Anda di halaman 1dari 9

Pemahaman Masyarakat mengenai Musyarakah

Menurut Pemahaman Ibu Febri Dan Ibu Ina

Muhammad Rizky Alsaid, Winda Yuli Rahma Hasibuan, Aldi Pranata


Nasution
Prodi Perbankan Syariah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Universitas Islam Negeri
Syekh Ali Hasan Ahmad Addary Padangsidimpuan

E-mail : rajarizky376@gmail.com oppoa16kopin12@gmail.com


aldipranata0912@gmail.com

Abstrak
Praktik musyarakah di perbankan syariah berbeda dengan musyarakah perspektif
fiqih. Hal tersebut dapat dilihat dari unsur modal, manajemen, masa berlakunya
kontrak, jaminan, dan bagi hasil. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui dasar-
dasar teori yang terkait musyarakah dalam fiqih dan perbankan syariah. Penelitian
ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan mengidentifikasi dari
beberapa sumber antara lain buku, jurnal, website. Hasil observasi menunjukkan
bahwa masih banyak pemahaman masyarakat tentang musyarakah yang belum
mengetahui akan akad tersebut baik dalam bank syariah maupun dalam fiqh.
Kata Kunci: Musyarakah

Abstract
The practice of musharaka in Islamic banking is different from the fiqh
perspective musharaka. This can be seen from the elements of capital,
management, the validity period of the contract, guarantees, and profit sharing.
This study aims to determine the theoretical foundations related to musharaka in
fiqh and Islamic banking. This study uses a descriptive analysis method by
identifying from several sources including books, journals, websites. Observation
results show that there are still many people's understanding of musharaka who do
not know about the contract both in Islamic banks and in fiqh.
Keywords: Musyarakah
PENDAHULUAN
Salah satu bagian terpenting dari muamalah atau ekonomi dalam
perspektif Islam adalah syirkah (perseroan). Transaksi perseroan tersebut
mengharuskan adanya Ijab dan Qabul. Sah tidaknya transaksi perseroan
tergantung kepada suatu yang ditransaksikan yaitu harus sesuatu yang bisa
dikelola tersebut sama-sama mengangkat mereka. Secara sederhana akad ini bisa
digambarkan sebagai satu proses transaksi dimana dua orang (institusi) atau lebih
menyatukan modal untuk satu usaha, dengan prosentasi bagi hasil yang telah
disepakati. Dalam konteks perbankan, musyarakah berarti penyatuan modal dari
bank dan nasabah untuk kepentingan usaha. Musyarakah biasanya diaplikasikan
untuk pembiayaan proyek, dimana nasabah dan pihak bank sama-sama
menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut.
Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama
dengan bagi hasil yang telah disepakati dalam kontrak untuk pihak bank.
Musyarakah juga bisa diterapkan dalam skema modal ventura, pihak bank
diperbolehkan untuk melakukan investasi dalam kepemilikan sebuah perusahaan.
Penanaman modal dilakukan oleh pihak bank untuk jangka waktu tertentu dan
setelah itu bank melakukan divestasi, baik secara singkat maupun bertahap
Musyarakah adalah akad kerja sama antara para pemilik modal yang
mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam
musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai
suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. selanjutnya
mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil atau keuntungan
yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Dalam proses
bisnis yang mendatangkan keuntungan dalam hal ini pihak yang melakukan akad
musyarakah dapat membagi keuntungan sesuai dengan porsi yang diberikan yang
terwujud dalam proporsi modal yang disertorkan oleh masing-masing pihak.
TINJAUAN TEORITIK
1. Pengertian Musyarakah
Secara bahasa Musyarakah berasal dari kata al-syirkah yang berarti al-
ikhtilath (percampuran) atau persekutuan dua hal atau lebih, sehingga antara
masing-masing sulit dibedakan. Seperti persekutuan hak milik atau
perserikatan usaha. Secara etimologis, musyarakah adalah penggabungan,
percampuran atau serikat. Musyarakah berarti kerjasama kemitraan atau
dalam bahasa Inggris disebut partnership. Secara fiqih, dalam kitabnya, as-
Sailul Jarrar III: 246 dan 248, Imam Asy-Syaukani menulis sebagai berikut,
“(Syirkah syar’iyah) terwujud (terealisasi) atas dasar sama-sama ridha di
antara dua orang atau lebih, yang masing-masing dari mereka mengeluarkan
modal dalam ukuran yang tertentu.1
Kemudian modal bersama itu dikelola untuk mendapatkan
keuntungan, dengan syarat masing-masing di antara mereka mendapat
keuntungan sesuai dengan besarnya saham yang diserahkan kepada syirkah
tersebut. Namun manakala mereka semua sepakat dan ridha, keuntungannya
dibagi rata antara mereka, meskipun besarnya modal tidak sama, maka hal itu
boleh dan sah, walaupun saham sebagian mereka lebih sedikit sedang yang
lain lebih besar jumlahnya. Dalam kacamata syariat, hal seperti ini tidak
mengapa, karena usaha bisnis itu yang terpenting didasarkan atas ridha sama
ridha, toleransi dan lapang dada. Musyarakah adalah akad kerjasama yang
terjadi di antara para pemilik modal (mitra musyarakah) untuk
menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu
kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi
modal.2

1
Muhammad Kurniawan, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Teori dan Aplikasi)
(Jawa Barat: CV. Adanu Abimata, 2020).
2
Mahmudatus Sa’diyah dan Nur Aziroh, “Musyarakah Dalam Fiqih Dan Perbankan
Syariah” 2 (2014): 18.
Jenis Akad Musyarakah yaitu :3
a. Syirkah Al-Amlak Syirkah adalah ibarat dua orang atau lebih memilikkan
suatu benda kepada yang lain tanpa ada akad syirkah. Dari definisi
tersebut, dapat dipahami bahwa syirkah milik adalah suatu syirkah
dimana dua orang atau lebih bersama-sama memiliki suatu barang tanpa
melakukan akad syirkah. Contoh, dua orang diberi hibah ssebuah rumah.
Dalam contoh ini rumah tersebut dimiliki oleeh dua orang melalui hibah,
tanpa akad syirkah antara dua orang yang diberi hibah tersebut. Dalam
syirkah al-amlak, terbagi dalam dua bentuk, yaitu:
1) Syirkah al-jabr Berkumpulnya dua orang atau lebih dalam pemilikan
suatu benda secara paksa.
2) Syirkah Ikhtiyariyah Yaitu suatu bentuk kepemilikan bersama yang
timbul karena perbuatan orang-orang yang berserikat.
b. Syirkah Al-‘Uqud Syirkah al-uqud (contractual partnership), dapat
dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para pihak yang
bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk membuat suatu
perjanjian investasi bersama dan berbagi untuk dan risiko. Syirkah al-
Uqud dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:4
1) Syirkah Mufawwadah Merupakan akad kerja sama usaha antar dua
pihak atau lebih, yang masing-masing pihak harus menyerahkan
modal dengan porsi modal yang sama dan bagi hasil atas usaha atau
risiko ditanggung bersama dengan jumlah yang sama. Dalam 4
syirkah mufawwadah, masing-masing mitra usaha memiliki hak dan
tangung jwab yang sama.
2) Syirkah Inan Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau
lebih, yang masing-masing mitra kerja harus menyerahkan dana untuk
modal yang porsi modalnya tidak harus sama. Pembagian hasil usaha
sesuai dengan kesepakatan, tidak harus sesuai dengan kontribusi dana

3
Ismail, Perbankan Syariah (Jakarta: Prenadamedia Group, 2011).
4
Astriah dan Muhammad Kamal Zubair, “Analisis Penerapan Jaminan Pada Pembiayaan
Mudharabah Dan Musyarakah Di Perbankan Syariah,” Banco: Jurnal Manajemen dan Perbankan
Syariah 3, no. 2 (11 Juli 2022): 106–17
yang diberikan. Dalam syirkah inan, masing-masing pihak tidak harus
menyerahkan modal dalam bentuk uang tunai saja, akan tetapi dapat
dalam bentuk aset atau kombinasi antara uang tunai dan asset atau
tenaga.
3) Syirkah Al-‘Amal Syirkah al-‘amal adalah kontrak kerja sama dua
orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan
berbagi keuntungan dari pekerjaaan itu. Misalnya kerja sama dua
orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek atau kerjasama, dua
orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah
kantor. Musyarakah ini kadang disebut dengan syirkah abdan atau
sanaa’i.
4) Syirkah Al-Wujuh Yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi dan prastise yang baik serta ahli dalam bisnis,
mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan
menjual barang tersebut secara tunai. Mereka membagikan
berdasarkan jaminan kepada penyedia barang yang disiapkan oleh
setiap rekan kerja. Sayyid Sabiq memberikan definisi syirkah al-
wujuh yaitu dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa modal,
melainkan semata berdagang kepada nama baik dan kepercayaan 5
pada pedagang kepada mereka. Syirkah ini disebut juga syirkah
tanggung jawab tanpa kerja dan modal.
5) Syirkah Mudharabah Merupakan kerja sama usaha antara dua pihak
atau lebih yang mana satu pihak sebagai shahibul maal yang
menyediakan dana 100% untuk keperluan usaha, dan pihak lain tidak
menyerahkan modal dan hanya sebagai pengelola atas usaha yang
dijalankan, disebut mudharib.
2. Rukun dan Syarat Musyarakah
Adapun mengenai syarat-syarat syirkah adalah :5
a. Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota
serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta serikat,
b. Anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka
adalah wakil dari yang lain,
c. Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing,
baik berupa mata uang maupun bentuk yang lain
Para ulama memperselisihkan mengenai rukun syirkah, menurut
ulama Hanafiyah rukun syirkah ada dua yaitu ijab dan qabul. Sebab ijab qabul
(akad) yang menentukan adanya syirkah. Adapun mengenai dua orang yang
berakad dan harta berada di luar pembahasan akad seperti dalam akad jual
beli. Dan Jumhur ulama menyepakati bahwa akad merupakan salah satu hal
yang harus dilakukan dalam syirkah. Adapun rukun syirkah menurut para
ulama meliputi :6
a. Sighat (Ijab dan Qabul). Adapun syarat sah dan tidaknya akad syirkah
tergantung pada sesuatu yang di transaksikan dan juga kalimat akad
hendaklah mengandung arti izin buat membelanjakan barang syirkah dari
peseronya.
b. Al-‘Aqidain (subjek perikatan). Syarat menjadi anggota perserikatan
yaitu:
1) orang yang berakal
2) baligh
3) merdeka atau tidak dalam paksaan.
Disyaratkan pula bahwa seorang mitra diharuskan berkompeten dalam
memberikan atau memberikan kekuasaan perwakilan, dikarenakan dalam
musyarakah mitra kerja juga berarti mewakilkan harta untuk diusahakan.

5
Hoirul Ichfan dan Umrotul Hasanah, “Aplikasi pembiayaan akad musyarakah pada
perbankan syari’ah,” t.t., 10.
6
Alma Herdian dan Nurma Sari, “Penerapan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah Pada
Bank Pembiayaan Syariah (BPRS) XXX Ditinjau Dari Fatwa DSN No. 08/DSN- MUI/IV/2000” 6,
no. 2 (2021): 12.
c. Mahallul Aqd (objek perikatan). Objek perikatan bisa dilihat meliputi
modal maupun kerjanya. Mengenai modal yang disertakan dalam suatu
perserikatan hendaklah berupa :
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak, atau yang
nilainya sama,
2) Modal yang dapat terdiri dari aset perdagangan
3) Modal yang disertakan oleh masing-masing pesero dijadikan satu,
yaitu menjadi harta perseroan, dan tidak dipersoalkan lagi dari mana
asal-usul modal itu.
Dilihat dari segi peranan dalam pekerjaan, partisipasi para mitra
dalam pekerjaan musyarakah adalah sebuah hukum dasar dan tidak
dibolehkan dari salah satu dari mereka untuk mencantumkan ketidak
ikutsertaan dari mitra lainnya, seorang mitra diperbolehkan melaksanakan
pekerjaan dari yang lain. Dalam hal ini ia boleh mensyaratkan bagian
keuntungan tambahan lebih bagi dirinya.7
3. Praktek Musyarakah dalam Perbankan Syariah
Terdapat dua orang yang akan melakukan akad musyarakah. Kedua
orang tersebut bernama Afif dan Ciba. Afif memiliki keinginan untuk
membuat sebuah proyek untuk membuat sekolah desain. Pada kesempatan
yang sama, Ciba juga memiliki keinginan untuk membuat sekolah. Kemudian
mereka bertemu dan membuat kesepakatan kerjasama musyarakah. Jenis
syirkah yang dipakai adalah syirkah inan dimana Afif memberikan modalnya
sebesar 40 juta dan Ciba memberikan modalnya sebesar 60 juta.8
Mereka sepakat untuk nisbah bagi hasil sebesar 60% untuk Afif dan
40% untuk Ciba. Dalam musyarakah, tidak menjadi masalah apabila Afif
mendapatkan porsi keuntungan lebih tinggi dari Ciba meskipun porsi modal
yang diberikan lebihkecil dari Ciba selama itu sudah disepakati di awal.

7
Heru Maruta, “Akad Mudharabah, Musyarakah, Dan Murabahah Serta Aplikasinya
Dalam Masyarakat,” t.t., 27.
8
Erlyna Damayanti, Sri Suartini, dan Isro’iyatul Mubarokah, “Pengaruh Pembiayaan
Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah di
Indonesia,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 7, no. 1 (8 Maret 2021): 250
Alhasil usaha tersebut berjalan dan keuntungan yang diperoleh adalah sebesar
1 miliar rupiah.
Maka dalam hal ini Afif mendapatkan porsinya sebesar 600 juta (60%
x 1M) dan Ciba mendapatkan porsinya sebesar 400 juta (40% x 1M) Lalu,
Bagaimana Bila Rugi? Bila yang terjadi kemudian usaha mereka mengalami
kerugian. Katakanlah kerugian tersebut adalah sebesar 10 juta rupiah. Maka
perhitungan kerugian tersebut didasarkan pada porsi penyertaan modal. 14
Afif menyertakan modalnya sebesar 40% maka Afif mendapatkan kerugian
sebeasar 4 juta rupiah sedangkan Ciba menyertakan modalnya sebesar 60%
sehingga ia mendapatkan kerugian sebesar 6 juta.
METODE PENELITIAN
Metodelogi penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
metode observasi dan wawancara dengan pendekatan deskriptif. Sumber data
primer di dapatkan melalui wawancara, sedangkan data sekunder didapatkan dari
literatur perpustakaan, media cetak, dan elektronik. Dalam penelitian ini memiliki
beberapa sampel masyarakat untuk mendapatkan wawancara dalam penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi di antara para pemilik
modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha
secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai
dengan kontribusi modal. Berikut hasil wawancara responden.
Berdasarkan penuturan Ibu Febri bahwa beliau paham menganai akad
musyarakah dan praktek dalam bank syariah.

Selain itu, Ibu Rambe juga menyatakan bahwa beliau sudah paham
mengenai akad musyarakah sebab beliau nasabah dalam bank syariah
sedikit banyaknya beliau paham dengan akaad-akad bank syariah.

Lain pendapat dengan Ibu Ina menyatakan bahwa beliau paham dengan
musyarakah tetapi beliau tidak menggunakan akad tersebut dalam bank
syariah.
KESIMPULAN
Musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi di antara para pemilik
modal (mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha
secara bersama dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai
dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai
dengan kontribusi modal. Secara garis besar syirkah terbagi kepada dua bagian
yaitu Syirkah Al-Amlak dan Syirkah Al-‘Uqud.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan dapat dihasilkan bahwa
masyarakat sudah mengetahui mengenai akad musyarakah dalam bank syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Astriah dan Muhammad Kamal Zubair. “Analisis Penerapan Jaminan Pada


Pembiayaan Mudharabah Dan Musyarakah Di Perbankan Syariah.”
Banco: Jurnal Manajemen dan Perbankan Syariah 3, no. 2 (11 Juli 2022):
106–17.
Damayanti, Erlyna, Sri Suartini, dan Isro’iyatul Mubarokah. “Pengaruh
Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah Terhadap
Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia.” Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam 7, no. 1 (8 Maret 2021): 250.
Herdian, Alma, dan Nurma Sari. “Penerapan Bagi Hasil Pembiayaan Musyarakah
Pada Bank Pembiayaan Syariah (BPRS) XXX Ditinjau Dari Fatwa DSN
No. 08/DSN- MUI/IV/2000” 6, no. 2 (2021): 12.
Ichfan, Hoirul, dan Umrotul Hasanah. “Aplikasi pembiayaan akad musyarakah
pada perbankan syari’ah,” t.t., 10.
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Prenadamedia Group, 2011.
Kurniawan, Muhammad. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Teori dan
Aplikasi). Jawa Barat: CV. Adanu Abimata, 2020.
Maruta, Heru. “Akad Mudharabah, Musyarakah, Dan Murabahah Serta
Aplikasinya Dalam Masyarakat,” t.t., 27.
Sa’diyah, Mahmudatus, dan Nur Aziroh. “Musyarakah Dalam Fiqih Dan
Perbankan Syariah” 2 (2014): 18.

Anda mungkin juga menyukai