Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga, zakat merupakan suatu ibadah
yang paling penting kerap kali dalam Al-Qur’an, Allah menerangkan zakat beriringan
dengan menerangkan shalat. Salah satu sisi ajaran Islam yang belum ditangani secara serius
adalah penanggulangan kemiskinan dengan cara mengoptimalkan pengumpulan dan
pendayagunaan zakat, infaq dan shadaqah dalam arti seluas-luasnya.
Sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW serta penerusnya di zaman
keemasan Islam. Padahal ummat Islam (Indonesia) sebenarnya memiliki potensi dana yang
sangat besar. Dengan membayar zakat atau mengeluarkan infak dan sedekah, pada
hakikatnya adalah untuk membersihkan harta yang kita peroleh karena di dalamnya terdapat
hak orang lain, sehingga harus dikeluarkan. Sedangkan kemuliaan yang lain adalah dengan
berzakat maka sesungguhnya harta yang kita miliki akan bertambah dan selalu
mendapatkan rida dari Allah. Bahkan dalam kehidupan kita terbukti bahwa tidak ada yang
jatuh miskin dengan mengeluarkan zakat. Dan salah satu keutamaan dalam zakat adalah
semakin mempererat hubungan silaturahmi antara yang memiliki harta kepada kaum duafa,
karena memiliki kepedulian untuk membantu sesame, memperkuat ikatan batin dan
mengikis kesenjangan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Untuk memudahkan umat menyalurkan zakat, infak dan sedekahnya, Baitul Mal Aceh
Utara sebagai lembaga resmi pengumpulan, pengelolaan dan penyaluran zakat, infak dan
sedekah di Aceh Utara siap melayani muzakki dan menyalurkannya kepada segenap warga
Aceh Utara lainnya yang sesuai dengan hukum agama dan peraturan pemerintah yang
berlaku.

B. Rumusan
1) Zakat dan hukumnya
2) Infak dan Wakaf
3) Hikmah dan faedah membayar zakat kepada amil zakat
4) Baitul Mal di Aceh

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ZAKAT DAN HUKUMNYA


1. Pengertian
Zakat menurut lughat artinya suci dan subur. Sedangkan menurut istilah syara’ yaitu
mengeluarkan dari sebagian harta benda atas perintah Allah, sebagai shadaqah wajib
kepada mereka yang telah ditentukan oleh hukum Islam. Secara harfiah zakat berarti
"tumbuh", "berkembang", "menyucikan", atau "membersihkan". Sedangkan
secaraterminologi syari'ah, zakat merujuk pada aktivitas memberikan sebagian
kekayaan dalam jumlah dan perhitungan tertentu untuk orang-orang tertentu
sebagaimana ditentukan. Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam

2. Jenis Zakat
Zakat ada dua jenis :
a) Zakat fitrah adalah Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada
bulan Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,5 kilogram) makanan
pokok yang ada di daerah bersangkutan.
b) zakat maal adalah Zakat kekayaan yang harus dikeluarkan dalam jangka satu tahun
sekali yang sudah memenuhi nishab. Mencakup hasil ternak, emas & perak,
pertanian (makanan pokok), harta perniagaan, pertambangan, hasil kerja (profesi),
harta temuan,. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri
(Nisab).

3. Zakat Profesi dan Nisabnya


Profesi adalah pekerjaan di bidang jasa atau pelayanan (selain bertani, berdagang,
bertambang, beternak), dengan imbalan berupa upah atau gaji dalam bentuk mata uang,
baik bersifat tetap atau tidak, baik pekerjaan yang dilakukan langsung ataupun bagian
lembaga, baik pekerjaan yang mengandalkan pekerjaan otak ataupun tenaga.
Zakat Profesi disebut juga zakat pendapatan adalah zakat harta yang dikeluarkan
dari hasil pendapatan seseorang atau profesinya bila telah mencapai nishab. Seperti
pendapatan karyawan, dokter, notaris dan lain-lain.
 Zakat profesi (maal mustafad) ini bukan bahasan baru, para ulama fikih sudah
menjelaskan di kitab-kitab klasik, di antaranya adalah kitab al-Muhalla (Ibnu Hazm),
al-Mughni (Ibnu Quddamah), Nail al-Athar (asy-Syaukani), maupun di kitab Subul as-
Salam (ash-Shan’ani).
Adapun pola penghitungannya (nisab) zakat profesi jika seorang memiliki
penghasilan di atas Rp3,8 juta per bulan atau Rp 48 juta pertahun atau 94 gr emas,
maka wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5%.
Contoh:
2
Ahmad adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di Stui. Ia mempunyai
seorang istri dan dua orang anak yang masih kecil. Penghasilan per bulannya adalah
Rp 5.000.000,-, Sudah wajibkah dia berzakat dan bagaimana perhitungannya?
Jawab:
1) Pendapatan gaji per bulan Rp 5.000.000,-
2) Nisab 94 gram emas(1 gram Rp. 500.000)  = 94 x 500.000 = 47.000.000 (Nishab
Pertahun)
3) Nishab perbulan = 47.000.000 / 12 = 3.900.000 (jika penghasilan anda senilai ini
atau    lebih sudah wajib zakat)
4) Rumus zakat = (2,5% x besar gaji per bulan),-
5) Zakat yang harus ditunaikan adalah = 2,5 % x Rp. 5000.000 (penghasilan anda) =
125.000 (per-bulan)
Zakat profesi juga bisa diakumulasikan dalam satu tahun. Caranya, jumlah
pendapatan gaji berikut bonus dan lainnya dikalikan satu tahun kemudian apabila
hasilnya mencapai nisab, selanjutnya dikalikan dengan kadar zakat 2,5%.

6) Jadi, Rp 5.000.000,- x 13 = Rp 65.000.000,-

Jumlah zakatnya adalah 65.000.000,- x 2.5% = Rp 1.625.000,- (Pertahun)

4. Orang-orang yang menerima zakat


Orang-orang yang menerima zakat atau disebut Senif ada 8 golongan, yaitu :
a) Fakir yaitu orang yaang tidak mempunyai harta atau usaha yang dapat menjamin 50%
kebutuhan hidupnya untuk sehari-hari
b) Miskin yaitu orang yang mempunyai harta dan usaha yang dapat menghasilkanlebih
dari 50% untuk kebutuhan hidupnya tetapi tidak mencukupi
c) ’Amil yaitu panitia zakat yang dapat dipercayakan untukmengumpulkan
dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan hukum
Islam
d) Muallaf yaitu orang yang baru masuk Islam dan belum kuat imannya dan jiwanya
perlu dibina agar bertambah kuat imannya supaya dapat meneruskan imannya
e) Hamba sahaya yaitu yang mempunyai perjanjian akan dimerdekakan oleh tuan nya
dengan jalan menebus dirinya
f) Gharimin yaitu orang yang berhutang untuk sesuatu kepentingan yanng bukan
maksiat dan ia tidak sanggup untuk melunasinya
g) Sabilillah yaitu orang yang berjuang dengan suka rela untuk menegakkan agama
Allah
h) Musafir yaitu orang yang kekurangan perbekalan dalam perjalanan dengan maksud
baik, seperti menuntut ilmu, menyiarkan agama dan sebagainya.

3
B. INFAK DAN WAKAF
Infak berasal dari kata ‫ انفك‬yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan
sesuatu, pengeluaran sukarela yang tidak ditentukan jumlah dan waktunya. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia infaq berarti pemberian (sumbangan) harta dan sebagainya (selain zakat wajib)
untuk kebaikan.1 Sedangkan menurut syara’, infak berarti mengeluarkan sebagian harta atau
pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan agama Islam. Setiap kali seorang muslim
menerima rezeki dari Allah maka ia dapat menginfaqkan sebagian hartanya. Infak berbeda dengan
zakat, infak tidak mengenal nisab dan jumlah harta yang ditentukan secara hukum. 2
Wakaf dengan beragam definisi yang dapat diringkas sebagai berikut3 :
a. Ibn Hajar al-Haitami dan Syaikh Umairah mendefinisikannya dengan menahan harta yang
bisa dimanfaatkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut dengan memutuskan
kepemilikan barang tersebut dari pemiliknya untuk hal yang dibolehkan;
b. Syaikh Syihabuddin al-Qalyubi mendefinisikan dengan menahan harta untuk dimanfaatkan
dalam hal yang dibolehkan dengan menjaga keutuhan harta tersebut.
Pengertian wakaf menurut Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Baitul Mal yaitu
perbuatan hukum (ikrar) wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan wakif guna keperluan ibadah, kemaslahatan mauquf alaih dan/atau
kemaslahatan umum menurut syariat.
Dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Baitul Mal yaitu wakaf adalah
perbuatan hukum (ikrar) wakif untuk memisahkan dan/ atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan keinginan wakif guna keperluan ibadah, kemaslahatan mauquf alaih dan/atau
kemaslahatan umum menurut syariat

C. HIKMAH DAN FAEDAH MEMBAYAR ZAKAT KEPADA AMIL ZAKAT


Memang di sebagian masyarakat kita ada pandangan bahwa menyalurkan zakat secara
langsung kepada mustahik lebih afdhal. Dari sudut pandang fiqh, pendapat tersebut sah-sah
saja. Namun demikian, dari sudut pandang makroekonomi dan kemaslahatan publik yang
lebih besar, jika zakat diserahkan langsung kepada mustahik tanpa melalui perantara
lembaga amil (pengelola zakat), maka dampaknya terhadap pengentasan kemiskinan
menjadi nihil. Padahal, diantara tujuan utama ibadah zakat adalah untuk mengentaskan
kemiskinan.
Oleh karena itu, kalau melihat shirah Rasulullah SAW, kita tidak akan pernah
menemukan adanya pembayaran zakat secara langsung dari muzakki (pembayar zakat)
kepada mustahik (penerima zakat), kecuali infak dan sedekah. Sahabat Nabi yang
ditugaskan untuk menjadi amil zakat, anatara lain yaitu Ibn Luthaibah dan Muadz bin Jabal.
Ini menunjukkan pentingnya pengelolaan zakat oleh institusi amil. Bahkan pada masa

1
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:balai pustaka, 1989), h.330
2
Didin Hafihuddin,Panduan Praktis tentang ZakaT Infaq dan sedekah (Jakarta:Gema Insani, 2002), h. 14
3
Muhammad Abid Abdullah Al-Kabisi. Hukum Wakaf (Dopok: Dompet Dhuafa Republika dan IIMaN) 2004, h. 40
4
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, instrumen zakat yang dikelola amil, mampu mengentaskan
kemiskinan masyarakat ketika itu dalam kurun waktu kurang dari dua tahun.  
Ada beberapa hilmah dan faedah yang berdampak positif jika zakat dikelola melalui
lembaga amil :
a) Mobilisasi dana zakat akan besar. Jika zakat diserahkan langsung secara individual,
maka mobilisasi dananya akan kecil. Dengan tingginya mobilisasi dana zakat ini, maka
peluang untuk mengentaskan kemiskinan akan jauh lebih besar.
b) Keberadaan amil akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas program pendayagunaan
zakat, sehingga target pengentasan kemiskinan dapat direalisasikan.  
c) Menjaga kepastian dan disiplin pembayar zakat, serta menjaga perasaan rendah diri
mustahik apabila mereka berhadapan langsung dengan muzakki.
d) Lebih sesuai dengan tuntunan syariah dan shirah Nabawiyyah, maupun shirah para
sahabat dan generasi sesudahnya (tabi'in).

Yang tidak kalah penting adalah, hendaknya institusi amil zakat ini memenuhi tiga
syarat utama. Yaitu, amanah (bisa dipercaya), profesional (berbasis pada standar
manajemen modern), dan dikelola secara full time oleh tenaga amil yang bekerja secara
penuh. Sehingga aspek transparansi dan akuntabilitas, yang menjadi modal kepercayaan
masyarakat, akan terjaga. Karena itu, menyalurkan zakat kepada lembaga resmi seperti
Baitul Mal Aceh Utara. Insya Allah jauh lebih afdhal dan lebih maslahat

D. SEJARAH BAITUL MAL DI ACEH


Rintisan awal pembentukan lembaga formal pengelola zakat di Aceh dimulai tahun
1973 melalui Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh No. 5/1973 tentang
Pembentukan Badan Penertiban Harta Agama (BPHA). BPHA ini kemudian dirubah dalam
tahun 1975 menjadi Badan Harta Agama (BHA). Sehubungan dengan adanya Keputusan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 1991 tentang Pembentukan
BAZIS (Badan Amil Zakat, Infak dan Shadaqah). Perubahan BHA menjadi BAZIS di Aceh
dilakukan dalam tahun 1998, dengan struktur yang agak sedikit berbeda dengan BAZIS
didaerah lain secara nasional, yaitu mulai BAZIS Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan.
Sedangkan BAZIS Aceh terdiri dari Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan dan
Gampong/Kelurahan. Perubahan BAZIS menjadi Badan Baitul Mal Prov. NAD dilakukan
melalui Keputusan Gubernur No. 18/2003 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Badan Baitul Mal Prov. NAD, yang mulai beroperasi pada bulan Januari 2004
Pasca Tsunami (2004) dan MOU Helsinki (2005) Aceh Mengalami Transisi Hukum,
dimana Undang-Undang No.18/2001 dicabut dan di ganti dengan Undang-Undang No.
11/2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam Undang-Undang tersebut pasal 191 dan 192
mengatur tentang pengelolaan zakat oleh lemabaga Baitul Mal di Aceh.
Penjabaran dari undang-undang tersebut dituangkan dalam Qanun Aceh Nomor 10
Tahun 2007 tentang Baitul Mal Aceh dan yang terakhir diganti dengan Qanun Aceh yang
5
terbaru yaitu Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal Aceh sebagaimana
telah di ubah yaitu Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2023 tentangPerubahan Qanun Aceh
Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal Aceh.
.

6
KESIMPULAN

Manusia adalah makhluk soisal, hal ini disadari benar oleh Islam karenanya Islam sanga
mencela individualistis dan sebailiknya sangat menekankan pembinaan dan semangat ukhuwah
(kolektivisme), bahkan semanat ukuhuwah meruapkansalahsatu risalah islam yan sangat menonjol.
Kita bisa melihat betapa seriusnya Islam memperhatikan masalah pembinaan ukhuwah ini
didalam ajarannya, diantaranya adalah Zakat, Infaq dan Wakaf.
ZIWAF mengajarkan kepada kita satu hal yang sangat esensial, yaitu bahwa Islam mengakui
hak pribadi setiap anggota masyarakat, tetapi juga menetapkan bahwa didalam kepemilikan pribadi
itu terdapat tanggung jawab social atau dalam kata lain bahwa Islam dengan ajarannya sangat
menjaga keseimbangannya antara maslahat pribadi dan maslahat sosial.

Anda mungkin juga menyukai