Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masyarakat merupakan elemen terpenting dalam pengelolaan zakat, infaq,


sedekah dan wakaf. Karena masyarakatlah yang menjadi pihak pemberi dan
sekaligus juga penerima manfaat dari pengelolaan zakat, infaq sedekah dan wakaf.
Pemberi zakat, Infaq, sedekah dan wakaf adalah masyarakat muslim, sedangkan
penerima manfaat bisa masyarakat umum secara luas baik yang muslim maupun
non muslim.

Zakat merupakan bagian dari rukun islam yang wajib dijalankan bagi
setiap umat muslim jika di lihat dari manfaatnya, zakat merupakan ibadah yang
menyangkut hubungan antara manusia dengan sesama manusia dan hubungan
manusia dengan Allah SWT. Didalam hubungan antara sesama manusia zakat
memiliki fungsi tolong menolong dimana seseorang yang memiliki kekayaan
dapat menyisihkan sebagian hartanya untuk menolong orang lain yang sedang
membutuhkan dengan ketentuan-ketentuan tertentu. sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya, disamping
berarti mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri. (Yusuf al Qardhawi, 1998)

Zakat menurut istilah, yaitu memberikan bagian dari harta yang khusus
dengan ketentuan yang khusus, dan sebagianya pada waktu yang khusus kepada
mustahiqnya. Zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap
muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat
tertentu pula harta yang wajib dikeluarkan zakatnya itu adalah emas, perak dan
uang, barang dagangan, binatang ternak, hasil bumi,dan hasil laut serta hasil jasa
seseorang, barang tambang dan barang temuan.

Infaq berasal dari kata nafaqa yang berarti telah lewat, berlalu, habis,
mengeluarkan isi, menghasilkan miliknya atau belanja sedangkan menurut
terminologi syariat infaq beratoi mengeluarkan sebagian dari harta atau
pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran
islam. infak di keluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang
berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit.
Jika zakat diberiakan kepada mustahiq tertentu maka infaq boleh berikan kepada
siapapin juga, misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya.

Sadaqah berasal dari kata sadaqah yang berarti benar. Orang yang suka
bersadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut terminologi
syariat, pengertian sadaqah sama dengan pengertian infaq termasuk juga hukum
dan ketentuan-ketentuannya. Pengertin lain menyebutkan bahwa sadaqah adalah
pemberian kepada orang lain dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT dan diberikan kepada orang yang sangat membutuhkan tanpa mengharapkan
imbalan dari pemberian tersebut. Sadaqah tidak terbatas pada pemberian yang
bersifat materi saja, tetapi juga berupa jasa yang bermanfaat bagi orang lain.

Wakaf atau waaf berasal dari bahasa arab waqafa yang berarti menahan
atau berhenti, diam ditempat atau berdiri. Kata waqafa-waqifu-waqafan sama
artinya dengan habasa-yahbisu-tahbisan. Secara sederhana dapat pula dilkatakan
bahwa wakaf menurut bahasa berarti menahan harta, tidak dipakai oleh
pemiliknya, tidak pula diizinkan untuk dipindah kepemilikan.

Kesadaran membayar ZIS sesuai dengan ketentuan syariat, seperti nishab,


haul, serta cara mengeluarkannya secara benar (melalui amil) merupakan bentuk
dan perwujudan kepatuhan muzakki terhadap perintah zakat. Bentuk dan
perwujudan kepatuhan merupakan penggambaran dari perilaku muzakki dalam
membayar zakat, yang banyak dipengaruhi oleh tingkat keyakinan, pemahaman,
dan kecenderungan yang dimiliki oleh muzakki (Bachmid, dkk, 2012).

Guna memberikan dampak memberdayakan dan mensejahterakan


manusia, khusunya umat islam. Maka, islam memberikan kewajiban dan ajuran
untuk membayar zakat, infaq, sadaqah dan wakaf. Meskipun pada dasarnya zakat
sendiri juga merupakan bagian dari infak, hal ini dikarenakan infak tidak hanya
berkaitan dengan yang dilakukan secara wajib melainkan juga yang sunnah,
sehingga pada banyak hal ketiganya saling bergandengan dengan sebutan zakat
infak dan sadaqah. Keberadaan zakat merupakan inti ajaran islam yang sangat
mendapatkan perhatian bahkan pada awal berdirinya islam, oleh sebab itu seorang
muslim yang tidak membayar zakat diperangi sampai ditunaikan pembayaran
zakatnya. Hal ini menunjukkan bahwa zakat merupakan elemen penting dalam
kehidupan umat islam, tidak hanya dalam sudut pandang spiritual, tetapi juga
secara sosial.

Tak dapat dipungkiri bahwa zakat sangat berpotensi sebagai sebuah sarana
yang efektif untuk memberdayakan ekonomi umat. Potensi itu bila digali secara
optimal dari seluruh masyarakat Islam dan dikelola dengan baik dengan
manajemen amanah dan profesionalisme tinggi, akan mewujudkan sejumlah dana
yang besar yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dan
memberdayakan ekonomi umat. (Ritonga, 2014).

Untuk mencapai potensi zakat yang semestinya haruslah dengan


mengintegrasikan tiga komponen yaitu pemerintah, ulama, dan wajib zakat
(muzakki). Pemerintah sebagai otoritas suatu negara mempunyai peran yang
sangat penting yang dalam hal ini keterkaitannya dengan zakat. Pemerintah
mendirikan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai badan tertinggi
dalam pengelolaan zakat tingkat nasional yang diharapkan mampu
memaksimalkan perannya sebagai bagian dari amanat UU untuk menjalankan
fungsi koordinatif, konsultatif, dan informatif bagi stakeholder zakat tanah air
(Sudarsono, 2012).

Kesadaran Muslim untuk membayar zakat meningkat pesat. Badan Amil


Zakat Nasional (Baznas) melaporkan dana zakat, infak, dan sedekah yang
dikumpulkan pada 2002 berjumlah Rp68 miliar. Pertumbuhan ZIS yang
terkumpul mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini terlihat pada hasil
perolehan zakat pada 2013 sebanyak Rp 2,3 triliun, pada 2014 sebesar Rp 3,4
triliun, pada 2015 mencapai Rp 5,1 triliun, dan pada 2017 terkumpul Rp 6 trilyun.
Pada 2019, jumlah yang dikumpulkan naik menjadi Rp10,22 triliun. Dengan
demikian, rata-rata pertumbuhan pengumpulan ZIS mencapai 34,33%, jauh
melampaui rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional pada periode yang sama,
yakni hanya 5,36 persen. Sekalipun jumlahnya meningkat pesat, namun dana yang
dihimpun masih jauh dari potensi yang ada, yaitu sebesar Rp233 triliun atau baru
terkumpul 4,39 persen. Dengan demikian, ruang untuk pertumbuhan
pengumpulan dan penyaluran dana ZIS masih sangat besar.

Pemahaman konsep (fikih) zakat mengalami pergeseran, terutama terkait


dengan obyek harta zakat yang semakin beragam. Pembaharuan konsep zakat
tidak hanya terbatas pada zakat fitrah dan zakat harta secara tekstual (fikih),
seperti pertanian, peternakan, perdagangan, emas dan perak,akan tetapi
pemahamannya lebih mengarah ke berbagai profesi dan usaha dalam
perekonomian modern, seperti dokter, insinyur, pengusaha dan perusahaan. Hal
ini menyempurnakan perkembangan pemahaman nilai zakat dalam konteks
kekinian (modern) sehingga pengelolaan zakat menjadi lebih adil karena tidak
hanya petani, nelayan, peternak saja yang menjadi wajib zakat, tetapi berbagai
profesi lain asalkan memenuhi syarat wajib zakat.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan perolehan zakat,


diantaranya adalah di sahkannya UU Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat yang selanjutnya disempurnakan dengan UU Nomor 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat. Pendirian Baznas merupakan bagian dari implementasi UU
zakat tersebut. Keberadaan UU tersebut juga memungkinkan pendirian lembaga
pengelola zakat yang sekarang ini jumlahnya mencapai 81 lembaga, 26 di
antaranya berstatus nasional, termasuk LAZISNU (Lembaga Amil Zakat Infak
dan Sedekah Nahdlatul Ulama). 

Selain itu, kesadaran wajib zakat untuk menunaikan zakat tidak lepas dari
faktor harta kekayaan yang diperolehnya dari bekerja sesuai dengam syariat Islam
karena kewajiban membayar zakat diberikan kepada umat muslim yang telah
memenuhi persyaratan dalam nishab dan haul terhadap kekayaan dan
pendapatannya.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengkaji tentang
peningkatan kesadaran masyarat dalam menunaikan zakat,infak,sadaqah,dan
wakaf di desa bungkolo kecamatan barangka kabupaten muna barat.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian


ini ialah:

Bagaimana Peningkatan Kesadaran Masyarakat Dalam Menunaikan Zakat,


Infaq, Sadaqah Dan Wakaf Di Desa Bungkolo Kecamatan Barangka Kabupaten
Muna Barat?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan masalah tersebut maka yang menjadi tujuan dalam penelitian


ini yaitu:

Untuk mengetahui bagaimana peningkatan kesadaran masyarakat dalam


menunaikan Zakat, Infaq, Sadaqah Dan Wakaf Di Desa Bungkolo Kecamatan
Barangka Kabupaten Muna Barat.

D. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitisan diharapkan dapat memberikan manfaat


sebagai berikut:

Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi


bagaimana Masyarakat Desa Bungkolo Kecamatan Barangka Kabupaten Muna
Barat Dalam Menunaikan Zakat, Infaq, Sadaqah, dan Wakaf.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1.1 Pengertian Zakat.
Secara bahasa (lughah) zakat berasal dari kata zaka yang berarti suci dan
subur. Menurut terminologi syariat (istilah), zakat adalah kadar harta tertentu yang
diwajibkan Allah SWT untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak
menerimanya, dengan beberapa syarat. Zakat mengandung pengertian tumbuh dan
berkembang karena dengan zakat diharapkan harta seseorang terus tumbuh dan
bertambah, baik dalam bentuk nyata didunia maupun diakhiraat.(Akhmad
Mujahidin, 2013: 67).

Menurut Undang-Undang No. 38 tahun 1998 tentang pengelolaan zakat.


Pengertian zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang di miliki oleh orang muslim sesuai ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya. Zakat dalam istilah ekonomi zakat merupakan
tindakan pemindahan kekayaan dari golongan kaya kepada golongan tidak punya.
Zakat merupakan perintah agama yang wajib dilaksanakan oleh umat islam yang
mampu dalam melaksanakannya. Terdapat pada Al-Qur’an surah Al-Baqara,(2):
43 sebagai berikut:

‫ َوارْ َكع ُْوا َم َع الرَّا ِك ِعي َْن‬Sَ‫ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوة‬Sَ‫َواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوة‬
Artinya: Dan laksanakalah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta
orang yang rukuk.

Menurut Quthb (2004) ayat tersebut menjelaskan bahwa, merteka


menetapkan bagian tertentu bagi peminta-minta yang meminta, lalu diberi. Juga
bagian tertentu bagi siapa yang diam dan malu mereka menetapkan bagian hak
yang wajib di bayarkan dari hartanya, mereka menetapkan hak yang tiada
batasnya itu secara sukarela.
Zakat merupakan salah satu rukun islam dan perintah untuk menunaikan
zakat sama tingkatanya dengan perintah untuk melaksanakan shalat, namun dalam
praktek kehidupan bermasyarakat zakat belumlah menjadi perhatian baik dalam
pemungutan, pengelolaan, maupun pendistribusiannya. Demikian juga, dengan
infaq, sadakah, dan wakaf. Padahal shalat dan zakat adalah ibadah yang hampir
disebut dalam al Qur’an selalu beriringan. Dalam Al Qur’an seringkali kata zakat
dipakai bersamaan dengan kata shalat, yang menegaskan adanya kaitan
komplementer antara ibadah shalat dan zakat. Zakat juga dikenakan pada harta
yang berpotensi untuk dikembangkan. Zakat dalam pengertian suci adalah
membersihkan diri jiwa dan harta seseorang yang mengeluarkan zakat berarti dia
telah membersihkan diri dan jiwanya dari penyakit kikir, membersihkan hartanya
dari hak orang lain. Sementara itu zakat dalam pengertian berkah adalah sisi harta
yang sudah di keluarkan zakatnya secara kualitatif dan mendapatkan berkah dan
akan berkembang walaupun secara kuantitatif jumlahnya berkurang. (Rozalinda,
2014).

Secara terminologi, zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta


tertentu yang telah sampai nishabnya untuk orang-orang yang berhak
menerimanya. Zakat juga berarti pemindahan kepemilikan tertentu untuk orang
yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. (Wahbah al-Zuhaili,
1989: 730) (Abdurrahman al-Jazairi, 2003).

Menurut Syafrudin (2012) Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah institusi


pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat yang bergerak
bergerak dibidang dakwa, pendidikan, sosial atau kemasyarakatan umat islam,
dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. Lembaga Amil zakat sebagai
sebuah lembaga keuangan islam yang menpunyai fungsi dan peran dalam
pengelolaan zakat,infaq sadaqah dan wakaf.

Menurut Yusuf al-Qardlawi, dalam al-Qur’an kata zakat disebut sebanyak


30 kali. 27 kali diantaranya beriringan dengan shalat dalam satu ayat dan pada
satu tempat kata zakat disebutkan dalam satu konteks dengan shalat meskipun
tidak di sebutkan dalam satu ayat, yaitu pada surah al-mu’minun (23) : 1-4.
(Yusuf al-Qaradhawi, 1973) jika shalat berdimensi vertikal ketuhanan (ilahiyyah),
maka zakat merupakan ibadah yang berdimensi horizontal-kemanusiaan
(insaniyyah).

Zakat dan Macamnya Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa zakat


secara harfiah adalah bersih, meningkat, dan berkah. Sedangkan menurut
istilahnya adalah kadar sebagian harta dari harta yang memenuhi syarat minimal
(nishab) dan rentang waku satu tahun (haul) yang menjadi hak dan diberikan
kepada mustahiq (penerima zakat) (Rofiq, 2012).

Para ulama’ membagi zakat menjadi dua bagian, yaitu:


a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah, yaitu mengeluarkan 2,5 kg (3,1 liter) dari makanan pokok
(yang senilai) yang bersangkutan (setiap orang Islam besar, kecil, tua, muda
tuan dan hamba) diberikan kepada yang berhak menerimanya (mustahik).
Waktu pelaksanaannya sampai dengan pelaksanaan shalat ‘idul Fitri, dan boleh
di dahulukan (ta’jil) selama bulan ramadhan.

b. Zakat Maal (Zakat Harta)


Zakat yang wajib dikeluarkan setiap muslim yang mencakup hasil
perdagangan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil bumi, profesi, ternak,
harta temuan, emas dan perak. Masing-masing pengeluaran zakat tersebut
terdapat perhitungan pengeluarannya sendiri. Zakat diberikan kepada orang
yang berhak menerimanya. Zakat jenis ini meliputi: zakat profesi, binatang
ternak (unta, sapi, kerbau, dan kambing), emas dan perak, makanan yang
mengenyangkan dan sejenisnya, buah buahan, serta harta perniagaan.
Berikut orang-orang yang berhak menerima zakat,antara lain:
 Fakir, Orang yang sangat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan
tenaga untuk memenuhi kebutuhannya.
 Miskin, Orang yang memiliki harta, namun tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
 Amil, Orang yang diberikan tugas untuk mengumpulkan dan memberikan
zakat.
 Muallaf, Orang kafir yang baru masuk islam dan orang yang baru masuk
islam yang masih lemah imannya. Maka mereka membutuhkan bantuan
untuk menyesuaikan dirinya dengan keadaan barunya.
 Hamba sahaya, Orang yang baru mendapatkan kemerdekaan atau
kebebasan dari majikan atau tawanan orang yang tidak bertanggungjawab.
 Gharimin, Orang yang berhutang karena untuk kepentingan dirinya dan
bukan untuk maksiat, sehingga dia tidak sanggup membannya.
 Fisabilillah, Orang yang berjuang dijalan Allah SWT. Fisabilillah ini
seperti orang yang perang di zaman rasulullah dan kenabian. Pada zaman
sekarang seperti orang yang berdakwah ajaran islam, baik itu di masjid,
musholah, sekolah, maupun yang lain.
 IbnuSabil, Orang yang kehabisan harta bendanya pada saat perjalanan.

Beberapa pengetahuan tentang zakat yang harus dipahami adalah :


1.1.1 Prinsip-prinsip Zakat
Zakat mempunyai enam prinsip, yaitu:
 Prinsip keyakinan keagamaan (faith).
 Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan.
 Prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan.
 Prinsip penalaran (reason).
 Prinsip kebebasan (freedom).
 Prinsip etik (ethic) dan kewajaran.

Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar


zakat meyakini bahwa pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi
keyakinan agamanya, sehingga kalau orang yang bersangkutan belum
menunaikan zakatnya, belum merasa sempuma ibadahnya. Prinsip pemerataan
dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat, yaitu membagi lebih
adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia. Prinsip
produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus
dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Hasil
(produksi) tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui jangka waktu satu
tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu (Djuanda,
2006).

1.1.2 Tujuan Zakat


Yang dimaksud dengan tujuan zakat, dalam hubungan ini, adalah sasaran
praktisnya. Tujuan tersebut adalah:
 Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan
hidup serta penderitaan;
 Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para mustahiq
(penerima zakat).
 Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama muslim dan
manusia pada umumnya.
 Menghilangkan sifat kikir atau serakah para pemilik harta.
 Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial) dari hati orang-
orang miskin.
 Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
dalam suatu masyarakat.
 Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama
pada mereka yang mempunyai harta.
 Mendidik manusia untuk berdisplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.
 Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial.

1.1.3 Manfaat Zakat


Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung manfaat yang
demikian besar dan mulia, baik yang berkaitan dengan orang yang berzakat
(muzakki), penerimanya (mustahiq), harta yang dikeluarkan zakatnya, maupun
bagi masyarakat keseluruhan. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut:
 Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah Swt.
 Karena zakat merupakan hak mustahik, zakat berfungsi untuk menolong,
membantu dan membina mereka, terutama fakir miskin, ke arah kehidupan
yang lebih baik.
 Zakat sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana.
 Zakat untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor,tetapi mengeluarkan bagian dari
hak orang lain dari harta kita yang kita usahakan dengan baik danbenar.
 Indikator utama ketundukkan seseorang terhadap ajaran Islam.

1.1.4 Dasar Hukum Zakat


Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dijalankan, dan
dinyatakan dalam Al-Quran secara bersamaan dengan shalat sebanyak 82 ayat.
Pada masa permulaan Islam di Mekkah, kewajiban zakat ini masih bersifat
global dan belum ada ketentuan mengenai jenis dan kadar (ukuran) harta yang
wajib dizakati.

1.2 Pengertian Infaq


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, infaq berarti pemberian
(sumbangan) harta dan sebagainya (selain zakat wajib) untuk kebaikan kata infak
berarti mendermakan harta yang diberikan ALLAH SWT, atau menafkahkan
sesuatu pada orang lain semata-mata mengharap ridha Allah swt. Dengan
demikian infaq merupakan bentuk pentasarrufan harta sesuai dengan tuntutan
syariat infaq tidak memiliki nisab, sehingga infaq dapat dikeluarkan oleh orang-
orang yang pendapatannya tinggi atau rendah, dalam kondisi berlimpah atau
dalam kesulitan. Abdad (dalam burhan, 2016).
Oleh karena itu Infaq berbeda dengan zakat, infaq tidak mengenal nisab
atau jumlah harta yang ditentukan secara hukum. Infaq tidak harus diberikan
kepada mustahik tertentu, melainkan kepada siapapun misalnya orang tua,
kerabat, anak yatim, orang miskin, atau orang-orang yang sedang dalam
perjalanan. Dengan demikian pengertian infaq adalah pengeluaran suka rela
menentukan jenis harta, berapa jumlah yang sebaiknya diserahkan. setiap kali ia
memperoleh rizki, sebanyak yang ia kehendakinya. Dari definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa infaq bisa diberikan kepada siapa saja artinya mengeluarkan
harta untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut islilah syari'at, infaq adalah
mengeluarkan sebagian harta yang diperintahkan dalam islam untuk kepentingan
umum dan juga bisa diberikan kepada sahabat terdekat, kedua orang tua, dan
kerabat-kerabat terdekat lainnya. Terkait dengan infaq ini Rasulullah SAW
bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim ada malaikat yang
senantiasa berdo‘a setiap pagi dan sore : “Ya Allah SWT berilah orang yang
berinfaq, gantinya. Dan berkata yang lain : “Ya Allah jadikanlah orang yang
menahan infaq, kehancuran”. (Al Zuhaili, Wahbah, al Fiqh al Islam wa
Adillatuhu, Juz II, Damaskus, 1996).
Kata Infaq digunakan tidak hanya menyangkut sesuatu yang wajib, tetapi
mencakup segala macam pengeluaran/ nafkah. Bahkan, kata itu digunakan untuk
pengeluaran yang tidak ikhlas sekalipun. (An Nawawi, Sahih Muslim bi Syarhi
An Nawawi, Juz VII, Beirut, 1982 : 32). Firman Allah dalam QS al-Baqarah (2) :
262 dan 265 serta QS al-Anfal (8) : 36 dan al-Taubah (9) : 54).

Menurut pengertian umum infaq adalah shorful mal ilal hajah yang artinya
mengatur atau mengeluarkan harta untuk memenuhi keperluan. Keperluan yaitu
mengeluarkan harta dalam kebaikan yang diridhoi Allah SWT (wawan, 2011),
infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman baik penghasilan rendah, baik
disaat sempit ataupun lapang.Sedangkan pengertian Infaq menurut etimologi
adalah pemberian harta benda kepada orang lain yang akan habis atau hilang dan
terputus dari pemilikan orang yang memberi. Dengan kata lain, sesuatu yang
beralih ke tangan orang lain akan menjadi milik orang lain. Secara terminologi,
pengertian infaq memiliki beberapa batasan, sebagai berikut : Infaq adalah
mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan, penghasilan untuk suatu
kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.Infaq berarti mengeluarkan sebagian
harta untuk kepentingan kemanusiaan sesuai dengan ajaran Islam.
Kata infaq adalah kata serapan dari bahasa Arab: al-infâq. Kata al-infâq
adalah mashdar (gerund) dari kata anfaqa–yunfiqu–infâq[an]. Kata anfaqa sendiri
merupakan kata bentukan; asalnya nafaqa–yanfuqu–nafâq[an] yang artinya:
nafada (habis), faniya (hilang/lenyap), berkurang, qalla (sedikit), dzahaba (pergi),
kharaja (keluar). Karena itu, kata al-infâq secara bahasa bisa berarti infâd
(menghabiskan), ifnâ‟ (pelenyapan/pemunahan), taqlîl (pengurangan), idzhâb
(menyingkirkan) atau ikhrâj (pengeluaran). (Zallum, Abdul Qadim, al Amwal fi
Dawlatil Khilafah, Beirut : 1983).

Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy bahwa infak adalah menafkahkan atau


membelanjakan sebagian harta ketika ada hal-hal yang mengharuskan kita
menafkahkan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan. Dalam Q.S Al-Hadid
Ayat 11 menjelaskan bahwa. Dalam Q.S Al-Hadid Ayat 11 menjelaskan bahwa

ٰ ‫َم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق ِرضُ هّٰللا َ قَرْ ضًا َح َسنًا فَي‬
‫ُض ِعفَهٗ لَهٗ َولَهٗ ٓ اَجْ ٌر َك ِر ْي ٌم‬
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik,
Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan Dia
akan memperoleh pahala yang banyak.” (Q.S AlHadid:11)

1.2.1 Dasar Hukum Infaq


a. Dasar Hukum Infaq menurut Hukum Islam.
Hukum Islam telah memberikan panduan kepada kita dalam berinfaq atau
membelanjakan harta. Allah dalam banyak ayat dan Rasul SAW. dalam banyak
hadis telah memerintahkan kita agar menginfaqkan (membelanjakan) harta yang
kita miliki. Allah juga memerintahkan agar seseorang membelanjakan harta untuk
dirinya sendiri (QS atTaghabun: 16) serta untuk menafkahi istri dan keluarga
menurut kemampuannya (QS ath-Thalaq:7). Dalam membelanjakan harta itu
hendaklah yang dibelanjakan adalah harta yang baik, bukan yang buruk,
khususnya dalam menunaikan infaq (QS al-Baqarah [2] : 267). (Ibnu Katsir,
Tafsir al Qur‘an al Azhim, Juz II, Beirut, 1989).
Ibn Abbas, Mujahid, Qatadah, Ibn al-Juraij dan kebanyakan mufassir
menafsirkan isrâf (foyafoya) sebagi tindakan membelanjakan harta di dalam
kemaksiatan meski hanya sedikit. Isrâf itu disamakan dengan tabdzîr (boros).
Menurut Ibn Abbas, Ibn Maskud dan jumhur mafassirin, tabdzîr adalah
menginfaqkan harta tidak pada tempatnya. Ibn al-Jauzi dalam Zâd al-Masîr
mengatakan, Mujahid berkata, Andai seseorang menginfaqkan seluruh hartanya di
dalam kebenaran, ia tidak berlaku tabdzîr. Sebaliknya, andai ia menginfaqkan satu
mud saja di luar kebenaran, maka ia telah berlaku tabdzîr.

Jadi, yang dilarang adalah isrâf dan tabdzîr, yaitu infaq dalam kemaksiatan
atau infaq yang haram. Infaq yang diperintahkan adalah infaq yang qawâm, yaitu
infaq pada tempatnya (infaq yang sesuai dengan ketentuan syariah dalam rangka
ketaatan kepada Allah) atau infaq yang halal. Infaq yang demikian terdiri dari
infaq wajib, infaq sunnah dan infaq mubah. Infaq wajib dapat dibagi menjadi
beberapa yaitu yang pertama, infaq atas diri sendiri, keluarga dan orang-orang
yang nafkahnya menjadi tanggungan, yang kedua zakat, yang ketiga infaq di
dalam jihad. Infaq sunnah merupakan infaq dalam rangka hubungan kekerabatan,
membantu teman, memberi makan orang yang lapar, dan semua bentuk sedekah
lainnya. Sedekah adalah semua bentuk infaq dalam rangka atau dengan niat ber-
taqarrub kepada Allah, yakni semata-mata mengharap pahala dari Allah Swt.
Adapun infaq mubah adalah semua infaq halal yang di dalamnya tidak terdapat
maksud mendekatkan diri kepada Allah.(Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islamy
Wa Adillatuhu, Jilid I, Beirut, 1984).

Infaq secara hukum terbagi menjadi empat macam antara lain sebagai
berikut :
 Infaq Mubah yaitu mengeluarkan harta untuk perkara mubah seperti
berdagang, bercocok tanam.
 Infaq Wajib yaitu mengeluarkan harta untuk perkara wajib seperti membayar
mahar (maskawin), menafkahi istri, menafkahi istri yang ditalak dan masih
dalam keadaan iddah.
 Infaq Haram yaitu mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh
Allah yaitu : Infaqnya orang kafir untuk menghalangi syiar Islam,
sebagaimana diatur dalam al Qur‘an Surat al Anfal ayat 36 : “Sesungguhnya
orang-orang yang kafir menafkahkan harta mereka untuk menghalangi
(orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian
menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam
Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan.”
 Infaq Sunnah yaitu mengeluarkan harta dengan niat sadaqah.

Dalam setiap perbuatan hukum terdapat unsur-unsur yang harus dipenuhi


agar perbuatan tersebut bisa dikatakan sah. Begitu pula dengan infaq unsur-unsur
tersebut harus dipenuhi. Unsur-unsur tersebut yaitu disebut rukun, yang mana
infaq dapat dikatakan sah apabila terpenuhi rukun-rukunnya, dan masing-masing
rukun tersebut memerlukan syarat yang harus terpenuhi juga. Dalam infaq
memiliki tiga rukun, yaitu :
 Penginfaq, yaitu orang yang berinfaq, penginfaq tersebut harus memenuhi
syarat sebagai berikut :
 Penginfaq memiliki apa yang diinfaqkan.
 Penginfaq bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
 Penginfaq itu oarang dewasa, bukan anak yang kurang kemampuannya.
 Penginfaq itu tidak dipaksa, sebab infaq itu akad yang mensyaratkan
keridhaan dalam keabsahannya.
 Orang yang diberi infaq, yaitu orang yang menerima infaq dari
 Penginfaq, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
 Benar-benar ada waktu diberi infaq. Bila benar-benar tidak ada, atau
diperkirakanadanya, misalnya dalam bentuk janin maka infaq tidak ada.
 Dewasa atau baligh maksudnya apabila orang yang diberi infaq itu ada di
waktu pemberian infaq, akan tetapi ia masih kecil atau gila, maka infaq itu
diambil oleh walinya, pemeliharaannya, atau orang yang mendidiknya,
sekalipun dia orang asing.
 Sesuatu yang diinfaqkan, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
 Benar-benar ada.
 Harta yang bernilai.
 Dapat dimiliki zatnya, yakni bahwa yang diinfaqkan adalah apa yang
biasanya dimiliki, diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat
berpindah tangan. Maka tidak sah menginfaqkan air di sungai, ikan di laut,
burung di udara.
 Tidak berhubungan dengan tempat milik penginfaq, seperti menginfaqkan
tanaman, pohon atau bangunan tanpa tanahnya. Akan tetapi yang
diinfaqkan itu wajib dipisahkan dan diserahkan kepada yang diberi infaq
sehingga menjadi milik baginya.
1.2.2 Peranan Infaq dalam masyarakat
Istilah lain yang sering digunakan dalam hal membelanjakan harta adalah
infaq. Ditinjau dari definisi, infak adalah mengorbankan sejumlah materi tertentu
bagi orang-orang yang membutuhkan. Infaq adalah pemberian untuk keperluan
perjuangan di jalan Allah SWT, seperti pemberian untuk keperluan dakwah,
belajar, pembangunan dan pemeliharaan masjid, pembangunan sekolah dan
sebagainya. Dengan demikian, infaq terlepas dari ketentuan ataupun besarnya
ukuran, tetapi tergantung kepada kerelaan masing-masing, sehingga, kewajiban
memberikan infaq tidak hanya tergantung pada mereka yang kaya saja, tetapi juga
ditujukan kepada siapapun yang mempunyai kelebihan dari kebutuhannya
seharihari.
Adapun infak yaitu mengeluarkan atau membelanjakan harta yang
mencakup zakat dan non-zakat. Infak ada yang wajib ada yang sunnah. Infak
wajib diantaranya kafarat, nadzar, zakat dan lain-lain. Infak sunnah diantaranya
infak kepada fakir miskin sesama muslim, infak bencana alam dan lain-lain. Peran
penting infaq dalam masyarakat antara lain sebagai berikut:
 Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu'afa.
 Pilar amal jama'i antara aghniya dengan para mujahid dan da'i yang berjuang
dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT.
 Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.
 Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
 Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah SWT berikan Untuk
pengembangan potensi ummat.
 Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam.

1.3 Pengertian Sedekah


Sedekah berasal dari kata sedekah yang berarti benar. Orang yang suka
bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Adapun secara
terminologi syariat sedekah makna asalnya adalah tahqiqu syai‟in bisyai‟i, atau
menetapkan/menerapkan sesuatu pada sesuatu.Sikapnya sukarela dan tidak terikat
pada syarat-syarat tertentu dalam pengeluarannya baik mengenai jumlah, waktu
dan kadarnya. Atau pemberian sukarela yang dilakukan oleh seseorang kepada
orang lain, terutama kepada orang-orang miskin setiap kesempatan terbuka yang
tidak ditentukan jenis, jumlah maupun waktunya, sedekah tidak terbatas pada
pemberian yang bersifat material saja tetapi juga dapat berupa jasa yang
bermanfaat bagi orang lain.

Bahkan senyum yang dilakukan dengan ikhlas untuk menyenangkan orang


lain termasuk kategori sedekah. Shadaqoh mempunyai cakupan yang sangat luas
dan digunakan Al-Qur‟an untuk mencakup segala jenis sumbangan. Sedekah ialah
segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah, waktu dan juga yang
tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk non materi, misalnya
menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang buta, memberikan
senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya (Kalimana, 2017).

Istilah sedekah berasal dari bahasa arab shadaqah. Di dalam Al Munjid kata
shadaqah diartikan yang niatnya mendapatkan pahala dari Allah, bukan sebagai
pengohrmatan. Secara umum dapat diartikan bahwa, sedekah adalah pemberian
dari seorang muslim secara sukarela tanpa dibatasi waktu danjumlah (haul dan
nisbah) sebagai kebaikan dengan mengharap ridho Allah. Selain itu sedekah juga
berarti mendermakan sesuatu kepada orang lain.
Pengertian sedekah sama dengan pengertian infaq, termasuk juga hukum
dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja shadaqoh mempunyai makna yang lebih
luas lagi dibanding infaq. Jika infaq berkaitan dengan materi, sedekah memiliki
arti lebih luas, menyangkut juga hal yang bersifat nonmaterial (Bank Indonesia :
2016). Dalam hadist Rasulullah memberi jawaban kepada orang-orang miskin
yang cemburu terhadap orang kaya yang banyak bersedekah dengan hartanya,
beliau bersabda yang artinya : “Setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir
sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap amar ma‟ruf adalah sedekah, nahi munkar
sedekah dan menyalurkan syahwatnya kepada istri sedekah”. (HR. Muslim).

Shadaqah (sedekah) pada prinsipnya sama dengan infak, hanya saya ia


memiliki pengerian yang lebih luas. Shadaqah (sedekah) dapat berupa bacaan
tahmid, takbir, tahlil, istighfar, maupun bacaan-bacaan kalimah thayyibah lainnya.
Demikian juga sedekah dapat berupa pemberian benda atau uang, bantuan tenaga
atau jasa, serta menahan diri untuk tidak berbuat kejahatan. Adapun infak,
tidaklah demikian. Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa infak
dikeluarkan pada saat sesorang menerima rezeki sedangkan sedekah lebih luas
dan lebih umum lagi tidak ditentukan jenisnya, jumlahnya, waktu penyerahan,
serta peruntukkannya. (Padulullah, TT).

Infak dan sedekah di dalamnya terdapat perbedaan makna yang terletak


pada bendanya. Kalau infak berkaitan dengan amal yang bersifat material saja,
sedangkan sedekah berkitan dengan amal baik yang wujudnya material maupun
non-material, seperti dalam bentuk pemberian benda, uang, tenaga atau jasa,
menahan diri tidak berbuat kejahatan, mengucap takbir, tahmid bahkan yang
paling sederhana adalah tersenyum kepada orang lain dengan ikhlas. (Makhalul,
2002: 69). Istilah sedekah punya kemiripan makna dengan istilah infak di atas,
tetapi lebih spesifik. Sedekah adalah membelanjakan harta atau mengeluarkan
dana dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah, yaitu maksudnya adalah
ibadah atau amal shalih.
Adapun jenis-jenis sedekah yang hukumnya sunnah, namun tetap
mendatangkan pahala besar seperti ketika seorang memberikan hartanya kepada
anak yatim atau untuk membangun masjid, mengisi kotak amal yang lewat atau
untuk kepentingan pembangunan mushalla, pesantren, perpustakaan, atau
memberi beasiswa semua itu adalah sedekah yang hukumnya bukan wajib.
Sedangkan sedekah yang hukumnya sunnah adalah ketika seseorang mewakafkan
hartanya di jalan Allah bisa disebut dengan sedekah juga padahal wakaf itu
spesifik sekali dan berbeda karakternya dengan kebanyakan sedekah yang lain.
Namun, wakaf memang bagian dari sedekah dan hukumnya sunnah. Menyerahkan
tanah wakaf untuk dikelola dengan baik dan selalu memberi manfaat yang terus
dipetik, termasuk ke dalam jenis sedekah, namun hukumnya sunnah.

Perbedaan antara infak dan sedekah terletak pada niat dan tujuannya dimana
sedekah itu sudah lebih jelas dan spesifik bahwa harta itu dikeluarkan dalam
rangka ibadah atau mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan infak, ada yang
sifatnya ibadah (mendekatkan diri kepada Allah) dan juga termasuk yang bukan
ibadah, bahkan ada yang di jalan yang haram. (Sarwat, 2011: 33).

Sedekah selain dalam bentuk harta dapat juga berupa sumbangan tenaga
atau pemikiran dan bahkan sekedar senyum. Sedangkan infak tidak bisa dengan
non materi, maka infak tidak boleh dengan senyuman dan pemikiran. (Mawardi,
2007: 120-121. sedekah merupakan sumbangan yang termotivasi secara
sepenuhnya dari keinginan pribadi. Sedekah dapat bermakna infak, zakat dan
kebaikan non materi. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah Saw. Menegaskan
bahwa setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir sedekah, setiap tahmid sedekah,
setiap tahlil sedekah, amar ma’ruf sedekah, nahi munkar sedekah dan
menyalurkan syahwatnya pada istri juga sedekah. (Muhammad, 2007: 154).

1.3.1 Dasar Hukum Sedekah


Sedekah adalah pengeluaran sukarela yang dilakukan seseorang setiap kali
ia memperoleh rezeki sebanyak yang dikehendakin sendiri. Dalam tinjaua hukum
sedekah bisa dihukum wajib ketika berbentuk: Zakat, Nafkah dan Nadzar,
sedangkan berkekuatan hukum sunnah ketika: Hadiah, Hibah, Wakaf, Ujrah,
Sewa, Barter, Hutang dll. Sedekah sunnah dapat dilakukan kapan saja. Saat
mereka lapang atau atau ada tuntutan sosial untuk melakukannya dan termasuk
salah satu dari jalan yang Allah perintahkan kepada umat islam. Akan tetapi,
khusus untuk sedekah terhadap fakir miskin. Rasulullah Saw sangat menekankan
pada saat bulan ramadhan, hal ini sangat logis karena tidak sedikit kalangan
mereka yang tidak dapat melaksanakan kewajiban ibadahnya di bulan ramadhan
disebab harus bekerja kerja yang memeras tenaga. Sedekah dibolehkan pada
waktu dan disunahkan berdasarkan Al-Qur‟an dan As-Sunah, diantaranya:
 Dalam Al-Qur’an yang artinya ‘Barang siapa yang mau memberi pinjaman
kepada Allah Swt, pinjaman yang baik ( menafkahkan hartanya di jalan Allah),
maka Allah Swt akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat
gandakan (QS.Al-Baqarah:245).
 Dalam As-Sunnah yang hadistnya “Barang siapa yang memberi orang lapar,
Allah Swt akan memberinya makan dari buah-buahan surga. Barang siapa
memberi minum orang dahaga, Allah Swt Maha Tinggi akan memberinya
minum pada hari kiamat dengan wangi-wangian yang dicap. Barang siapa yang
memberi pakaian surga yang berwarna hijau.”(HR.Abu Dawud dan Tirmidzi).

1.3.2 Jenis Sedekah


Sedekah dengan harga contohnya : Uang, tanah, rumah, dan harta benda
lainnya. Sedekah harta contohnya :
 Amar Makruf,
 Tahmid, tahlil, takbir.
 Mengucapkan Salam.
 Mengajarkan Ilmu.
 Menyingkirkan aral rintang dari jalan.
 Berkata baik.

1.3.3 Adab Bersedekah


Adab bersedekah antara lain:
a) Berasal dari usaha yang Halal Allah Swt berfirman dalam AlQur’an yang
artinya sebagai berikut “ wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagai dari hasil usahamu yang baik-baik. “ QS. Al-Baqarah (2) :
267).

‫ت َما َك َس ْبتُ ْم َو ِم َّمٓا َأ ْخ َرجْ نَا‬ ۟ ُ‫ين َءامنُ ٓو ۟ا َأنفِق‬ ٓ


ِ َ‫وا ِمن طَيِّ ٰب‬ َ َ ‫ٰيََأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
‫ون َولَ ْستُم‬ َ ُ‫يث ِم ْنهُ تُنفِق‬ َ ِ‫وا ْٱل َخب‬ ۟ ‫لَ ُكم ِّم َن ٱَأْلرْ ض ۖ َواَل تَيَ َّم ُم‬
ِ
‫ُوا فِي ِه ۚ َوٱ ْعلَ ُم ٓو ۟ا َأ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّى َح ِمي ٌد‬
۟ ‫اخ ِذي ِه ٓاَّل َأن تُ ْغ ِمض‬
‫بِـَٔ ِ ِإ‬
Arab-Latin: Yā ayyuhallażīna āmanū anfiqụ min ṭayyibāti mā kasabtum wa
mimmā akhrajnā lakum minal-arḍ, wa lā tayammamul-khabīṡa min-hu tunfiqụna
wa lastum bi`ākhiżīhi illā an tugmiḍụ fīh, wa'lamū annallāha ganiyyun ḥamīd

b) Ikhlas untuk mencari Rida Allah Nabi Saw, bersabda “ Sesungguhnya semua
amal itu tergantung niat, dan setiap orang akan menerima pahala sesuai yang
ia niatkan. “(HR. Bukhari Muslim).
c) Merahasiakan Sedekah Allah SWT berfirman Al-Qur‟an yang artinya sebagai
berikut. “ jika kamu menampakan sedekahmu maka itu adalah baik sekali, dan
jika kamu menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah
akanmenghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu dan
Allahmengetahuinya apa yang kamu kerjakan. “(QS. Al-Baqarah (2):271)

‫ َر ۤا َء‬Sَ‫ا ْالفُق‬SSَ‫ا َوتُْؤ تُ ْوه‬SSَ‫ت فَنِ ِع َّما ِه ۚ َي َواِ ْن تُ ْخفُ ْوه‬ ِ ‫ َد ٰق‬S‫الص‬
َّ ‫اِ ْن تُ ْب ُدوا‬
‫و َن‬Sْ Sُ‫ا تَ ْع َمل‬SS‫ي ِّٰاتِ ُك ْم ۗ َوهّٰللا ُ بِ َم‬S ‫ ٌر لَّ ُك ْم ۗ َويُ َكفِّ ُر َع ْن ُك ْم ِّم ْن َس‬S ‫ َو َخ ْي‬S ُ‫فَه‬
‫َخبِ ْي ٌر‬
d) Tidak memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak. Allah
SWT Berfirman dalam Al-Qur‟an yang artinya sebagai berikut “Dan
janganlah kamu memberikan (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
lebih banyak”(QS.AlMuddatstsir(74).
e) Memberi sedekah kepada orang yang lebih dekat dan paling membutuhkan.
Nabi Saw bersabda“ Sedekah yang diberikan kepada orang miskin (bernilai)
satu sedekah, dan apabila sedekah itu diberikan kepada kerabat maka yakni
sedekah dan menyambung kekerabatan. “(HR MUSLIM).
1.3.4 Pahala dan Keutamaan Sedekah
Pahala dan keutamaan dalam bersedekah antara lain:
a) Sedekah adalah pencuci dan pembersih Allah SWT berfirman dalam Al-
Qur‟an yang artinya sebagai berikut. “ Ambilah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itukan membersikan dan menyucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman
jiwa bagi mereka dan Allah maha Mendengar lagi maha mengetahui. (QS. At-
Taubah (9).
b) Sedekah ialah bentuk ketundukan kepada perintah Allah dan Rasulnya, Allah
Swt berfirman dalam Al-Qur‟an yang artinya sebagai berikut : “ katakanlah
kepda hamba-hambaku yang beriman. Hendaklah mereka mendirikan
salat,menafkahi sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka secara
sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada
hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. (QS Ibrahim (14).
1.3.5 Manfaat Sedekah Bagi Pribadi
Manfaat yang akan diperoleh dalam bersedekah antara lain:
a) Mendahulukan apa yang dicintai Allah atas kecintaan pada harta.
b) Sebagai bukti keimanan.
c) Menumbuhkan akhlak yang baik dan amal utama yang saleh.
d) Melemahkan rasa iri, dengki, dan marah.
e) Sebagai obat.
f) Menyifati diri dengan sifat mulia.
g) Menjadi sebab tertolaknya bala dan tertolaknya segala penyakit.
h) Sebagai latihan berkorban dan berderma.
i) Sebagai untuk meraih kecintaan.
j) Sebagai sarana meraih keberuntungan.

1.4 Pengertian Wakaf


Secara etimologi, wakaf didalam bahasa Arab berarti habs yang artinya
menahan, mencegah, berhenti atau diam ditempat atau tetap berdiri ata penahanan.
Menurut Abu Aunillah, wakaf ialah menahan, mengekang atau menghentikan
harta dan memberikan manfaatnya dijalan Allah SWT. Hal tersebut dilakukan
untuk memindahkanmilikpribadi menjadi suatu badan atau yayasan yang
memberikan manfaat bagi masyarakat dengan tujuan mendapatkan kebaikan dan
ridha Allah SWT. Para ahli fiqih berbeda dalam mendefinisikan wakaf menurut
istilah, sehingga mereka berbeda pula dalam memandang hakikat wakaf itu
sendiri. Berbagai pandangan tentang wakaf menurut istilah sebagai berikut:
1) Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif
dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebajikan. Berdasarkan
definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif, bahkan ia
dibenarkan menarik kembali dan ia boleh menjualnya. Jika si wakif wafat,
harta tersebut menjadi harta warisan buat ahli warisnya. Jadi yang timbul dari
wakaf hanyalah “ menyumbangkan manfaat”, karena itu mazhab Hanafi
mendefinisikan wakaf adalah : “ tidak melakukan suatu tindakan atas suatu
benda, yang berstatus tetap sebagai hak milik dengan menyedekahkan
manfaatnya kepada suatu pihak kebajikan (sosial), baik sekarang maupun akan
datang.
2) Mazhab Maliki
Mazhab Maliki berpendapat bahwa wakaf itu tidak melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan namun wakaf tersebut mencegah wakif
melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikan atas harta tersebut
kepada yang lain. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari
penggunaan secara pemilikan, tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya
untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang
benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan itu berlaku untuk suatu
masa tertentu dan karenanya tidak boleh diisyaratkan sebagai wakaf kekal
(selamanya).
3) Mazhab Syafi’i dan Ahmad bin Hambal
Syafi’i dan ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang
diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan.
Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti
perlakuan pemilik dengan cara memindahkan kepemilikannya kepada yang
lain., baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wafat, harta yang diwakafkan
tersebut tidak dapat diwarisi oleh ahli warisnya. Wakif menyalurkan manfaat
harta yang diwakafkan tersebut kepada mauquf a’laih sebagai sedekah yang
mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangan tersebut.

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dirumuskan,


bahwa wakaf adalah perbuatan hukum waqif untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau
jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum menurut syari’ah.8 Undang-undang ini tampaknya
mencoba untuk menggabungkan pendapat-pendapat ulama fikih klasik tentang
wakaf. Namun pasal ini mempunyai kelemahan. Penggabungan pendapat ulama
dalam Pasal 1 dikhawatirkan berakibat pada status wakaf menjadi tidak jelas
karena memiliki dua opsi yaitu untuk selamanya atau sementara.

Dengan demikian, wakaf adalah menahan harta atau menjadikan harta lebih
bermanfaat bagi kepentingan umum sesuai syari’ah. Wakaf juga dapat diartikan
sebagai pemberian benda yang tahan lama kepada penerima wakaf untuk
kepentingan masyarakat yang hanya dapat diambil manfaatnya

1.4.1 Macam-macam Wakaf


Bila ditinjau dari segi peruntukan ditujukan kepada siapa wakaf itu, maka
wakaf dibagi menjadi 2 macam:
a) Wakaf Ahli, yaitu wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang
atau lebih, keluarga si wakif atau bukan. Wakaf seperti ini juga disebut wakaf
Dzurri. Pada perkembangan selanjutnya wakaf dzurri ini dianggap kurang
dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan umum, karena sering
menimbulkan kekaburan dalam pengelolaan dan pemanfaatan wakaf itu oleh
keluarga yang diserahi harta wakaf ini. Lebih-lebih kalau keturunan keluarga
tersebut berlangsung kepada anak cucunya
b) Wakaf Khairi, yaitu wakaf yang secara tegas untuk kepentingan agama atau
kemaslahatan umum. Wakaf ini ditujukan kepada umum, dengan tidak
terbatas penggunaanya yang mencakup semua aspek untuk kepentingan dan
kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Seperti wakaf yang diserahkan
untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, dll
Wakaf khairi atau wakaf umum inilah yang paling sesuai dengan ajaran islam
dan yang dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya
guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan
kendatipun ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih bisa diambil
manfaatnya.

Berdasarkan substansi ekonominya, wakaf dibagi menjadi dua macam :


a) Wakaf Langsung, yaitu wakaf untuk memberi pelayanan langsung kepada
orang-orang yang berhak, seperti wakaf masjid yang disediakan sebagai
tempat sholat, sekolah, rumah sakit, dll. Pelayanan langsung ini benar-benar
dirasakan manfaatnya oleh msyarakat secara langsung dan menjadi modal
tetap yang selalu bertambah dari generasi ke generasi. Wakaf seperti ini
merupakan aset produktif yang sangat bermanfaat bagi generasi yang akan
datang. Wakaf seperti ini bertujuan memberi manfaat langsung kepada semua
orang yang berhak atas wakaf tersebut.
b) Wakaf Produktif, yaitu wakaf harta yang digunakan untuk kepentingan
produksi, baik dibidang pertanian, perindustrian, perdagangan dan jasa
manfaatnya bukan pada benda wakaf secara langsung, tetapi dari keuntungan
bersih hasil pengembangan wakaf yang diberikan kepada orang-orang yang
berhak sesuai dengan tujuan wakaf. Dalam hal ini, wakaf produktif diolah
untuk menghasilkan barang atau jasa kemudian dijual dan hasilnya sesuai
dengan tujuan wakaf.

1.4.2 Rukun dan Syarat Wakaf


Wakaf sebagai suatu lembaga mempunyai unsur-unsur pembentukannya.
Tanpa unsur itu wakaf tidak dapat berdiri. Unsur-unsur pembentuk yang juga
merupakan rukun dan syarat wakaf. Penjelasan masing-masing unsur wakaf
tersebut sebagai berikut:
a) Wakif (orang yang mewakafkan hartanya) Seorang wakif haruslah memenuhi
syarat untuk mewakafkan hartanya, diantaranya kecakapan bertindak hukum.
Seseorang untuk dapat dipandang cakap hukum tentu harus memenuhi
persyaratan, yakni:
 Berakal
 Baligh
 Cerdas
 Atas kemauan sendiri
 Merdeka dan pemilik harta wakaf
 Mauquf ( harta yang diwakafkan)
b) Mauquf ( harta yang diwakafkan), kriteria benda sebagai syarat harta wakaf
mengeluarkan segala sesuatu hanya berbentuk manfaat (bukan barang) dan
wakaf yang wajib dalam tanggungan. Wakaf demikian tidak sah kecuali jika
berupa benda-benda walaupun hasil rampasan atau tak terlihat sebab barang
hasil rampasan sudah menjadi hak miliknya, juga sahwakaf orang wakaf orang
buta karena tidak diisyaratkan untuk sahnya wakaf melihat barang yang
diwakafkan.
c) Mauquf (orang yang menerima wakaf), Wakaf haruslah dimanfaatkan dalam
batas-batas yang sesuai dan diperbolehkan syariat Islam. Karena pada
dasarnya, wakaf merupakan amal yang mendekatkan diri manusia kepada
tuhan. Karena itu mauquf alaih haruslah pihak kebajikan.
d) Sighat (pernyataan wakif), pernyataan wakif yang merupakan tanda
penyerahan barang atau benda yang diwakafkan itu dapat dilakukan dengan
lisan atau tulisan. Pernyataan wakif juga harus jelas yakni melepaskan haknya
atas pemilikan benda yang diwakafkan dan menentukan peruntukan benda itu
apakah khusus atau umum. Ikrar wakaf merupakan pernyataan kehendak dari
waqif untuk mewakafkan tanah benda miliknya.
1.4.3 Landasan Hukum Wakaf
Para ahli hukum Islam menyebutkan beberapa dasar hukum wakaf yang
memerintahkan orang berbuat kebaikan dan menjadi dasar umum amalan wakaf.
Hukum melakukan wakaf adalah boleh. Seseorang yang melakukan wakaf adalah
orang-orang yang menyerahkan kepemilikan sebagian hartanya kepada sebuah
lembaga untuk dimanfaatkan demi kebaikan. Contohnya wakaf adalah
memberikan tanahnya untuk pembangunan masjid, pondok pesantren, sekolah,dan
lain-lain Pelaksanaan wakaf harus berlaku selamanya dengan tidak ada paksaan.
Orang yang melakukan wakaf tidak boleh menarik kembali wakaf tersebut.

B. Kesadaran Masyarakat dalam Menunaikan Zakat, Infaq, Shadaqah dan


Wakaf (ZISWAF)
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, namun tidak ada sanksi dari
pemerintah atau pihak lain yang diterapkan bagi mereka yang tidak
menunaikannya. Hal ini berbeda dengan pembayaran kewajiban pajak yang ada
unsur pemaksaannya. Ancaman bagi yang tidak menunaikan kewajiban tersebut
berupa dosa yang konsekuensinya ditanggung di akhirat nanti.  Dengan demikian,
kepatuhan membayar zakat ditentukan oleh tingkat kesadaran dalam memenuhi
kewajiban agama dan persuasi untuk membantu golongan yang membutuhkan.
Selama ini umat Islam Indonesia merupakan kelompok yang taat dalam
melaksanakan 5 rukun Islam. Namun, di antara 5 rukun Islam, yaitu syahadat,
shalat, puasa, zakat, dan haji, mungkin yang paling rendah tingkat kepatuhannya
adalah pembayaran zakat.  Tiga rukun yang diwajibkan, syahadat, shalat, dan
puasa, hanya membutuhkan pengorbanan mental dan fisik untuk pelaksanaannya.
Haji membutuhkan pengorbanan harta, tetapi ada peningkatan status sosial bagi
masyarakat yang sudah menunaikannya sehingga orang berbondong-bondong
pergi haji. Di sisi lain, kewajiban zakat terasa berat karena tidak ada "imbalan"
secara langsung dari ditunaikannya kewajiban tersebut sementara kecintaan
manusia terhadap harta sedemikian besar. 
Namun sebagai makhluk sosial, manusia juga memiliki kesadaran untuk
membantu pihak lain. Muzakki akan sangat senang jika dana yang mereka
bayarkan digunakan untuk membantu orang lain yang terkena bencana atau
menderita. Merupakan sebuah kegembiraan bisa meringankan penderitaan orang
lain. Dengan demikian, laporan penggunaan dana mesti disosialisasikan dengan
baik. Pada aspek inilah, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana-dana ZIS
menjadi krusial. Sekali kepercayaan masyarakat hilang karena salah kelola, maka
sangat sulit untuk memulihkannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran masyarakat dalam membayar
ZISWAF dibagi menjadi 3 kelompok yaitu:
1) Faktor Personaliti, didalam personaliti terdapat faktor pendapatan, bekerja,
pendidikan, pengetahuan dan kepuasan diri masyarakat dalam membayar
zakat.
2) Faktor Sosial, didalam sosial terdapat faktor masyarakat dan kepedulian.
3) Faktor Religiusitas, pada religiusitas terdapat faktor iman dan keyakinan.

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi


satusatunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI
No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan
zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Lahirnya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat semakin mengkukuhkan peran
BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara
nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga
pemerintahan nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri Agama. Dengan demikian BAZNAS bersama
pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang
berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,
terintegrasi dan akuntabilitas.

Selain itu, kesadaran wajib zakat untuk menunaikan zakat tidak lepas dari
faktor harta kekayaan yang diperolehnya dari bekerja sesuai dengam syariat Islam
karena kewajiban membayar zakat diberikan kepada umat Muslim yang telah
memenuhi persyaratan dalam nishab dan haul terhadap kekayaan dan
pendapatannya. Setiap orang Islam telah menyadari tentang kewajiban berzakat
dan mengetahui berbagai macam manfaat yang akan diperoleh dengan berzakat,
maka potensi zakat seharusnya dapat tercapai. Kemudian, yang lebih penting lagi
adalah bahwa dana zakat tidak hanya terkumpul secara optimal, namun 8
diharapkan terjadi distribusi yang adil diantara penerima zakat. Sehingga
manfaatnya menjadi lebih terasa. (Mukhlis, 2013).

Dari beberapa faktor diatas kesadaran masyarakat dalam menunaikan


ZISWAF dapat dibedakan menjadi dua sisi, yaitu:
 Sisi internal, artinya dari sisi pribadi masyarakat yang berkewajiban untuk
menunaikan zakat,
 Sisi eksternal, yaitu faktor yang mampu mempengaruhi tingkat kesadaran
dalam membayar zakat, misalnya sistem pengelolaan zakat, infaq dan sedekah
serta wakaf, regulasi pemerintah.

C. Pengelolaan Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf


Pengelolaan dana zakat, infaq, shadaqah dan wakaf yang selama ini
diorientasikan pada dua sektor yakni:
a) Sektor karitatif (charity) digunakan untuk kebutuhan masyarakat (kaum
dhuafa) dalam jangka pendek seperti bantuan sosial, bakti sosial, pembagian
sembako dan lainnya.
b) Sektor pemberdayaan lebih bersifat jangka panjang dengan bentuk program
terencana dan terorganisir. Maka, guna memberikan efek positif dalam jangka
panjang salah satunya dengan mensinergikan program pemberdayaan dengan
industri keuangan syariah, tidak terkecuali dengan Industri Keuangan Non
Bank (IKNB) yang berbasis syariah. Apalagi, keuangan syariah menyediakan
produk dan layanan yang sejajar dengan kepercayaan nasabah muslim
(Fianto& Christopher, 2017:227-270). Oleh sebab itu, adanya sinergi antar
lembaga Ziswaf dan IKBN syariah menjadi salah satu solusi dalam
memberikan dampak positif terhadap kemandiri dan kesejahteraan umat Islam
dalam jangka panjang.
Lembaga pengelolaan Ziswaf haruslah akuntabel dan acceptable. Karena
Lembaga Ziswaf yang yang akuntabel dan acceptable akan memunculkan
kepercayaan (trust) masyarakat yang berimplikasi terhadap meningkatnya
penghimpunan dana di Lembaga Pengelolaan Zakat, dan kemudian disalurkan
secara tepat sasaran dan tepat guna. Konsep akuntabilitas yang kemudian menjadi
indikator pelaksanaan akuntabilitas dalam perspektif Islam adalah:
 Segala aktivitas harus memperhatikan dan mengutamakan kesejahteraan umat
sebagai perwujudan amanah yang diberikan Allah kepada manusia sebagai
seorang khalifah.
 Aktivitas organisasi dilaksanakan dengan adil.

 Aktivitas organisasi tidak merusak lingkungan sekitar.

D. Penelitian Relevan
Penelitian relevan berisi tentang uraian mengenai hasil penelitian terdahulu
tentang persoalan yang dikaji. Ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan
tema yang dibahas dalam penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian
ini, diantaranya yaitu:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Tara Aditya Pratama dengan judul Peranan
Baitul Maal Wa Tamwil (Bmt) Assyafi’iyah Terhadap Peningkatan Minat
Masyarakat Dalam Melakukan Zakat, Infaq, Shadaqah, Dan Wakaf (ZISWAF)
persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian penulis adalah untuk
mengetahui peranan baitul maal wa tamwil (BMT) Assyafi‘iyah Kota Gajah
dalam peningkatan minat masyarakat dalam melakukan zakat, infaq, shadaqah,
dan wakaf (ZISWAF). Dalam penelitian penulis yaitu bertujuan untuk
mengetahui bagaimana peningkatan kesadaran masyarakat dalam menunaikan
Zakat, Infaq, Sadaqah dan Wakaf Di Desa Bungkolo, Kecamatan Barangka,
Kabupaten Muna Barat.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Friyan Kha Mory dengan judul Pemahaman
Masyarakat Mengenai Perbedaan Antara Zakat, Infak, Sedekah Dan Wakaf
(Ziswaf) (Studi Kasus di Nagari Tanjung Barulak Kecamatan Tanjung Emas)
persamaan dari penelitian ini dengan penelitian penulis adalah untuk
memberikan pemahaman pada masyarakat tentang Zakat, Infak, Sadaqah, dan
Wakaf. Perbedaan dalam penelitian ini adalah penulis bertujuan untuk kembali
meningkatkan rasa kepercayaan masyarakat Desa Bungkolo, Kecamatan
Barangka, Kabupaten Muna Barat, sehingga kembali timbul kepedulian sosial.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Maghfira dengan judul Analisis Strategi
Pendistribusian Dana Zakat, Infak, Dan Sedekah Dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Mustahik Pada Bitul Maal Hidayatullah Kabupaten Bulukumba
persamaan dari penelitian ini dengan penelitian penulis untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui dana zakat, infak, sedekah, dan wakaf.

E. Kerangka Berpikir
Sejalan dengan manfaat dari tujuan dan kajian-kajian teori yang sudah
dibahas diatas, maka selanjutnya akan di uraikan kerangka berpikir mengenai
peningkatan kesadaran masyarakat dalam menunaikan zakat, infak, sedekah, dan
wakaf. Adapun kerangka pemikiran yang dapat di susun secara teoritis sebagai
berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pikir Penelitian

K Kesadaran Masyarakat

 Zakat
 Infaq
 Shadaqah
 Wakaf

Landasan Hukum ZISWAF Pengelolaan ZISWAF

Rumusan Masalah

Analisis

Hasil dan Kesimpulan


BAB III

METODE PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai