Anda di halaman 1dari 26

AKUNTANSI TRANSAKSI MUSYARAKAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Akuntansi keuangan syariah
Dosen Pengampu : Adelia Citradewi, M.Ak.

Disusun Oleh :
Kelompok 6-AKSYA5C
1. M. Asrul Akhwan (1820610102)
2. M. Taufiqurrahman (1820610114)
3. Fitri Faizatul Maimonah (1820610114)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam upaya melaksanakan kerja sama usaha, salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan melakukan kerja sama dengan akad
musyarakah. Kerja sama ini pada dasarnya adalah dua orang atau dua
pihak yang saling mengikatkan diri memberikan modal yang dimilikinya
demi terwujudnya tujuan usaha bersama dengan konsekuensi untung atau
rugi dibagi sesuai kesepakatan.

Musyarakah dapat diaplikasikan pada kerja sama usaha secara


umum, ataupun pembiayaan. Sebagai salah satu dari instrumen yang ada
pada lembaga keuangan syari’ah, musyarakah memiliki karakteristik
sendiri, baik dari segi pengertian, sumber hukum, jenis, syarat atau rukun
dan pencatatnnya dalam akuntansi. Akad kerja sama ini dalam bahasa
yang lebih sederhana, pada batasan-batasan tertentu dapat disebut dengan
usaha patungan. Hal ini karena dalam tujuan usaha tertentu, setiap pihak
memberikan kontribusi yang dimiliki.

Tentu dalam pencatatannya di laporan akuntansi, musyarakah


memiliki karakteristik dan aturan tersendiri. Secara singkat tentang
musyarakah telah disebutkan di atas, namun penjelasan yang lebih padat
tentang musyarakah masih belum banyak diketahui. Begitu pula tantang
pencatatan akuntansi akad ini yang memiliki karakteristik sendiri, seperti
halnya akad lain dalam keuangan syariah. Dalam tulisan ini akan dibahas
dan diuraikan pengenai akad musyarakah dalam literatur pembiayaan dan
bagaimana pencatatan akuntansinya.

1
B. Rumusan masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas, persoalan yang akan dibahas


pada tulisan kali ini adalah :

1. Apa definisi dari akad musyarakah?

2. Apa saja jenis-jenis akad musyarakah?

3. Apa rukun dan ketentuan syariah akad musyarakah?

4. Bagaimana jurnal pencatatan akuntansi pada akad pembiayaan


musyarakah ?

C. Tujuan
Penjelasan yang ada dalam tulisan ini, memiliki tujuan utama yang ingin
dicapai adalah :

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan musyarakah


2. Untuk mengetahui jenis-jenis musyarakah
3. Untuk mengetahui rukun dan ketentuan syariah akad musyarakah
4. Untuk mengetahui jurnal pencatatan akuntansi pembiayaan
musyarakah

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Musyarakah


Menurut Afzalur Rahman, seorang Deputy Secretary General di The
Muslim School Trust, secara bahasa al-syirkah artinya al—ikhtilat
(percampuran atau persekutuan dua orang atau lebih, sehingga antara masing-
masing sulit dibedakan atau tidak dapat dipisahkan. Istilah lain dari
musyarakah adalah sharikah atau syirkah atau kemitraan.1
PSAK 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan konstribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi konstribusi
dana. Para mitra bersama-sama menyediakan dana untuk mendanaai sebuah
usaha Tertentu dalam masyarakat, baik usaha yang sudah berjalan maupun
yang baru, Selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut
dan bagi hasil yang telah disepakati ini sebaiknya secara bertahap atau
sekaligus kepada mitra lain. Investasi musyarakah dapat dalam bentuk kas
setara kas atau aset non kas.2
Musyarakah merupakan akad kerja sama di antara para pemilik modal
yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan.
Dalam musyarakah, para mitra bersama-sama menyediakan modal untuk
membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja sama mengelola usaha tersebut.
Modal yang harus digunakan dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi
atau dipinjamkan pada pihak lain tanpa seizin mitra lain yang.3

1
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil, Yogyakarta : UII Press, 2004
hlm. 93
2
PSAK nomer 106 tentang Akad Musyarakah
3
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2019,
hlm.105

3
Setiap mitra harus memberi kontribusi dalam pekerjaan dan ia menjadi
wakil mitra lain juga sebagai agen bagi usaha kemitraan. Sehingga seorang
mitra tidak dapat lepas tangan dari aktivitas yang dilakukan mitra lainnya
dalam menjalankan aktivitas bisnis yang normal. Dengan bergabungnya dua
orang atau lebih, hasil yang diperoleh diharapkan jauh lebih baik
dibandingkan jika dilakukan sendiri karena didukung oleh kemampuan
akumulasi modal yang lebih besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang
lebih beragam, wawasan yang lebih luas, pengendalian yang lebih tinggi, dan
lain sebagainya.
Apabila usaha tersebut untung, maka keuntungannya akan dibagikan
kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah disepakati ( baik presentasi
maupun periodenya harus secara tegas dan jelas ditentukan di dalam
perjanjian). Sementara, bila usaha mengalami kerugian maka, akan
didistribusikan kepada para mitra sesuai dengan porsi modalnya dari setiap
mitra. Hal tersebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa
pihak-pihak yang terlibat dalam suatu transaksi harus bersama-sama
menanggung berbagai risiko.
Pada dasarnya, atas modal yang ditanamkan tidak boleh ada jaminan dari
mitra lainnya karena bertentangan dengan prinsip untung muncul bersama
risiko (Al-ghunmu bi Al-ghurmi). Namun demikian, untuk mencegah mitra
melakukan kelalaian, melakukan kesalahan yang disengaja atau melanggar
perjanjian yang sudah disepakati, diperbolehkan meminta jaminan dari mitra
lain atau pihak ketiga. Tentu saja jaminan ini baru dapat dicairkan apabila
terbukti Ia melakukan penyimpangan. PSAK nomor 164 pasal 7 memberikan
beberapa contoh kesalahan yang disengaja yaitu:
a) Pelanggaran terhadap akad, seperti: penyalahgunaan dana investasi,
manipulasi biaya dan pendapatan operasional.
b) Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.4

4
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2019,
hlm.107

4
Dalam musyarakah, dapat ditemukan penerapan ajaran Islam tentang
ta'awun(gotong-royong), ukhuwah (persaudaraan) dan keadilan. Keadilan
sangat terasa ketika penentuan nisbah untuk pembagian keuntungan yang bisa
saja berbeda dari porsi modal karena disesuaikan oleh faktor lain selain modal
misalnya keahlian, pengalaman, ketersediaan waktu dan sebagainya. Selain itu
keuntungan yang dibagikan kepada pemilik modal merupakan keuntungan riil,
bukan merupakan nilai nominal yang telah ditetapkan sebelumnya seperti
bunga/riba. Prinsip keadilan juga terasa ketika orang yang punya modal lebih
besar akan menanggung resiko finansial yang juga lebih besar. Selain
musyarakah, terdapat juga kontrak investasi untuk bidang pertanian yang pada
prinsipnya sama dengan prinsip sirkah bentuk kontrak bagi hasil yang
diterapkan pada tanaman pertanian setahun dinamakan muzaroah. Bila
bibitnya berasal dari pemilik tanah maka disebut mukhabarah. Sedangkan
bentuk kontrak bagi hasil yang diterapkan pada tanaman pertanian tahunan
disebut musaqat (Karim,2003).
Untuk menghindari persengketaan di kemudian hari sebaiknya akad
kerjasama dibuat secara tertulis dan dihadiri oleh para saksi. Akad atau
perjanjian tersebut harus mencakup berbagai aspek antara lain terkait dengan
besaran modal dan penggunaannya (tujuan usaha musyarakah), pembagian
kerja di antara Mitra, nisbah yang digunakan sebagai dasar pembagian laba
dan periode pembagiannya dan lain sebagainya. Apabila terjadi hal yang tidak
diinginkan, atau terjadi persengketaan, para pihak dapat merujuk pada kontrak
yang telah disepakati bersama. Apabila terjadi sengketa dan tidak terdapat
kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka penyelesaiannya dilakukan
berdasarkan keputusan institusi yang berwenang, misalnya badan arbitrase
Syariah.5

5
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2019,
hlm.106

5
B. Jenis akad Musyarakah
Berdasarkan ulama Fiqih
1. Sirkah Al milk mengandung arti kepemilikan bersama( co-ownership)
yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh
kepemilikan bersama (join ownership) atas suatu kekayaan (aset).
Misalnya, dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang
tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau
tidak dapat dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan suatu jenis
barang (misalnya rumah) yang dibeli secara bersama.
Gambar 1 : Skema akad pembiayaan musyarakah6

Pemodal Modal Modal Pemodal

Usaha / Proyek

Modal Modal

Nisbah Laba Nisbah


Porsi Modal Rugi Porsi Modal

Dalam hal ini, paramitra harus berbagi atas harta kekayaan tersebut
berikut pendapatan yang dapat dihasilkannya sesuai dengan porsi masing-
masing sampai mereka memutuskan untuk membagi atau menjualnya.
Untuk tetap menjaga kelangsungan kerjasama, pengambilan keputusan
yang menyangkut harta bersama harus mendapat persetujuan semua
mitra. Dengan kata lain, seorang Mitra tidak dapat bertindak dalam
penggunaan harta bersama kecuali atas izin Mitra yang bersangkutan.

6
Sugeng Widodo, Moda Pembiayaan Keuangan Islam : Perspektif Aplikatif,
Yogyakarta : Kaukaba, 2014, hlm. 184

6
Syirkah Al milk kadang bersifat ikhtiariyyah (sukarela/voluntary) atau
jabariyyah (tidak sukarela/involuntary). Contoh lain dari syirkah jenis ini
adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya rumah) yang dibeli
secara bersama. Namun, apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi
dan mereka terpaksa harus memilikinya bersama, maka syirkah Al-milk
tersebut bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary/terpaksa). Misalnya,
sirkah diantara ahli waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum
dilakukan pembagian.
2. Syirkah al-'uqud (kontrak), yaitu kemitraan yang tercipta dengan
kesepakatan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam mencapai
tujuan tertentu titik setiap Mitra dapat berkontribusi dengan model daring
dana dan atau dengan bekerja, serta berbagai keuntungan dan kerugian.
Jenis ini dapat dianggap sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena
para pihak yang bersangkutan secara sukarela berkeinginan untuk
membuat suatu kerjasama investasi dan berbagai untung dan risiko.
Berbeda dengan syirkah Al milk, dalam kerjasama jenis ini setiap Mitra
dapat bertindak sebagai wakil dari pihak lainnya. Syirkah al-'uqud dapat
dibagi menjadi sebagai berberikut:7
a. Syirkah Abdan
Syirkah Abdan (sirkah fisik) disebut juga sirkah amal (syirkah
kerja) atau sirkah shanaa'i (sirkah para tukang) atau sirkah taqabbul
(sirkah penerimaan). Syirkah Abdan adalah bentuk kerjasama antara
dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja/profesional Dimana
mereka sepakat untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan
berbagai penghasilan yang diterima.
Paramitra mengkontribusikan keahlian dan tenaganya untuk
mengelola bisnis tanpa menyetorkan modal. Hasil atau upah dari
pekerjaan tersebut dibagi Sesuai dengan kesepakatan mereka. Contoh:

7
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-produk dan aspek-aspek
Hukumnya, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. 335

7
kerjasama antara para akuntan, dokter, ahli hukum, tukang jahit,
tukang bangunan, dan lain sebaginya.
Dalam syirkah Abdan, jenis keahlian yang dimiliki para Mitra
dapat sama atau berbeda, demikian juga dengan waktu yang
dicurahkan atau lokasi kerja pendapat sama atau berbeda. Paramitra
bebas menentukan siapa yang menjadi pemimpin dan pelaksana.
Dalam setiap pekerjaan yang disepakati oleh salah seorang Mitra
mengikat Mitra lainnya.
b. Syirkah wujuh
Syirkah wujuh adalah kerjasama antara dua pihak dimana masing-
masing pihak sama sekali tidak menyetorkan modal. Mereka
menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.
Masing-masing Mitra menyumbangkan nama baik, reputasi, credit
worthiness, tanpa menyetorkan modal. Contohnya: ketika dua orang
atau lebih membeli sesuatu barang tanpa modal atau secara kredit,
yang ada hanyalah nama baik mereka dan kepercayaan para pedagang
terhadap mereka dan keuntungan yang diperoleh adalah untuk
mereka. Setiap Mitra menjadi penanggung dan agen bagi mitra
lainnya. Dengan kata lain pembelian barang tersebut ditanggung
bersama. Keuntungan dibagi kepada para Mitra Berdasarkan
kesepakatan bersama.8
c. Syirkah 'Inan
Syirkah 'inan (negosiasi) adalah bentuk kerjasama Dimana posisi
dengan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya adalah tidak
sama, baik dalam hal modal maupun pekerjaan. Tanggung jawab para
Mitra dapat berbeda dalam pengelolaan usaha. Setiap Mitra bertindak
sebagai kuasa (agen) dari kemitraan itu kok ma tetapi bukan
merupakan pencerminan bagi mitra usaha lainnya. Namun demikian,

8
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-produk dan aspek-aspek
Hukumnya, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. 336

8
kewajiban terhadap pihak ketiga adalah sendiri-sendiri, tidak
ditanggung secara bersama-sama.
Setiap Mitra bertindak sebagai agen untuk kepentingan pihak lain
dan terbatas hanya pada hubungan di antara para Mitra. Dalam arti,
hanya Mitra yang melakukan transaksi yang bersangkutan saja yang
dapat mengajukan gugatan kepada para pihak lain yang telah
melakukan hubungan perjanjian dengannya, dan pihak ketiga tersebut
hanya dapat melakukan tindakan hukum terhadap Mitra yang
melakukan hubungan perjanjian dengannya saja. Hal ini disebabkan
karena dalam kemitraan Inan, di antara para Mitra hanya saling
memberikan kuasa tetapi tidak saling memberikan penjaminan.
Sebagai konsekuensinya, seorang Mitra tidak bertanggung jawab
terhadap kewajiban yang dibuat oleh Mitra lainnya. Utang yang
diperoleh oleh seorang Mitra atau yang diberikan oleh seorang Mitra
tidak dapat ditagih kepada atau dituntut oleh para Mitra yang lain.
Keuntungan yang diperoleh akan dibagi kepada para Mitra sesuai
kesepakatan sedangkan kerugian akan dibagi secara proporsional
sesuai dengan kontribusi modal.9
d. Syirkah Mufawwadhah
Syirkah Mufawwadhah adalah bentuk kerjasama Dimana posisi
dan komposisi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus sama,
baik dalam hal modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko
kerugian. Masing-masing Mitra memiliki kewenangan penuh untuk
bertindak bagi dan atas nama pihak yang lain. Konsekuensinya, setiap
Mitra sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan-tindakan hukum
dan komitmen komitmen dari para Mitra lainnya dalam segala hal
yang menyangkut kemitraan ini.
Dengan demikian, pihak ketiga dapat diajukan kepada setiap Mitra
dan secara bersama-sama bertanggung jawab atas liabilitas kemitraan

9
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-produk dan aspek-aspek
Hukumnya, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. 337

9
tersebut sepanjang liabilitas yang ada memang timbul dari operasi
bisnis Syariah tersebut. Sebaliknya, setiap Mitra dapat mengajukan
tuntutan terhadap pihak ketiga tanpa perlu memperhatikan apakah
Mitra yang bersangkutan terlibat langsung dengan transaksi yang
menimbulkan tuntutan itu. Bentuk syirkah ini mirip seperti Firma,
namun dalam Firma jumlah modal yang disetorkan tidak harus sama.
Terlepas dari jenisnya akad kerjasama dibolehkan secara Syariah
asalkan memenuhi rukun dan ketentuan Syariah nya10.
Berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK)
1. Musyarakah Permanen
Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan
bagian dana setiap Mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap
Hingga Akhir Masa akad (PSAK 106 pasal 04). Contohnya, antara
mitra A dan mitra B yang melakukan akad musyarakah menanamkan
modal yang jumlah awalnya masing-masing Rp 20.000.000 maka
sampai akhir masa akad sirkah modal mereka masing-masing tetap Rp
20.000.000
2. Musyarakah menurun/musyarakah mutanaqisah
Musyarakah menurun adalah musyarakah dengan ketentuan
pembagian dana salah satu Mitra akan dialihkan secara bertahap
kepada Mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan
pada akhir masa akad Mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh
usaha masyarakat tersebut (PSAK 106 pasal 04). Contohnya, Mitra
dan mitra B melakukan akad musyarakah. Mitra B menanamkan
modal sebesar Rp 10.000.000 dan menanamkan modal Rp
20.000.000. Seiring berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut,
model Mitra B Rp 10.000.000 tersebut akan beralih kepada Mitra
melalui pengalihan secara bertahap yang dilakukan oleh Mitra A11
10
Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-produk dan aspek-aspek
Hukumnya, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014, hlm. 338
11
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat, 2019,
hlm.109

10
C. Rukun Dan Ketentuan Syariah Akad Musyarakah
Unsur-unsur dan ketentuan syariah yang harus ada dalam akad
musyarakah atau rukun musyarakah menurut Nurhayati dan Wasilah (2009)
ada empat. Yang pertama adalah pelaku dimana para mitra harus cakap hukum
dan baligh.
Rukun yang kedua objek musyarakah berupa modal, modal yang diberikan
harus tunai. Modal yang diserahkan dapat berupa uang tunai, emas, perak, aset
perdagangan, atau aset tidak berwujud seperti lisensi, hak paten, dan
sebagainya. Apabila modal yang diserahkan dalam bentuk nonkas, maka harus
ditentukan nilai tunainya terlebih dahulu dan harus disepakati bersama. Modal
yang harus diserahkan oleh setiap mitra harus dicampur. Tidak dibolehkan
pemisahan modal dari masing-masing pihak untuk kepentingan khusus.
Misalnya, yang satu khusus membiayai pembelian bangunan, dan yang lain
untuk membiayai pembelian perlengkapan kantor. Dalam kondisi normal,
setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset kemitraan. Mitra tidak boleh
meminjam uang atas nama usaha musyarakah, demikian juga meminjam uang
kepada pihak ketiga dari modal musyarakah, menyumbang atau
menghadiahkan uang tersebut. Kecuali, mitra lain telah menyepakatinya.
Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan modal
itu untuk kepentingan sendiri. Pada prinsipnya dalam musyarakah tidak boleh
ada penjaminan modal, seorang mitra tidak bisa menjamin modal mitra
lainnya, karena musyarakah didasarkan prinsip al ghunmu bi al ghurmi-hak
untuk mendapat keuntungan berhubungan dengan resiko yang diterima. Namun
demikian, seorang mitra dapat meminta mitra lain menyediakan jaminan dan
baru dapat dicairkan apabila mitra tersebut melakukan kelalaian atau kesalahan
yang disengaja. Modal yang ditanamkan tidak boleh digunakan untuk
membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh syariah.
Rukun yang ketiga objek musyarakah berupa modal kerja partisipasi para
mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah. Tidak
dibenarkan bila salah seorang diantara mitra menyatakan tidak ikut serta

11
menangani pekerjaan dalam kemitraan tersebut. Meskipun porsi kerja antara
satu mitra dengan mitra lainnya tidak harus sama. Mitra yang porsi kerjanya
lebih banyak bleh meminta bagian keuntungan yang lebih besar. Setiap mitra
bekerja atas nama pribadi atau mewakili mitranya. Para mitra harus
menjalankan usaha sesuai dengan syariah. Seorang mitra yang melaksanakan
pekerjaan di luar wilayah tugas yang ia sepakati, berhak mempekerjakan orang
lain untuk menangani pekerjaan tersebut. Jika ia sendiri yang melakukan
pekerjaan itu, ia berhak menerima upah yang sama dengan yang dibayar untuk
pekerjaan itu di tempat lain, karena biaya pekerjaan tersebut merupakan
tanggungan musyarakah. Jika seorang mitra mempekerjakan pekerja lain untuk
melaksanakan tugas yang menjadi bagiannya, biaya yang timbul harus
ditanggungnya sendiri.
Rukun yang keempat yaitu ijab kabul/serah terima dimana pernyataan dan
ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan
secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara
komunikasi modern.12
Adapun Ketentuan fatwa sebagaimana Fatwa DSN MUI No. : 08/DSN-
MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah adalah sbb.:
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan
memperhatikan hal hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan
kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secaratertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-
hal berikut:
a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
12
Ustman, “Analisis Prinsip Bagi Hasil Musyarakah Dan Mudharabah Pada Bank Syariah
Mandiri Cabang Pamekasan”, AKTIVA Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol 1, No 1, Mei 2016,
hlm. 1-16

12
b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra
melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses
bisnis normal.
d. Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola
aset dan masing- masing dianggap telah diberi wewenang untuk
melakukan aktifitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan
mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja.
e. Seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan
dana untuk kepentingannya sendiri.
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)
a. Modal
1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan, seperti
barang barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset,
harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para
mitra.
2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan
atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali
atas dasar kesepakatan.
3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan,
namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, LKS dapat
meminta jaminan.
b. Kerja
1) Partisipasi para mitra dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan
musyarakah; akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan
syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari
yang lainnya, dan dalam hal ini ia boleh menuntut bagian keuntungan
tambahan bagi dirinya.

13
2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi
dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi
kerja harus dijelaskan dalam kontrak.
c. Keuntungan
1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan
perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau
penghentian musyarakah.
2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas
dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di
awal yang ditetapkan bagi seorang mitra.
3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi
jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya.
4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam
akad.
d. Kerugian
Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional menurut
saham masing-masing dalam modal.
4. Biaya Operasional dan Persengketaan
a. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.
b. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.13
D. Jurnal Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Musyarakah
Perlakuan akuntansi (PSAK 106)
Perlakuan akuntansi untuk transaksi musyarakah akan dililhat dari dua sisi
pelaku, yaitu mitra aktif dan mitra pasif. Mitra aktif adalah pihak yang
mengelola sendiri ataupun menunjuk pihak lain untuk mengelola atas namanya,
sedangkan mitara pasif adalah pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan
13
Rukanda Ahmad Sulanjana, “Analisis Implementasi Akad Pembiayaan Mudharabah
Dan Musyarakah Pada Bank Jabar Banten Syariah”, Seminar Nasional Manajemen Ekonomi Dan
Akuntansi (SENMEA) IV Tahun 2019 Fakultas Ekonomi UN PGRI Kediri, hlm. 27-36

14
pengelolaan sehimngga mitra mitra aktif yang melakukan pencataatan
akuntansi atau jika sia menunjuk pihak lain untuk ikut mengeloala usaha maka
pihak tersebut yang akan melakukan pencatatan akuntansi. Pada hakikatnya
pencatatan atas semua transaksi usaha musyarakah harus dipisahkan dengan
pencatatan lainya.14
Teknis Perhitungan dan Penjumlahan Transaksi Musyarakah
Pembahasan teknis perhitungan dan penjurnalan transaksi pembiayaan
musyarakah didsarkan pada kasus berikut :
Pada tanggal 2 Februari 20XA Bu Nasibah menandatangani akad pembiayaan
usaha penggilingan padi (membeli padi, menggiling selanjutnya menjual
beras) dengan Bank Murni Syariah (BMS) dengan skema musyarakah
sebagai berikut:
• Nilai Proyek : Rp 80.000.000
• Kontribusi Bank : Rp 60.000.000 (pembayaran tahap
pertama sebesar Rp.35.000.000 dilakukan
tanggal 12 Februari, pembayaran tahap
kedua sebesar Rp. 25.000.000,- dilakukan
tanggal 2 Maret)
• Kontribusi Bu Nasibah : Rp 20.000.000
• Nisbah bagi hasil : Bu Nasibah 75% dan BMS 25%
• Periode : 6 Bulan
• Biaya administrasi : Rp 600.000 (1% dari pembiayaan bank)
• Objek bagi hasil : Laba Bruto (selisih harga jual beras
dikurangi harga pembelian padi)
• Skema pelaporan dan
pembayaran porsi bank : Setiap tiga bulan (dua kali masa panen)
pada tanggal 2 Mei dan 2 Agustus 20XA
• Skema pelunasan Pokok : Musyarakah permanen - dilunasi pada saat
akad berakhir tanggal 2 Agustus 20XA
Perhitungan Transaksi Musyarakah

14
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hlm.. 113.

15
Perhitungan yang diperlukan dalam transaksi musyarakah adalah
perhitungan pengembalian bagian bank sekiranya jenis musyarakah yang
digunakan adalah musyarakah menurun. Pada musyarakah menurun, mitra
aktif (nasabah pembiayaan) secara periodic mengembalikan bagian bank.
Penjurnalan Transaksi Musyarakah Saat Akad Disepakati
Dalam praktik perbankkan, pada saat akad musyarakah disepakati, bank
akan membuka cadangan rekening investasi musyarakah untuk nasabah. Pada
tanggal itu juga, bank membebankan biaya administrasi dengan mendebit
rekening nasabah. Jurnal untuk membuka cadangan investasi musyarakah Bu
Nasibah dan pembebanan biaya administrasi adalah sebagai berikut :

Tanggal Rekening Debit Kredit


02/02/XA Pos lawan komitmen
60.000.000
administratif pembayaran
Kewajiban komitmen
60.000.000
administratif pembayaran
Kas/Rekening nasabah-Bu
600.000
Nasibah
Pendapatan administratif 600.000
Saat Penyerahan Pembiayaan Musyarakah oleh Bank Kepada Nasabah
Dalam PSAK 106 (paragraf 27) disebutkan bahwa investasi musyarakah
diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset non-kas kepada mitra
aktif. Aset berwujud kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan (paragraf
28a), sedangkan aset yang berwujud non-kas dinilai sebesar nilai wajar, dan
jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset non-kas, maka
selisih tersebut diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama
masa akad, atau sebagai kerugian pada saat terjadinya (paragraf 28b).
Pembiayaan musyarakah non-kas yang diukur dengan nilai wajar aset yang
diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang
diserahkan, dikurangi amortisasi keuntungan tangguhan (paragraf 29). Adapun
biaya yang terjadi akibat akad musyarakah, seperti biaya studi kelayakan, tidak

16
dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah, kecuali ada persetujuan dari
seluruh mitra (paragraf 30).
Penyerahan pembiayaan musyarakah tidak harus dilakukan pada saat akad.
Penyerahan investasi dilakukan ketika nasabah siap menggunakan investasi
yang diperlukan. Dengan demikian, investasi dapat diserahkan lebih dari satu
termin.
Misalkan pada tanggal 12 Februari bank mentransfer ke rekening Bu
Nasibah sebesar Rp 35.000.000 sebagai pembayaran tahap pertama.
Selanjutnya pada tanggal 2 Maret, bank syariah menyerahkan dana tahap
kedua sebesar Rp.25.000.000. adapun bentuk jurnalnya adalah sebagai
berikut :
Tanggal Rekening Debit Kredit
12/02/XA Investasi musyarakah 35.000.000
Kas/Rekening nasabah 35.000.000
Kewajiban komitmen
35.000.000
administratif pembayaran
Pos lawan komitmen
35.000.000
administratif pembayaran
02/03/XA Investasi musyarakah 25.000.000
Kas/Rekening nasabah 25.000.000
Kewajiban komitmen
25.000.000
administratif pembayaran
Pos lawan komitmen
25.000.000
administratif pembayaran
Saat Penerimaan Bagi Hasil Bagian Bank
Selama akad berlangsung, pendapatan usaha pembiayaan
musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan.
Sementara itu, kerugian pembiayaan musyarakah diakui sesuai dengan
porsi dana. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik
dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan
usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang
dilakukan secara terpisah. Berikut adalah realisasi laba bruto usaha Bu

17
Nasibah selama dua kali masa panen yang dilaporkan pada tanggal 2 Mei
20XA dan 2 Agustus 20XA.
Jumlah Porrsi Tanggal
No Periode
Laba Bruto Bank 25% Pembayaran Hasil
1 Masa Panen I 14.000.000 3.500.000 02 Mei
2 Masa Panen II 16.000.000 6.000.000 12 Agustus
Transaksi diatas dapat diklasifikasikan dalam dua betuk, yaitu :
1. Penerimaan bagi hasil yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan
pelaporan bagi hasil (seperti pada bagi hasil untuk masa panen I).
Berdasarkan PSAK 106 Paragraf 34, disebutkan bahwa pendapatan usaha
pembiayaan musyarakah diakui sebesar bagian mitra sesuai kesepakatan.
Misalkan untuk pembayaran bagi hasil musyarakah masa panen pertama.
Bu Nasiah melaporkan bagi hasil untuk bank syariah pada tanggal 2 Mei.
Pada tanggal tersebut, Nasiah langsung membayar bagi hasil untuk bank
syariah sebesar Rp 3.500.000. Jurnal untuk mencatat penerimaan bagi
hasil tersebut adalah sebagai berikut.
Tanggal Rekening Debit Kredit
02/05/XA Kas/Rekening nasabah 3.500.000
Pendapatan bagi hasil
3.500.000
musyarakah
2. Penerimaan bagi hasil yang waktu pembayarannya berbeda dengan
tanggal peelaporan bagi hasil, seperti pada bagi hasil masa panen II
Tanggal Rekening Debit Kredit
12/08/XA Tagihan pendapatan bagi hasil
4.000.000
musyarakah
Pendapatan bagi hasil
4.000.000
musyarakah-akrual
Kas/Rekening nasabah 4.000.000
Tagihan pendapatan bagi hasil
4.000.000
musyarakah
Piutang pendapatan bagi hasil musyarakah disajikan dalam neraca pada
bagian aset. Akun ini merupakan sub akun dari piutang. Adapun akun
pendapatan bagi hasil musyarakah akrual disajikan dalam laporan laba rugi.
Oleh karena bagi hasil ini belum berwujud kas, maka pendapatan bagi hasil
akrual tidak diikutsertakan dalam perhitungan bagi hasil dengan nasabah

18
penghimpunan. Untuk kemudahan mengidentifikasi pendapatan yang belum
berwujud kas, pendapatan bagi hasil akrual perlu dibedakan dengan
pendapatan bagi hasil yang telah berwujud kas.
Saat Akad Berakhir
Pada musyarakah permanen, jumlah investasi bank syariah pada nasabah
adalah tetap himgga akhir masa akad. Investasi tersebut baru diterima kembali
pada saat akad diakhiri. Pada saat akad diakhiri terdapat dua kemungkinan,
yaitu nasabah mampu mengembalikan pembiayaan musyarakah dan nasabah
tidak mampu mengembalikan pembiayaan musyarakah tersebut.
1. Alternatif 1 : nasabah pembiayaan mampu mengembalikan modal
musyarakah bank
Misalkan pada tanggal 2 Agustus 20XA, saat jatuh tempo Bu Nasiah
melunasi investasi musyarakah sebesar Rp 60.000.000. maka jurnal
transaksi tersebut adalah :
Tanggal Rekening Debit Kredit
02/08/XA Kas/Rekening nasabah 60.000.000
Pembiayaan musyarakah 60.000.000
2. Alternatif 2 : nasabah pembiayaan tidak mampu mengembalikan modal
musyarakah bank
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 33 disebutkan bahwa pada saat akad
musyarakah berakhir, investasi musyarakah yang belum dikembalikan
oleh mitra aktif diakui sebagai piutang. Misalkan pada Bu Nasibah idak
mampu melunasi modal musyarakah bank, maka jurnal pada saat jatuh
tempo sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit Kredit
Piutang pembiayaan musyarakah
60.000.000
jatuh tempo
Investasi musyarakah 60.000.000
Jika dikemudian hari nasabah membayar piutang investasi musyarakah
jatuh tempo, maka jurnalnya sebagai berikut:
Tanggal Rekening Debit Kredit
Kas/rekening nasabah 60.000.000
Piutang pembiayaan 60.000.000

19
musyarakah jatuh tempo
15

Keuntungan dan Kerugian dari Usaha Musyarakah


Perhitungan keuntungan da kerugian harus sesuai dengan kesepakatan
untuk menetukan dasar bagi hasil. Misalnya,biaya apa saja yang disepakati
untuk dikurangkan dari pendapatan. Perhitungan keuntungan dan kerugian juga
harus di dasarkan atas realisasi dari hasil kegiatan usaha sehingga, tidak boleh
menggunakan nilai estimasi dan berbasis kas.
a. Jika memperoleh keuntungan maka, keuntungan akan dibagikan kepada
mitra aktif dan pasif berdasarkan nisbah yang disepakati.
Contoh keuntungan
Perusahaan bentukan memperoleh pendapatan Rp 100.000,dan
mengeluarkan beban senilai Rp 80.000. nisbah yang digunakan yaitu 3 : 1
untuk mitra aktif dan mitra pasif. Jurnal yang dibuat oleh keduanya adalah
sama, yang mrmbedakan hanya besarnya bagi hasil saja. Mitra aktif akan
menerima sebesar Rp 15.000 (Rp 20.000 × ¾), sedangkan mitra pasif Rp
5.000 (Rp 20.000 × ¼). Contoh jurnal yang dibuat adalah:
Tanggal Rekening Debit Kredit
Saat menerima laporan
keuntungan
Piutang bagi hasil musyarakah 15.000
Pendapatan bagi hasil 15.000
(Rp 20.000 × ¾ = 15.000)
Saat menerima bagi hasil
Kas 15.000
Piuang bagi hasil musyarakah 15.000
b. Jika memperoleh kerugian maka, kerugian akan ditanggung oleh masing-
masing mitra sesuai dengan proporsi modal. Kerugian tersebut diakui
sebagai penyisihan kerugian dan akan menjadi kontra akun dari investasi
musyarakah.

15
Safira, Akunt ansi K euangan Syari ah Akuntansi Transaksi Musyarakah, Jakarta:
Universitas Mercu Buana, 2016, hlm. 7-11

20
Contoh Kerugian
Perusahaan bentukan memperoleh pendapatan Rp 85.000, dan
memngeluarkan beban senilai Rp 50.000. modal investasi mitra aktif adalah
Rp 100.000, sedangkan mitra pasif Rp 50.000. jurnal yang dibuat oleh
keduanya adalah sama, yang membedakan hanyalah besarnya kerugian yang
ditanggung. Mitra aktif menanggung sebesar: Rp 10.000 (Rp 15.000 × 2/3),
sedangkan mitra pasif Rp 5.000 (Rp 15.000 × 1/3), jurnal yang dibuat
adalah:

Tanggal Rekening Debit Kredit


Kerugian 10.000
Penyisihan kerugian 10.000
musyarakah
Penyajian pada Laporan Posisi Keuangan Mitra Aktif:
Aset: Investasi Musyarakah Rp 100.000
Penyisihan Kerugian (10.000)
Investasi (net) Rp 90.000
Penyajian pada Laporan Posisi Keuangan Mitra Pasif:
Aset: Investasi Musyarakah Rp 50.000
Penyisihan Kerugian (5.000)
Investasi (net) Rp 45.000
Penyajian pada Laporan Posisi Keuangan Perusahaan Bentukan:
Aset: Investasi Musyarakah Rp 150.000
Penyisihan Kerugian (15.000)
Investasi (net) Rp 135.00016
Variasi Transaksi
Pembiayaan musyarakah dengan menggunakan aset non-kas. Secara teori,
transaksi pembiayaan musyarakah dapat dilakukan dengan menggunakan aset

16
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hlm.116-117

21
non-kas. Jika suatu bank syariah melakukan pembiayaan musyarakah dengan
menggunakan aset non-kas, dapat mengacu pada PSAK 106 paragraf 27, yang
disebutkan bahwa pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran kas
atau penyerahan aset non-kas kepada mitra aktif.
 Nilai wajar aset non-kas lebih tinggi dari nilai buku
Aset yang berwujud non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat
selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset non-kas, maka selisih
tersebut diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama
masa akad;atau sebagai kerugian pada saat terjadinya (paragraph 28b).
Pembiayaan musyarakah non-kas yang diukur dengan nilai wajar asett
yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas
aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan
(jika ada) (paragraph 29). Adapun biaya yang terjadi akibat akad
musyarkah, seperti biaya studi kelayakan, tidak dapat diakui sebagai
bagian pembiayaan musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra
(paragraph 30).17
Penyajian
a. Kas atau asset nonkas yang disisihkan oeh mitra aktif dan yang diterima dari
mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah. (Penyajian ini dibuat
apabila pencatatan dilakukan sendiri oleh mitra aktif menjadi satu dengan
transaksi lainnya tidak dipisahkan untuk usaha musyarakah, sehingga
representasi untuk akun-akun terkait usaha musyarakah terletak di akun
uinvestasi musyarakah yang dimlikinya sebagai subledger/buku besar
pembantu).
b. Asset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur
dana syirkah temporer.
c. Selisih nilai asset musyarakah (jika ada) disajikan sebagai unsur ekuitas.
Mitra pasif menyajikan hal-hal yang terkait dengan usaha musyarakah
dalam laporan keuangan sebagai berikut:

17
Safira, Akunt ansi K euangan Syari ah Akuntansi Transaksi Musyarakah, hlm. 7-
11

22
a. Kas atau asset nonkas yang disisihkan leh mitra pasif disajikan sebagai
investasi musyarakah.
b. Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian asset nonkas yang diserahkan
pada nilai wajar disajikan sebagai akun kontra (contra account) dati
investasi musyarakah.
Pengungkapan
Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi
tidak terbatas pada:
a. Isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian
hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain.
b. Pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif.
c. Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101 tentang Penyajian
Laporan Syariah.18

18
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, hlm.120

23
BAB III
PENUTUP

A. Musyarakah merupakan akad kerja sama di antara para pemilik modal


yang mencampurkan modal mereka dengan tujuan mencari keuntungan.
Dalam musyarakah, para mitra bersama-sama menyediakan modal untuk
membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja sama mengelola usaha
tersebut.
B. Jenis-jenis akad musyarakah:
Berdasarkan ulama Fiqih
1. Sirkah Al
2. Syirkah al-'uqud dibagi menjadi, sebagai berikut:
a. Syirkah Abdan
b. Syirkah wujuh
c. Syirkah 'Inan
d. Syirkah Mufawwadhah
Berdasarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK)
1. Musyarakah Permanen
2. Musyarakah menurun/musyarakah mutanaqisah
C. Rukun Dan Ketentuan Syariah Akad Musyarakah
1. Pelaku dimana para mitra harus cakap hukum dan baligh
2. Modal yang diberikan harus tunai
3. Objek musyarakah
4. Ijab kabul/serah terima
D. Jurnal Pencatatan Akuntansi Pembiayaan Musyarakah
1. Perlakuan akuntansi (PSAK 106)
2. Teknis Perhitungan dan Penjumlahan Transaksi Musyarakah
3. Perhitungan Transaksi Musyarakah
4. Penjurnalan Transaksi Musyarakah Saat Akad Disepakati
5. Saat Penyerahan Pembiayaan Musyarakah oleh Bank Kepada Nasabah
6. Saat Penerimaan Bagi Hasil Bagian Bank

24
7. Saat Akad Berakhir
8. Keuntungan dan Kerugian dari Usaha Musyarakah
9. Variasi Transaksi
10. Penyajian
11. Pengungkapan

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal wa Tamwil, Yogyakarta : UII


Press, 2004

PSAK nomer 106 tentang Akad Musyarakah

Rukanda Ahmad Sulanjana, “Analisis Implementasi Akad Pembiayaan


Mudharabah Dan Musyarakah Pada Bank Jabar Banten Syariah”, Seminar
Nasional Manajemen Ekonomi Dan Akuntansi (SENMEA) IV Tahun 2019
Fakultas Ekonomi UN PGRI Kediri

Safira, Akuntansi Keuangan Syariah Akuntansi Transaksi Musyarakah,


Jakarta: Universitas Mercu Buana, 2016

Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta : Salemba Empat,


2019

Sugeng Widodo, Moda Pembiayaan Keuangan Islam : Perspektif Aplikatif,


Yogyakarta : Kaukaba, 2014

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah : Produk-produk dan aspek-aspek


Hukumnya, Jakarta : Kencana Prenadamedia Group, 2014

Ustman, “Analisis Prinsip Bagi Hasil Musyarakah Dan Mudharabah Pada Bank
Syariah Mandiri Cabang Pamekasan”, AKTIVA Jurnal Akuntansi dan
Investasi, Vol 1, No 1, Mei 2016

25

Anda mungkin juga menyukai