menggunakan sebagian yang lain. Dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

2. Firman Allah QS. al-Baqarah/2: 233:

.. َ ‫وا َأ َّن هَّللا‬µµ‫ َواتَّقُوا هَّللا َ َوا ْعلَ ُم‬،‫ُوف‬


ِ ‫ضعُوا َأوْ اَل َد ُك ْم فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذا َسلَّ ْمتُ ْم َما آتَ ْيتُ ْم بِ ْال َم ْعر‬
ِ ْ‫وَِإ ْن َأ َر ْدتُ ْم َأ ْن تَ ْستَر‬
ُ
ِ َ‫بِ َما تَ ْع َملونَ ب‬.
‫صي ٌر‬

...Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu
apabila kamu mem- berikan pembayaran menurut yang patut. Bertak- walah

41. Sayid Sabiq, op. cit. Jue 3, hlm. 209.


kepada Allah; dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan.

3. Firman Allah QS. al-Qashash/28:26:

ُ‫ ِإ َّن خَ ي َْر َم ِن ا ْستَْأ َجرْ تَ ْالقَ ِويُّ اَأل ِمين‬،ُ‫ت ا ْستَْأ ِجرْ ه‬
ِ َ‫ت ِإحْ دَاهُ َما يَْأب‬
ْ َ‫قال‬.

Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, "Hai ayahku! Ambillah ia sebagai
orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang pa- ling baik
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya.

4. Hadis Riwayat 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri, Nabi
SAW bersabda:

ُ‫ َم ِن ا ْستَْأ َج َر َأ ِج ْيرًا فَ ْليُ ْعلِ ْمهُ َأجْ َره‬.

5. 5. Hadis Riwayat 'Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id al-Khudri,
Nabi SAW bersabda:

ُ‫ َم ِن ا ْستَْأ َج َر َأ ِج ْيرًا فَ ْليُ ْعلِ ْمهُ َأجْ َره‬.

6. Hadis Riwayat Abu Daud dari Sa’d lbn Abi Waqqash, ia berkata:

َ ِ ‫و ُل هَّللا‬µ‫ا َر ُس‬µَ‫ فَنَهَان‬،‫ا‬µµَ‫ا ِء ِم ْنه‬µ‫ع َو َما َس ِع َد بِ ْال َم‬


‫ ِه َوآلِ ِه‬µ‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬µ‫ص‬ َ ْ‫كنا نكري اَألر‬
ِ ْ‫ض بِ َما َعلَى ال َّس َواقِي ِمنَ ال َّزر‬
َّ‫ك َوَأ ْم َرنَا َأ ْن تُ ْكربَهَا بِ َذهَب َأوْ فِض‬ َ ِ‫ َو َسلَّ َم ع َْن ذل‬.

"Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayar- an) hasil pertaniannya; maka,
Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami
menyewakannya dengan emas atau pe- rak"

7. Hadis Nabi Riwayat Tirmidzi dari Amr bin 'Auf:

‫ َّر َم‬µ‫رْ طًا َح‬µ‫ُوط ِه ْم ِإاَّل َش‬ِ ‫ر‬µ‫لِ ُمونَ َعلَى ُش‬µ‫ا َو ْال ُم ْس‬µ‫ َّل َح َرا ًم‬µ‫الصُّ ْل ُح َجاِئ ٌر بَ ْينَ ْال ُم ْسلِ ِمينَ ِإاَّل ص ُْلحًا َح َّر َم َحاَل اًل َأوْ َأ َح‬
‫َأ‬
‫وْ َح َّل َح َرا ًما‬ ‫َأ‬ ‫اًل‬ ‫اَل‬‫ح‬.
َ
"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharam- kan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram."
8. Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa-menyewa.
9. Kaidah fiqh:

‫ت اِإْل بَا َحةُ ِإاَّل َأ ْن يَدُلُّ َدلِ ْي ٌل َعلَى تَحْ ِري ِمهَا‬
ِ ‫اَألصْ ُل فِي ْال ُم َعا َماَل‬

"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharam- kannya."

‫ح‬ َ ‫ب ْال َم‬


ِ ِ‫صال‬ ِ ‫َدرْ ُء ْال َمفَا ِس ِد ُمقَ َّد ٌم َعلَى َج ْل‬
"Menghindarkan mafsadat (kerusakan, bahaya) harus didahulukan atas
mendatangkan kemasla- hatan."
Memerhatikan: Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Na- sional pada hari
Kamis, tanggal 8 Muharram 1421 H/13 April 2000.

MEMUTUSKAN
Menetapkan: FATWA TENTANG PEMBIAYAAN IJARAH
Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah:
1. Pernyataan ijab dan kabul
2. Pihak-pihak yang berakad (berkontrak): terdiri atas pemberi sewa (lessor,
pemilik aset, LKS), dan penyewa (lessee, pihak yang mengambilmanfaat
dari penggunaan aset, nasabah).
3. Objek kontrak: pembayaran (sewa) dan man- faat dari penggunaan aset..
4. Manfaat dari penggunaan aset dalam ijarahadalah objek kontrak yang
harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa
dan bukan aset itu sendiri.
5. Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari ke- dua belah pihak yang
berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang ekuivalen,
dengan cara penawaran dari pemilik aset (LKS) dan penerimaan yang
dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua : Ketentuan Objek Ijarah:
1. Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2. Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat di- laksanakan dalam kontrak.
3. Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4. Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
5. Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemiki- an rupa untuk
menghilangkan jahalah (ketidak- tahuan) yang akan mengakibatkan
sengketa.
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan je- las, termasuk jangka
waktunya. Bisa juga dike- nali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Sewa adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS
sebagai pembayaran man- faat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam
jual beli dapat pula dijadikan sewa dalam Ijarah.
8. Pembayaran sewa boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama
dengan objek kontrak.
9. Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa dapat diwujudkan dalam
ukuran waktu, tempat dan jarak
Ketiga : Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan ljarah
1. Kewajiban LKS sebagai pemberi sewa:
a. Menyediakan aset yang disewakan.

b. Menanggung biaya pemeliharaan aset. c. Menjamin bila terdapat cacat pada


aset yangdisewakan.
2. Kewajiban nasabah sebagai penyewa:
a. Membayar sewa dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan aset yang
disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b. Menanggung biaya pemeliharaan aset yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c. Jika aset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan
yang diboleh- kan, juga bukan karena kelalaian pihak pe- nyewa dalam
menjaganya, ia tidak bertang- gung jawab atas kerusakan tersebut..
Keempat : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban- nya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak. maka penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Ar-bitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
Ditetapkan di Jakarta
Tanggal : 08 Muharram 1421 II
13 April 2000 M

DEWAN SYARIAH NASIONAL


MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris

Prof. K.H. Ali Yafie Drs. H.A.Nazri


Adlani

6. Aplikasi Ijarah pada Perbankan Syariah


Aplikasi ijarah pada perbankan syariah dapat dilihat dari jasa Shunduq Hifzi Ida atau
Safe Deposit Box. Ijarah muntahiya bi-tamlik (Financial Lease With Purchase
Option).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Perhitungan Ijarah dan IMBT atas pembiayaan ini menggunakan perhitungan margin
efektif, dimana porsi angsuran pokok akan kecil diawal pembayaran angsuran dan
nilai marginnya akan besar diawal pembayaran angsuran. Diharapkan penerapan
perhitungan margin efektif ini bersaing dengan akad Murabahah dalam pemberian
pembiayaan kepemilikan rumah dimana bentuk sistem sewa-beli ini cukup
memberikan kemudahan kepada nasabah yang ingin memiliki rumah dengan alternatif
sewa-beli. Pemilihan akad akan diserahkan sepenuhnya kepada nasabah, dan lembaga
cukup mempertimbangkan kembali skema akad apa saja yang akan mereka tawarkan
kepada nasabahnya.

B. Saran

Pelaku Ijarah dan IMBT diharapkan tidak hanya menjadikan konsep syariah sebagai
bentuk alternatif dalam pembiayaan tetapi menjadikan syariah sebagai bagian utama
dalam lembaga nasional. Dalam hal ini bentuk lembaga syariah telah berjalan sesuai
dengan tujuan lembaga dan memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh lembaga
non syariah.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Mardani, 2012. FIQIH EKONOMI SYARIAH. Jl. Tambara Raya. No. 23
Rawamangun – Jakarta 1320. KENCANA PRENADAMEDIA GROUP
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Juli 2010. FIQIH MUAMALAT. Jl. Sawo Raya
No. 18 jakarta 13220. AMZAH.
Dr. Yadi Janwari, Ferbuari 2015. LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH. Jl. Ibu
Inggit Garnasi No. 40 Bandung 40252. PT REMAJA ROSDAKARIA.

Anda mungkin juga menyukai