Anda di halaman 1dari 12

Tugas makalah.

" AKAD IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK (IMBT) "

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH FIQIH MUAMALAH PADA


JURUSAN PERBANKAN SYARIAH.

Dosen Pembimbing :
Cut kasLinda, S.H.I., M.Ag.

Disusun Oleh :
Muhammad Uwen Rinaldi (170603081)
Zayat Maidi (180603260)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI


DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS NEGERI UIN AR-RANIRY
BANDA ACEH TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "AKAD IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK (IMBT) "
dengan tepat waktu, Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah fiqih muamalah.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang hukum syirkah bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Cut kasLinda, S.H.I., M.Ag. selaku Dosen Mata
Kuliah fiqih muamalah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu Menyelesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Banda aceh, 25 November 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Bank sebagai lembaga yang bekerja berdasarkan kepercayaan masyarakat, memiliki
peran dan posisi yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. (Imaniyati, 2008, hal. 24)
Semakin berkembangnya Perbankan Syariah di Indonesia menjadikan produk-produk yang ada
di perbankan syariah juga ikut berkembang pesat. Tidak hanya mempertahankan bentuk akad
yang sudah ada sejak zaman dulu, kini para cendekiawan serta praktisi yang bergelut di
Perbankan Syariah juga mengembankan berbagai macam model bentuk akad baru. Berbagai
model bentuk akad baru tersebut selain sebagai upaya untuk mengembangkan perbankan syariah
juga sebagai bentuk pernyesuaian perbankan syariah terhadap kemajuan perkembangan zaman.
Salah satu bentuk akad baru dari lembaga keuangan syariah yang ada saat ini adalah akad
pembiayaan “Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)”. IMBT merupakan kombinasi antara sewa
menyewa (ijarah) dengan jual beli (murabahah) atau hibah di akhir masa sewa. (Karim, 2006,
hal. 165) Hal ini dapat disimpulkan terdapat dua bentuk penggabungan akad (hybrid contract)
sekaligus yaitu sewa menyewa dengan jual beli dan sewa menyewa dengan hibah. Penggabungan
akad adalah kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad
atau lebih. Sehingga akibat hukum dari akad gabungan tersebut yaitu semua hak dan kewajiban
yang ditimbulkannya dianggap satu kesatuan yang tidak dapat di pisah-pisahkan, yang sama
kedudukannya dengan akibat-akibat hukum dari satu akad. (Karim, 2006).
Meski model akad baru tersebut merupakan sebuah langkah yang inovatif, namun hal
tersebut masih menimbulkan polemik. Pasalnya, dari sisi penggabungan akadnya sendiri di
kalangan para ulama Imam Mazhab masih menjadi khilafiah (perbedaan), belum lagi nanti di
tinjau dari hukum positif yang ada di Indonesia, apakah sudah sesuai atau justru malah tumpang
tindih. Berangkat dari permasalahan itulah sangat diperlukan kajian yang komprehensif dan
holistic mengenai akad gabungan baik secara hukum syariat dan hukum positif yang ada di
Indonesia.
B. Rumusan masalah
a. Apa definisi Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)?
b. Apa saja syarat dan rukun Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)?
c. Apa dan bagaimana macam-macam Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)?
d. Bagaimana bentuk Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT) pada LKS?

C. Tujuan
a. Mengetahui definisi Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)
b. Mengetahui syarat dan rukun Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)
c. Mengetahui macam-macam Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT)
d. Mengetahui bentuk Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (IMBT) pada LKS
BAB 2
PEMBAHASAN

A. DEFINISI IJARAH MUNTAHIYA BI AL-TAMLIK (IMBT)


Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik (financial leasing with purchase option) atau akad sewa
menyewa yang berakhir dengan kepemilikan ini pada dasarnya tidak terdapat dikalangan fuqaha
terdahulu. Untuk mencari definisinya, maka kita harus mengurai kata yang terkandung di
dalamnya lalu (secara etimologi) lalu baru kita dapat menyimpulkan definisi secara keseluruhan
(secara terminologi). Dari susunan katanya, Ijarah Muntahiya Bi AlTamlik memiliki susunan
kata yang terdiri dari “Al-Ijarah” dan “At-Tamlik”.
Al-Ijarah dalam istilah para ulama ialah suatu akad yang mendatangkan manfaat yang
jelas lagi mubah berupa suatu dzat yang ditentukan ataupun yang disifati dalam sebuah
tanggungan, atau akad terhadap perkerjaan yang jelas dengan imbalan yang jelas serta tempo
waktu yang jelas. (Antonio, 2001, hal. 117)
Sedangkan At-Tamlik secara bahasa bermakna menjadikan orang lain memiliki sesuatu.
Adapun menurut istilah ia tidak keluar dari maknanya secara bahasa. Dan At-Tamlik bisa berupa
kepemilikan terhadap benda, kepemilikan terhadap manfaat, bisa dengan ganti atau tidak. Jika
kepemilikan terhadap sesuatu terjadi dengan adanya ganti maka ini adalah jual beli. Jika
kepemilikan terhadap suatu manfaat dengan adanya ganti maka disebut persewaan. Adapun
menurut Fahd alHasun dalam bukunya “Al-Ijarah alMuntahiya bi Al-Tamlik fi Al-fiqh Al-Islam”
mendefinisikan Ijarah Muntahiya bi AlTamlik adalah kepemilikan manfaat suatu barang dalam
jangka waktu tertentu disertai pemindahan kepemilikan barang tersebut kepada penyewa dengan
pengganti tertentu. (Al-Hasun, 2005, hal. 17) Sedangkan menurut Habsi Ramli, Ijarah Muntahiya
bi Al-Tamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk
mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik
objek sewa pada saat tetentu sesuai dengan akad sewa. (Ramli, 2005, hal. 65)
Sementara itu dalam Undangundang juga mendefinisikan Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik
berdasarkan Pasal 19 ayat (1) huruf f UU Perbankan Syariah No.21 Tahun 2008, yang dimaksud
dengan akad Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik adalah akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa
dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. (Neneng Nurhasanah, 2017, hal. 384) Pembiayaan
Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik merupakan salah satu bentuk kegiatan usaha bank syariah atau
Lembaga Keuangan Syariah yang dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.
Selain dari Undang-undang Perbankan syariah, Fatwa DSN-MUI pun mendefinisikan
akad Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 27/DSN-MUI/III/2002
tentang AlIjarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik, yang dimaksud dengan sewa beli (Al-Ijarah
Muntahiya Bi Al-Tamlik/IMBT), yaitu perjanjian sewa menyewa yang disertai opsi pemindahan
hak milik atas benda yang disewa, kepada penyewa, setelah selesai masa sewa.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik adalah perjanjian sewa-menyewa antara bank sebegai
pemberi sewa dan nasabah sebagai penyewa atas suatu barang yang menjadi objek sewa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa oleh nasabah kepada bank, yang
mengikat bank untuk mengalihkan kepemilikan objek sewa kepada penyewa setelah
selesai masa sewa.
2. Dalam transaksi pembiayaan berdasarkan Ijarah Muntahiya Bittamlik tidak
dimungkinkan barang yang dibiayai dibalik nama atas nama nasabah sejak awal sebelum
sewa berakhir.
3. Resiko yang dihadapi bank syariah apabila pelasanaan pembiayaan dengan akad Ijarah
Muntahiya Bittamlik bertentangan dengan hukum dan prinsip syariah adalah pembatalan
Ijarah Muntahiya Bittamlik tersebut demi hukum.
B. SYARAT DAN RUKUN IJARAH MUNTAHIYA BI AL-TAMLIK
Adapun Rukun dan Syarat Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah:
Rukun
a. Penyewa (musta’jir) yaitu pihak yang menyewa objek sewa. Dalam perbankan, penyewa
adalah nasabah.
b. Pemilik barang (mua’ajjir) yaitu pemilik barang yang digunakan sebagai objek sewa.
c. Barang/objek sewa (ma’jur) adalah barang yang disewakan.
d. Harga sewa/manfaat sewa (ujrah) adalah manfaat atau imbalan yang diterima oleh mu’ajjir.
e. Ijab Kabul, adalah serah terima barang.

Syarat
a. Kerelaan dari pihak yang melaksanakan akad.
b. Ma’jur memiliki manfaat dan manfaatnya dibenarkan dalam islam, dapat dinilai atau
diperhitungkan, dan manfaat atas transaksi ijarah muntahiya bittamlik harus diberikan oleh
musta’jir kepada mua’ajjir. (Ismail, 2011, hal. 164)

Disamping ketentuan yang berlaku untuk ijarah, untuk kegiatan penyaluran dana dalam bentuk
pembiayaan atas dasar ijarah muntahiya bi al-tamlik berlaku pula persyaratan paling kurang
sebagai berikut: (Ansori, 2009, hal. 128-129)
a. Bank sebagai pemilik objek sewa bertindak sebagai pemberi janji (wa‟ad) untuk memberikan
opesi pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah penyewa
sesuai kesepakatan;
b. Bank hanya dapat memberi janji (wa‟ad) untuk mengalihkan kepemilikan dan/atau hak
penguasaan objek sewa setelah objek sewa secara prinsip objek sewa, maka bank wajib
mengalihkan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa kepada nasabah yang dilakukan
pada saat tertentu dalam periode atau akhir periode pembiayaan atas dasar akad ijarah muntahiya
bi al-tamlik.dimiliki oleh Bank;
c. Bank dan nasabah harus menuangkan kesepakatan adanya opsi pengalihan kepemilikan
dan/atau hak penguasaan objek sewa dalam bentuk tertulis;
d. Pelaksanaan pengalihan kepemilikan dan/atau hak penguasaan objek sewa dapat dilakukan
setelah masa sewa disepakati setelah masa sewa disepakati setelah oleh Bank dan nasabah
penyewa; dan
e. Dalam hal nasabah penyewa mengambil opsi pengalihan kepemilikan dan/atau hak
penguasaan

C. MACAM-MACAM IJARAH MUNTAHIYA BI AL-TAMLIK (IMBT)


Menurut Imam Mustofa, ijarah muntahiya bi al-tamlik memiliki lima bentuk, yaitu:
(Mustofa, 2016, hal. 115- 118)
- Pertama, akad ijarah yang sejak awal akad dimaksudkan untuk memindahkan kepemilikan
barang sewa kepada pihak penyewa. Penyewa menyewa suatu barang dengan pembayaran sewa
secara angsur dalam kurun waktu tertentu dengan jumlah tertentu pada saat angsuran terakhir
barang sewaan berpindah kepemilikan kepada pihak penyewa. Dalam hal ini tidak ada akad baru
untuk memindahkan hak barang tersebut setelah sewa lunas.
- Kedua, akad ijarah dari awal dimaksudkan hanya untuk sewa, tetapi si penyewa diberi hak
untuk memiliki barang sewaan dengan memberikan uang pengganti dalam jumlah tertentu.
Dalam hal ini tidak ada perjanjian yang mengikat di antara keduanya untuk memindahkan hak
barang dengan cara jual-beli karena akad yang dibuat adalah sewa murni. Jadi ada dua akad yang
berbeda dan tidak dalam waktu bersamaan, yaitu akad ijarah atau sewa sampai waktu yang telah
ditentukan, kemudian setelah sewa lunas/selesai, maka ada akad baru, yaitu jual-beli.
- Ketiga, akad ijarah dimaksudkan untuk sewa suatu barang, yaitu saat akad pihak penyewa dan
pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat untuk melakukan akad jual-beli barang objek
sewa. Pemberi sewa akan menjual barang yang disewa kepada penyewa dengan sejumlah harga
tertentu setelah angsuran sewa lunas. Jadi ada perjanjian antara kedua belah pihak bahwa akan
ada akad jual-beli di akhir masa sewa.
- Keempat, akad ijarah dimaksud untuk sewa suatu barang, yaitu pada saat akad pihak penyewa
dan pemberi sewa membuat perjanjian yang mengikat untuk melakukan hibah barang objek
sewa. Pemberi sewa akan menghibahkan barang yang disewa kepada penyewa.
- Kelima, akad ijarah dimaksudkan untuk sewa suatu barang dalam jangka waktu tertentu dengan
pembayaran dalam jumlah tertentu. Pada saat akad, pihak penyewa dan pemberi sewa membuat
perjanjian yang mengikat untuk memberikan hak tiga opsi kepada pihak penyewa. Opsi pertama
pihak penyewa menjadi pemilik dengan pembayaran sejumlah uang yang telah diangsurkan
bersamaan dengan angsuran uang sewa. Pelaksanaan perjanjian pembayaran ini dilakukan sejak
awal, pembayaran uang pengganti perpindahan kepemilikan juga dilakukan sejak pembayaran
angsuran pertama. Opsi kedua memperpanjang masa sewa. Opsi ketiga, pihak penyewa
mengembalikan barang sewaan kepada pemberi sewa.

D. IJARAH MUNTAHIYA BI AL-TAMLIK (IMBT) PADA LKS


Akad ijarah diaplikasikan dalam perbankan syariah pada pembiayaan Ijarah dan IMBT
(Ijarah Muntahiya Bittamlik). Pada umumnya bank syariah lebih banyak menggunakan IMBT
karena lebih sederhana dalam pembukuannya. Selain itu, bank tidak direpotkan untuk mengurus
pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya. Ijarah muntahiya Bittamlik
(financial leasing with option purchase option) merupakan akad sewamenyewa yang berakhir
dengan kepemilikan. Akad ini merupakan rangkaian dua buah akad, yaitu akad ijarah dan akad
bai‟.
Sementara itu, operasional IMBT secara khusus didasarkan pada fatwa DSNMUI No.
27/DSN-MUI/III/2002 tentang ijarah muntahiya bi al-tamlik. Dalam pelaksanaan akad IMBT ada
ketentuan yang harus dipenuhi, yakni ketentuan yang bersifat umum dan ketentuan yang bersifat
khusus, ketentuan yang bersufat umum, yaitu:
a. Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula akad IMBT;
b. Perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani;
c. Hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam akad.
Adapun yang bersifat khusus, yaitu:
a. Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan
kepemilikan, baik dengan jual-beli maupun hibah hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah
selesai;
b. Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati di awal akad ijarah adalah janji (wa‟ad) yang
hukumnya tidak mengikat. Apabila wa‟ad ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan
kepemilikan yang dilakukan setelah masa ijarah selesai.
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), ketentuan mengenai ijarah
muntahiya bi al-tamlik diatur dalam bab kesembilan Pasal 332-329. Rukun dan syarat dalam
ijarah dapat diterapkan dalam pelaksanaan IMBT. Dalam akad ini, perjanjian antara mu‟jir
(pihak yang menyewakan) dengan musta‟jir (pihak penyewa) diakhiri dengan pembelian ma‟jur
(objek ijarah) oleh pihak penyewa. Kemudian, ijarah muntahiya bi al-tamlik harus dinyatakan
secara eksplisit dalam akad. Akad pemindahan kepemilikan hanya dapat dilakukan setelah masa
sewa berakhir. (Adam, 2017, hal. 221)
Aplikasi IMBT dalam perbankan syariah berupa: Pertama, pembiayaan invsetasi; seperti
untuk pembiayaan barangbarang modal, sepeti mesin-mesin; Kedua, pembiayaan konsumer,
seperti untuk pembelian mobil, rumah dan sebagainya.
Pembiayaan ijarah dan IMBT di perbankan syariah memiliki persamaan perlakuan
dengan pembiayaan murabahah. Sampai saat ini, mayoritas produk pembiayaan bank syariah
masih terfokus pada produk-produk murabahah (jual-beli disertai keuntungan). Kesamaan
keduanya, bahwa pembiayaan tersebut termasuk dalam kategori natural certainty contract, dan
pada dasarnya adalah kontrak jual-beli. Perbedaan kedua jenis pembiayaan (ijarah/IMBT dengan
murabahah) hanyalah objek transaksi yang diperjualbelikan tersebut. Dalam pembiayaan
murabahah, objek transaksi adalah barang seperti rumah dan mobil, sedangkan dalam
pembiayaan ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat
atas tenaga kerja. Dengan pembiayaan murabahah, bank syariah hanya dapat melayani
kebutuhan nasabah untuk memiliki barang, sedangkan nasabah membutuhkan jasa tidak dilayani.
Dengan skim ijarah, bank syariah dapat pula melayani nasabah yang hanya membutuhkan jasa.
Ijarah muntahiya bi al-tamlik dalam bank syariah umumnya melalui tahapantahapan
sebagai berikut: (Mustofa, 2016, hal. 124)
1. Nasabah menjelaskan kepada bank, bahwa suatu saat di tengah atau di akhir periode ijarah ia
ingin memiliki;
2. Setelah melakukan penelitian, bank setuju akan menyewakan aset itu kepada nasabah;
3. Apabila bank setuju, bank terlebih dahulu memiliki aset tersebut;
4. Bank membeli atau menyewa aset yang dibutuhkan nasabah;
5. Bank membuat perjanjian ijarah dengan nasabah untuk jangka waktu tertentu dan
menyerahkan aset itu untuk dimanfaatkan;
6. Nasabah membayar sewa setiap bulan yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan;
7. Bank melakukan penyusutan terhadap aset; biaya penyusutan dibebankan kepada laporan
laba/rugi;
8. Di tengah atau diakhir masa sewa, bank dan nasabag dapat melakukan pemindahan
kepemilikan aset tersebut secara jual-beli cicilan;
9. Jika pemindahan kepemilikan di akhir masa sewa, akadnya dilakukan secara hibah.
Secara konseptual IMBT hampir sama dengan leasing, bahwa leasing merupakan bentuk
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh perusahaan
tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala, disertai dengan hak pilih/opsi perusahaan
tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan atau memperpenjang jangka waktu
leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama. Dari aspek pemindahan
kepemilikan, dalam leasing dikenal dua jenis, yaitu operating lease dan financial lease. Dalam
operating lease, tidak terjadi pemindahan kepemilikan aset, baik di awal maupun di akhir periode
sewa. Dalam hal ini, operating lease sama seperti ijarah. Ijarah merupakan akad yang mengatur
pemanfaatan hak guna tanpa terjadi pemindahan kepemilikan. Dalam financial lease, di akhir
periode sewa si penyewa diberikan pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang
disewa. Namun, pada praktiknya, dalam financial lease sudah tidak ada opsi lagi untuk membeli
atau tidak membeli karena pilihan itu sudah ditentukan di awal periode.
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) merupakan akad baru yang menggabungkan
antara dua akad dalam satu transaksi. Dalam perspektif hukum Islam IMBT telah memenuhi
asas-asas, rukun dan tiga syarat akad. Sedangkan syarat yang tidak terpenuhi yaitu syarat adanya
kekuatan hukum karena pada Fatwa DSN Nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 terdapat ketentuan
yang menimbulkan pernafsiran ganda pada angka 2 bagian kedua yang mengatur ketentuan
khusus dan Pasal 324 ayat (2) pada Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Para pakar ekonomi
Islam kontemporer berpendapat bahwa hukum akad IMBT adalah mubah (boleh). Sementara itu
IMBT jika ditinjau dari perspektif hukum positif (KUHPerdata), IMBT merupakan perjanjian
tidak bernama (Pasal 1319) yang timbul dari akad kebebasan berkontrak (Pasal 1338) dan IMBT
juga telah memenuhi syarat-syarat sah dari perjanjian (Pasal 1320) serta unsurunsur perjanjian.
Sedangkan akibat hukum yang ditimbulkan dari akad perjanjian IMBT adalah adanya hak dan
kewajiban bagi mereka yang melakukannya.
B. Kritik dan saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT). kami
menyadari banyak kekurangan penulisan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat kami harapkan sebagai referensi kami dalam penulisan makalah kedepan.
Harapan penulis, semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan pembaca
DAFTAR PUSTAKA

Adam, P. (2017). Akad dan Produk Bank Syariah. Bandung: PT. Refika Aditama.

Al-Hasun, F. b. (2005). Al-Ijarah AlMuntahiya Bi Al-Tamlik fi Al-Fiqh Al-Islam. Maktabah Misyikah AlIslamiyyah.

Ansori, A. G. (2009). Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Inzani dan Tazkia Cendekia.

Azzam, A. A. (2010). Fiqh Muamalat SIstem Transaksi dalam Fiqh Islam. Jakarta: Amzah.

Hatta, S. G. (2000). Beli Sewa sebagai Perjanjian Tak Bernama: Pandangan masyarakat dan Sikap Mahkamah
Agung Indonesia. Bandung: Alumni.

Imaniyati, N. S. (2008). Hukum Perbankan. Bandung: Fakultas Hukum Unisba.

Ismail. (2011). Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana

Karim, A. A. (2006). Bank Islam: Analisis Fiqh dan keuangan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Masadi, G. A. (2002). Fikih Muamalah Kontekstual. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Daffa Muhammad Dzubyan, Erina Azzahra, Melani Puspitasari, Analisis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (Imbt)

Mustofa, I. (2016). Fikih Muamalah Kontemporer. Jakarta: PT Rajawali Grafindo Persada.

Neneng Nurhasanah, P. A. (2017). Hukum Perbankan Syariah: Konsep dan Regulasi. Jakarta: Sinar Grafika.

Prodjodikoro, W. (1973). Hukum perdata tentang Persetujuan-Persetujuan tertentu. Bandung: Alumni.

Ramli, H. (2005). Teori Dasar Akuntansi Syariah. Jakarta: Renaisan.

Suswinarno, I. D. (2011). Akad Syariah. Bandung: Kaifa.

Syarifuddin, A. (2009). Ushul Fiqh. Ciputat: Logos Wacana Ilmu.

Tim Penulis Dewan Syari'ah Nasional (DSN) MUI. (2003). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta: PT.
Intermasa.

Anda mungkin juga menyukai