Anda di halaman 1dari 11

1

ANALISIS FATWA DSN-MUI NO.73/2018 TENTANG

AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH

Untuk Memenuhi Tugas Kuliah Hybrid Contract

Dosen Pengampu Bapak. Abdul Kadir, M.H.I

Oleh:

NURUL JAMILA

NIM: 2016763100023

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-KHAIRAT

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM (EBIS)

2019/2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bank Syariah merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk

menegakkan aturan-aturan ekonomi Islam. Sebagai bagian dari system ekonomi,

lembaga tersebut merupakan bagian dari keseluruhan sistem sosial. Oleh karenanya,

keberadaannya harus di pandang dalam konteks keseluruhan kepada masyarakat.

Bank syariah menyediakan bermacam-macam produk diantaranya, pola titipan

(wadhi’ah yad ad- dhamanah dan wadhi’ah yad amanah) pola pinjaman seperti,

mudharabah dan musyarakah dan pola lainnya seperti wakalah, kafalah dll.

Salah satu produk yang berbasis bagi hasil adalah Musyarakah. Musyarakah

adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu urusan tertentu,

dimana masing-masing pihak menyertakan dana dan keuntungan beserta resiko

ditanggung sesuai kesepakatan.

Produk Bank Syariah yang menggunakan akad Musyarakah Mutanaqishah

salah satunya adalah Produk Pembiayaan Renovasi Rumah. Pembiayaan Renovasi

Rumah adalah pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah yang mengajukan

pinjaman untuk merenovasi rumah nasabah. Pembiayaan ini menggunakan akad

musyarakah mutanaqishah yaitu akad kerja sama dua pihak atau lebih dalam

kepemilikan suatu aset, yang mana ketika akad ini telah berlangsung aset salah satu

kongsi uang satunya, dengan perpindahan melalui mekanisme pembayaran secara

bertahap. Bentuk kerja sama ini berakhir dengan pengalihan hak salah satu pihak

kepada pihak lain, sehingga dengan kerja sama ini akan sangat menguntungkan

sekali bagi kedua belah pihak.


3

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa Pegertian Musyarakah Mutanaqishah ?

2. Bagaimana Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqishah ?

3. Bagaimana Ketentuan Akad, Rukun Dan Syarat Musyarakah Mutanaqishah ?

4. Bagaimana Iplementasi Musyarakah Mutanaqishah ?

C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk Mengetahui Pegertian Musyarakah Mutanaqishah

2. Untuk Mengetahui Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqishah

3. Untuk Mengetahui Ketentuan Akad, Rukun Dan Syarat Musyarakah

Mutanaqishah

4. Untuk Mengetahui Implementasi Musyarakah Mutanaqishah


4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian musyarakah mutanaqishah

Dalam Fatwa DSN MUI No 73 Tahun 2008 tentang Musyarakah

Mutanaqishah di sebutkan, Musyarakah Mutanaqishah adalah musyarakah yang

kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak berkurang disebabkan

pembelian secara bertahap oleh pihak lainnya. Dengan demikian, di ujung akad ini

satu pihak, yaitu nasabah akan memperoleh kepemilikan sempurna terhadap suatu

aset atau modal. Dalam akad ini bank syariah wajib berjanji menjual aset yang

disepakati secara bertahap dan nasabah wajib membelinya.

Musyarakah Mutanaqishah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau

lebih untuk kepemilikan suatu barang dan aset. Dimana kerja sama ini akan

mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak, sementara pihak yang lain bertambah

hak kepemilikannya. Perpindahan kepemilikan ini melalui mekanisme pembayaran

atas hak kepemilkan yang lain. Bentuk kerja sama ini berakhir dengan pengalihan

hak salah satu pihak kepada pihak lain. Hal serupa juga dijelaskan oleh Oni Sahroni

bahwa musyarakah mutanaqishah adalah musyarakah atau syirkah yang kepemilkan

aset atau modal salah satu pihak berkurang disebabkan pembelian secara bertahap

oleh pihak lainnya.

Musyarakah Mutanaqishah adalah musyarakah dengan bagian dana entitas

akan dialihkan secara bertahap kepada mitra sehingga bagian dana entitas akan

menurut pada akhir masa akad menjadi pemilik penuh usaha tersebut (Wiroso,

2011:395).

Maka dapat di pahami bahwa bahwa musyarakah mutanaqishah adalah akad

kerja sama antara dua pihak (Bank dengan Nasabah), dalam kepemilikan suatu aset
5

yang mana ketika akad ini telah berlangsung aset salah satu kongsi dari keduanya

akan berpindah ke tangan kongsi yang satunya, dengan melalui mekanisme

pembayaran secara bertahap.

B. Landasan Hukum Musyarakah Mutanaqishah

Sandaran hukum islam pada pembiayaan musyarakah mutanaqishah, pada saat

ini dapat disandarkan pada akad musyarakah (kemitraan) dan ijarah (sewa). Karena

di dalam akad musyarakah mutanaqishahterdapat unsur syirkah dan unsur ijarah.

1. Dasar Hukum Musyarakah

a. QS. Shad [38]:24

“ dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang bersyukur itu sebagian dari

mereka berbuat zhalim kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan

mengerjaka amal shaleh, dan amat sedikitlah mereka ini.”

b. QS. Al-Maidah [5]:1

“ hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu.”

2. Pendapat Ulama’ tentang Musyarakah Mutanaqishah

a. Ibnu Qudamah al-Mughni

“Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik) membeli porsi (bagian)

dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli

milik pihak lain”.

b. Ibn Abidin dalam kitab Raddul Muhtar juz III hal. 365.

“apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik) dalam

(kepemilikan) suatu bangunan dan menjual porsinya kepada pihak lain, maka

hukumnya tidak boleh, sedangkan (jika menjual porsinya tersebut) kepada

syariknya, maka hukumnya boleh.


6

C. Ketentuan Akad, Rukun, SyaratMusyarakah Mutanaqishah

1. Ketentuan Akad Musyarakah Mutanaqishah

a. Akad musyarakah mutanaqishah terdiri dari akad syirkah ‘inan, ijarah,

wakalah dalam pengelolaan penyewaan, dan pembelian secara bertahap.

b. Dalam musyarakah mutanaqishah berlaku hukum sebagaimana diatur dalam

Fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah, yang

para mitranya memilki hak dan kewajiban, diantaranya:

1) Memberikan modal dan kerja berdasarkan kesepakatan akad.

2) Memperoleh keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati pada saat

akad.

3) Menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal.

c. Dalam akad musyarakah mutanaqishah, pihak pertama (salah satu syarik,

LKS) wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara bertahap dan

pihak kedua wajib membelinya.

d. Jual beli sebagaimana yang dimaksud dilaksanakan sesuai kesepakatan

e. Setelah selesai pelunasan penjualan, seluruh hishshah LKS sebagai syarik

beralih kepada syarik lainnya (nasabah).

2. Rukun Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah

Sebagai sebuah perjanjian, syirkahatau perserikatan harus

memenuhisegala rukun dan syaratnya agar perjanjian tersebut sah dan

mempunyai akibat hukum seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang

mengadakan perserikatan. Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut

ketentuan syariat islam adalah sebagai berikut:


7

a. Sighat (lafadz akad), seseorang dalam membuat perjanjian perseroan atau

hakikatnya adalah kemauan para pihak untuk mengadakan serikat/kerjasama

dalam menjalankan Suatu usaha.

b. Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah (musyarakah).

Orang yang mengadakan perjanjian perserikatan harus memenuhi syarat, yaitu:

bahwa masing-masing pihak yang hendak mengadakan syirkah ini harus

dewasa (baligh), sehat akalnya dan atas kehendak sendiri.

c. Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan musyarakah yang

bersifat musya’. Dalam perjanjian musyarakahsetiap syarik mempunyai porsi

dan bagian masing-masing dalam menyetorkan modal atau dananya sesuai

dengan kesepakatan bersama.

d. Musya’ adalah porsi atau bagian syarikdalam kekayaan musyarakah secara

nilai dan tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara fisik (Fatwa DSN MUI

No. 73/DSN-MUI/XI/2008 Tentang Musyarakah Mutanaqishah).

e. Pokok pekerjaan, setiap perserikatan harus memiliki tujuan atau kerngka kerja

yang jelas, serta dibenarkan menurut syariah. Untuk menjalankan pokok

pekerjaan ini tentu saja pihak-pihak yang ada harus memasukkan barang

modal atau saham yang telah ditentukan jumlahnya.

3. Syarat Pembiayaan Musyarakah Mutanaqishah

a. Masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan kerelaan untuk

saling bekerjasama.

b. Antar pihak harus saling memberikan rasa percaya dengan yang lain.

c. Dalam pencampuran- pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan

obyek akad tersebut.


8

d. Akad musyarakah mutanaqishahdapat di-ijarahkankepada syarik atau pihak

lain.

e. Apabila aset musyarakahmenjadi obyek ijarah, maka syarik (nasabah) dapat

menyewa aset tersebut dengan nilai ijarah yang disepakati.

f. Keuntungan yang diperoleh dari ijarahtersebut dibagi sesuai dengan nisbah

yang telah disepakati dalam akad, sedangkan kerugian harus berdasarkan

proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi

kepemilikan sesuai kesepakatan syarik.

g. Kadar atau ukuran atau bagian atau porsi kepemilikan aset musyarakah syarik

(LKS) yang berkurang akibat pembayaran olwh syarik(nasabah) harus jelas

dan disepakati dalam akad.

h. Biaya perolehan aset musyarakah menjadi beban bersama sedangkan biaya

peralihan kepemilikan menjadi beban pembeli.

D. Implementasi Akad Musyarakah Mutanaqishah

Dalam pelaksanaan pembiayaan KPR dengan menggunakan akad musyarakah

mutanaqishah di Bank Muamalat, dalam aplikasinya bank muamalat melakukan

suatu kerjasama pembiayaan antara pihak bank dan pihak calon nasabah sesuai

dengan kesepakatan bersama.

Setelah kesepakatan telah disetujui maka proses pembiayaan akan

dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah disepakati sebelumnya. Prosedur

yang dilakukan oleh pihak bank dalam pembiayaan KPR dengan akad musyarakah

mutanaqishah (bagi hasil) merupakan suatu pembiayaan kongsi (sewa), dimana

dalam proses pembiayaan KPR sesuai dengan fatwa yang telah ditetapkan oleh

dewan syariah nasional, yaitu Fatwa No. 73/DSN-MUI/XI/2008 yang menyatakan

“Bahwa pembiayaan musyarakah mutanaqishahmemiliki keunggulan dalam


9

bekerjasama dan keadilan, baik dalam berbagi keuntungan maupun resiko kerugian,

sehingga dapat menjadi alternatif dalam proses kepemilikan aset (barang) atau

modal. Dan dijelaskan pula dalam ketentuan umum bahwa musyarakah adalah

musyarakah atau syirkah(kerjasama) yang kepemilikan aset (barang) atau modal

salah satu pihak (syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap”.

Contoh Studi Kasus

Contoh skema perhitungan musyarakah mutanaqishah. Misalnya, nasabah dan

bank berkongsi dalam pengadaan suatu barang (biasanya rumah atau kendaraan),

misalnya 30% dari nasabah dan 70% dari pihak bank. Untuk memiliki barang

tersebut, nasabah harus membayar kepada bank sebesar porsi yang dimiliki bank.

Karena pembayaran dilakukan secara angsuran, penurunan porsi kepemilikan bank

pun berkurang secara proporsional sesuai dengan besarnya angsuran. Barang yang

telah dibeli secara kongsi tadi baru akan menjadi milik nasabah setelah porsi

nasabah menjadi 100% dan porsi bank menjadi 0%.

Jika yang di ambil adalah renovasi rumah sebagai contoh kasus,

perhitungannya adalah sebagai berikut. Harga rumah misalnya Rp.100.000.000,00.

Bank berkontribusi sebesar Rp.70.000.000,00 dan nasabah sebesar

Rp.30.000.000,00. Karena kedua belah pihak (bank dan nasabah) telah berkongsi,

bank memiliki 70% saham rumah, sedangkan nasabah miliki 30% kepemilikan

rumah. Dalam syariah islam, barang milik perkongsian bisa disewakan kepada

siapapun, termasuk kepada anggota perkongsian itu sendiri, dalam hal ini adalah

nasabah.
10

Seandainya sewa yang dibayarkan penyewa (nasabah) adalah Rp.1.000.000,00

perbulan, pada realisasinya Rp.700.000,00 akan menjadi milik bank dan

Rp.300.000,00 merupakan bagian nasabah. Akan tetapi karena nasabah pada

hakikatnya pemilik rumah itu, uang sejumlah Rp.300.000,00 itu dijadikan sebagai

pembelian saham dari porsi bank. Dengan demikian, saham nasabah setiap bulan

akan semakin besar dan saham bank semakin kecil. Pada akhirnya, nasabah akan

memiliki 100% saham dan bank tidak memiliki lagi saham atas rumah tersebut.

Itulah yang disebut dengan perkongsian yang mengecil atau musyarakah

mutanaqishah.
11

BAB III

KESIMPULAN

Musyarakah mutanaqishah adalah akad kerja sama antara dua pihak (Bank

dengan Nasabah), dalam kepemilikan suatu aset yang mana ketika akad ini telah

berlangsung aset salah satu kongsi dari keduanya akan berpindah ke tangan kongsi

yang satunya, dengan melalui mekanisme pembayaran secara bertahap.

Landasan hukum Musyarkah Mutanaqishah adalah QS. Shad [38]: 24 dam

QS. Al-Maidah [5]: 1, sedangkan menurut Ibnu Qudamah Al-Mughni, [Bayrut: Dar

al Fikr, juz 5, hal, 173]: “ apabila salah satu dari dua yang bermitra, membeli porsi

dari syarik lainnya, maka hukumnya boleh, karena ia membeli milik pihak lain”.

Akad Musyarakah Mutanaqishah terdiri dari akad syirkah ‘inan, ijarah,

wakalah dalam pengelolaan penyewaan, dan pembelian secara bertahap. Rukun

Musyarakah Mutanaqishah adalah Sighat, Syarik, Hishshah, Musya’, Pokok

Pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai