Anda di halaman 1dari 14

OPTIMALISASI WAKAF DALAM PEMBERDAYAAN UMKM

Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Jl. Marsda Adisucipto D.I. Yogyakarta, 55281

Dyah Anggraeni Jasmin : 22103080043 Syarifah Nurasyiqin : 22103080046


Sarazi Ramadhan : 22103080076 Sabdo Gallih jati : 22103080065

ABSTRAK
Permodalan masih menjadi permasalahan utama yang dihadapi pelaku UMKM khususnya di masa seperti
saat ini. Sebagai salah satu instrument keuangan Islam, wakaf dapat berkontribusi langsung dalam
mengembangkan UMKM melalui skema pembiayaan yang bertujuan untuk mensejahterakan umat. Artikel
ini bertujuan untuk mengelaborasi dan mendalami optimalisasi wakaf sebagai instrumen pembiayaan
alternatif bagi UMKM yang sesuai dengan prinsip syariah dan kehalalan. Hal kebaruan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah telaah spesifik terkait pemberdayaan wakaf untuk pengembangan industri halal
di sektor UMKM. Dana wakaf dapat disalurkan untuk memberdayakan masyarakat kecil melalui mikro
finance dan pendampingan usaha. Bantuan keuangan mikro ini didampingi oleh sarjana pendamping yang
akan memberikan konsultasi kepada penerima kredit mikro agar dapat pengetahuan cara berusaha dan
berbisnis dengan baik. Dengan pemberian modal dan bantuan manajemen perlahan-lahan masyarakat
miskin dapat terangkat derajatnya melalui usaha mikro yang pada akhirnya mampu hidup layak dan
sejahtera.
Kata Kunci: Wakaf, UMKM, Modal.

PENDAHULUAN

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu unit ekonomi yang
berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Kesejahteraan masyarakat direalisasikan
melalui optimalisasi berbagai sumber daya dan instrumen. Salah satu instrumen ekonomi Islam
yang berfungsi untuk mendorong kesejahteraan masyarakat adalah wakaf. Fungsi tersebut
dibuktikan berdasarkan pengalaman di beberapa negara yang menunjukkan signifikansi peran
wakaf dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat.1

UMKM merupakan salah satu kegiatan ekonomi produktif yang bertujuan untuk
menumbuhkan usaha untuk berkontribusi aktif dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi
nasional dengan asas demokrasi dan keadilan. Sehingga UMKM hadir untuk memberikan jawaban
atas apa yang menjadi kebutuhan bagi masyarakat. Sehingga masyarakat Indonesia yang
merupakan mayoritas penduduknya muslim memiliki tingkat permintaan akan produk dan jasa

1
Wakaf, O., Pembiayaan, I., & Rohim, A. N. (n.d.). The Optimization of Waqf as a MSME Financing Instrument
for the Halal Industry Development. Jurnal Bimas Islam, 14(2).
yang halal untuk dikonsumsi. Dengan begitu diharapkan UMKM hadir menjawab kebutuhan
masyarakat Indonesia akan produk halal tersebut.

Kontribusi UMKM terhadap pertumbuhan ekonomi menjadikan UMKM sebagai sektor


yang sangat layak dan perlu untuk dikembangkan. Dengan kekuatan landasan kultur dan
kedaerahan yang dimiliki, UMKM berpotensi tinggi dalam mendorong peningkatan produksi
berbasis lokal daerah. Jika merujuk kepada jumlah penduduk muslim yang besar, Indonesia
merupakan pasar yang sangat besar untuk produk halal. 8 Hal ini menjadikan UMKM sangat
potensial dalam mendorong peningkatan produk-produk halal berbasis lokal kedaerahan. Kendati
demikian, upaya mengatasi berbagai kendala yang dihadapi UMKM masih menjadi agenda besar,
termasuk dalam hal permodalan. Kendala ini menyebabkan pelambatan dalam pengembangan
produksi halal oleh UMKM. Untuk itu, diperlukan optimalisasi wakaf produktif dalam
pemberdayaan UMKM untuk meningkatkan produksi halal. 2

Artikel ini akan menitikberatkan pada optimalisasi pemberdayaan wakaf kepada sektor
UMKM sebagai produsen halal. Di samping itu, artikel ini juga akan mengkaji pola pemberdayaan
wakaf kepada produksi halal melalui sektor UMKM dengan skema pembiayaan yang sesuai
dengan prinsip syariah, sehingga kesejahteraan ekonomi umat sebagai target wakaf maupun
UMKM akan terwujud.

METODE PENELITIAN

Kajian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka dengan
metode analisis konten. Studi pustaka dilakukan dengan mengkaji dan menelaah berbagai literatur
dan kebijakan terkait konsep dan optimalisasi instrumen wakaf sebagai bagian dari keuangan
sosial Islam. Hasil telaah dianalisis secara deskriptif dengan mengelaborasi konsep dan
implementasi pengelolaan wakaf pada pola pembiayaan usaha dengan mengacu kepada ketentuan
hukum dan regulasi terkait. Kajian wakaf diarahkan pada optimalisasi fungsi dan pemanfaatannya
pada pemberdayaan UMKM, sebagai alternatif solusi dalam mengatasi permodalan bagi pelaku
UMKM dan pengembangan industri halal.

2
Badan Wakaf Indonesia. (2021). Potensi Pemberdayaan UMKM melalui Wakaf.
PEMBAHASAN

Wakaf, berasal dari bahasa Arab al-waqf bentuk masdar dari kata “waqafa-yaqifu-waqfan
Kata al-waqf semakna dengan al-habs bentuk masdar dari “habasa-yahbisu-habsan” artinya
menahan. Dalam bahasa Arab, istilah wakaf kadang-kadang bermakna objek atau benda yang
diwakafkan (al-mauquf bih) atau dipakai dalam pengertian wakaf sebagai institusi seperti yang
dipakai dalam perundang-undangan Mesir. Di Indonesia, term wakaf dapat bermakna objek yang
diwakafkan atau institusi Menurut istilah meskipun terdapat perbedaan penafsiran, disepakati
bahwa makna wakaf adalah menahan dzatnya benda dan memanfaatkan hasilnya atau menahan
dzatnya dan menyedekahkan manfaatnya.3 Adapun perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam
mendefinisikan wakaf diakibatkan cara penafsiran dalam memandang hakikat wakaf. Perbedaan
pendangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Menurut Abu Hanifah “Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum, tetap
miliki si wakaf dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan”. Berdasarkan definisi
itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia dibenarkan menariknya
kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat, harta tersebut menjadi harta warisan buat
ahli warisnya. Jadi yang timbul dari wakaf hanyalah “menyumbangkan manfaat”. Karena itu
madzhab Hanafiyah mendefinisikah “wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu
benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu
pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan datang”.

Madzhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang diwakafkan
dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat
melepaskan kepemilikannya atas harta tersebut kepada yang lain dan wakif berkewajiba
nmenyedekahkan manfaatnya serta tidak boleh menarik hartanya untuk digunakan oleh mustahiq
(penerima wakaf), walaupun yang dimilikinya itu berbentuk upah, atau menjadikan hasilnya untuk
dapat digunakan seperti mewakafkan uang. Wakaf dilakukan dengan mengucapkan lafadz wakaf
untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan
benda itu dari penggunaan secara kepemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk

3 Abu Zahrah (1971). Mhadharat fi alWaqo. Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi. Akh. Minhaji (2005). “Nation State dan
Implikasinya Terhadap Pemikiran dan Implementasi Hukum Wakaf”, Kata Pengantar dalam Abdul Ghofur
Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media.
tujuan kebajikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap milik si
wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh disyaratkan
sebagai wakaf kekal.

Madzhab Syafi’iyah, Hanbaliyah dan sebagian Hanafiyah. Madzhab ini berpendapat


bahwa wakaf adalah mendayagunakan harta untuk diambil manfaatnya dengan mempertahankan
dzatnya benda tersebut dan memutus hak wakif untuk mendayagunakan harta tersebut. Wakif tidak
boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan. Berubahnya status kepemilikan dari
milik seseorang, kemudian diwakafkan menjadi milik Allah. Jika wakif wafat, harta yang
diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli waris. Wakif menyalurkan manfaat harta yang
diwakafkannya kepada mauquf ‘alaih (orang yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat,
di mana wakif tidak dapat melarang menyalurkan sumbangannya tersebut. Apabila wakif
melarangnya, maka qadhi berhak memaksanya agar memberikannya kepada mauquf ‘alaih.
Karena itu madzhab ini mendefinisikan wakaf adalah tidak melakukan suatu tindakan atas suatu
benda, yang berstatus sebagai milik Allah swt, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu
kebajikan (sosial).4

Secara umum, UMKM atau yang biasa dikenal dengan usaha mikro, kecil, menengah
merupakan sebuah istilah yang mengacu pada suatu jenis usaha yang didirikan oleh pribadi dan
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,00 (belum termasuk tanah dan
bangunan). Dari pengertian tersebut, ada beberapa definisi-definisi UKM yang lain.Usaha atau
bisa disebut dengan kewirausahaan. Istilah kewirausahaan menurut Peggy A. Lambing dan Charles
R. Kuel dalam bukunya Entrepreneurship adalah tindakan kreatif yang membangun suatu value
dari sesuatu yang tidak ada. Entrepreneurship merupakan proses untuk menangkap dan
mewujudkan suatu peluang terlepas dari sumber daya yang ada, serta membutuhkan keberanian
untuk mengambil risiko yang telah diperhitungkan. Menurut The American Heritage Dictionary,
wirausahawan (entrepreneur), didefinisikan dengan, seseorang yang mengorganisasikan,
mengoperasikan dan memperhitungkan risiko untuk sebuah usaha yang mendatangkan laba.

4 Al-Baijuri (t.t.). Hasyiyah al-Baijuri. Beirut: Dar al-Fikr, II. Ali Fikri (1938). Al-Mu’amalat
alMaliyah wa al-Adabiyah. Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi.
Dalam pengertian ini terdapat kata mengorganisasikan, apakah yang diorganisasikan tersebut.
Demikian juga terdapat kata mengoperasikan dan memperhitungkan risiko. Seorang pelaku usaha
dalam skala yang kecil sekalipun dalam menjalankan kegiatannya akan selalu menggunakan
berbagai sumber daya. Sumber daya organisasi usaha meliputi, sumber daya manusia, finansial,
peralatan fisik, informasi dan waktu. Dengan demikian seoarng pelaku usaha telah melakukan
pengorganisasian terhadap sumber daya yang dimilikinya dalam ruang dan dimensi yang terbatas
dan berusaha mengoperasikan sebagai kegiatan usaha guna mencapai laba. 5

Dalam mengorganisasikan dan mengoperasikan usahanya tersebut ia berhadapan dengan


sejumlah risiko, utamanya risiko kegagalan. Mengapa demikian? Jawabannya tidak lain karena
berbagai sumber daya yang dimiliki keterbatasan, jelas mengandung sejumlah risiko. Itulah hal
yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha yang memiliki jiwa kewirausahaan.Termasuk usaha
kecil dan menengah adalah semua pedagang kecil dan menengah, penyedia jasa kecil dan
menengah, petani dan peternak kecil dan menengah, kerajinan rakyat dan industri kecil, dan lain
sebagainya, misalnya warung di kampung-kampung, toko kelontong, koperasi serba usaha.
Koperasi Unit Desa (KUD), toko serba ada wartel, ternak ayam, sebagainya.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, pengertian Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) adalah:

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan
yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
2. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.
3. Yang dimaksud usaha kecil dan menengah adalah kegiatan usaha dengan skala aktivitas yang
tidak terlalu besar, manajaemen masih sangat sederhana, modal yang tersedia terbatas, pasar
yang dijangkau juga belum luas.
4. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

5
Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan & Manajemen Usaha Kecil, Alfabeta, Bandung, 2010, hlm. 26-27.
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. Dunia usaha adalah usaha mikro, usaha
kecil, usaha menengah, dan usaha besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Kudus dan
berdomisili di Kudus.
5. Kata lain dari pelaku usaha adalah wirausahawan (entrepreneuship). Secara sederhana,
wirausahawan (entrepreneuship) dapat diartikan sebagai pengusaha yang mampu meliat
peluang dengan mencari dana serta sumber daya lain yang diperlukan untuk menggarap
peluang tersebut, berani menanggung risiko yang berkaitan dengan pelaksanaan bisnis yang
ditekuninya, serta menjalankan usaha tersebut dengan rencana pertumbuhan dan
ekspansi.Menurut Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, mendefinisikan
UMKM sebagai usaha kecil yang memiliki aset di luar tanah dan bangunan sama atau lebih
kecil dari Rp 200 juta dengan omset tahunan hingga Rp 1 miliar. Sedangkan pengertian usaha
menengah ialah badan usaha resmi yang memliki aset antara Rp 200 juta sd Rp 10 miliar.
Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 99 Tahun 1998, UKM adalah rakyat berskala kecil
dengan bidang usaha yang secara umum merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi
untuk mencegah persaingan usaha yang tidak sehat.Sedangkan pengertian UKM bedasarkan
Badan Pusat Statistik (BPS), UKM adalah sebuah usaha rakyat yang dapat dilihat dari
banyaknya tenaga kerja. Usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja antara 5-9 orang, sedangkan
usaha menengah memiliki jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang.

Strategi Pemberdayaan Wakaf Terhadap UMKM

Secara prinsip, pengelolaan wakaf harus mengikuti ketentuan syariah dan regulasi yang
berlaku. Hal ini dikarenakan wakaf merupakan bagian dari syariat Islam dimana segala hal terkait
ketentuannya telah diatur di dalam alquran dan hadits, baik yang eksplisit maupun implisit.
Dengan begitu seorang nazhir harus memahami ketentuan tersebut, agar dapat mengikuti prinsip
pengelolaan wakaf dengan baik. Dengan kata lain bahwa pengelolaan wakaf harus diserahkan
kepada nazhir yang berkompeten sehingga pengelolaan wakaf akan berjalan berdasarkan
tata kelola yang baik dan professional

Optimalisasi pengelolaan wakaf dimungkinkan untuk dilakukan dalam dua pola. Pertama,
penyaluran wakaf melalui aset wakaf itu sendiri. Seperti halnya wakaf uang yang diterima oleh
nazhir, maka uang yang merupakan aset wakaf tersebut disalurkan untuk diproduktifkan. Kedua,
penyaluran wakaf melalui manfaat atau hasil dari pengembangan aset wakaf. Seperti tanah wakaf
yang disewakan untuk parkir. Maka uang yang merupakan pendapatan dari penyewaan parkir yang
akan disalurkan kepada mauquf ‘alaih.

Kedua pola tersebut tentu memiliki ketentuan masing-masing yang berlaku, baik ketentuan
syariah maupun ketentuan operasional yang bergantung pada masing-masing nazhir. Titik
persamaannya adalah bahwa kedua pola tersebut bermuara kepada tujuan yang sama, yaitu
kemaslahatan umat. Artinya, kedua pola tersebut memiliki target satu yaitu maslahat masyarakat
penerima manfaat wakaf Ketika diimplementasikan. Sejatinya wakaf dapat didayagunakan untuk
investasi pada sector bisnis dan komersial ataupun investasi pada infrastruktur yang menghasilkan
laba.

Pendayagunaan aset wakaf ini menjadi penting agar prinsip wakaf dengan menjaga pokok
dan menyalurkan manfaatnya bisa lebih optimal. Dengan mengembangkan aset wakaf melalui
investasi akan memberikan imbal hasil sehingga memiliki nilai lebih dan pertambahan pada aset
wakaf itu sendiri. Dengan adanya penambahan hasil dari aset wakaf, maka prinsip pokok aset
wakaf akan tetap utuh terjaga, sementara pendistribusian hasil akan lebih memberikan manfaat
dan maslahat bagi masyarakat yang lebih luas. Untuk itu, upaya untuk mengembangkan aset wakaf
terus dilakukan, baik melalui aset wakaf langsung seperti tanah dan lahan, maupun aset wakaf
produktif, seperti uang atau surat berharga. Melalui aset wakaf langsung akan diupayakan untuk
diproduktifkan sehingga memberikan manfaat yang lebih luas. Sedangkan aset wakaf produktif,
akan tetap berlanjut dan terus dikembangkan saluran-saluran pengembangannya sebagai upaya
memproduktifkan aset wakaf agar lebih optimal dan memberikan imbal hasil yang lebih.

Strategi pemberdayaan wakaf terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
merupakan langkah yang penting dalam mendukung pertumbuhan dan keberlanjutan sektor
UMKM. Wakaf memiliki potensi besar sebagai sumber pendanaan yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kapabilitas dan daya saing UMKM. Melalui strategi yang tepat, dana wakaf dapat
memberikan manfaat jangka panjang bagi UMKM.

Untuk memenuhi kebutuhan kelompok Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
produktif, lembaga pengelola wakaf uang dapat melakukan pemberdayaan dengan memberikan
bantuan modal investasi maupun modal kerja pada anggota pada khususnya yang sebagian besar
merupakan anggota kelompok produktif. 6

Dalam upaya pemberdayaan UMKM, strategi pemanfaatan dana wakaf menjadi kunci
utama dalam mengatasi berbagai kendala yang dihadapi UMKM, seperti keterbatasan modal,
keterbatasan pengetahuan dan keterampilan, serta kurangnya akses pasar dan jaringan. Melalui
strategi yang terencana dan berkelanjutan, dana wakaf dapat menjadi solusi yang holistik untuk
memperkuat ekosistem UMKM dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. 7

Dalam pembahasan ini, akan dijelaskan beberapa strategi pemberdayaan wakaf yang dapat
diterapkan untuk mendukung UMKM. Pendekatan ini melibatkan berbagai aspek, mulai dari
pendidikan dan pelatihan, akses pembiayaan, pengembangan infrastruktur dan teknologi,
pemasaran dan promosi, dan sebagainya. Melalui implementasi strategi ini, diharapkan UMKM
dapat memperoleh dukungan yang komprehensif dalam meningkatkan kemampuan, inovasi, dan
akses pasar, sehingga mampu bersaing secara sehat dalam perekonomian yang semakin dinamis.

Berikut strategi pemberdayaan wakaf terhadap UMKM yang bisa diimplementasikan


langkah-langkah nya:

A. Pendidikan dan Pelatihan: Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan untuk


UMKM yang didanai oleh dana wakaf. Kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas
dan kualitas UMKM dibidang ekonomi dapat dilakukan. dengan menekankan pada 5 aspek,
yaitu: Pertama, Pengembangan kapasitas dan karakter. Dalam program ini dilakukan kegiatan-
kegiatan pelatihan wirausaha secara komprehensif, mulai dari motivasi berusaha, manajemen
usaha, dan hal lainnya seputar kewirausahaan untuk UMKM. Kedua, Konsultasi dan
pendampingan. Setelah pelatihan, kemudian mendapatkan konsultasi dan pendampingan usaha
untuk bisa menguatkan dan meng-upgrade kapasitas serta kualitas usahanya di masa depan.
Ketiga, Organisasi. Sebagai individu ataupun kelompok usaha, UMKM sangat membutuhkan
penguatan di bidang organisasi bisnisnya. Di tahapan ini diharapkan yang berwirausaha
mampu menjalankan bisnisnya dengan aturan yang berlaku dan memiliki visi yang jelas.
Keempat, Pasar UMKM mendapatkan pengetahuan mengenai upaya membuka dan

6
Budi, S., & Yuli, C. (n.d.). OPTIMALISASI PERAN WAKAF DALAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL
DAN MENENGAH (UMKM).
7
Muhammad Kurniawan, “Wakaf Produktif Dan Pemberdayaan Ekonomi Umat,” Jurnal Asas, no. Vol 5, No 1
(2013): ASAS JURNAL HUKUM DAN EKONOMI ISLAM (2013): 43.
membangun pasar untuk produk-produk yang telah dimiliki. Kelima, Jejaring. Diharapkan
UMKM dan kelompok usaha UMKM mampu menemukan, membuat, dan menguatkan
jaringan sosial untuk usahanya.
Strategi pemberdayaan ekonomi bagi UMKM yang tidak memiliki kapasitas produktif,
tidak mempunyai keahlian (skill) dan modal sehingga mereka belum memiliki usaha, dapat
ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, Pelatihan usaha bertujuan untuk
memberikan wawasan yang luas tentang kewirausahaan secara aktual dan komprehensif
sehingga mampu memunculkan motivasi dan spirit berwirausaha. Kedua, Pemagangan.
Setelah memiliki pemahaman dan motivasi kewirausahaan, maka dibutuhkan keterampilan. Itu
bisa diperoleh melalui kegiatan magang di dunia usaha yang akan diterjuninya. Ketiga,
Penyusunan proposal. Menyusun proposal secara realistis berdasarkan pengalaman empiris
perlu dimiliki untuk mengindari penyimpangan sehingga bisa meminimalisir kerugian.
Keempat, Permodalan sangat penting untuk memulai dan mengembangkan usaha. Dalam hal
ini harus dicari lembaga keuangan yang dapat meminjami uang dengan bunga/bagi hasil
seringan mungkin. Jangan sampai keuntungan yang diperoleh habis untuk membayar utang.
Kelima, Pendampingan, berfungsi sebagai pengarah dalam melaksanakan kegiatan usahanya
sehingga mampu menguasai dan mengembangkan usahanya dengan mantap. Keenam,
Membangun jaringan bisnis. Tahapan ini sangat berguna untuk memperluas pasar sehingga
produk-produknya dapat dipasarkan ke daerah-daerah lain. Dengan jaringan ini akan
melahirkan networking bisnis umat Islam yang tangguh.
B. Akses Pembiayaan: Memfasilitasi akses pembiayaan melalui dana wakaf bagi UMKM. Hal ini
dapat dilakukan dengan membentuk lembaga keuangan mikro yang menggunakan dana wakaf
sebagai sumber pembiayaan. Pendekatan ini akan membantu UMKM untuk mendapatkan
modal usaha yang lebih mudah dan terjangkau. Salah satunya yaitu Bank Wakaf Mikro (BWM)
merupakan lembaga yang memberikan pinjaman kepada pelaku usaha mikro, penerima
pinjaman dibebaskan dari biaya administrasi dan biaya lain-lain, BWM menaungi masyarakat-
masyarakat kecil dan akan menjadi solusi akses pembiayaan yang mudah untuk masyarakat
kecil agar terbebas dari rentenir, BWM juga berfungsi sebagai wadah untuk mempersiapkan
para peminjam untuk mangakses lembaga keuangan formal. Dalam melaksanakan tugasnya
BWM tidak bekerja sendiri melainkan ada lembaga lain yang membantu dalam pelaksanaan
tugasnya yaitu Lembaga Amil Zakat Nasional atau LAZNAS. Dalam pelaksanaannya BWM
menerapkan akad mudharabah yang nantinya setelah pemberian pinjaman, BWM akan
meminta 3% dari keuntungan yang mereka dapatkan selama satu bulan, pada saat ini BWM
juga menawarkan pinjaman dengan akad qardh atau pinjaman kebaikan, pinjaman yang
dimaksud adalah para nasabah dapat meminjam tanpa harus membagi keuntungan yang
mereka dapat kepada BWM, tetapi mereka diwajibkan membayar angsuran yang jumlahnya
sudah ditentukan diawal oleh BWM sesuai jumlah pinjaman yang mereka dapat. Dalam
melakukan kegiatan usahanya tugas BWM sebagai pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, penyediaan produk pembiayaan dan pendampingan usaha, serta pemberian jasa
konsultasi pengembangan usaha pada skala usaha mikro. Dalam pelaksanaannya, dana yang
menjadi modal dasar BWM untuk pembiayaan mikro pada masyarakat kecil produktif yang
berada disekitar lingkungan pondok pesantren berasal dari dana donatur, dana donatur bisa
berasal dari para donatur semua kalangan atau koporasi. Dana donatur tersebut merupakan
dana yang dihimpun oleh Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS). Disamping itu,
LAZNAS juga memfasilitasi pendampingan manajemen ekonomi rumah tangga, serta
pendampingan agama yang dilakukan secara berkala8
C. Infrastruktur dan Teknologi: Membantu UMKM dalam meningkatkan infrastruktur dan
teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing mereka. Dana wakaf
dapat digunakan untuk membangun pusat produksi, menyediakan fasilitas produksi yang
modern, serta memperkenalkan teknologi yang relevan.
D. Pemasaran dan Promosi: Mendukung UMKM dalam memasarkan produk mereka dengan
memanfaatkan dana wakaf. Ini dapat mencakup pembentukan pusat pemasaran, peningkatan
branding, promosi melalui media sosial, dan partisipasi dalam pameran atau acara bisnis.
E. Kemitraan dan Jaringan: Membangun kemitraan dan jaringan antara UMKM dan lembaga-
lembaga terkait seperti perguruan tinggi, perusahaan besar, dan lembaga riset. Kolaborasi ini
dapat memberikan akses UMKM ke pengetahuan, sumber daya, dan pasar yang lebih luas. 9

Dampak Pengelolaan Wakaf Terhadap Umkm

8
Nurul, S., & Rifah, M. ’. (n.d.). Analisis Model Pengelolaan Wakaf Uang (Waqf Al-Nuqud) oleh Global Wakaf
ACT Kediri Sebagai Sarana Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
https://jurnalfebi.iainkediri.ac.id/index.php/proceedings

9
Ade Nur Rohim, “Optimalisasi Wakaf sebagai Instrumen Pembiayaan UMKM untuk Pengembangan Industri
Halal,” Jurnal Bimas Islam 14, no. 2 (2021): 311–44, https://doi.org/10.37302/jbi.v14i2.427.
Dampak yang dirasakan masyarakat melalui investasi dana wakaf ini cukup besar.
Masyarakat mendapatkan modal pembiayaan dan bagi hasilnya. Mereka pun mendapat binaan baik
dalam bentuk bisnis, maupun dalam bentuk mental spiritual dari kelompok binaanya untuk
melakukan usaha dan dengan cara yang halal. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah pendidikan
mental dan moral masyarakat. Di mana masyarakat dalam kelompok usaha dibina untuk
mempunyai jiwa entrepreneurship sehingga mereka yang sebelumnya mencari kehidupan dari cara
yang tidak halal, dapat meninggalkan kebiasaan tersebut dengan mencari usaha yang halal. Begitu
juga, masyarakat binaan diberikan semacam dorongan spiritual berupa dorongan untuk bekerja
padasektor-sektor yang halal. Di samping itu, mereka juga dimotivasi untuk menyisihkan sebagai
rizkinya untuk diwakafkan dan motivasi lainnya yang mengajak masyarakat kepada kebaikan.

Pengelolaan wakaf memiliki dampak yang signifikan terhadap UMKM di Indonesia. Selain
dapat mengurangi permasalahan yang dihadapi oleh golongan fakir dan miskin, wakaf juga
bertujuan untuk meningkatkan sosio-ekonomi masyarakat. Sebagai instrumen filantropi Islam,
wakaf memiliki potensi yang besar dalam memberikan dukungan kepada sektor Usaha Mikro,
Kecil, dan Menengah(UMKM). Pengelolaan wakaf untuk UMKM dapat difokuskan pada
pembiayaan mikro dan bantuan usaha. Selain itu, juga perlu memperhatikan prinsip-prinsip syariah
dalam pengelolaannya. Pengelolaan wakaf yang baik dan efektif dapat memberikan dampak
positif yang signifikan terhadap perkembangan UMKM. Artikel ini akan membahas beberapa
dampak pengelolaan wakaf bagi UMKM.

1. Modal Usaha: Salah satu dampak utama dari pengelolaan wakaf bagi UMKM adalah
penyediaan modal usaha. Wakaf dapat digunakan untuk mendirikan pusat usaha atau
menyediakan modal bagi UMKM yang membutuhkan. Dengan adanya modal yang cukup,
UMKM dapat meningkatkan kapasitas produksi, mengembangkan produk baru, atau
memperluas jangkauan pasar. Hal ini akan memberikan peluang pertumbuhan dan
keberlanjutan yang lebih baik bagi UMKM.
2. Pelatihan dan Pendidikan: Selain modal, pengelolaan wakaf juga dapat digunakan untuk
memberikan pelatihan dan pendidikan kepada pemilik UMKM. Pelatihan keterampilan,
manajemen usaha, atau pengembangan produk dapat membantu UMKM meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan mereka. Dengan demikian, UMKM dapat mengoptimalkan
operasional mereka dan meningkatkan daya saing di pasar.
3. Pengetasan kemiskinan masyarakat : Hal yang dapat dicapai melalui pemberdayaan wakaf
terhadap UMKM ini yaitu dapat meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui
pengembangan industri halal yang dapat membuka peluang bisnis baru bagi UMKM.
Pemberdayaan ini juga dapat meningkatkan akses UMKM terhadap pembiayaan yang dapat
membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas produk.
4. Mengembangkan industri halal : Wakaf dapat berkontribusi langsung dalam mengembangkan
UMKM melalui skema pembiayaan yang bertujuan untuk mengoptimalkan wakaf sebagai
instrumen pembiayaan UMKM untuk pengembangan industri halal. Wakaf juga dapat
dijadikan sebagai instrumen pembiayaan alternatif bagi UMKM yang sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah.10
5. Menciptakan lapangan kerja : Dana wakaf digunakan untuk memberikan modal usaha bagi
UMKM sehingga dapat meningkatkan produksi dan memperluas pasar, sehingga
membutuhkan tenaga kerja baru. Pengelolaan dana wakaf dilakukan dengan transparan dan
akuntabel, serta melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. 11

KESIMPULAN

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat menjadi kekuatan di dalam
pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan menjadi kekuatan di dalam
meningkatkan pendapatan. Wakaf berperan strategis memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM). Wakaf menawarkan peluang untuk membantu kelompok usaha dalam
meningkatkan pendapatan dari bagi hasil yang diperolehnya. Lebih lanjutnya tentunya pendapatan
ini memberi dampak positif bagi perubahan kehidupan ekonomi. Apalagi investasi dana wakaf
yang disalurkan diberikan dalam bentuk dana bergulir yang dijadikan modal usaha bagi
masyarakat lainnya secara berkelanjutan. Dana wakaf uang dapat diinvestasikan dan disalurkan
untuk memberdayakan masyarakat kecil melalui micro finance dan pendampingan usaha. Bantuan
keuangan mikro ini didampingi oleh tenaga pendamping yang akan memberikan konsultasi kepada
penerima kredit mikro agar dapat pengetahuan cara berusaha dan berbisnis dengan baik. Dengan

10
Ade Nur Rohim. Optimalisasi Wakaf sebagai Instrumen Pembiayaan UMKM untuk Pengembangan
Industri Halal. urnal Bimas Islam Vol 14 No. 2. 2021. Hal 315-333..
11
Abdurrasyid. (2022). Pengelolaan wakaf tunai untuk pemberdayaan UMKM di Koperasi Masjid
Sabilillah Kota Malang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya.
pemberian modal dan bantuan manajemen perlahan-lahan masyarakat miskin dapat terangkat
derajatnya melalui usaha mikro yang pada akhirnya mampu hidup layak dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

Wakaf, O., Pembiayaan, I., & Rohim, A. N. (n.d.). The Optimization of Waqf as a MSME
Financing Instrument for the Halal Industry Development. Jurnal Bimas Islam, 14(2).
Badan Wakaf Indonesia. (2021). Potensi Pemberdayaan UMKM melalui Wakaf.

Budi, S., & Yuli, C. (n.d.). OPTIMALISASI PERAN WAKAF DALAM PEMBERDAYAAN
USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM).
Muhammad Kurniawan, “Wakaf Produktif Dan Pemberdayaan Ekonomi Umat,” Jurnal Asas, no.
Vol 5, No 1 (2013): ASAS JURNAL HUKUM DAN EKONOMI ISLAM (2013): 43.

Ade Nur Rohim, “Optimalisasi Wakaf sebagai Instrumen Pembiayaan UMKM untuk
Pengembangan Industri Halal,” Jurnal Bimas Islam 14, no. 2 (2021): 311–44,
https://doi.org/10.37302/jbi.v14i2.427.

Ade Nur Rohim. Optimalisasi Wakaf sebagai Instrumen Pembiayaan UMKM untuk
Pengembangan Industri Halal. urnal Bimas Islam Vol 14 No. 2. 2021. Hal 315-333..

Abdurrasyid. (2022). Pengelolaan wakaf tunai untuk pemberdayaan UMKM di Koperasi Masjid
Sabilillah Kota Malang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya.

Abu Zahrah (1971). Mhadharat fi alWaqo. Beirut: Dar al-Fikr al-‘Arabi. Akh. Minhaji (2005).
“Nation State dan Implikasinya Terhadap Pemikiran dan Implementasi Hukum Wakaf”,
Kata Pengantar dalam Abdul Ghofur Anshori, Hukum dan Praktik Perwakafan di
Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media.

Al-Baijuri (t.t.). Hasyiyah al-Baijuri. Beirut: Dar al-Fikr, II. Ali Fikri (1938). Al-Mu’amalat
alMaliyah wa al-Adabiyah. Mesir: Mushthafa al-Babi al-Halabi.

Mulyadi Nitisusastro, Kewirausahaan & Manajemen Usaha Kecil, Alfabeta, Bandung, 2010,
hlm. 26-27.

Nurul, S., & Rifah, M. ’. (n.d.). Analisis Model Pengelolaan Wakaf Uang (Waqf Al-Nuqud) oleh
Global Wakaf ACT Kediri Sebagai Sarana Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah
(UMKM). https://jurnalfebi.iainkediri.ac.id/index.php/proceedings

Anda mungkin juga menyukai