Anda di halaman 1dari 26

PAPER AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Untuk Memenuhi Tugas 1


Mata Kuliah Hukum Perbankan Dan Lembaga Pembiayaan
Dosen Pengampuh : Dr. Siti Hamidah, SH., MM.

KELOMPOK 4 :
12. FATMAWATY ARKKANI (226010200111019)
13. FAUZAN (22610200111020)
14. DEAS OKTAVIARA HABIANSYAH (226010200111021)

Kelas : MKn A

MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2023
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Muamalah merupakan tuntunan yang mengatur tentang hubungan antara manusia dan
manusia lainnya yang disebut juga dengan hablum minannas, misalnya; melakukan jual beli,
sewa menyewa, pinjam meminjam, utang piutang, anggunan, pemberian, wakaf dan wasiat.
Jenis-jenis transaksi muamalah tersebut terangkum dalam praktek-praktek ekonomi yang
dilakukan oleh orang Islam yang disebut dengan Ekonomi Islam. 1 Dalam kegiatan ekonomi,
manusia berlomba-lomba mendirikan sebuah usaha yang tergolong usaha kecil.
Usaha kecil merupakan sektor usaha yang memiliki peran penting dalam pembangunan
ekonomi Negara. Apabila diberdayakan secara efektif dapat menanggulangi masalah seperti
kemiskinan, pengangguran dan lainlain. Akan tetapi, untuk mengembangkan suatu usaha
haruslah memiliki modal yang cukup, sehingga usaha yang dijalankan bisa berkembang dan
maju.
Untuk meningkatkan produktifitas usaha kecil membutuhkan ketersediaan modal yang
cukup. Maka dari itu, para pengusaha meminjam dana ke sebuah lembaga keuangan syariah.
Dan salah satu produk andalan perbankan syariah adalah dalam bentuk pembiayaan. Produk
tersebut ditujukan untuk menyalurkan invesatsi dan simpanan masyarakat ke sektor riil dengan
tujuan produktif dalam bentuk investasi bersama yang dilakukan bersama mitra usaha
(kreditor) menggunakan pola bagi hasil dalam bentuk investasi sendiri kepada yang
membutuhkan pembiayaan menggunakan pola jual beli dan pola sewa.
Di dalam perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena bank syariah memiliki
skema yang berbeda dengan bank konvensional dalam menyalurkan dananya kepada pihak
yang membutuhkan. Namun perbankan syariah menyalurkan dananya kepada pihak nasabah
dalam bentuk pembiayaan. Sifat pembiayaan, bukan merupakan utang piutang, tetapi
merupakan investasi yang diberikan oleh bank kepada nasabah dalam bentuk melakukan usaha.
Salah satu pembiayaan yang ada dalam bank syariah adalah pembiayaan musyarakah.
Musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian untuk melaksanakan suatu jenis usaha
yang halal dan produktif, dengan tujuan memperoleh dan berbagi keuntungan.

1
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), h. 14.
PEMBAHASAN

A. Definisi Pembiayaan Musyarakah


Kata musyarakah berasal dari syirkah yang dalam bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya
campur atau pencampuran. Maksud percampuran ini ialah seseorang mencampurkan hartanya
dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. 2
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata mu.sya.ra.kah ialah serikat dagang, kongsi,
perseroan, persekutuan, 2 masyarakat.3
Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.4
Pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara para pemilik dana
untuk menggabungkan modal, melalui usaha bersama dan pengelolaan bersama dalam suatu
hubungan kemitraan. Bagi hasil ditentukan sesuai dengan kesepakatan (biasanya ditentukan
berdasarkan jumlah modal yang diberikan dan peran serta masing-masing pihak Ascarya dalam
buku yang berjudul Akad dan Produk Bank Syariah
Mengatakan musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha
pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha membiayai investasi usaha baru atau
yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut serta dalam menejemen
perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan. Para pihak dapat membagi pekerjaan
mengelola usaha sesuai kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji/upah untuk tenaga
dan keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tertentu.
Definisi al-syirkah menurut para ulama aliran fiqih ini diakomodir oleh fatwa DSN MUI.
Fatwa, dalam kaiatannya dengan pembiayaan, mengartikan al-syirkat dengan, “pembiayaan
berdasarkan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dana bahwa keuntungan
dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan”. Pengertian ini dijadikan
landasan oleh UU No.21 tahun 2008 dalam mendefinisikan al-syirkat secara operasional dan
akan di uraikan kemudian. Berdasarkan pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa al-
syirkat adalah suatu transaksi dua orang atau lebih, transaksi ini meliputi pengumpulan dana

2
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 220
3
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 768.
4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 90.
dan penggunaan modal. Keuntungan dan kerugian di tanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Namun demikian modal tidak selalu berbentuk uang tetapi dapat berbentuk lain.
Tetapi terdapat beberapa versi dalam al-Qur’an dan juga beberapa keterangan dari Nabi
Muhammad SAW, para sahabat dan ulama yang diartikan sebagai pencampuran salah satu dari
macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Adapun
pengertian musyarakah menurut isthilah, empat madzhab memberikan definisi yang berbeda-
beda ;
1) Mazhab Maliki ”An Ya’dzana kullu wahid min syarikaini li shahibihi wa an
yathasarrafa fi maal lahuma ma’a ibqai haq al-tasharrufi li kuli minhuma”. (Salah satu
dari dua orang memberikan izin kepada salah satu lainnya untuk mengolah harta
mereka dan keduanya berhak atas harta itu)
2) Mazhab Syafi’i ”al-ijtima’ fi isthihqaq au tasharufin”. (berserikat dalam berbisnis atau
kepemilikian).
3) Mazhab Hambali ”Syubut al-haq fi syain lisnain fa akhsar ’ala jihat al- syuyu’”.
(menetapkan kepemilikian suatu barang antara dua orang atau lebih dalam suatu usaha

bersama)11
4) Mazhab Hanafi ”’ibarat an aqd baina almutasyarikaini fi ra’sil maal wa ribhi”
(perjanjian antara dua orang dalam pengembangan modal dan keuntungan).

Dari empat definisi tersebut di atas, mazhab Hanafi lebih tepat dalam mengartikan
pengertian syirkah sebagai suatu perjanjian atas dua orang untuk mengelola harta benda secara
bersama-sama dan keuntungan dibagi secara proporsional. Dan dari pengertian mazhab Hanafi
inilah kemudian, syirkah dipopulerkan dalam dunia perbankan sebagai suatu produk
pembiayaan Islami. Sehingga dapat definisikan secara luas bahwa syirkah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditang gung bersama sesuai dengan kontribusi modal. Pembiayaan musyarakah
dapat bersifat permanen dan dapat pula bersifat sementara. Pernyataan standar akuntansi sesuai
dengan kesepakatan.

Apabila terjadi kerugian di tanggung bersama secara proporsional sesuai dengan


kontribusi modal. Pembiayaan musyarakah dapat bersifat permanen dan dapat pula bersifat
sementara. Pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) No. 59 memberikan penjelasan
tentang karakteristik . pembiayaan musyarakah. Dalam musyarakah mitra dan bank sama-sama
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun
yang baru. Selanjutnya mitra mengembalikan modal tersebut berikut bagihasil yang telah
disepakati secara bertahap ataupun sekaligus kepada bank.
Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aktiva
nonkas, termasuk aktiva tidak berwujud seperti lisensi ataupun hak paten. Secara umum tujuan
pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat
makro dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan
untuk:

1. Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi,
dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses ekonomi. Dengan demikian
dapat meningkatkan taraf ekonominya.
2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan usaha
membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh melakukan aktivitas
pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan kepada pihak yang minus dana,
sehingga dapat tergulirkan.
3. Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan peluang bagi
masyarakat usaha agar mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya produksi
tidak akan dapat berjalan tanpa adanya dana.
4. Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor – sektor usaha melalui
penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan menyerap tenaga
kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan kerja baru.

Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:

a) Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan
tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha menginginkan mampu
mencapai laba maksimal. Untuk dapat menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu
dukungan dana yang cukup.

b) Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan
laba maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan resiko yang mungkin
timbul. Resiko kekurangan modal usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan.
c) Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat dikembangkan
dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia serta
sumber daya modal. Jika, sumber daya alam dan sumber daya manusianya ada, dan
sumber daya modal tidak ada. Maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan
demikian, pembiayaan pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber daya
ekonomi.

d) Penyaluran kelebihan dana, artinya dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak yang
memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. Dalam kaitannya dengan
masalah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam
penyeimbangan dan penyaluran kelebihan dana dari pihak yang kelebihan (surplus)
kepada pihak yang kekurangan Dana.

B. DASAR HUKUM

Undang – Undang menyebutkan akad musyarakah di dalam lima tempat, yaitu pada pasal
1 ayat (25) huruf a tentang pembiayaan berupa transaksi bagi hasil, pasal 19 ayat (1) huruf c
tentang kegiatan usaha bank umum syariah berupa penyaluran pembiayaan, pasal 19 ayat (2)
huruf c tentang kegiatan usaha UUS berupa penyaluran pembiayaan, pasal 19 ayat (1) dan (2)
masing–masing huruf i tentang kegiatan usaha Bank umum syariah dan UUS berupa
pembelian, penjualan atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang
diterbitkan atas dasar transaksi nyata atas dasar prinsip syariah, dan pasal 21 huruf b angka 1
tentang kegiatan usaha BPRS berupa penyaluran pembiayaan bagi hasil.

Petunjuk teknis operasional pasal-pasal di atas, meskipun UU ini ditetapkan tahun 2008,
mengacu kepada: PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana
bagi Bank yang melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah; PBI No. 8/24/PBI/2006
tentang penilaian kualitas aktiva bagi bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip syariah; dan
SE BI No. 10/14/Dpbps/2008.
Pengertian musyarakah di dalam ketiga PBI ini sama yaitu penanaman dana dari pemilik
dana/modal untuk mencampurkan dana/modalnya pada suatu usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya sedangkan kerugian di
tanggung oleh pemilik dana sesuai dengan besar modal atau dana dari masing-masing.
C. JENIS DAN RUANG LINGKUP
Jenis-jenis dan jaminan pembiayaan Musyarakah
a) Syirkah Inan
Akad kerja sama antara dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi
dana dan berpartisipasi daam kerja. Porsi dana dan bobot partisipasi dalam kerja tidak harus
sama, bahkan dimungkinkan hanya salah seorang yang aktif mengelola usaha yang ditunjuk
oleh partner lainnya. Sementara itu, kenuntungan atau kergian yang timbul dibagi menurut
kesepakatan bersama.
b) Syirkah Al-Uqud
Syirkah al-Uqud (cortactual partnership), dapat dianggap sebagai kemitraan yang
sesungguhnya, karena pada pihak yang bersangkutan secara sukarela yang berkeinginan untuk
membuat suatu perjanjian investasi bersama dan berbagai untung dengan resiko. (Dalam
Syrikah al-Uqud dapat dilakukan tanpa adanya perjanjian formal atau dengan perjanjian secara
tertuls dan disertai para saksi. Syirkah al-Uqud dibagi menjadi lima jenis:
1) Syirkah Mufawwadah
Merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak atau lebih, yang masing-masing
pihak harus menyerahkan modal dan porsi modal yang sama dan bagi hasil atas usaha
dan resiko ditanggung bersama dengan jumlah yang sama. Dalam syirkah
mufawwadah, masing-masing mitra usaha memiliki hak dan tanggung jawab yang
sama.
2) Syirkah Wujuh
Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau lebih yang mana masing-
masing mitra kerja memiliki reputasi dan prestise dalam bisnis. Para mitra dapat
mempromosikan bisnisnya sesuai dengan keahlian masing-masing, dan keuntungan
dibagi sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak. Dalam syirkah wujuh,
tidak diperlukan modal dalam bentuk uang tunai. Para mitra dapat menggunakan
agunan milik masing-masing untuk digunakan sebagai agunan dalam membeli barang
secara kredit, kemudian barang itu dijual, dan hasil keuntungan atas penjualan barang
itu dibagi sesuai dengan porsi agunan yang diserahkan. Sesuai dengan pengertian
diatas, Syarikah wujuh dapat diterapkan dalam Suatu kelompok nasabah yang
terbentuk dalam satu perkongsian dan mendapat kepercayaan dari bank untuk suatu
proyek tertentu. Dalam kredit ini pihakdebitur tidak menyediakan kolateral apapun
kecuali wibawa dan nama baik. Dan suatu perkongsian diantara para pedagang yang
membeli secara kredit dan menjual dengan tunai .
3) Syirkah A’mal
Syirkah A‟ mal disebut juga dengan syirkah abdan merupakan kerja sama usaha yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih, masing-masing mitrausaha memberikan
sumbangan atas keahliannya dalam mengelola bisnis. Dalam syirkah A‟ mal tidak
perlu adanya modal dalam bentuk uang tunai, akan tetapi modalnya adalah keahlian
dan profisionalisme masing-masing mitra kerja. Hasil usaha atas kerja sama usaha
dalam syirkah a’mal akan dibagi sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati
antara para pihak yang bermitra.

Aplikasi musarakah yang diterapkan pada Lembaga Keuangan Syariah adalah sebagai berikut:
a. Pembiayaan musyarakah digunakan Lembaga Keuangan Syariah untuk memfasilitasi
pemenuhan sebagian kebutuhan permodalan anggotanya guna menjalankan usaha atau
proyek yang disepakati. Anggota bertindak sebagai pengelola usaha dan Lembaga
Keuangan Syariah sebagai mitra atau dapat pula sebagai pengelola usaha berdasarkan
kesepakatan.
b. Lembaga Keuangan Syariah berhak melakukan pengawasan terhadap usaha anggota. Namun
tidak berhak pembagian keuntungan dengan metode profit and loss sharing yakni untung
dan rugi dibagi bersama atau bagi pendapatan (revenue sharing) berdasarkan prosentase
modal yang disetorkan para pihak. Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana
dinyatakan dalam nisbah yang disepakati pengelola usaha membagikan keuntungan yang
menjadi hak Lembaga Keuangan Syariah secara berkala sesuai dengan periode yang
disepakati.
c. Membatasi tindakan pengelola dalam menjalankan usahanya, kecuali sebatas perjanjian
usaha yang telah ditetapkan atau yang menyimpang dari aturan syariah.
d. Untuk pembiayaan jangka waktu sampai dengan satu tahun, pengembalian modal dapat
dilakukan pada akhir periode akad atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas
masuk dari usaha nasabah. Sementara untuk jangka waktu lebih dari satu tahun
pengembalian dilakukan dengan cara angsuran berdasarkan aliran kas masuk
e. Untuk mengantisipasi risiko akibat kelalaian atau kecurangan pengelola (anggota), Lembaga
Keuangan Syariah dapat meminta jaminan kepada anggota.5
Dapat disimpukan bahwa dalam Lembaga Keuangan Syariah pembiayaan musyarakah
ditujukan untuk para pedagang yang kekurangan modal guna penambahan jenis barang

5
Nur Syamsudin Buchari, Koperasi Syariah Teori dan Praktik, (Banten: Shuhuf Media Insani, 2012), h. 44.
dagangan dengan mempertimbangkan bagi hasil keuntungan dan kerugian antara pengelola dan
Lembaga Keuangan Syariah.

Skema Pembiayaan Musyarakah :

Dalam pembiayaan musyarakah, BMT memberikan modal sebagian dari total


keseluruhan modal yang dibutuhkan. BMT dapat menyertakan modal sesuai porsi yang
disepakati dengan anggota. Misalnya, BMT memberikan modal 70% dan 30% sisanya berasal
dari modal anggota. Pembagian hasil keuntungan tidak harus dihitung sesuai porsi modal yang
ditempatkan. Akan tetapi, sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak awal, missalnya 60%
untuk anggota dan 40% untuk BMT. Keterangan skema pembiayaan musyarakah:
1. BMT dan anggota menandatangani akad pembiayaan musyarakah.
2. BMT menyerahkan dana sebesar 70% dari kebutuhan proyek usaha yang akan dijalankan
oleh anggota.
3. Anggota menyerahkan dana 30% dan menjalankan usaha sesuai dengan kontrak.
4. Pengelolaan proyek usaha dijalankan oleh anggota, dapat dibantu oleh BMT atau
menjalankan bisnisnya sendiri, BMT memberikan kuasa kepada anggota untuk mengelola
usaha.
5. Hasil usaha atas kerja sama yang dilakukan antara BMT dan anggota dibagi sesuai dengan
nisbah yang telah diperjanjikan dalam akad pembiayaan, misalnya 60% untuk anggota dan
40% untuk BMT. Namun dalam hal kerugian BMT akan menanggung kerugian sebesar 70%
dan anggota 30%.
6. Setelah kontrak berakhir, maka modal dikembalikan kepada masing-masing mitra kerja,
yaitu 70% dikembalikan kepada BMT dan 30% kepada anggota.6
Disamping itu musyarakah memiliki manfaat serta resiko yang harus ditangggung
bersama antara kedua belah pihak yang melakukan akad sesuai dengan kesepakatan yang
tertuang dalam kontrak. Manfaat tersebut yaitu bank akan mengalami peningkatan dalam
jumlah tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat, bank tidak wajib membayar
pendanaan secara tetap dalam jumlah tertentu kepada nasabah, tetapi disesuaikan dengan
pendapatan/hasil usaha bank sehingga tidak akan pernah mengalami negative spread,
pengembalian pokok-pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah
sehingga tidak memberatkan nasabah, bank akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha
yang benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena keuntungan yang riil dan benar-
benar terjadi itulah yang akan dibagi. 7
Resiko dalam musyarakah yaitu karena pembiayaan musyarakah merupakan Natural
Uncertainty Contract (NUC), maka pihak mudharib tidak dapat kepastian pendapatannya, baik
dari segi jumlah maupun waktunya menyebabkan pihak investor menjadi ragu untuk
menyalurkan pembiayaan musyarakah. 8

Jaminan Pembiayaan Musyarakah

Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda milik debitur atau
pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga.
Jaminan dalam pembiayaan memilki dua fungsi yaitu: Pertama, untuk pembayaran hutang
seandainya terjadi wanprestasi atas pihak ketiga, yaitu dengan jalan menguangkan atau menjual
jaminan tersebut. Kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama, atau sebagai indikator penentuan
jumlah pembiayaaan yang akan diberikan kepada pihak debitur. Pemberian jumlah pembiayaan
tidak boleh melebihi nilai harta yang dijaminkan.

Jaminan dalam pengertian yang lebih luas tidak hanya harta yang ditanggungkan saja,
melainkan hal-hal lain seperti kemam puan hidup usaha yang dikelola oleh debitur. Untuk
jaminan jenis ini, diperlukan kemampuan analisis dari officer pembiayaan untuk menganalisa

6
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2011).h. 181-182.
7
Nur Yasin, Hukum Ekonomi Islam, (Malang: Malang Press, 2009), h. 201.
8
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, h. 94.
circle live usaha debitur serta penambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk
mengembalikan pembiayaan yang telah diberikan berdasarkan prinsip- prinsip syariah.

Prinsip Musyarakah
Pembiayaan musyarakah memang hampir sama dengan pembiayaan mudharabah,
tetapi pembiayaan musyarakah mempunyai prinsip-prinsip sendiri yang membedakan dengan
pembiayaanlainnya
a. Proyek atau kegiatan usaha yang akan dikerjakan feasible dan tidak bertentangan dengan
syariah.
b. Pihak-pihak yang turut dalam kerja sama memasukkan dana musyarakah dengan ketentuan:
Dapat berupa uang tunai atau assets yang likuid , Dana yang terhimpun bukan lagi milik
perorangan, tetapi menjadi milik usaha.

Rukun Dan Syarat Pembiayaan Musyarakah

a. Ijab dan Qabul


Ijab dan qabul harus dinyatakan dengan jelas dalam akad dengan meperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Penawaran dan permintaan harus jelas dituangkan dalam tujuan akad
2) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak
3) Akad dituangkan secara tertulis

b. Pihak yang Berserikat


1)Kompeten
2)Menyediakan dana sesuai dengan kontrak dan pekerjaan/ proyek usaha
3) memiliki hak unyuk ikut mengelolah bisnis yang sedang dibiayai atau memberi huasa
kepada mitra kerjanya untuk mengelolahnya.
4) Tidak diizinkan menggunakan dana untuk kepentingan sendiri.

c. Objek Akad
1) Modal dapat berupa uang tunai atau asset yang dapat dinilai. Bila modal tetapi dalam bentuk
asset, maka asset ini sebelum kontrak harus dinilai atau disepakati oleh masing-masing mitra.
2) Modal tidak boleh dipinjamkan atau dihadiahkan kepihak lain
3) Pada prinsipnya bank syariah tidak harus minta agunan, akan tetapi untuk menghindari
wanprestasi, maka bank syariah diperkenankan meminta agunan dari nasabah/ mita kerja.
d.) Kerja :
1) Partisipasi kerja dapat dilakukan bersama-sama dengan porsi kerja yang tidak harus sama,
atau salah satu mitra member kuasa kepada mitra kerja lainnya untuk mengelola usahanya.
2) Kedudukan masing-masing mitra harus tertuang dalam kontrak.

e.)Keuntungan/kerugian :
1) Jumlah keuntungan harus dikuantifikasikan.

2) Pembagian keuntungan harus jelas dan tertuang dalam kontak. Bila rugi, maka kerugian
9
akan ditanggung oleh masing-masing mitra berdasarkan porsi modal yang diserahkan.

Prosedur Pembiayaan Musyarakah


Dalam pembiayaan Musyarakah, bank syariah memberikan modal sebagaian dari total
keseluruhan modal yang dibutuhkan. Bank syariah dapat menyertakan modal sesuai porsi yang
disepakati dengan nasabah. Misalnya, bank syariah memberikan modal 70%, dan 30% sisanya
berasal dari modal nasabah. Pembagian hasil keuntungan, tidak harus dihitung sesuai porsi
modal yang ditempatkan, akan tetapi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak awal, misalnya
60% untuk nasabah dan 40% untuk bank syariah.

Risiko Pembiayaan Musyarakah


Pembayaran kewajiban bagi hasil kepada LKS sebagaimana contoh tersebut di atas,
melekat pada kinerja usaha debitur. Bila omset usaha meningkat maka bagi hasil kepada LKS
juga meningkat, begitu juga sebaliknya, bahkan sangat mungkin yang dibagikan bukan
hasilnya tetapi malah kerugiannya. Namun demikian, pada prakteknya LKS tidak ikut
menanggung kerugian tersebut, LKS hanya kehilangan kesempatan (opportunity) untuk
mendapatkan hasil usaha dan keterlambatan pembayaran atas pokok hutang debitur. Hal ini
berbeda dengan jenis pembiayaan berbasis jual beli, di mana kualitas pembayaran kewajiban
debitur tidak terlalu berhubungan dengan kinerja usahanya. Artinya jika si debitur sudah
membayar kewajiban yang fix itu, maka debitur sudah dianggap memenuhi kewajiban
walaupun sebenarnya mungkin usahanya sedang menurun.
Mitigasi terhadap resiko ini, diantaranya melalui monitoring intensif terhadap cash flow
usaha debitur, melakukan review secara periodik terhadap target omset usaha debitur agar pada

9
Op.cit. Ismail, h. 179-181.
saat terjadi penurunan omset, pricing pembiayaan yang telah ditetapkan bank dapat segera
disesuaikan.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1990

Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana, 2011.

Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012

Muhammad Syafi’i Antonio. Bank Syariah dari teori ke praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001.

Nur Syamsudin Buchari. Koperasi Syariah Teori dan Praktik. Banten: Shuhuf Media Insani,
2012.
Nur Yasin. Hukum Ekonomi Islam. Malang: Malang Press, 2009

Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001


ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Untuk Memenuhi Tugas 2


Mata Kuliah Hukum Perbankan Dan Lembaga Pembiayaan
Dosen Pengampuh : Dr. Siti Hamidah, SH., MM.

KELOMPOK 4 :
12. FATMAWATY ARKKANI (226010200111019)
13. FAUZAN (22610200111020)
14. DEAS OKTAVIARA HABIANSYAH (226010200111021)

Kelas : MKn A

MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TAHUN 2023
PERJANJIAN AL-MUSYARAKAH
NOMOR : 001/72.001000/KJKS.UGT/280/X/2013

Perjanjian Al-Musyarakah ini dibuat dan ditandatangani pada Hari Ahad tanggal enam bulan Januari
tahun dua ribu tiga belas (06-01-2013) oleh dan antara :

I. Nama : SAMSUL ARIFIN


Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Kedung Mangu Selatan II/12 Surabaya
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama Kepala Cabang / Capem KJKS BMT-UGT Sidogiri
Cabang Surabaya, dalam hal ini dalam jabatannya tersebut berdasarkan Surat Keputusan (SK)
Manager Utama KJKS BMT-UGT Sidogiri Nomor : 1467/A.1-2/Kop.UGT/V/2011, tanggal 11-05-2011,
berwenang bertindak untuk dan atas nama KJKS BMT-UGT Sidogiri, berkedudukan dan berkantor
pusat di Pasuruan, Jl. Sidogiri barat Kraton Pasuruan 67151 Jawa Timur, untuk selanjutnya disebut
BMT-UGT Sidogiri
II. Nama : BAIHAKI
Pekerjaan : Pegawai Swasta
No. KTP : 3578161608770008
Alamat : Kedung Mangu Selatan 5-A/35 Surabaya
Dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama pribadi untuk melakukan transaksi hukum ini telah
mendapatkan persetujuan dari Nur Hasanah selaku Istri sesuai lampiran surat persetujuan suami /
istri, selanjutnya disebut ANGGOTA
Bahwa BMT dan ANGGOTA telah setuju untuk menandatangani dan melaksanakan suatu Perjanjian
Al-Musyarakah dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut :

Pasal 1
PENGERTIAN
Al-Musyarakah adalah akad kerja sama antara BMT dan ANGGOTA untuk suatu usaha atau proyek
tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana, dengan kesepakatan keuntungan
dan resiko akan ditanggung bersama.

Pasal 2
BENTUK KERJA SAMA
1. BMT akan menyediakan dana sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) Selanjutnya disebut
Pembiayaan.
2. Pembiayaan tersebut akan dipergunakan untuk modal kerja usaha atau proyek jual beli Hand
Phone.
3. ANGGOTA akan bertindak selaku wakil atau kuasa atau agen dari BMT sehubungan dengan
kegiatan usaha atau proyek sebagaimana tercantum dalam ayat 2 pasal 2 Perjanjian ini.
4. ANGGOTA untuk kepentingan BMT akan melakukan dan melaksanakan segala sesuatu yang
berkaitan dengan usaha atau proyek tersebut dengan syarat dan ketentuan yang dapat diterima
atau ditetapkan oleh BMT.

Pasal 3
JANGKA WAKTU
1. Perjanjian ini berlaku untuk jangka waktu 24 bulan, terhitung sejak tanggal 06-01-2013
ditandatanganinya Perjanjian ini, karenanya akan berakhir pada tanggal 06-01-2015.
2. ANGGOTA wajib melakukan pembayaran kembali kepada BMT secara angsuran dengan tertib dan
teratur sesuai jadwal angsuran, sebagaimana terlampir dalam lampiran jadwal angsuran.

Pasal 4
PEMBERIAN KUASA DAN PENGANGKATAN SEBAGAI AGEN
1. BMT dengan ini mengangkat ANGGOTA untuk bertindak selaku agen atau wakil BMT untuk
melakukan kegiatan usaha atau proyek sebagaimana diatur dalam pasal 2 perjanjian ini.
2. ANGGOTA wajib melaporkan setiap kegiatan atau peristiwa tentang kegiatan usaha atau proyek
pada BMT.
3. ANGGOTA wajib membuat laporan perkembangan usaha atau proyek dan kondisi keuangan setiap
bulan. Laporan tersebut diserahkan kepada BMT secara tertib dan teratur.
4. ANGGOTA menyatakan menerima sepenuhnya pengangkatan dan penunjukkan selaku agen atau
wakil dari BMT tersebut.
5. Pengangkatan sebagai agen atau wakil hanya akan berakhir jika Perjanjian ini berakhir karena
sebab apapun.

Pasal 5
NISBAH BAGI HASIL
1. Besar Nisbah Bagi Hasil yang disetujui yaitu 30 % (tiga puluh persen) untuk BMT dan 70 % (tujuh
puluh persen) untuk ANGGOTA dari pendapatan kotor usaha atau proyek yang dikerjasamakan.
2. ANGGOTA wajib menyerahkan laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi beserta
data lainnya yang dianggap perlu oleh BMT selambat-lambatnya tanggal 06 setiap bulan.
3. ANGGOTA selama jangka waktu perjanjian ini memberi kuasa mutlak kepada BMT dan kuasa
mana tidak dapat ditarik kembali oleh ANGGOTA untuk mendebet rekening ANGGOTA pada BMT
atas kewajiban pembayaran angsuran pada setiap tanggal pembayaran.

Pasal 6
JAMINAN
Sebagai jaminan atas pembayaran kembali semua fasilitas Pembiayaan. ANGGOTA menyerahkan
jaminan kepada BMT yaitu berupa :
1. Segala harta kekayaan ANGGOTA, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan guna pelunasan hutang ANGGOTA.
2. ANGGOTA menyerahkan jaminan kepada BMT berupa BPKB mobil Daihatsu Zenia 2011 Nopol N

Pasal 7
EKSEKUSI JAMINAN
BMT dapat mengeksekusi, menyita atau menjual jaminan ANGGOTA sebagaimana diatur dalam pasal
6 Perjanjian ini guna melunasi seluruh kewajiban ANGGOTA di BMT apabila :
1. ANGGOTA tidak membayar kewajiban sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, sebagaimana
di atur pada pasal 3 ayat 2 Perjanjian ini atau
3. Pembiayaan ANGGOTA di BMT telah tertunggak selama 3 (tiga) bulan atau lebih atau
4. ANGGOTA melakukan Cidera Janji sebagaimana diatur dalam pasal 8 Perjanjian ini dan atau
ANGGOTA melakukan pelanggaran terhadap Syarat-syarat Perjanjian sebagaimana di atur dalam
pasal 9 Perjanjian ini.

Pasal 8
PERISTIWA CIDERA JANJI
Apabila terjadi hal-hal dibawah ini, baik secara tersendiri atau secara bersama-sama disebut sebagai
Peristiwa Cidera Janji.
1. Kelalaian ANGGOTA untuk melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian ini tepat pada
waktunya, dalam hal lewat waktunya saja telah memberikan bukti bahwa ANGGOTA telah
melalaikan kewajiban. Untuk hal ini BMT dan ANGGOTA sepakat untuk mengenyampingkan pasal
1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
2. Apabila terdapat suatu janji, pernyataan, jaminan atau kesepakatan ANGGOTA menurut perjanjian
ini ternyata tidak benar, tidak tepat atau menyesatkan.
3. Apabila ANGGOTA mengajukan permohonan resmi kepada Pengadilan Negeri untuk menyatakan
pailit. Terhadapnya dilancarkan suatu tindakan apabila di dalam waktu 60 (enam puluh) hari takwim
tidak dicabut akan menjurus kepada suatu pernyatan pailit dari ANGGOTA.
4. Apabila atas barang-barang milik ANGGOTA dan atau penjamin baik sebagian ataupun seluruhnya
dilakukan sita jaminan atau sita eksekusi.
5. Apabila kekayaan ANGGOTA serta nilai barang-barang dan lain-lain yang menjadi tanggungan
nanti menurut penilaian BMT menjadi berkurang sedemikian rupa sehingga tidak lagi merupakan
jaminan yang cukup bagi ANGGOTA.
Maka seluruh Pembiayaan tersebut akan menjadi jatuh tempo dan seluruh kewajiban ANGGOTA
harus dibayarkan kepada BMT secara seketika dan sekaligus dan BMT dapat mengambil tindakan
apapun yang dianggapnya perlu sehubungan dengan perjanjian ini, untuk menjamin pelunasan
kembali Pembiayaan.
Pasal 9
PELANGGARAN ATAS SYARAT-SYARAT PERJANJIAN
Bahwa ANGGOTA dianggap melanggar syarat-syarat perjanjian jika terbukti melanggar dan atau
menyimpang dari salah satu atau semua ketentuan yang termaktub dalam pasal ini dan atau
perjanjian ini :
1. Jika ANGGOTA menggunakan dana Pembiayaan yang diberikan oleh BMT kepada ANGGOTA
digunakan diluar keperluan dan kepentingan sebagaimana diatur dalam pasal 2 perjanjian ini.
2. Jika ANGGOTA melakukan pengalihan usahanya dengan cara apapun termasuk penggabungan,
konsolidasi ataupun akuisisi dengan pihak lain.
3. Jika ANGGOTA tidak menjalankan usaha sesuai dengan ketentuan teknis yang diwajibkan oleh
BMT seperti tercantum dalam Surat Penawaran (Offering Letter).

Pasal 10
FORCE MAJEURE
Yang dimaksud dengan force majeure adalah keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Gempa bumi, taufan, banjir, tanah longsor, sambaran petir, kebakaran, wabah penyakit dan
bencana alam lainnya.
2. Pemogokan umum, huru hara, sabotase, perang atau pemberontakan yang mengakibatkan salah
satu pihak atau kedua belah pihak tidak dapat melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian ini.
3. Dalam hal terjadi force majeure sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatas sehingga
mempengaruhi pelaksanaan kewajiban salah satu pihak maka pihak yang mengalami force
majeure berkewajiban memberitahukan kepada pihak lainnya dalam perjanjian ini selambat-
lambatnya 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak terjadinya force majeure tersebut untuk diselesaikan
secara musyawarah.
4. Apabila pihak yang mengalami force majeure tersebut lalai untuk memberitahukan kepada pihak
lainnya dalam kurun waktu sebagaimana ditentukan pada ayat 2, maka seluruh kerugian, resiko
dan konsekuensi yang timbul menjadi beban dan tanggungjawab pihak yang mengalami force
majeure tersebut.
5. Force majeure dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 Pasal 10 Perjanjian ini tidak dapat dijadikan
alasan oleh ANGGOTA untuk menunda kewajiban pembayaran pembiayaan yang telah jatuh
tempo kepada BMT sebelum terjadinya force majeure.

Pasal 11
GANTI RUGI
1. BMT dapat mengenakan ganti rugi hanya atas kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas
kepada ANGGOTA yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang
menyimpang dari ketentuan akad dan mengakibatkan kerugian pada BMT.
2. Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BMT dengan
ANGGOTA.
3. Ganti Rugi hanya boleh dikenakan BMT sebagai pemilik dana (shahibul maal) apabila keuntungan
BMT yang sudah jelas tidak dibayarkan oleh ANGGOTA sebagai pengelola dana (mudharib).

Pasal 12
PEMERIKSAAN
BMT dan atau kuasa yang ditunjuknya adalah berhak untuk memeriksa pembukuan atau segala
sesuatunya yang berhubungan dengan usaha atau proyek yang dikelola oleh ANGGOTA, baik secara
langsung atau tidak langsung.

Pasal 13
HUKUM YANG MENGATUR
Perjanjian ini diatur dan ditafsirkan sesuai dengan ketentuan Hukum Indonesia.

Pasal 14
DOMISILI HUKUM
Sesuatu sengketa yang timbul dari atau dengan cara apapun yang ada hubungannya dengan
perjanjian ini yang tidak dapat diselesaikan secara damai, akan diselesaikan melalui Kepaniteraan
Pengadilan Negeri PAMEKASAN
Pasal 15
KETENTUAN TAMBAHAN
Hal-hal lain yang belum diatur dalam Perjanjian ini, akan diatur berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak ke dalam surat/akta yang merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian ini.
Demikian Perjanjian ini dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak pada hari dan tanggal
tersebut di atas, dibuat rangkap 2 (dua) bermaterai cukup untuk masing-masing pihak yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama.

BMT-UGT SIDOGIRI ANGGOTA


Kantor Cabang Surabaya

Meterai 6000

............................................... ......................................
Kepala Cabang

SAKSI-SAKSI

............................... ..................................

Saksi BMT UGT Istri

................................... ............................................
Saksi Saksi Anggota
ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

1. Unsur Esensialia Perjanjian :


Unsur esensialia merupakan bagian yang harusada pada suatu perjanjian tertentu karena
jika tidak ada, maka bukan merupakan perjanjian (bernama) uang dimaksud oleh para pihak, tetapi
mungkin memenuhi essensialia dari perjanjian bernama lainya. Misalnya pada perjanjian jual beli,
adanya harga jual beli, kata sepakat para pihak, dan objek jual beli merupakan bagian esnsialianya.
Tanpa adanya harga pada suatu perjanjian jual beli, maka akan hilang makna serta tidak dapat
diketegorikan adanya perjanjian jual beli tersebut.
Dalam Perjanjian Al-Musyarakah Nomor : 001/72.001000/KJKS.UGT/280/X/2013
tanggal 6 Januari 2013 merupakan perjanjian kerja sama antara BMT dan Anggota yang telah
disetujui oleh keduanya, yang mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan keuntungan dan resiko yang akan ditanggung bersama pula. Dalam pasal 2 Perjanjian
kerja sama ini diperuntukan sebagai modal kerja usaha atau proyek jual beli Handphone, dengan
dana sebasar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Dengan jangka waktu 24 bulan, terhitung
sejak tanggal 6 Januari 2012 sampai dengan tanggal 6 Januari 2015. Hal-hal diatas merupakan
unsur esensialia dalam Perjanjian Al-Musyarakah tersebut.

2. Para Pihak dalam Perjanjian,Hak, Kewajiban dan Tanggungjawab :


 Para Pihak dalam perjanjianan Perjanjian Al-Musyarakah Nomor
001/72.001000/KJKS.UGT/280/X/2013 tanggal 6 Januari 2013 ini adalah :
1. Nama : SAMSUL ARIFIN
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Kedung Mangu Selatan II/12 Surabaya
Dalam hal ini bertindak sebagai Kepala Cabang / Capem KJKS BMT-UGT Sidogiri
Cabang Surabaya, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Manager Utama KJKS BMT-
UGT Sidogiri Nomor : 1467/A.1-2/Kop.UGT/V/2011, tanggal 11-05-2011. untuk
selanjutnya disebut BMT-UGT Sidogiri.
2. Nama : BAIHAKI
Pekerjaan : Pegawai Swasta
No. KTP : 3578161608770008
Alamat : Kedung Mangu Selatan 5-A/35 Surabaya
Bertindak untuk dirinya sendiri dan dalam melakukan transaksi hukum ini telah
mendapat persetujuan dari istrinya Nur Hasanah selaku Istri sesuai lampiran surat
persetujuan suami / istri,. Selanjutnya disebut ANGGOTA.
 Hak, kewajiban dan tanggungjawab Para Pihak dalam Perjanjian Al-Musyarakah Nomor
001/72.001000/KJKS.UGT/280/X/2013 tanggal 6 Januari 2013 ini terdapat dalam
beberapa pasal yaitu :
Pasal 4 : BMT mengangkata ANGGOTA bertindak selaku agen atau wakil BMT untuk
melakukan kegiatan usaha atau proyeknya. Sehingga ANGGOTA wajib
melaporkan setiap peristiwa dalam kegiatan usaha atau proyeknya juga
berkewajiban membuat laporan perkembangan dan kondisi keuangan setiap
bulanya kepada BMT.
Pasal 5 : Besar Nisbah Bagi Hasil yang disetujui yaitu 30 % (tiga puluh persen) untuk BMT
dan 70 % (tujuh puluh persen) untuk ANGGOTA dari pendapatan kotor usaha
atau proyek yang dikerjasamakan dan ANGGOTA wajib menyerahkan laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi beserta data lainnya yang dianggap
perlu oleh BMT selambat-lambatnya tanggal 06 setiap bulan. Juga ANGGOTA
selama jangka waktu perjanjian ini memberi kuasa mutlak kepada BMT dan kuasa
mana tidak dapat ditarik kembali oleh ANGGOTA untuk mendebet rekening
ANGGOTA pada BMT atas kewajiban pembayaran angsuran pada setiap tanggal
pembayaran

3. Analisis Potensi resiko dan kerugian yang mungkin dihadapi para pihak, dan pokok atau
hal penting yang harus dicantumkan pada klausula dalam rangka menghindari resiko
kerugian
Dalam Perjanjian/kontrak/akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan usaha tertentu. Tiap-tiap pihak memberikan dana atau amal dengan
kesepakatan bahwa keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Musyarakah dalam ketentuan perjanjian ini dilakukan kerja sama antara BMT dan ANGGOTA
untuk suatu usaha atau proyek tertentu. Risiko Pembiayaan (Financing Risk) Risiko pembiayaan
adalah risiko yang diakibatkan oleh kegagalan Anggota dalam memenuhi kewajibannya kepada
BMT atau jika ANGGOTA melakukan wanprestasi atas ketentuan-ketentuan kontrak.
Risiko Operasional (Operational Risk) Risiko operasional adalah risiko yang disebabkan
oleh internal fraud seperti pencatatan keuangan yang tidak benar atas nilai posisi, ketidak-sesuaian
pencatatan pajak secara sengaja, kesalahan, manipulasi dan mark up dalam akuntansi maupun
pelaporan serta aktivitas penyogokan dan penyuapan. Risiko legal/hukum adalah risiko timbulnya
kerugian akibat tidak terpenuhinya aspek-aspek legalitas baik dari segi identitas Nasabah selaku
subyek pembiayaan; segi obyek pembiayaan; segi jaminan maupun aspek akad dan perjanjian
pembiayaan itu sendiri. Hal yang penting dicantumkan dalam klausula untuk menghindari resiko
yaitu : Klausula Pernyataan dan jaminan, Klausula Ganti Rugi, Klausula Pembatasan
Tanggungjawab.
- Dalam Perjanjian/kontrak/akad Musyarakah Klausula Pernyataan dan jaminan terdapat
pada Pasal 6 JAMINAN. Sebagai jaminan atas pembayaran kembali semua fasilitas
Pembiayaan. ANGGOTA menyerahkan jaminan kepada BMT yaitu berupa :
1. Segala harta kekayaan ANGGOTA, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah
ada maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan guna pelunasan hutang
ANGGOTA.
2. ANGGOTA menyerahkan jaminan kepada BMT berupa BPKB mobil Daihatsu Zenia 2011
Nopol N

Klausul ini berisi jenis barang jaminan yang diserahkan Anggota kepada BMT untuk
menjamin tertibnya pembayaran/pelunasana pembiayaan tepat pada waktu dan jumlah yang
disepakati kedua belah pihak. Klausul ini disebut klausul bebas karena tidak dibakukan oleh
BMT, ANGGOTA dalam hal ini dapat menjaminkan jenis barang yang dikehendakinya
dengan analisa dari pihak BMT apakah jaminan ini layak untuk dijaminkan atau tidak.

- Dalam Perjanjian/kontrak/akad Musyarakah Klausula Ganti Rugi terdapat pada Pasal 11


GANTI RUGI
1. BMT dapat mengenakan ganti rugi hanya atas kerugian riil yang dapat diperhitungkan
dengan jelas kepada ANGGOTA yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan
sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan mengakibatkan kerugian pada BMT.
2. Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara BMT
dengan ANGGOTA.
3. Ganti Rugi hanya boleh dikenakan BMT sebagai pemilik dana (shahibul maal) apabila
keuntungan BMT yang sudah jelas tidak dibayarkan oleh ANGGOTA sebagai pengelola
dana (mudharib)

Di dalam klausul ini memuat beberapa ketentuan yang berkaitan tentang Ganti Rugi
sehubungan dengan berlangsungnya usaha yang dijalankan oleh ANGGOTA yang
bekerjasama dengan BMT dengan mendapatkan pembiayaan dari BMT

- Dalam Perjanjian/kontrak/akad Musyarakah Klausula Pembatasan Tanggung jawab


terdapat pada Pasal 7 EKSEKUSI JAMINAN. BMT dapat mengeksekusi, menyita atau
menjual jaminan ANGGOTA sebagaimana diatur dalam pasal 6 Perjanjian ini guna melunasi
seluruh kewajiban ANGGOTA di BMT apabila :
1. ANGGOTA tidak membayar kewajiban sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan,
sebagaimana di atur pada pasal 3 ayat 2 Perjanjian ini atau
2. Pembiayaan ANGGOTA di BMT telah tertunggak selama 3 (tiga) bulan atau lebih atau
3. ANGGOTA melakukan Cidera Janji sebagaimana diatur dalam pasal 8 Perjanjian ini dan
atau ANGGOTA melakukan pelanggaran terhadap Syarat-syarat Perjanjian sebagaimana
di atur dalam pasal 9 Perjanjian ini.

Di dalam klausul ini Berisi hak BMT untuk menuntut/ menagih pembayaran dari ANGGOTA
yang dibayar seketika dan sekaligus tanpa diperlukan adanya surat pemberitahuan, surat
teguran, atau surat lainnya apabila ANGGOTA cedera janji.

4. Klausula perjanjian/kontrak/akad untuk mewujudkan kepastian hukum, keadilan dan


perlindungan bagi para pihak

Dalam Perjanjian/kontrak/akad Musyarakah Dasar hukum akan suatu perjanjian/akad atau


kontrak dalam produk tersebut memiliki implikasi hukum yang berbeda dalam
mengimplementasikannya sehingga diperlukan pengetahuan mendasar tentang dasar hukum akad
tersebut. Selain itu, aspek perlindungan hukum dan penerapan asas-asas perjanjian dalam akad
menjadi penting diupayakan implementasinya.
Kepastian hukum dalam perjanjian bermakna bahwa bagi para pihak yang mengadakan
perjanjian, perjanjian yang mereka buat adalah undang-undang atau hukum bagi mereka, dimana
mereka terikat untuk melaksanakan hak dan kewajiban yang telah mereka tetapkan dan salah satu
pihak tidak dapat memutuskan perjanjian secara sepihak. Dengan kepastian hukum, maka akan
menjamin seseorang dapat melakukan suatu perilaku yang sesuai dengan ketentuan dalam hukum
yang berlaku dan begitu pula sebaliknya. Tanpa adanya kepastian hukum, maka seorang individu
tidak dapat memiliki suatu ketentuan baku untuk menjalankan suatu perilaku.

Kemudian mengenai keadilan dan perlindungan hukum, merupakan Forum damai atau
melalui cara musyawarah belum dapat menjadi jaminan akan terselesaikannya sengketa yang ada,
maka dari itu perlindungan hukum diperlukan untuk memberi solusi dan kejelasan akan
penyelesaian sengketa yang ada atau yang berpotensi terjadi pasca perjanjian disepakati.

5. Analisis kesesuaian perjanjian/kontrak/akad dengan peaturan atau regulasi yang berlaku

- Hukum kontrak/perjanjian diatur dalam Buku III KUHPer, yang terdiri atas 18 bab dan
631 pasal. Dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUHPer.
- Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
menyatakan bahwa: "Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih". Hal ini jelas telah termuat
dalam perjanjian Al-Musyarakah Nomor : 001/72.001000/KJKS.UGT/280/X/2013 tanggal
6 Januari 2013, terdapat dua pihak yang sepakat saling mengikatkan dirinya terhadap orang
lain, yakni 1. SAMSUL ARIFIN (kepala cabang BMT cabag Seurabaya) dan 2. BAIHAKI.
- Syarat sahnya kontrak menurut Pasal 1320 KUH Perdata, adalah: kesepakatan para pihak
yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat perjanjian, suatu hal tertentu (suatu hal
tertentu yang dimaksudkan adalah objek tertentu yaitu berupa prestasi yang menjadi pokok
kontrak yang bersangkutan, kausa (sebab) yang legal (diperbolehkan). Dalam perjanjian
Al-Musyarakah Nomor : 001/72.001000/KJKS.UGT/280/X/2013 tanggal 6 Januari 2013
para pihak telah cakap dalam membuat kesepakatan dimana mana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan keuntungan dan resiko yang akan
ditanggung bersama pula.
- Di dalam sistem common law, suatu kontrak dikategorikan valid atau sah jika telah
memenuhi empat unsur-unsur sebagai berikut: 1. ada kesepakatan; 2. didukung oleh
consideration yang legal; 3. ada kausa yang dibenarkan hukum; dan 4. dibuat oleh para
pihak yang memiliki kapasitas untuk mengadakan kontrak.
- Berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak artinya pihak-pihak harus mentaati
perjanjian itu sama dengan mentaati Undang-Undang. Jika ada yang melanggar perjanjian
yang mereka buat, dianggap sama dengan melanggar Undang, yang mempunyai akibat
hukum tertentu yaitu sanksi hukum. Perjanjian Al-Musyarakah Nomor :
001/72.001000/KJKS.UGT/280/X/2013 tanggal 6 Januari 2013 ini berlaku sebagai
Undang-undang bagi para pihak didalamnya sehingga harus memnuhi hak, kewajiban dan
tanggungjawab yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. jika melanggar
kesepakatan tersebut maka akan di kenai sanksi sebagaimana yang telah tercantum dalam
perjanjian.

Sehingga menurut kelompok kami isi klausul-klausul daam perjanjian Al-Musyarakah


Nomor : 001/72.001000/KJKS.UGT/280/X/2013 tanggal 6 Januari 2013 ini telah sesuai dengan
peraturan atau regulasi yang berlaku di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, (2010), Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Konsep, Regulasi, dan
Implementasi), Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ahmadi Miru, (2013). Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta: Rajawali Pers.

Agus Yudha Hernoko , (2011), Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, Jakarta: Kencana.

Budiono, Helien, (2013), Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, Bandung : PT. Citraaditya Bakti

Rai Widjaya, (2003), Merancang Suatu Kontrak (contract drafting), Jakarta: Kesaint Blanc

Syamsul Anwar, (2007), Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Wardiyah, Mia Lasmi, (2019), Pengantar Perbankan Syariah, Bandung: Pustaka Setia,

Anda mungkin juga menyukai