OLEH:
DEDE SAEPULAH
2020620204003
JURUSAN SYARIAH
FAKULTAS HUKUM EKONOMI SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM RIYADOTUL MUJAHIDIN
2022
PERAN PEMBIAYAAN MUDARABAH TERHADAP
PEMBERDAYAAN EKONOMI UMAT
Abstrak
Kesejahteraan merupakan sektor yang paling banyak terdapat pada masyarakat luas,
tetapi masih banyaknya pelaku usaha mikro kekurangan permodalan dalam menjalankan
usahanya sehingga kurang mampu meningkatkan volume penjualan dari usaha yang dimiliki
yang berakibat pada kesejahteraan dan pendapatan yang diperoleh. Mudharabah adalah akad
niaga yang diperbolehkan dalam Islam dan isinya besar manfaat bagi manusia. Akad
mudharabah merupakan akad kerja sama yang sangat membantu dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat. Peran mudharabah dalam pembangunan ekonomi syariah sangat besar
penting dalam meningkatkan kesejahteraan dan memberdayakan ekonomi umat. Mudharabah
akan mengkorelasikan orang yang kelebihan harta dengan orang yang kekurangan dasar untuk
mencapai kesejahteraan manusia (al falah) melalui penataan alam sumber daya yang didasarkan
pada kerjasama dan partisipasi.
Abstract
Welfare is the sector that is most widely available in the wider community, but there are
still many micro-entrepreneurs who lack capital in running their businesses so that they are
unable to increase the sales volume of the business they own which results in welfare and income
earned. Mudharabah is a commercial contract that is permissible in Islam and its contents are of
great benefit to humans. Mudharabah contract is a cooperation contract that is very helpful in
financing the community. The role of mudharabah in the development of the Islamic economy is
very important in increasing the welfare and equitable distribution of the people's economy.
Mudharabah will correlate people who have wealth with people who lack the basics to achieve
human welfare (al falah) through the arrangement of natural resources that are intertwined in
cooperation and participation.
Pendahuluan
Persoalan ekonomi merupakan suatu kajian yang selalu diperbincangkan di seluruh
dunia. Banyak negara yang ada didunia ini melakukan pendekatan ekonomi konvensional
(kapitalis dan sosialis) dalam memenuhi kepentingan pribadivdengan pendekatan lebih
berkembang di dunia barat. Untuk itu sistem ekonomi Islam hadir sebagai solusi dan merupakan
salah satu pendekatan sistem ekonomi dalam pembentukan perekonomian masyarakat 1. Ekonomi
Islam sebagai suatu alternatif dalam kegiatan bermuamalah di bidang ekonomi mewajibkan umat
muslim untuk bertransaksi secara halal dan menghindari sistem riba dan gharar yang menjadi
hambatan psikologis bagi umat Islam. BMT merupakan lembaga keuangan mikro Islam nonbank
yang memiliki peran secara langsung bersentuhan dengan kesejahteraan perekonomian
masyarakat pada umumnya dan kesejahteraan perekenomian anggota pada khususnya, dimana
BMT melalui pembiayaannya dapat meminimalkan kegiatan spekulasi dalam usaha dan
memaksimalkan kemampuan masyarakat dalam bidang produksi dengan pembiayaanpembiayaan
yang dilakukan sesuai dengan produk-produk yang ditawarkan pada tiap-tiap BMT yang ada2
BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang menggunakan prinsip syariah dan
berlandaskan ajaran Islam. Secara etimologis Baitul Maal wat Tamwil terdiri dari dua arti yakni
Baitul Maal yang berarti “rumah uang” dan Baitul Tamwil dengan pengertian “rumah
pembiayaan”. I Gde Kajeng (2013)3 menjelaskan rumah uang dalam artian ini adalah
pengumpulan dana yang berasal dari zakat, infaq, ataupun shodaqah, dan pembiayaan yang
dilakukan adalah berdasarkan prinsip bagi hasil, yang berbeda dengan sistem perbankan
konvensional yang mendasarkan pada sistem bunga. Bunga merupakan riba yang dibenci Allah
SWT. Firman Allah SWT QS. al-Baqarah [2]: 275 4 “Dan Aku halalkan bagimu jual beli, dan
Aku haramkan bagimu riba…”. Baitul Mal wat Tamwil (BMT) dengan kegiatan
mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan
ekonomi pengusaha kecil dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan
kegiatan ekonominya. Disamping kegiatan menabung, BMT juga menerima transaksi titipan
1
Deti, S. (2017). Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pembiayaan Mikro Syariah. El-Jizya: Jurnal Ekonomi
Islam, 5(1), 141-176.
2
Fitria, E. N., & Qulub, A. S. U. (2019). Peran Bmt dalam Pemberdayaan Ekonomi (Studi Kasus pada Pembiayaan
Bmt Padi Bersinar Utama Surabaya). Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan Terapan, 6(11), hal 2303
3
Bagaskara, I. G. K. Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol.18(2), 114–125,
2013
4
Al-Quran dan Terjemahan, Al-Quran Tajwid dan Terjemah, Bandung:Diponegoro, 2010
zakat, infaq dan sedekah sekaligus menyalurkan transaksi tersebut kepada yang berhak
menerimanya.5
Berdirinya BMT memiliki tujuan untuk merubah dan membangun perekonomian umat
menuju kemandirian ekonomi dalam rangka mencapai ridha Allah SWT serta memberikan
layanan dan solusi terbaik dalam hal penghimpunan dana, pembiayaan, pembinaan,
pendampingan dan pengembangan ekonomi umat secara amanah dan profesional6 Dengan
adanya BMT Hasanah diharapkan sebagai suatu solusi umat dan kepedulian masyarakat Islam
untuk memberdayakan ekonomi masyarakat di sekitar BMT Hasanah. Salah satunya pembiayaan
mudarabah dimana pembiayaan mudarabah merupakan akad kerja sama yang sangat membantu
nasabah dalam memberdayakan ekonominya. Dengan adanya pembiayaan mudarabah ini usaha
nasabah semakin berkembang dan pendapatan yang dihasilkan pun semakin bertambah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas peran pembiayaan mudarabah
dengan pemberdayaan ekonomi umat
Pembahasan
10
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), 181-182
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan
kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memerhatikan hal-hal
berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak
(akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan
menggunakan cara-cara komunikasi modern11
- Nisbah Keuntungan
Faktor yang keempat yakni nisbah adalah rukun yang khas dalam akad mudarabah,
yang tidak ada pada jual beli. Nisbah ini mencerminkan imbalan yang berhak diterima
oleh kedua belah pihak yang bermudarabah. Mudarib mendapatkan imbalan atas
kerjanya, sedangkan sahib al-mal mendapat modal atas penyertaan modalnya. Nisbah
keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya penyelisihan antara kedua belah pihak
mengenai cara pembagian keuntungan12
Konsep Mudarabah
Kata Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Makna
memukul atau berjalan ini lebih tepat secara istilah diartikan sebagai seseorang yang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.13 Mudharabah adalah akad yang telah dikenal
oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa arab sebelum
turunnya islam. Secara global dapat diartikan bahwa pengertian mudharabah adalah kerjasama
usaha antara dua pihak, pihak pertama merupakan pemilik dana (shahibul maal) yang
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib).
Keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan yang telah dituangkan dalam kontrak, sedangkan
apabila mengalami rugi, kerugian tersebut akan ditanggung oleh pemilik dana selama kerugian
tersebut tidak disebabkan oleh kelalaian pengelola dana14
11
Nurul Huda, Muhammad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoretis Dan Praktis (Jakarta: PRENADA
MEDIA GROUP, 2010), 75
12
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan, 182
13
R.A.Y Prasetya dan S. Herianungrum, “Peranan Baitul Maal Wat Tamwil Meningkatkan Usaha Mikro Melalui
Pembiayaan Mudharabah” dalam Jurnal Syarikah, vol. 2, hal. 255
14
Syafi’I, Muhammad Antonio. Bank Syariah, Dari Teori ke Praktek. Depok: Gema Insani. 2009.
Landasan hukum yang menjelaskan tentang pembiayaanMudharabah. Firman Allah
SWT, dalam QS Al-Muzzamil ayat 20:
Artinya: “… dan orang-orang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah …”
(QS. Al-Muzzammil ayat 20)
Berikut skema dari pembiayaan Mudarabah:
15
Bachtiar Surin, Op-Cit, hlm. 769
16
Habib Nazir, Op-Cit, hlm 389
17
Yusuf al-Qardhawi, Op-Cit, hlm. 52
komprehensif tentang subyek dan didasarkan atas nilai moral Islam yang universal. 18 Sementara
itu sistem ekonomi Islam itu sendiri menurut Amin Aziz adalah sistem ekonomi yang kebijakan-
kebijakan atau keputusan-keputusannya dipengaruhi atau dilandasi oleh syariah Islam19.
Secara filosofis, ekonomi syariah dilandaskan pada asas ketuhanan (tauhid), yaitu adanya
hubungan dari aktivitas ekonomi, tidak saja dengan sesama manusia, tetapi juga dengan Tuhan
sebagai pencipta. Dari landasan tauhid ini timbul prinsip-prinsip dasar bangunan kerangka sosial,
hukum, dan tingkah laku, yang di antaranya adalah prinsip khilafah, keadilan (‘adalah), kenabian
(nubuwwah), persaudaraan (ukhuwwah), kebebasan yang bertanggung jawab (Al huriyah wal
mas’uliyyah). Selain itu, ada nilai-nilai instrumental, yaitu larangan riba, zakat, kerjasama
ekonomi, jaminan sosial, dan peran negara.20 Menurut Rahmat Syafei’i, Islam tidak mengekang
berbagai praktik perekonomian umatnya, atau melarang umatnya untuk kaya, pada prinsipnya
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk hidup makmur, bahkan Nabi Muhammad
menyatakan bahwa seorang mukmin yang kuat dalam ilmu, kekayaan, dan lain-lain lebih dicintai
oleh Allah SWT daripada seorang mu’min yang lemah.
Dengan demikian dalam prinsip-prinsip ekonomi Islam, terkandung makna bahwa Islam
menghendaki produktivitas. Oleh karenanya Islam memberikan apresiasi, insentif, baik insentif
moral maupun insentif ekonomi terhadap usaha-usaha yang produktif. Islam menghargai human
resources yang menghendaki kualitas, baik aspek profesi maupun aspek moralnya. Untuk itulah
prinsip perolehan keuntungan atau laba dalam Islam didasarkan pada adanya „prestasi“ berupa
kerja (kasab), jasa atau keahlian, tanggung jawab, dan risiko yang ditanggung. Islam tidak
membolehkan seorang memperoleh keuntungan hanya atas dasar penundaan waktu sebagaimana
pada akad pinjam meminjam, tanpa adanya kesediaan mengambil risiko yang ditanggung.
Motivasi untuk berusaha secara produktif, memiliki entrepreneurship dalam bentuk kerja yang
halal, tidak membenarkan adanya sumber yang tidak termanfaatkan dengan baik (idle), melarang
segala bentuk penimbunan (hording) adalah hal-hal yang mendorong manusia melakukan
kerjasama satu sama lain dalam bidang ekonomi. Dan mudharabah adalah akan yang tepat untuk
tujuan-tujuan tersebut.
18
Juhaya S. Praja, Pengantar Kuliah Ekonomi Syariah dan Perbankan, Program Pasca Sarjana Unisba, 2006 , hal. 1
19
Amin Aziz, Tantangan, Prospek dan Strategi Sistem Perekonomian Syariah di Indonesia Dilihat dari Pengalaman
pengembangan BMT, PINBUK, Jakarta, 1996, hal. 2.
20
Law Office of Remy & Darus Naskah Akademik Rencana Undang – undang tentang Perbankan Syariah Jakarta,
Oktober 2002, hal. 60
Mudharabah merupakan instrumen keuangan yang strategis dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak, disamping memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan meratakan peningkatan
pendapatan yang didasarkan pada prestasi. Pihak mudharib bekerja mengelola modal, sedangkan
pihak shahibul mal (pemilik dana) mempertaruhkan keberaniannya mengambil risiko atas
kegiatan usaha yang disepakatinya dengan mudharib. Dan atas risiko itulah pihak shahibul mal
berhak mendapatkan keuntungan berupa bagi hasil dari usaha yang dijalankan mudharib. Dengan
peran yang demikian, maka mudharabah sebagai salah satu instrumen keuangan harus
dioptimalkan penerapannya baik secara individu maupun di lembaga keuangan syari’ah. Hal ini
dapat dilakukan melalui pendidikan dan sosialisasi kepada masyarakat, disamping
penyempurnaan regulasi yang terus menerusi oleh pemerintah maupun peran serta dari pihak
terkait lainnya.
21
Dewi, E. K., & Astari, A. (2018). Peran pembiayaan mudharabah dalam pengembangan kinerja usaha mikro pada
bmt (baitul maal wat tamwil). Law and justice, 2(2), hal 121.
- Nisbah bagi hasil berdasarkan profit sharing atau revenue sharing sesuai kesepakatan
antara shahibul maal dan mudharib.
- Pembiayaan tidak menggunakan jaminan karena berlandaskan kepercayaan. Tetapi agar
dapat meminimalisir penyimpangan yang dilakukan mudharib makan shaihibul maal
dapat meminta jaminan. Jaminan hanya dapat dicairkan apabilan mudharib terbukti
melakukan penyimpangan.
- Apabila terjadi perselisihan antara shahibul maal dan mudharib, maka penyelesaian
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah serelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah.
Kesimpulan
Mudharabah adalah salah satu akad yang dibolehkan dalam Islam yang memiliki manfaat
besar dalam meningkatkan bukan hanya kesejahteraan individu, akan tetapi juga pemberdayaan
ekonomi masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi syari’ah. Peran mudharabah dalam
memberdayakan ekonomi syari’ah terlihat dari karakteristiknya yang adil, seimbang, dan
menekankan pada prestasi baik berupa kerja maupun risiko yang ditanggung. Pembiayaan
mudharabah merupakan pembiayaan yang ideal serta merupakan pembiayaan primer di dalam
pembiayaan Islam, pembiayaan mudharabah dapat menggali, menyalurkan potensi dan
kreativitasnya yang ada dalam dirinya dalam menjalankan suatu usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwarman Karim. (2003). Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan (Jakarta: IIIT Indonesia)
Adiwarman Karim. (2003). Bank Islam Analisis Fiqih Dan Keuangan. (Jakarta: IIIT Indonesia).
Amin Aziz, Tantangan. (1996). Prospek dan Strategi Sistem Perekonomian Syariah di Indonesia
Dilihat dari Pengalaman pengembangan BMT, PINBUK, Jakarta.
Bachtiar Surin. (1987). Terjemah dan Tafsir al-Quran, Jilid I s/d Vi, Cet ke Satu, Angkasa,
Bandung.
Burhanuddin Susanto. (2008). Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia (Yogyakarta: UII Press).
Dewi, E. K., & Astari, A. (2018). Peran pembiayaan mudharabah dalam pengembangan kinerja
usaha mikro pada bmt (baitul maal wat tamwil). Law and justice, 2(2), 113-123.
Fitria, E. N., & Qulub, A. S. U. (2019). Peran Bmt dalam Pemberdayaan Ekonomi (Studi Kasus
pada Pembiayaan Bmt Padi Bersinar Utama Surabaya). Jurnal Ekonomi Syariah Teori
Dan Terapan, 6(11), 2303-2330.
Habib Nazir. (2004). Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syari’ah, Kaki Langit, Bandung.
Juhaya S. Praja. (2006). Pengantar Kuliah Ekonomi Syariah dan Perbankan, Program Pasca
Sarjana Unisba.
Law Office of Remy & Darus. (2002). Naskah Akademik Rencana Undang – undang tentang
Perbankan Syariah Jakarta,
Muhammad Ridwan. (2004). Manajemen Baitul Maal wa Tamwil (BMT) (Yogyakarta: UII
Press).
Muhammad Syafi’i Antonio. (2001). Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani
Press)
Nurul Huda, Muhammad Heykal. (2010). Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoretis Dan
Praktis (Jakarta: Prenada Media Group).
Prasetya, Renata Agung, and Sri Herianingrum. 2016. “Peranan Baitul Maal Wa Tamwil
Meningkatkan Usaha Mikro Melalui Pembiayaan Mudharabah.” Jurnal Syarikah : Jurnal
Ekonomi Islam 2(2): 252–67.
Syafi’I, Muhammad Antonio. (2009). Bank Syariah, Dari Teori ke Praktek. Depok: Gema Insani.
Yusuf Qordhowi. (2000). Fawaid al-Bunuk Hiya ar-Riba al-Haram, Bunga Bank Haram, Alih
bahasa Setiawan Budi Utomo, cet. Ke dua, Akbar Media Eka Sarana, Jakarta.
Zaenul Arifin. (2000). Memahami Bank Syariah Lingkup, Peluang, Tantangan Dan Prospek
(Jakarta: Alva Bet).