Anda di halaman 1dari 18

ZAKAT DAN WAKAF SEBAGAI INSTRUMEN FINANSIAL ISLAMI

MAKALAH

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Pengantar Ekonomi Syariah
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Disusun oleh
kelempok 12 :

SRI DAHLIA ANDIKA (2113040128)


ANNISA LISEPTRA (2113040126)
ROLLA PURNAMA SARI (2113040145)
SRI WAHYUNI (2113040146)

Dosen Pembimbing :
Fauzi Yati, SEI.,M.E.Sy

FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
2022 M / 1444H

i
ZAKAT DAN WAKAF SEBAGAI INSTRUMEN FINANSIAL ISLAMI

1.1 Latar Belakang


Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia,potensidan
pemanfaatan zakat dan wakaf yang merupakan instrumen inklusikeuangan
Islam atau biasa disebut keuangan syariah di Indonesiamemiliki prospek
cerah. Ekonomi Islam tidak terlepas dari Zakat dan Wakaf, dua hal itu
merupakan instrumen yang potensial dalam meningkatkan
perekonomian.Zakat adalah satu-satunya rukun Islam yang secara spesifik
berbicara tentang pemberdayaan ekonomi umat. Sedangkan wakaf
merupakan salah satu akad sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan
umum.
Peran zakat adalah sangat penting dalam usaha pemberdayaan potensi
ekonomi umat. Solusi alternatif dan strategis yang ditawarkan Islam tiada
lain adalah dengan sistem Pengelolaan (distribusi dan pendayagunaan) zakat
yang produktif dan kreatif.Zakat berarti pertumbuhan, karena dengan
memberikan hak fakir miskin dan lain-lain yang terdapat dalam harta benda
kita, akan terjadilah suatu sirkulasi uang yang dalam masyarakat yang
mengakibatkan berkembangnya fungsi uang itu dalam kehidupan
perekonomian di masyarakat.Wakaf merupakan salah satu mekanisme
redistribusi kekayaan, dan mekanisme wakaf mengandung unsur investasi
dan tabungan (Saving). Selain itu, harta wakaf dapat membantu aktivitas
ekonomi sebuah Negara, baik digunakan sebagai sumber modal
pembangunan atau yang lain.Banyaknya harta benda wakaf yang ada di
masyarakat Indonesia belum mampu mengatasi masalah kemiskinan.
Wakaf merupakan salah satu sumber daya ekonomi yang telah terbukti
berperan besar dalam perekonomian.Dari zakat dan wakaf digunakan untuk
membangun Peradaban Islam pada masa kejayaan. Diantaranya dibangun
masjid lengkap dengan perpustakaan,dibangunsumur-sumur untuk
kehidupan, dibangun hotel, rumah sakit, pusat-pusat pendidikan membiayai
pembangunan wilayah Islam, memperkuat tentara dan masih banyak lagi.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Zakat dan Percepatan Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi
Islam?
2. Wakaf Sebagai Sarana Penunjang Perekonomian Islam?

1.3.Pertanyaan Penelitian
1. Zakat dan Percepatan Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi
Islam?
2. Wakaf Sebagai Sarana Penunjang Perekonomian Islam?

1.4. Pembahasan

A. Zakat dan Percepatan Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi


Islam

1) Pengertian Zakat

Secara etimologi, zakat memiliki beberapa makna yang di antaranya


adalah suci. "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu"
(QS. Asy-Syams: 9). Maksudnya adalah suci dari dosa dan kemaksiatan. Selain
itu, zakat bisa bermakna tumbuh dan berkah. Secara syar'i, zakat adalah
sedekah tertentu yang diwajibkan dalam syariah terhadap harta orang kaya
dan diberikan kepada orang yang berhak menerimanya (Al- Kaaf, 2017, 118).

Secara bahasa zakat berarti an-numu wa az-ziyadah (tumbuh dan


bertambah). Kadang-kadang dipakaikan dengan makna ath-thaharah (suci).
al-barakah (berkah). Zakat, dalam pengertian suci, adalah membersihkan
diri, jiwa, dan harta. Seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia telah
membersihkan diri dan jiwanya dari penyakit kikir, membersihkan hartanya
dari hak orang lain. Sementara itu, zakat dalam pengertian berkah adalah sisa
harta yang sudah dikeluarkan zakatnya secara kualitatif akan mendapat
berkah dan akan berkembang walaupun secara kuantitatif jumlahnya
berkurang (Rozalinda, 2015, 247).

2) Hukum Zakat

2
Agama Islam telah menyatakan dengan tegas, bahwa zakat adalah salah satu
rukun dan fardhu yang wajib ditunaikan oleh setiap Muslim yang hartanya
sudah memenuhi kriteria dan syarat tertentu. Jumhû r ulama pun sepakat,
bahwa zakat merupakan suatu kewajiban dalam agama yang tak boleh
diingkari (Ma’lum min al-Din al-Dharurah). Artinya, siapa yang mengingkari
kewajiban berzakat, maka dihukum telah kufur terhadap ajaran Islam
( Mujahidin, 2019, 68).

3) Syarat – Syarat Zakat

Nabi hijrah ke Madinah, diberlakukanlah beberapa ketentuan dan syarat


yang harus dipenuhi dalam zakat;

a. Islam

Intelektual muslim sepakat, zakat hanya diwajibkan untuk umat Islam


dan merupakan rukun Islam. Hal tersebut berlandaskan kepada hadits
Muadz bin Jabal ketika diutus ke daerah Yaman. (Al- Bukhari: jilid II). Zakat
tidak diwajibkan kepada selain muslim, karena zakat merupakan taklif maali
(kewajiban harta) dalam Islam yang diambil dari orang kaya dan diberikan
kepada fakir, miskin, ibnussabil dan yang membutuhkan lainnya. Zakat
merupakan salah satu bentuk syi'ar Islam. Malikiyah menambahkan, Islam
hanya merupakan syarat sahnya zakat, bukan syarat wajib zakat. Zakat tidak
diwajibkan kepada selain muslim, karena zakat merupakan bentuk ibadah.
Namun, bagi non-muslim bisa diwajibkan pajak sebagai pengganti zakat
dalam kerangka menanggung beban sosial masyarakat.

b. Sempurnanya Ahliyah

Sebagian ulama berpendapat, zakat diwajibkan atas harta anak kecil


dan orang gila. Namun Hanafiyah berpendapat. zakat tidak wajib atas harta
mereka kecuali hasil pertanian dan perkebunan. Perbedaan itu muncul dari
karakteristik dasar zakat itu sendiri. Sebagian berpendapat, zakat merupakan
ibadah mahdlah, sama halnya dengan shalat ataupun puasa. Karena itu, zakat

3
hanya diwajibkan kepada orang baligh dan berakal, sebab taklif (kewajiban)
ibadah tidak dapat sempurna kecuali dengan baligh dan berakal.

Seseorang tanpa memandang pemiliknya, baik mempunyai ahliyah


maupun tidak (kecakapan), dan tidak ada perbedaan bagi orang gila ataupun
rasyid (cerdas). Menurut sebagian besar ulama, pendapat ini merupakan
pendapat yang rajih (terpilih). Pendapat ini berdasarkan nash Al-Qur'an dan
Hadist yang mewajibkan zakat atas harta orang kaya secara mutlak, tidak ada
pengecualian bagi anak kecil dan orang gila Hal tersebut berdasarkan ayat di
atas dan hadistMu'adz bin Jabal.

c. Sempurnanya Kepemilikan Kepemilikanmuzakki (orang yang wajib zakat)


atas harta yang mau dizakatkan merupakan kepemilikan yang sempurna.
Dalam artian, harta tersebut tidak terdapat kepemilikan dan hak orang lain.
Dalam hal ini pemilik merupakan kepemilikan tunggal dan mempunyai
kekuasaan penuh untuk melakukan transaksi atas harta tersebut.

d. Berkembang

Harta yang merupakan obyek zakat, harus berkembang. Artinya, harta


tersebut mendatangkan income atau tambahan kepada pemiliknya, seperti
hasil pertanian, perkebunan, hewan ternak dan lain sebagainya. Rasul tidak
mewajibkan zakat atas barang yang tidak berkembang, artinya harta tersebut
tidak menambah kekayaan pemiliknya. Rasulullah bersabda: "Tidak ada
kewajiban bagi muslim atas kuda dan hambanya sebuah zakat." (Qardlawi;)

e. Nishab

Harta yang wajib dizakati harus sampai pada kadar tertentu, yang
disebut dengan nishab. Harta yang dimiliki oleh seorang muslim tidak wajib
zakat kecuali telah mencapai nishab 5 ekor, kambing 40 ekor, dan lain
sebagainya. Hikmah dari yang telah ditentukan, seperti unta harus mencapai
penentuan nishab adalah, untuk menunjukkan bahwa zakat hanya
diwajibkan kepada orang-orang yang mampu untukdiberikan kepada orang-

4
orang yang membutuhkan Rasulullah bersabda: "Tidak ada zakat kecuali
orang yang kaya."

f. Khaul

Harta zakat yang telah mencapai nishab harus dalam kepemilikan


ahlinya sampai waktu 12 bulan Qamariyah, kecuali hasil pertanian,
perkebunan, barang tambang, mad dan sejenisnya. Harta-harta tersebut tidak
disyaratkan adanya khaul. Ibnu Qudamah menjelaskan, tendensi
disyaratkannya khaul ketika harta tersebut berpotensi dalam produktivitas
(Fauzan 2004,106-108).

4) Peran zakat dalam pertumbuhan ekonomi


1. Zakat dan Pertumbuhan Ekonomi

Zakat selain mendorong investasi dan menghambat penimbunan harta


juga memberikan dorongan untuk membelanjakan hartanya untuk membeli
barang konsumsi baik itu dari pihak pembayarnya maupun dari pihak
penerimanya. Sehingga arus modal dari kedua saluran ini, yaitu investasi dan
pembelanjaan, akan menciptakan kesempatan kerja bagi jutaan orang, dan
bersamaan dengan itu, memelopori cepatnya pertumbuhan pendapatan
nasional suatu negara.

Dorongan investasi dan pembelanjaan yang ditimbulkan oleh zakat,


merupakan manfaat yang sangat besar dalam bidang ekonomi,. Tersedianya
dana untuk investasi mendorong perkembangan industri dan mempercepat
langkah pertumbuhan ekonomi; sekaligus peningkatan dalam hal konsumsi
yang lebih besar, sehingga akan menciptakan permintaan secara efektif
terhadap produk suatu industri di negara yang bersangkutan. Lebih lanjut
dikatakannya bahwa dengan pembelanjaan zakat secara hati-hati dan
bijaksana akan selalu mampu menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi

5
tanpa rasa was-was akan kekurangan permintaan maupun menurunnya
kesempatan kerja.

Secara umum dana zakat yang diterima oleh mustahik akan meningkatkan
daya belinya. Peningkatan ini akan mendorong peningkatan produksi barang
dan jasa. Peningkatan ini akan mendorong peningkatan kapasitas produksi,
yang pada akhirnya secara agregrat akan mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional (Fordeby, 2016, 397-398).

2. Beberapa peran zakat dalam perekonomian adalah :


a.Mendorong pemilik harta untuk kreatif mengelola hartanya

Jika seseorang mempunyai harta selama satu tahun dan lebih dari nishab,
maka wajib mengeluarkan zakatnya. Syarat harta yang dikenakan zakat
adalah lebih dari kebutuhan dan hutang. Bila harta diam saja tidak
diupayakan untuk dikembangkan, maka berpotensi untuk kena zakat. Namun
bila hartanya diputar untuk investasi usaha, maka harta yang dipakai untuk
investasi merupakan harta pokok yang dikurangkan dari perhitungan zakat.
Upaya ini tentu saja akan mendorong produksi sehingga perputaran uang
dimasyarakat akan meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.

b. Mendorong berbisnis yang baik dan benar

Syarat harta yang dizakati haruslah bersumber dari hasil yang baik dan
benar (halalanthoyiban). Oleh karena itu Islam memandang, harta haruslah
digunakan untuk hal-hal yang baik. Bila hartanya diperoleh dari hal yang
tidak baik, bukan saja merugikan diri sendiri (karena hartanya tidak
memenuhi syarat untuk dizakati) juga merugikan orang lain (hartanya
diinvestasikan untuk usaha yang tidak baik, misal minuman keras). Zakat
memang menjadi pembersih harta, tetapi tidak membersihkan harta yang
diperoleh secara batil. Maka hal ini akan mendorong pemilik harta untuk

6
menginvestasikan hartanya bukan sekedar apsek untung saja, namun juga
dengan memperhatikan nilai-nilai etika bisnis.

c. Mendorong mempercepat pemerataan pendapatan

Pengelolaan zakat yang baik dan alokasi yang tepat sasaran, akan
meningkatkan kepercayaan pada pengelola zakat. Peningkatan kepercayaan
ini akan mendorong semakin banyaknya masyarakatnya menyalurkan dana
zakatnya kepada mustahik melalui amil. Kondisi ini tentu akan mempercepat
pemerataan distribusi harta, pendapatan dan kekayaan. Sehingga kemiskinan
menjadi berkurang, kesenjangan semakin menurun dan kesejahteraan
semakin meningkat.

d. Mendorong tumbuh kembangnya sektor riil

Kegiatan pendistribusian zakat dalam bentuk usaha produktif akan


memberikan efek ganda dibandingkan dengan kegiatan pendistribusian
dalam bentuk konsumtif, yaitu meningkatkan pendapatan mustahik dan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara makro. Sektor moneter
walaupun asetnya tertinggi didunia, namun rapuh dan rentan pada
perubahan kondisi ekonomi. Berbeda dengan sektor riil, yang lebih tahan
pada perubahan ekonomi. Untuk itu pemberian zakat untuk membantu
mustahik yang dalam kategori pelaku UMKM, sangatlah mendorong arus
perputaran barang dan jasa pada perekonomian. Meningkatnya arus
perputaran barang dan jasa akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara
berkesinambungan.

e. Mendorong percepatan pembangunan negara

Ketidakmampuan memdapatkan akses kesehatan, pendidikan, sosial dan


ekonomi, telah melahirkan kemiskinan di suatu negara. Kesehatan dan
pendidikan adalah modal dasar agar memiliki SDM unggul. Negara punya

7
peran dan tanggungjawab untuk mensejahterakan dan membuat SDMnya
unggul. Namun masih sering dijumpai ketimpangan, tidak meratanya
pembangunan antara stu daerah dengan daerah lainnya. Zakat sebagai
instrumen redistribusi harta sangat berperan untuk mempercepat
kemudahan akses memperoleh kesehatan, pendidikan, sosial dan ekonomi.
Dengan demikian diharapkan dapat memutus rantai kemiskinan dan
mempercepat kesejahteraan rakyat (Santoso, 2021).

5) Sejarah dan Perkembangan Zakat

Sebelum Islam datang, dalam kitab agama samawi sudah ada perintah
kepada umatnya untuk memerhatikan orang miskin dengan memberikan
sebagian harta berupa sedekah. Dalam Islam, perintah untuk melaksanakan
zakat sebetulnya sudah ada sejak permulaan Islam, seiring dengan perintah
untuk melaksanakan shalat. Cuma ketika itu, ayat-ayat yang turun berkaitan
dengan zakat tidak dalam bentuk amar yang menunjukkan hukumnya wajib,
tetapi dalam bentuk kalimat biasa yang menyatakan, bahwa zakat dipandang
sebagai ciri orang yang beriman dan bertaqwa. Kadar dan ketentuan yang
berkaitan dengan zakat pada waktu itu belum diatur secara sistematis. la
hanya diserahkan kepada rasa keimanan dan kepatuhan kaum muslimin saja.
Kondisi ini terus berlanjut sampai tahun ke-2 Hijriyah atau 623 Masehi.

Pensyariatan zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang wajib


dizakatkan, nisab, dan kadar secara sistematis muncul sekitar tahun ke-2
Hijriyah. Kemudian, tahun ke-9 Hijriyah Allah menurunkan surat at-Taubah
ayat 60 yang menjelaskan tentang mustahik zakat (orang-orang yang berhak
menerima zakat), ketentuan, dan kadar zakat. Pada masa Rasulullah,
pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Rasulullah sendiri.
Kadang kala Beliau menunjuk amil (petugas) zakat. Misalnya, Umar
ibnKhatab diutus untuk memungut zakat ke negeri Yaman. Khalid ibnwalid
diutus ke Shan'a, al-Muhajir ibn Umayyah ke Kindah Zaid ibn Said ke
Hadralmaut Muaz ibn jabal ke Yaman dan lain sebagianya. Dalam

8
mendistribusikan zakat, pada masa Nabi menganut sistem desentralisasi.
Zakat yang sudah dikumpulkan didistribusikan lagi kepada para mustahik
yang berada di daerah atau desa yang berada dekat tempat pemungutan
zakat tersebut.

Setelah Nabi Muhammad wafat, pada masa Abu Bakar Shidiq. sebagian
suku bangsa Arab melakukan pembangkangan terutama di daerah Yaman
untuk membayar zakat. Abu Bakar dengan sikap tegas memerangi mereka.
Apa yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah dan Abu Bakar dalam
pengelolaan zakat dilanjutkan oleh Umar ibnKhatab. Pada masanya wilayah
dan kekuasaan Islam semakin meluas. Dalam pemungutan dan
pendisrtibuasian zakat, Umar menunjuk dua orang amil zakat untuk satiap
daerah. Fakta sejarah ini menunjukkan, bahwa pengelolalaan zakat sejak
kedatangan Islam dikelola oleh negara. Pemerintah melalui amil zakat
mempunyai tugas dan wewenang untuk memungut dan mendistribusikan
zakat.

Di Indonesia, sejak Islam datang ke Nusantara, zakat telah menjadi salah


satu sumber dana untuk kepentingan pengembangan agama Islam. Zakat pun
pada masa kolonial dahulunya menjadi salah satu sumber pendanaan
penjajah yang diambil dari bagian fi sabilillah. Ketika Belanda menjajah tanah
air, pemerintah kolonial itu mengeluarkan Bijblad Nomor 1892 tanggal 4
Agustus 1893 tentang zakat. Peraturan ini mengatur agar jangan terjadi
penyelewengan zakat oleh para pengulu atau naib yang mengelola zakat.
Namun, tahun 1905 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Bijblad No.
6200 tanggal 28 Februari 1905 yang melarang semua pegawai pemerintah
dan priyayiprubumi melaksanakan zakat. Misi deislamisasi kolonial Belanda
ini tidak lain bertujuan untuk melemahkan kekuatan rakyat yang selama ini
bersumber dari zakat.

Di zaman kemerdekaan, keinginan umat Islam Indonesia agar


pengelolaan zakat dilakukan seperti yang terjadi pada masa awal Islam, yaitu

9
bagaimana zakat ini dikelola oleh negara, sebenarnya sudah ada sejak tahun
1950. Seperti yang dikutip Muhammad Daud Ali dari tulisan Mr Jusuf
Wibisono dalam Majalah Hikmah tahun 1950, bahwa zakat perlu dimasukkan
sebagai salah satu komponen sistem perekonomian keuangan Indonesia.
Pada waktu itu, di kalangan anggota DPRS juga menginginkan agar zakat
diatur dengan peraturan perundang-undangan dan diurus langsung oleh
negara." Tahun 1967 Kementrian Agama menyusun RUU (Rancangan
Undang-undang) zakat yang diajukan ke DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong). Hasilnya diputuskan, bahwa zakat tidak perlu dalam bentuk
undang-undang, cukup dalam bentuk peraturan pemerintah saja. Atas
desakan tokoh-tokoh Islam seperti Buya Hamka, KH. Soleh Suadi, KH Abdul
Malik Abdul Kadir dan lain-lain yang kesemuanya beranggotakan sebelas
orang mengemukakan keinginan kepada Presiden RI Soeharto agar zakat
dikelola secara nasional dalam bentuk undang-undang. Namun, Presiden
Soeharto menanggapi dengan kalimat, "kewajiban zakat seiring dengan
kewajiban shalat, masa shalat juga mau diundangkan"

Pada tahun 1968 dibentuklah BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan
Shadaqah) DKI. Kemudian, pada acara peringatan IsrakMi'raj Nabi Besar
Muhammad Saw. di Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968, Presiden
memberikan himbauan kepada instansi terkait agar menyebarluaskan dan
membantu terlaksananya pengumpulan zakat secara nasional. Walaupun
zakat tidak berhasil diundangkan pada tahun itu, tetapi kebutuhan
masyarakat tetap tinggi terhadap lembaga pegelola zakat. Mulailah BAZIS
dibentuk dari tingkat nasional sampai ke kotamadya dan kabupaten. Bahkan,
perusahaan swasta dan pemerintah pun membentuk BAZIS ini. Pada era
reformasi, tahun 1999, Menteri Agama Malik Fajar atas persetujuan Presiden
BJ Habibie mengajukan RUU tentang Pengelolaan Zakat ke DPR. Pada tanggal
14 September 1999 RUU tentang pengelolaan zakat disahkan menjadi UU No.
38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dimasukkan dalam lembaran
negara tanggal 23 September 1999 ( Rozalinda, 2015, 274-277).

10
6) Hikmah dan Fungsi Zakat

Dalam ajaran Islam, zakat menempati posisi yang sangat penting.


Kewajiban zakat merupakan bukti integralitas syariah dan Artinya, Islam
datang membawa sebuah konsep kehidupan (marh al-hayah) yang
sempurna, tidak hanya memerhatikan individual belaka, tetapi juga
membawa misi sosial yang apik Sebagai salah satu rukun penyangga
tegaknya agama Islam, cendekiawan Muslim kontemporer menyebutkan
bahwa zakat merupakan bentuk nyata dari aplikasi solidaritas sosial (al-caki
al-ijtim’iy) yang nyata. Sayyid Quthb menyebutkan, setidaknya ada dua fungsi
utama yang mengindikasikan hal ini:

1. Zakat sebagai asuransi sosial (al-ta’min al-ijtima’iy) dalam masyarakat


Muslim. Nasib manusia tidak konstan pada satu kondisi saja.
Adakalanya, orang yang wajib membayar zakat pada masa tertentu
karena memiliki kekayaan yang banyak, pada masa berikutnya ia malah
termasuk orang yang berhak menerima zakat karena musibah yang
membuatnya miskin.
2. Zakat juga berfungsi sebagai jaminan sosial (al-dhanin–ijtima’iy),
karena memang ada orang-orang yang selama hidup nya belum
memiliki kesempatan mendapatkan rezeki melin pah, karena itu orang-
orang Islam lain berkewajiban membantu mencukupi kebutuhan
hidupnya.

Dalam Hikmah al-Tasyri wa Falsafatuhu, Syaikh Ali al-jurjawi


menyebutkan banyak hal yang menjadi landasan aksiologis dari kewajiban
zakat. Di antaranya: zakat merupakan ungkapan syukur kepada Allah yang
menitipkan harta, sebagai benteng dari perilaku kikir, sebagai pemenuhan
rasa keadilan dan lain sebagainya “

Perlu ditekankan, bahwa zakat bukanlah satu-satunya kewajiban yang


harus ditunaikan oleh seorang Muslim dalam hartanya. Syaikh Muhammad
al-Ghazali menyatakan, bahwa kadar yang diwajibkan dalam zakat hanyalah

11
standar minimum yang mesti dibayarkan seseorang. Karena itu, tidak benar
pendapat sebagian orang yang menyatakan, bahwa mengeluarkan sebagian
harta di luar kewajiban zakat hanya bersifat sunnah (tathawwu) belaka
Sedekah, menyantuni anak yatim umpamanya, juga merupakan kewajiban
bagi mereka-mereka yang memiliki harta dalam ukuran tertentu. Bahkan,
memuliakan tamu pun merupakan suatu kewajiban. Syaikh Al-Ghazali
menukil sebuah hadis yang menyatakan, bahwa bila seorang tamu yang
datang dari perjalanan jauh tidak mendapat pelayanan yang wajar dari tuan
rumah, maka ia berhak mengambil harta pemilik rumah tersebut sewajarnya
walau tanpa izin, Hal senada juga dikemukakan oleh Ali ‘Abd Al-Rasû l dalam
al-Mabadi’ al-Iqtishadiyyahfi al-Islam. Menurutnya, zakat adakalanya tidak
mampu menanggulangi kemiskinan pada kondisi tertentu, bahkan zakat pada
dasarnya tidak menjamin hal tersebut.

Barangkali, inilah yang menjadi rahasia mengapa di dalam Alquran, zakat


sering diwakili oleh kata al-shadaqah, haqqunma’lum dan lain sebagainya.
Karena memang makna yang terkandung di dalamnya bukan hanya mengacu
pada kewajiban zakat belaka, tetapi juga kewajiban lain seperti yang
disebutkan sebelumnya. IbnHazm bahkan terang-terangan menyatakan
bahwa hukum menyedekah kan harta-dalam bentuk zakat atau bukan-
merupakan kewajiban berdasarkan ayat-ayat yang ada. Menurut beliau,
dalam harta orang orang kaya terdapat hak-hak orang miskin hingga mereka
tercukupi kebutuhan makan mereka, pakaian untuk musim dingin, dan
tempat tinggal yang melindungi mereka di musim hujan. Sahabat Rasulullah
seperti Abu Dzar al-Ghifari pun memahami demikian (Mujahidin 2007,64-
66).

B. Wakaf Sebagai Sarana Penunjang Perekonomian Islam


1. Pengertian Wakaf

Kata "wakaf" (jamaknya: Awqaf) arti dasarnya adalah "mencegah atau


menahan." Dalam bahasa Arab, secara harfiah berarti "kurungan atau

12
penahanan." Dalam terminologi hukum Islam, kata tersebut didefinisikan
sebagai suatu tindakan penahanan dari penggunaan dan penyerahan asset di
mana seseorang dapat memanfaatkan atau menggunakan hasilnya untuk
tujuan amal, sepanjang barang tersebut masih ada. Namun, banyak dari
aliran Hanafiah memandang wakaf sebagai "mengambil sebagian dari
properti kepemilikan Allah SWT dan mendermakannya kepada orang lain."
Dalam bahasa hukum kontemporer, wakaf berarti pemberian, dilakukan atas
kehendak ahli waris, dengan satu niat memenuhi panggilan ketaqwaan.
Wakaf jugadidefinisikan sebagai harta yang disumbangkan untuk berbagai
tujuan kemanusiaan, sekali dalam selamanya, atau penyerahan asset tetap
oleh seseorang sebagai bentuk manifestasi kepatuhan terhadap agama.

Sesuai dengan definisi-definisi tersebut, kita dapat mengatakan bahwa


wakaf dapat diartikan sebagai sesuatu yang substansi (wujud aktiva)-nya
dipertahankan, sementara hasil/manfaatnya digunakan sesuai dengan
keinginan dari orang yang menyerahkan (pe-wakaf waqif). Dengan demikian,
wakaf berarti proses legal oleh seseorang yang melakukan amal nyata yang
besar (sama dengan tahbis, tasbil, atau tahrin atau tahrim(Mannan, 29-30).

2. Macam-Macam Wakaf

Wakaf dapatdibedakanmenjadibeberapaklasifikasiyaitu:

a. Wakaf berdasarkan tujuannya terdiri dari :


1) Wakaf sosial untuk kebaikan masyarakat (khairi), yaitu tujuan
wakafnya untuk kepentingan umum.
2) Wakaf keluarga ( dzurri), yaitu tujuan wakafnya untuk memberi
manfaat kepada wakif, keluarganya dan keturunannya.
3) Wakaf gabungan (musytarak), yaiti tujuan wakafnya untuk umum
dan keluarga secara bersamaan.
b. Berdasarkan batasan waktunya, wakaf terbagi menjadi dua macam:

13
1) Wakaf abadi, yaitu wakaf berbentuk barang yang bersifat
abadi seperti tanah dan bangunan atau barang bergerak
yang ditentukan oleh wakif sebagai wakaf abadi.
2) Wakaf sementara, yaitu apabila barang yang diwakafkan berupa
barang yang mudah rusak ketika dipergunakan tanpa memberi
syarat untuk mengganti bagian yang rusak.
c. Berdasarkan penggunaannya, wakaf terbagi menjadi dua mcam:
1) Wakaf langsung, yaitu wakaf yang pokok barangnya
digunakan untuk mencapai tujuannya seerti masjid untuk
shalat, sekolah untuk kegiatan belajar mengajar dan
sebagainya.
2) Wakaf produktif, wakaf yang pokok barangnya digunakan
untuk kegiatan produksi dan hasilnya diberikan sesuai
dengan tujuan wakaf (Hazami, 2016, 182-184).

3. Wakaf Sebagai Sarana Penunjang Perekonomian Islam

Berbicara tentang produktivitas dari wakaf uang dalam perspektif


ekonomi Islam, maka seharusnya pengelolaan wakaf uang yang dilakukan
oleh lembaga-lembaga wakaf haruslah mengarah pada pemenuhan
kesejahteraan masyarakat Indonesia yaitu pemenuhan kesejahteraan dalam
bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan
pengembangan usaha kecil dan menengah.

Pada prinsipnya, dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf agar
lebih produktif, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:

1. Sarana dan kegiatan ibadah


2. Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
3. Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, beasiswa
4. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau

14
5. Kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan
dengan syari’ah dan peraturan perundang-undangan.

Menurut Uswatun Hasanah, wakaf uang dikatakan produktif jika dapat


menghasilkan dana yang bermanfaat bagi kesejahteraan sosial maka benda
wakaf harus dikelola secara produktif oleh nadzir (pengelola) yang
profesional. Perlu digaris bawahi, uang tersebut tidak dapat langsung
diberikan kepada mauquf ‘alaih (penerima wakaf), tetapi nadzir harus
mengelola dan mengembangkannya terlebih dahulu secara produktif melalui
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yang harus
disampaikan kepada mauquf ‘alaih adalah hasil investasi dana wakaf,
sedangkan uang wakafnya sendiri tidak boleh berkurang sedikit pun. Karena
itu, nadzir selain memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam Pasal 10
ayat (1) Undang-undangtentang Wakaf, harus ditambah syarat-syarat lain
yang menunjang tugas dan tanggungjawabnya dalam melakukan investasi
uang yang diwakafkan.

Selain itu dalam sistem Ekonomi Islam, strategi pengelolaan yang baik
perlu diciptakan untuk mencapai tujuan di adakannya wakaf. Wakaf
hendaknya dikelola dengan baik dan diinvestasikan ke dalam berbagai jenis
investasi, sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi
masyarakat banyak. Wakaf uang sebagai instrument finansial, keuangan
sosial dan perbankan sosial, menurut M. A. Mannan memang merupakan
suatu produk baru dalam sejarah perekonomian Islam. Instrument financial
yang dikenal dalam perekonomian Islam selama ini berkisar pada
murabahah dan musyarakah. Selain itu, umat Islam mengenal konsep wakaf
sebagai sumbangan berupa asset tetap oleh seorang muslim dengan tujuan
murni ketakwaan. Munculnya gagasan wakaf uang memang mengejutkan
karena berlawanan dengan persepsi umat islam yang terbentuk bertahun-
tahun lamanya. Wakaf uang bukan merupakan asset tetap yang berbentuk

15
benda tak bergerak seperti tanah, melainkan aset lancar (Medias, 2017, 81-
82).

1.5. Kesimpulan

1. Zakat dan Percepatan Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Islam

Secara etimologi, zakat memiliki beberapa makna yang di antaranya


adalah suci.Secara syar'i, zakat adalah sedekah tertentu yang diwajibkan
dalam syariah terhadap harta orang kaya dan diberikan kepada orang yang
berhak menerimanya. Secara umum dana zakat yang diterima oleh mustahik
akan meningkatkan daya belinya. Peningkatan ini akan mendorong
peningkatan produksi barang dan jasa. Peningkatan ini akan mendorong
peningkatan kapasitas produksi, yang pada akhirnya secara agregrat akan
mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

2. Wakaf Sebagai Sarana Penunjang Perekonomian Islam

Kata "wakaf" (jamaknya: Awqaf) arti dasarnya adalah "mencegah atau


menahan."wakaf dapat diartikan sebagai sesuatu yang substansi (wujud
aktiva)-nya dipertahankan, sementara hasil/manfaatnya digunakan sesuai
dengan keinginan dari orang yang menyerahkan (pe-wakaf waqif).Selain itu
dalam sistem Ekonomi Islam, strategi pengelolaan yang baik perlu diciptakan
untuk mencapai tujuan di adakannya wakaf. Wakaf hendaknya dikelola
dengan baik dan diinvestasikan ke dalam berbagai jenis investasi, sehingga
hasilnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi masyarakat
banyak.

1.6. Daftar Pustaka

16
Al- Kaaf, Abdullah Zakiy. 2017. Ekonomi Dalam Perspektif Islam. Bandung:
CV PUSTAKA SETIA.

Fauzan, Fauzi. 2004.Ekonomi Islam ditengahKrisi ekonomi Global. Jakarta:


Bestari Buana Murni.

Fordeby. 2016. Ekonomi dan Bisnis Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Hazami, Bashlul. 2016. PERAN DAN APLIKASI WAKAF DALAM


MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN UMAT DI INDONESIA. Jurnal
Hazami, 16, 182-184. Diakses 12 September 2022, dari Universitas
Airlangga Surabaya.

Mannan. Sertifikat Wakaf Tunai. CIBER berkerjasama dengan PKTII-UI. Hal


29-30.

Medias, Fahmi. 2017.WAKAF PRODUKTIF DALAM PERSPEKTIF EKONOMI


ISLAM. Jurnal Ekonomi Islam, 4, 81-82. Diakses 13 September 2022,
dari Universitas Muhammadiyah Magelang.

Mujahidin, Akhmad. 2007. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Mujahidin, Akhmad. 2019. Ekonomi Islam. Depok: Rajawali Pers.

Rozalinda. 2015. Ekonomi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Santoso, Budi Cahyo.SE. 2021. (Dosen Universitas Riau Kepulauan dan Wakil
Ketua 3 BAZNAS Provinsi Kepulauan Riau).

17

Anda mungkin juga menyukai