Anda di halaman 1dari 22

Makalah

Teori konsep hukum Ijarah

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur


Matakuliah: Fiqh nuamalah
Dosen: Bapak Ubaidillah, MHI

Oleh:
Kelompok 7

Nani Nuraini (2283130049)


Atikah nur amalina muchvi (2283130067)
M. Faiz Ibrahim (2283130080)

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan dan karunia-Nya pula, kami dapat menyelesaikan makalah ”Teori konsep
hukum ijarah” yang insya allah tepat pada waktunya.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Ubaidilah. MHI . selaku Dosen Mata Kuliah Fiqih
jinayah yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa Bimbingan dari beliau
mungkin kami tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini dengan format yang telah ditentukan.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalahuntuk kedepannya.
Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi peneliti dan pembaca.

Cirebon, 16 april 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I ................................................................................................................ 1

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan....................................................................................................... 2

BAB II............................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ................................................................................................ 3

A. Pengertian Ijarah ....................................................................................... 3

B. Asas- asas ijarah........................................................................................ 3

C. Objek Ijarah .............................................................................................. 6

D. Ijarah dalam perbankan syariah ................................................................. 7

BAB III ........................................................................................................... 10

PENUTUP ....................................................................................................... 10

A. Simpulan ................................................................................................. 10

B. Saran ....................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 11


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat memiliki kebutuhan- kebutuhan yang harus


dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Ada kalanya masyarakat tidak
memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam
perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa
pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non
bank. Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah Islam,
yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama manusia.
Pengaturan lembaga perbankan dalam syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam
ushul fiqih yang menyatakan bahwa mā lā yatimm al-wajib illa bihi fa huwa wajib yakni
sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.
Mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan ekonomi) adalah wajib diadakan. Oleh
karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa
adanya lembaga perbankan, maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk
diadakan. Dalam transaksi sewa-menyewa dalam perbankan konvensional tidak ada
peralihan hak milik, artinya jika masa sewa berakhir maka barang obyek sewa
dikembalikan pada pemilik sewa sehingga pada umumnya tidak membutuhkan jasa suatu
lembaga pembiayaan. Akan tetapi lain halnya dalam praktek perbankan Syariah karena
dikenal pembiayaan berdasarkan akad sewa-menyewa yang disebut ijarah. Oleh
karenanya timbul pertanyaan kenapa pada transaksi sewa-menyewa yang pada umumnya
tidak disertai pemindahan hak milik sehingga tidak diperlukan pembiayaan, sedangkan
dalam praktek perbankan syariah disertai dengan pemindahan kepemilikan? Hal inilah
yang menarik untuk dikaji dan selanjutnya akan diuraikan dalam pembahasan berikut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Ijarah?
2. Apa saja asas asas ijarah?
3. Apa saja objek Ijarah?
4. Bagaimana Ijarah dalam perkembankan islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui seperti apa ijarah
2. Untuk mengetahui seperti apa asas asas ijarah
3. Untuk mengetahui seperti apa objek ijarah
4. Untuk mengetahui seperti apa Ijarah dalam perkembankan islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Ijarah
Pengertian al-Ijarah. Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al’iwadhu
atau berarti ganti. Dalam Bahasa Arab, al-ijarah diartikan sebagai suatu jenis akad
untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian sejumlah uang. 1
Secara terminologi, ada beberapa defenisi al-ijarah yang dikemukakan oleh
para ulama fiqh. Pertama, ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: “transaksi
terhadap suatu manfaat dengan imbalan.”2
Kedua, ulama syafi’iyah mendefinisikannya dengan “transaksi terhadap suatu
manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan boleh dimanfaatkan dengan imbalan
tertentu”.3
Ketiga, ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan: “pemilikan
manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan”.4
Pada dasarnya keempat pendapat ulama di atas memiiliki pandangan yang sama
terhadap pengertian al-ijarah. Adapun menurut Zainuddin Ali, ijarah adalah akad
pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa
tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyyah) atas barang
itu sendiri5

Ijarah juga dapat diartikan lease contract dan juga hire contract. Lease
contract adalah suatu lembaga keuangan menyewakan peralatan, baik dalam bentuk
sebuah bangunan maupun barang-barang seperti mesin-mesin, pesawat terbang,
dan lain-lain kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang
sudah ditentukan secara pasti sebelumnya. 6

Definisi mengenai prinsip ijarah juga telah diatur dalam hukum positif
Indonesia yakni dalam Pasal 1 ayat 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005

1 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 13, terj. Kamaludin A. dan Marzuki (Bandung: PT al Ma’arif, 2007), h. 15
2 Al-Kasani, al-Bada’i’u al-Sana’i, Jilid IV (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 174
3 Al-Syarbaini al-Khathib, Mugni al- Muhtaj, Jilid II ( Beirut: Dar al-Fikr, 1978), h.233
4 Ibnu Qudama, al-Mugni, Jilid V ( Riyadh al-Haditsah, t.th.), h. 398
5 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 316.
6 Sutan Remy Syahdeini, Perbankan Islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Grafiti,
1999), h.28
yang mengartikan prinsip al-ijarah sebagai “transaksi sewa-menyewa atas suatu barang
dan atau upah mengupah atas suatu usaha jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa atau imbalan jasa.” Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional
No.09/DSN/MUI/IV/2000, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, dengan demikian dalam
akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak guna saja
dari yang menyewakan kepada penyewa7
Kesimpulan pengertian ijarah secara terminologi adalah sebagai berikut:
1. Transaksi atas pemanfaatan sesuatu disertai dengan ongkos
2. Perjanjian atas manfaat dengan tujuan tertentu yang diperkenankan dan upah tertentu
3. Transaksi atas manfaat pada batas masa tertentu dengan tujuan tertentu
yang diperkenankan dan biaya tertentu.

B. Asas- asas Ijarah


Asas-asas ijarah adalah prinsip-prinsip dasar yang harus dipatuhi oleh kedua
belah pihak, yaitu pihak yang menyewakan (mu'jir) dan pihak yang menyewa
(mustajir), dalam menjalankan perjanjian sewa menyewa. Berikut adalah beberapa
asas-asas ijarah yang perlu diperhatikan:
1. Kepemilikan Barang
Asas pertama dari ijarah adalah kepemilikan barang yang akan disewakan harus jelas
dan sah dimiliki oleh pihak yang menyewakan. Pihak yang menyewakan harus
memiliki hak untuk menyewakan barang tersebut kepada pihak yang menyewa.
2. Kesepakatan Harga
Asas kedua dari ijarah adalah kesepakatan harga sewa yang harus ditentukan dengan
jelas dan transparan. Harga sewa harus disepakati oleh kedua belah pihak dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan.
3. Waktu Sewa
Asas ketiga dari ijarah adalah waktu sewa yang harus ditentukan dengan jelas. Waktu
sewa harus disepakati oleh kedua belah pihak sebelum perjanjian sewa menyewa
dilaksanakan.

7
Zulfi Chairi, Pelaksanaan Kredit Perbankan Syariah Manurut UU No. 10 Tahun 1998, e-usu Repository, 2005,
h. 12
4. Kewajiban Perawatan
Asas keempat dari ijarah adalah kewajiban perawatan. Pihak yang menyewa harus
merawat barang yang disewa dengan baik selama masa sewa. Pihak yang menyewakan
juga harus memberikan barang yang dalam kondisi baik dan layak untuk digunakan.
5. Pembayaran Sewa
Asas kelima dari ijarah adalah pembayaran sewa yang harus dilakukan tepat waktu
sesuai dengan kesepakatan. Pihak yang menyewa harus membayar sewa sesuai dengan
jangka waktu yang telah disepakati.
6. Pemutusan Kontrak
Asas keenam dari ijarah adalah pemutusan kontrak sewa menyewa harus dilakukan
dengan cara yang sah dan adil. Pihak yang ingin memutuskan kontrak harus
memberikan pemberitahuan kepada pihak lainnya dan harus mematuhi ketentuan yang
telah disepakati dalam perjanjian sewa menyewa. 8
Dengan memperhatikan asas-asas ijarah tersebut, diharapkan perjanjian sewa
menyewa dapat berjalan dengan baik dan menghindari konflik antara
kedua belah pihak.

C. Landasan hukum ijirah


1. Al-Qur’an
Dalil tentang kebolehan transaksi al-ijarah dapat dipahami dari nash al-Qur’an
di antaranya QS. Ath-Thalaq: 6

َ ‫فَإ ِ ْن أ َ ْر‬
‫ضعْنَ لَكُ ْم فَـَٔاتُوهُن‬
Artinya:
‘Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah
kepada mereka upahnya.’9
Yang menjadi dalil dari ayat tersebut adalah ungkapan “berikanlah kepada
mereka upahnya, ungkapan tersebut menunjukan adanya jasa yang diberikan
sehingga berkewajiban membayar upah (fee) secara patut. Dalam hal ini termasuk

8
M. Shalahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam (Ed. I; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007),
9
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Mahkota Surabaya, 1989), h. 1060
di dalamnya jasa penyewaan atau leasing. Upah dalam ayat ini disebutkan dalam
bentuk umum,mencakup semua jenis sewa-menyewa (ijarah).
2. Al-Hadis
Kebolehan melakukan transaksi ijarah didasarkan juga kepada hadis, di
antaranya hadis yang diriwayatkan dari ibnu Aisyah ra. bahwa:
‫واستأجر النبي صلى هللا علیھ و سلم وأبو بكر رجال من بني الدیل ثم من ني عبد بن عبدي هادیا خرتا الخرت‬
‫الماهر بالھدیة‬
Artinya:
‘Nabi saw bersama Abu Bakar menyewa seorang penunjuk jalan yang mahir dari
Bani al-Dail kemudian dari Bani ‘Abdu bin ‘Adi.’ (HR Bukhari) 10
Hadis ini menunjukkan bahwa sewa-menyewa atau ijarah hukumnya boleh. Hal
itu dipahami dari hadis fi’liyah Nabi saw yang menyewa dan memberikan upahnya
kepada penunjuk jalan yang memandu perjalanan beliau bersama Abu Bakar ra.
Sebab Nabi Muhammad saw merupakan suri teladan yang baik untuk diikuti.

D. Objek Ijrah
Objek ijarah adalah barang atau jasa yang disewakan oleh pihak yang memiliki
hak miliknya (mu'jir) kepada pihak yang menyewa (mustajir) dalam suatu
perjanjian sewa menyewa (ijarah). Berikut adalah beberapa contoh objek ijarah
yang sering digunakan:
1. Properti
Properti seperti rumah, apartemen, atau kantor adalah salah satu objek ijarah
yang paling umum. Dalam perjanjian sewa menyewa properti, mu'jir
menyewakan properti kepada mustajir untuk digunakan dalam jangka waktu
tertentu dengan membayar sewa.
2. Kendaraan
Kendaraan seperti mobil, motor, atau pesawat terbang juga dapat menjadi
objek ijarah. Dalam perjanjian sewa menyewa kendaraan, mu'jir
menyewakan kendaraan kepada mustajir untuk digunakan dalam jangka
waktu tertentu dengan membayar sewa.

10
Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Juz IV (Beirut: Dal-Kutub al-Ilmiyyah, 1992), h. 442
3. Peralatan
Peralatan seperti mesin, alat berat, atau peralatan kantor dapat disewakan
sebagai objek ijarah. Dalam perjanjian sewa menyewa peralatan, mu'jir
menyewakan peralatan kepada mustajir untuk digunakan dalam jangka
waktu tertentu dengan membayar sewa.
4. Jasa
Selain barang, jasa juga dapat menjadi objek ijarah. Contohnya, jasa
kebersihan, jasa pengiriman barang, atau jasa pengangkutan. Dalam
perjanjian sewa menyewa jasa, mu'jir menyewakan jasa kepada mustajir
untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu dengan membayar sewa.
Dalam perjanjian ijarah, objek yang disewakan harus jelas dan dapat
diidentifikasi dengan jelas, serta harus layak dan sesuai dengan tujuan pemakaian.
Selain itu, objek ijarah juga harus sah dimiliki oleh mu'jir dan tidak bertentangan
dengan hukum dan syariat Islam.

Rukun dan syarat ijarah


1. Rukun Akad Ijarah
Menurut Sayyid Sabiq rukun ijarah menjadi sah dengan ijab Kabul lafaz
sewa dan yang berhubungan dengannya, serta lafaz (ungkapan) apa saja yang
dapat menunjukkan hal tersebut. Sedangkan menurut Hanafiah, rukun Ijarah
hanya satu, yaitu ijab dan qobul, yaitu pernyataan dari orang yang menyewa dan
yang menyewakan. Sedangkan menurut jumhur Ulama, rukun ijarah itu ada
empat, yaitu:
a.'Aqid, yaitu mu'ajir (orang yang menyewakan) dan musta jir (orang yang
menyewa).
b.Shighat, yaitu ijab dan qabul.
c.Ujrah, pemberian upah yaitu jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat.
d.Manfaat, baik manfaat dari suatu barang yang disewa atau jasa dan tenaga orang
yang bekerja.
2.Syarat Sahnya Ijarah
Seperti halnya dalam akad jual beli, syarat-syarat ijarah juga terdiri atas
empat jenis persyaratan, yaitu:
a.Syarat terjadinya akad (syarat in 'iqah)
b. Syarat nafadzh (berlangsungnya akad)
c. Syarat sahnya ijarah, dan
d. Syarat mengikatnya akad (syarat luzum)
a.Syarat Terjadinya Akad
Syarat terjadinya akad (syarat in 'igah) berkaitan dengan 'aqid akad, dan
objek akad." Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal, dan mumayyiz
(minimal 7 tahun) serta tidak disyaratkan harus baligh menurut Hanafiyah. Akan
tetapi, jika bukan barang miliknya, sendiri, akad ijarah anak mumayyiz,
dipandang sah bila diizinkan walinya.5Syarat terjadinya akad (syarat in 'igah)
berkaitan dengan 'aqid akad, dan objek akad." Syarat yang berkaitan dengan aqid
adalah berakal, dan mumayyiz (minimal 7 tahun) serta tidak disyaratkan harus
baligh menurut Hanafiyah. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya, sendiri, akad
ijarah anak mumayyiz, dipandang sah bila diizinkan walinya.
Untuk kedua belah pihak yang melakukan akad disyaratkan
berkemampuan, yaitu kedua-duanya berakal dan dapat membedakan Jika salah
seorang yang berakad itu gila atau anak kecil yang belum dapat membedakan,
maka akad menjadi tidak sah. Dan sekalipun dapat membedakan tetap tidak sah
menurut Imam asy syafi'i dan Hambali.
b.Syarat nafadzh (berlangsur nya akad)
Untuk kelangsungan (nafad) akad ijarah disyaratkan terpenuhinya hak
milik atau wilayah (kekuasaan). Dengan demikian ijarah al-fudhul (ijarah yang
dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kekuasaan atau tidak diizinkan oleh
pemiliknya) tidak dapat menjadikan adanya ijarah .Namun menurut Hanafiah dan
Malikiyah statusnya mauquf (ditangguhkan) menunggu persetujuan dari si
pemilik barang.
c. Syarat sahnya Ijarah
Untuk sahnya ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang berkaitan
dengan 'agid (pelaku), ma'qul 'alaih (objek), ujrah (upah) dan akadnya
sendiri.syarat-syarat tersebut sebagai berikut:
1. Persetujuan kedua belah pihak, mereka menyatakan kerelaannya
untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya merasa terpaksa
melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah." Dasarnya adalah firman Allah
dalam surat an-Nisa ayat 29 yaitu:
ِ ِ‫یَتَأَیُّ َھا الذِینَ َءا َمنُوا ََل ت َأْكُلُوا أ َ ْم َوالَكُم بَ ْینَكُم بِ ْالبَط‬
‫یل إَِل أَن‬
‫َّللا ْك‬ َ ُ‫اض مِنكُ ْم َو ََل ت َ ْقتُلُوا أَنف‬
َ ‫سكُ ْم ِإن‬ َ ً ‫تَكُونَ تِ َج َرة‬
ٍ ‫عن ت ََر‬

‫رحِ ی ًما‬
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.

2. Objek akad (ma'qud 'alaih)


yaitu manfaat harus jelas, dan boleh dimanfaatkan menurut pandangan syara',
sehingga tidak menimbulkan perselisihan. Apabila objek akad (manfaat) tidak
jelas, sehingga menimbulkan perselisihan, maka ijarah tidak sah. karena dengan
demikian, manfaat tersebut tidak bisa diserahkan, dan tujuan akad tidak tercapai.
3. Objek manfaat,
penjelasan objek manfaat bisa dengan mengetahui benda yang disewakan.
Apabila seseorang mengatakan: "saya sewakan kepadamu salah satu dari dua
rumah ini", maka akad jarah tidak sah, karena rumah mana yang disewakan
belum jelas. Dan dalam syarat upah harus diketahui ini berdasarkan kepada hadis
nabi Muhammad S.A.W yaituObjek manfaat, penjelasan objek manfaat bisa
dengan mengetahui benda yang disewakan. Apabila seseorang mengatakan:
"saya sewakan kepadamu salah satu dari dua rumah ini", maka akad jarah tidak
sah, karena rumah mana yang disewakan belum jelas. Dan dalam syarat upah
harus diketahui ini berdasarkan kepada hadis nabi Muhammad S.A.W yaitu:
‫سلَّ َم قَا َل‬
َ ‫علَيْ ِه َو‬ َ ‫سعِي ِد َر ِض َي هللاُ عَ ْنه ُ أَن النبي‬
َ ‫صلَّى‬ َ ‫عنْ أَبي‬
َ

ُ ‫س ِم لَهُ أَج َْرتَه‬


َ ُ‫ستا َج َر أ َ ِجي ًْرا فَ ْلي‬
ْ ‫ا‬.
Artinya:” Dari abi sa'id, al khudri, ra., ia berkata: "bahwasanya Rasulullah saw.
telah bersabda: "barang siapa yang memperkerjakan seorang buruh, hendaklah ia
menyebutkan tentang jumlah upahnya."(Hadits diriwayatkan oleh Imam Abdul
Razaq)”.
d.Syarat Mengikatnya Akad
1.Ma'qud 'alaih (jasa) terhindar dari cacat Jika terdapat cacat pada ma'qud 'alaih
(jasa) penyewa boleh memilih antara meneruskan dengan membayar penuh atau
membatalkannya.
2.Tidak ada udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah.
Misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada sesuatu
yang disewakan.Apabila terdapat udzur, baik pada pelaku maupun ma'qud
'alaih, maka pelaku berhak membatalkan akad. Ini menurut hanafiah. Akan
tetapi, menurut jumhur ulama, akad akad ijarah tidak batal karena adanya udzur,
selama objek akad yaitu manfaat tidak hilang sama sekali."Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa ijarah batal karena adanya uzur yang dimaksud sesuatu yang
baru yang menyebabkan kemadaratan bagi yang akad. Uzur dikategorikan
menjadi tiga macam :
a. Uzur dari pihak penyewa, seperti berpindah-pindah dalam memperkerjakan
sesuatu sehingga tidak menghasilkan sesuatu atau pekerjaan menjadi sia-sia.
b. Uzur dari pihak yang disewa, seperti barang yang disewakan harus dijual untuk
membayar utang dan tidak jalan lain, kecuali menjualnya.
c. Uzur pada barang yang disewa, seperti menyewa kamar mandi, tetapi
menyebabkan penduduk dan semua penyewa harus pindah.

E. Macam-Macam al-Ijarah
Dilihat dari obyeknya, akad al-ijarah oleh para ulama dibagi menjadi dua yaitu:
a. Al-Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa menyewa rumah, toko, kendaraan,
pakaian dan perhiasan. Apabila manfaat itu merupakan manfaat yang dibolehkan
syara’ untuk dipergunakan, maka para ulama fiqh sepakat menyatakan boleh
dijadikan obyek sewa menyewa. 11
b. Al-Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang
untuk melakukan suatu pekerjaan. Al-Ijarah seperti ini menurut para ulama fiqh
hukumnya boleh, apabila jenis pekerjaan itu jelas.

F. Berakhirnya Akad al-Ijarah


Para ulama fiqh menyatakan bahwa akad al-ijarah akan berakhir jika:
a. Obyek hilang atau musnah
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-ijarah telah berakhir. Apabila yang
disewakan itu rumah, maka rumah itu dikembalikan kepada pemiliknya, dan apabila yang

11
Wahhab al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Jilid IV (Beirut: Dar al Fikr, 1984), h
disewa itu adalah jasa maka ia berhak menerima upahnya. Kedua hal ini disepakati oleh
semua ulama fiqh.
c. Menurut ulama Hanafiyah, wafatnya salah seorang yang berakad, karena akad alijarah
menurut mereka tidak boleh diwariskan. Sedangkan menurut jumhur ulama, akad al-ijarah
tidak batal dengan wafatnya seseorang yang berakad, karena manfaat menurut meraka,
boleh diwariskan.
d. Apabila ada uzur pada salah satu pihak.

G. Penentuan upah dan pembayaranya


Masalah yang paling penting dalam ijarah adalah menyangkut pemenuhan hak-
hakmusta jir, terutama sekali hak untuk diperlakukan secara baik dalam lingkungan
pekerjaan, hak-hak atas jaminan social, dan hak atas upah yang layak. Untuk itu
perlu dikaji tentang ketentuan hak- hak musta 'jir terutama tentang upah.
Pembayaran upah adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan oleh orang yang
menyewa/mengupah seseorang untuk melakukan pekerjaan. Upah adalah hak yang
harus diterima oleh orang yang dipekerjakan setelah pekerjaan itu selesai
dilakukan.Dalam ketentuan Islam dikatakan apabila seseorang menyewa atau
mengupah seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan maka hendaklah
pembayaran upah itu mereka tentukan terlebih dahulu.Sedangkan pembayaran
upahnya yang tidak ada aturan yang mengaturnya perlu ada perjanjian dan
dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk itu dalam
perjanjian ijarah, penyewa dan yang memberikan jasa harus menetapkan kapan dan
berapa jumlah upah atau sewa yang akan diterima, agar terjadi kesepakatan dan
kerelaan diantara kedua belah pihak baik orang yang di sewa maupun orang yang
menyewa, sehinga pekerjaan akan dilakukan dengan ihklas dan senang hati serta
dapat mencegah terjadinya perselisihan.
Pembayaran ini dapat dipercepat dan dapat pula ditangguhkan. Menurut Mazhab
Hanafi mensyaratkan mempercepat upah dan menangguhkan upah boleh dengan
syarat adanya kesepakatan dan kerelaandari kedua belah pihak.
Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan untuk mempercepat dan menangguhkan
pembayaran upah, sekiranya upah itu bersifat dikaitkan dengan waktu tertentu,
maka wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut. Misalnya seseorang
memyewa sebuah toko untuk selama satu bulan, apabila masa satu bulan telah
berakhir maka ia wajib membayar sewaan tersebut. Jika akad ijarah untuk
pekerjaan, maka kewajiban untuk pembayaran upahnya pada waktu berakhirnya
pekerjaan tersebut. Kemudian jika akad sudah berlangsung dan tidak disyaratkan
mengenai penerimaan bayaran dan tidak ada ketentuan menangguhkan. Menurut
Abu Hanifah dan Malik, wajib diserahkan secara angsuran, sesuai dengan manfaat
yang di terima.
Menurut Imam Syafi'i dan Ahmad ibn Hanbal, sesungguhnya ia berhak sesuai
dengan akad itu sendiri, jika orang yang meyewakan menyerakan kepada orang
yang menyewa, ia berhak menerima seluruh bayaran karena si penyewa sudah
memiliki kegunaan (manfaat) dengan sistem ijarah dan ia wajib menyerahkan
bayaran agar dapat menerima (agar 'ain dapat diserahkan kepadanya).
Dalam pembayaran upah dianjurkan untuk mempercepat pembayarannya dan
jangan menunda-nunda pembayaran upah tersebut. Salah satu norma ditentukan
islam adalah memenuhi hak-hak musta jir. Islam tidak membenarkan jika seorang
pekerja mencurahkan jerih payah dan keringatnya sementara upah tidak di
dapatkan, dikurangi dan ditunda- tunda.Selanjutnya, perlu diketahui juga kapan
upah harus dibayarkan oleh para mu’jir

H.Hikmah Ijarah
Hikmah disyari’atkannya ijarah dalam bentuk pekerjaan atau upah
mengupah adalah karena dibutuhkan dalam kehiduan manusia.
Tujuan dibolehkan ijarah pada dasarnya adalah untuk mendapatkan
keuntungan materil.Namun itu bukanlah tujuan akhir karena usaha yang
dilakukan atau upah yang diterima merupakan sarana untuk mendekatkan
diri kepada Allah SWT.
Adapun hikmah diadakannya ijarah antara lain:
1. Membina ketentraman dan kebahagiaan
Dengan adanya ijarah akan mampu membina kerja sama
antara mu’jir dan mus’tajir. Sehingga akan menciptakan
kedamaian dihati mereka. Dengan diterimanya upah dari orang
yang memakai jasa, maka yang memberi jasa dapat memenuhi
kebutuhan sehari-harinya.Apabila kebutuhan hidup terpenuhi
maka musta’jir tidak lagi resah ketika hendak beribadah kepada
Allah.
Dengan transaksi upah-mengupah dapat berdampak positif
terhadap masyarakat terutama dibidang ekonomi, karena
masyarakat dapat mencapai kesejahteraan yang lebih tinggi. Bila
masing-masing individu dalam suatu masyarakat itu lebih dapat
memenuhi kebutuhannya, maka masyarakat itu akan tentram dan
aman. Memenuhi nafkah keluarga
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah memberikan nafkah
kepada keluarganya, yang meliputi istri, anak-anak dan tanggung jawab lainnya.
Dengan adanya upah yang di terima musta’jir
Maka kewajiban tersebut dapat dipenuhi.
1. Memenuhi hajat hidup masyarakat
Dengan adanya transaksi ijarah khususnya tentang pemakaian jasa,
maka akan mampu memenuhi hajat hidup masyarkat baik yang ikut
bekerja maupun yang menikmati hasil proyek tersebut. Maka ijarah
merupakan akad yang mempunyai unsur tolong menolong antar
sesama
2. Menolak kemungkaran
Diantara tujuan ideal berusaha adalah dapat menolak kemungkaran
yang kemungkinan besar akan dilakukan oleh yang menganggur.
Pada intinya hikmah ijarah yaitu untuk memudahkan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

I.Al-Ijarah dalam Perbankan Syariah


1. Perbedaan al-Ijarah dengan Bunga.
Dipandang dari hukum Islam, tampaknya pembayaran sewa tidaklah
bertentangan dengan etika ekonomi Islam, karena adanya perbedaan besar antara
sewa dan bunga. Tetapi sepintas lalu baik sewa maupun bunga kelihatannya adalah
satu dan sama, karena konon sewa atas tanah, atau harta benda, sedangkan bunga
atas modal, yang mempunyai potensi untuk dialihkan menjadi harta benda atau
kekayaan apa saja.Demikianlah dikemukakan bahwa hak “pemilikan tanah tidaklah
mengandaikan adanya hak tidak terbatas untuk menyewakan tanah itu sebagaimana
juga hak memiliki uang tidak mengandung arti hak untuk memungut riba.”
Walupun sepintas lalu ada kesamaan, tetapi dalam beberapa segi, pada kedua hal
itu, transaksi dan keuntungan sangat berbeda.
Pertama, sewa adalah hasil inisiatif usaha dan efisiensi. Ia dihasilkan sesudah
suatu proses menciptakan nilai yang pasti. Karena pemilik harta benda atau
kekayaan
tetap terlibat dan berkepentingan dengan seluruh pemakaian si pemakai. Tidak
demikian halnya dengan bunga, karena yang meminjamkan tidak berkepentingan
lagi dengan penggunaan pinjaman, setelah pinjaman diperoleh dan bunganya
terjamin.
Kedua, mengenai sewa usaha produktif sangat diperlukan dalam proses
menciptakan nilai, karena upaya ekonomik dilakukan pemilik modal dengan
merubahnya menjadi milik atau kekayaan. Demikian maka unsur kewira-usahaan
tetap jelas dan aktif dalam memproduksi barang dan jasa. Sedangkan bunga
mungkin
memperlambat proses menciptakan nilai. Karena yang meminjamkan tetap tidak
berkepentingan dengan penggunaan pinjaman itu, maka unsur wirausaha hilang
sama sekali.
Ketiga, dalam hal sewa, pemilik modal sendiri menentukan pola, ukuran dan
manfaat produk. Karena itu terbatas pada penggunaannya yang pasti dan bertujuan.
Sedangkan dalam hal bunga pemilik yang sebenarnya tampaknya
tidakberkepentingan dengan penggunaan ekonomik dari modal, karena itu besar
kemungkinan modal dapat disalahgunakan.
Keempat, karena dalam masalah sewa banyak unsur kerugiannya, maka
penggunaan modal oleh sipemilik untuk mendapatkan sewa tidak menciptakan
timbulnya kelas bermalas-malasan dalam masyarakat sedangkan unsur kerugian
tidak terdapat sama sekali dalam soal bunga yang dapat membuat si kaya menjadi
lebih kaya dan si miskin menjadi lebih miskin 12. Dengan demikian dalam sewa-
menyewa tidak terdapat unsur eksploitasi sebagaimana terjadi dalam bunga. Karena
itu dalam sewa menyewa dimensi insaninya lebih dominan dibandingkan dengan
dimensi ilahinya. Sebab sewa menyewa sebagai bagian dari fiqh muamalah
berkaitan erat dengankepentingan manusia.

2. Jenis-Jenis al-Ijarah Dalam Perbankan Syariah


a. Ijarah Mutlaqah

12
Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2007), h.114
Ijarah mutlaqah atau leasing, adalah proses sewa menyewa yang biasa kita temui
dalam kegiatan perekonomian sehari-hari. Ijarah berarti lease contract dan juga hire
contract. Dalam konteks perbankan Islam. (jarah adalah suatu lease contract dimana
suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment), sebuah
bangunan atau barang-barang, seperti mesin-mesin, pesawat terbang, dan lain-lain,
kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah
ditentukan secara pasti sebelumnya.
Dengan demikian, perjanjian ijarah atau leasing tidak lain adalah kegiatan
leasing yang dikenal dalam sitem keuangan yang tradisonal. Dalam transaksi ijarah,
bank menyewakan suatu aset yang sebelumnya telah dibeli oleh bank kepada
nasabahnya untuk jangka waktu tertentu dengan jumlah sewa yang telah disetujui
dimuka.
Para ahli hukum muslim membagi lagi ijarah mutlaqah menjadi dua bentuk:
1. Menyewa untuk suatu jangka waktu tertentu.
2. Menyewa untuk suatu proyek/usaha tertentu.
Bentuk yang pertama banyak diterapkan dalam sewa-menyewa barang/aset
sedang yang terakhir dipakai untuk menyewa pekerja/tenaga ahli untuk usaha-usaha
tertentu. Dalam pelaksanaannya, bank dapat membeli barang dari pemasok barang
dengan pemberian fasilitas bai'salam kepada pemasok barang.
Pada perjanjian ijarah, seperti halnya pada leasing yang diberikan oleh lembaga
pembiayaan tradisonal, pada akhir perjanjian ijarah barang yang disewa itu kembali
kepada pihak yang menyewakan barang, yaitu bank. Pada perjanjian ijarah
sepanjang masa perjanjian ijarah tersebut kepemilikan atas barang tetap berada pada
bank. Setelah barang kembali pada akhir masa ijarah, bank dapat menyewakan
kembali kepada pihak lain yang berminat atau menjual barang itu dengan
memperoleh harga atas penjualan barang bekas.
b. Al-Ijarah al-Muntahia bis-Tamlik
Transaksi yang disebut dengan al-jarah al-muntahia bit-tamlik (IMBT) adalah
sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa
yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa Sifat pemindahan
kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa. Ijarah yang juga
disebut ijarah wa iqtina ini merupakan konsep hire purchase, yang oleh lembaga-
lembaga. keuangan Islam disebut lease-purchase financing, Ijarah wa iqtina adalah
suatu gabungan dari kegiatan leasing atas barang-barang bergerak (movable) dan
barang- barng tidak bergerak (immovable) dengan memberikan kepada penyewa
(lessee) suatu pilihan atau opsi (option) untuk akhirnya membeli barang yang
disewa. Berbeda dengan ijarah, pada akhir masa perjanjian kepemilikan atas barang
tersebut dapat beralih kepada penyewa (nasabah bank) apabila nasabah bank yang
bersangkutan menggunakan hak opsinya untuk membeli barang itu. Namun, apabila
nasabah bank tidak menggunakan hak opsinya, kepemilikan barang itu tetap berada
ditangan bank.
Ijarah muntahia bit-tamlik ini dulunya tidak dikenal oleh ilmuwan-ilmuwan
muslim tradisonal, sekalipun sebenarnya tidak terdapat hal yang melanggar hokum
(unlawful) pada penggabungan dua konsep yang melembaga itu, yaitu lease dan
option. asalkan riba dihindari dan asalkan riba bukan merupakan tujuan dari para
pihak yang membuat perjanjian itu.
Praktek sewa-menyewa dalam transaksi umum masyarakat tidak disertai dengan
pemindahan hak milik. Apabila disertai dengan pemindahan hak milik maka
transaksinya disebut perjanjian sewa - beli. Terhadap perjanjian sewa - beli
(leasing) umumnya pemberian jasa pembiayaan diberikan oleh lembaga keuangan
non. bank finance. Pada praktek perbankan syariah, akad sewa-menyewa disebut
Ijarah. Akad sewa-menyewa (ijarah) pada perbankan syariah pada
perkembangannya dapat disertai dengan pemindahan hak milik yang disebut
sebagai Ijarah Muntahiyyah bit-Tamlik (IMBT), Walaupun seperti terlihat mirip
dengan Leasing pada praktek pembiayaan konvensional, tetapi pada perbankan
syariah terdapat pembedaan, yaitu jika obyek leasing hanya berlaku pada manfaat
barang saja, sedangkan pada Ijarah Muntahiyyah Bit-Tamlik obyeknya bisa berupa
barang maupun jasa/ tenaga kerja.

3. Contoh Perhitungan Pembiyaan Ijarah


Haji Sabar bermaksud untuk memiliki mobil Avanza tipe G seharga Rp 140 juta.
Saat ini dana yang dimiliki oleh Haji Sabar sungguh terbatas sehingga tidak bisa
memberikan uang muka di awal pembelian. Haji Sabar baru memperkirakan akan
memiliki dana untuk dapat memiliki mobil tersebut di akhir tahun ketiga. Haji Sabar
datang ke Bank dan Bank menawarkan untuk memberikan skim pembiayaan Ijarah
dengan opsi membeli barang yang disewa di akhir.
a. Bagaimana skema pembiayaan yang akan diberikan Bank kepada Haji sabar?
b. Apabila Bank mengenakan sewa sebesar Rp 3.200.000,00 setiap bulan untuk jangka
waktu 36 bulan, berapa keuntungan sewa yang diperoleh Bank apabila seluruh
biaya perawatan dan yang lainnya menjadi beban nasabah dan Mobil disusutkan
selama jangka waktu 5 tahun (menggunakan metode penyusutan garis lurus).
c. Apabila saat opsi beli kepada nasabah diberikan harga 65 juta sehingga mobil
menjadi milik nasabah di tahun ke-3, berapa total keuntungan dan prosentasenya
yang diperoleh Bank?
Jawab:
kema pembiayaan yang diberikan kepada nasabah adalah Ijarah dengan opsi beli
di akhir atau disebut ljarah Muntahiyah bit Tamlik dengan uraian sebagai berikut:
Kendaraan yang disewakan: Avanza Type G Harga sewa setiap bulan: Rp
3.200.000,00 Seluruh biaya perawatan dan asuransi menjadi beban nasabah
Keuntungan sewa yang diperoleh Bank Harga sewa: Rp 3.200.000,00/bulan
Penyusutan kendaraan setiap bulan: Rp 2.333.333,33/bulan Keuntungan Bank
setiap bulan: Rp866.666,67/bulan Keuntungan setara 27% per bulan selama 3 tahun
Apabila dibeli di akhir periode senilai Rp 65 juta, maka total keuntungan yang
diperoleh Bank adalah sebagai berikut:
Pendapatan sewa 3 tahun: Rp 115.200.000,00 Penyusutan Kendaraan selama 3
tahun: Rp84.000.000,00 Keuntungan atas selisih sewa dan Peny.: Rp31.200.000,00
Pembelian Kendaraan di akhir: Rp 65.000.000,00
Nilai sisa kendaraan: Rp 56.000.000,00 Keuntungan penjualan di akhir: Rp
9.000.000,00.
Grand total keunt. yg diperoleh Bank: Rp40.200.000,00 Setara dengan 28,7%
selama 3 tahun atau 9,57% per tahun.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil yaitu bahwasanya akad ijarah adalah akad
sewa-menyewa yang pemindahan kegunaan terhadap barang maupun jasa dari seseorang. Serta
landasan hukumnya terdapat dalam Al-Qur’an, Hadits, dan ijma’. Adapun juga rukun serta
syarat dalam menjalankan akad ijarah, diantaranya harus ada mu’ajir dan musta’jir, ada objek
barang serta ada shighat ijab qabul. Serta syarat yang paling utama dalam menjalankan akad
ijarah yaitu pemilik dan penyewa harus sama sama sudah baligh, berakal sehat, tidak
gila, Barang yang di ambil kegunaannya wujudnya harus tetap dan waktunya telah di
tentukan sesuai akad. Nominal harga upah sewa dan pembayarannya harus jelas. Waktu
penyewaan harus diketahui secara jelas oleh pihak-pihak yang berakad.

B. Saran
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan pembuatan makalah ini dan bermanfaat khususnya untuk penulis dan umumnya
untuk pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah, Jilid 13, Diterjemahkan oleh Kamaludin A. dan Marzuki, Bandung: PT
al Ma’arif, 2007
Al-Kasani. al- Bada’i’u al-Sana’i, Jilid IV Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Rachmat Syafei ,fiqih Muamalah,(Bandung:Pustaka Setia ,2001)
Hasrun Haroen ,fiqih muamalah ,(Jakarta:Gaya Media Pratama,2007)
Syafii Jafri ,fiqih muamalah ,(pekanbaru ,suska press ,2008)
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 13, terj. Kamaludin A. dan Marzuki (Bandung: PT al
Ma’arif, 2007), h. 15
Al-Kasani, al-Bada’i’u al-Sana’i, Jilid IV (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), h. 174
Al-Syarbaini al-Khathib, Mugni al- Muhtaj, Jilid II ( Beirut: Dar al-Fikr, 1978), h.233
Ibnu Qudama, al-Mugni, Jilid V ( Riyadh al-Haditsah, t.th.), h. 398
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 316.
Sutan Remy Syahdeini, Perbankan Islam dan kedudukannya dalam Tata Hukum Indonesia,
(Jakarta: Grafiti, 1999), h.28

Anda mungkin juga menyukai