Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan salah satu tiang penyangga bagi tegaknya Islam, juga merupakan
suatu kewajiban bagi pemeluknya. Zakat juga membawa misi memperbaiki hubungan
horizontal antara sesama manusia, sehingga pada akhirnya mampu mengurangi gejolak
akibat problematika kesenjangan dalam hidup mereka. Selain itu, zakat juga dapat
memperkuat hubungan vertikal manusia dengan Allah, karena Islam menyatakan bahwa
zakat merupakan bentuk pengabdian (ibadah) kepada Yang maha Kuasa. Salah satu
ajaran Islam yang bertujuan mengatasi kesenjangan antara gejolak sosial tersebut adalah
zakat Tak dapat dipungkiri bahwa zakat sangat berpotensi sebagai sebuah sarana yang
efektif untuk memberdayakan ekonomi umat.
Potensi itu bila digali secara optimal dari seluruh masyarakat Islam dan dikelola
dengan baik dengan manajemen amanah dan profesionalisme tinggi, akan mewujudkan
sejumlah dana yang besar yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dan
memberdayakan ekonomi umat.1 Zakat adalah poros dan pusat keuangan negara Islam.
Zakat meliputi bidang moral,sosial, dan ekonomi. Dalam bidang moral zakat mengikis
habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai
alat khas yang diberikan Islam untuk menghapus kemiskinan dari masyarakat dengan
menyadarkan sikaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki.
Dalam bidang ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan
dalam tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum
sempat menjadi besar dan sangat berbahaya ditangan para pemiliknya. Ia merupakan
sumbangan wajib kaum muslimin untuk pembendaharaan negara. Lembaga-lembaga
konsultasi zakat yang ada belum sepenuhnya mampu menyosialisasikan pengetahuan
tentang zakat kepada masyarakat. Sementara, perkembangan sistem ekonomi setiap hari
terus berkembang dan bervariasi. Zakat yang merupakan tonggak ekonomi Islam yang
sudah lama ditinggalkan seharusnya kembali diperhatikan. Sebab, zakat merupakan
sebuah potensi besar yang dapat dijadikan modal pembangunan negara sebagaimana yang
pernah dilakukan oleh pendahulu-pendahulu Islam. Andai saja konsep zakat diterapkan

1
Ali Hasan, Tuntunan puasa dan Zakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001) ,203

1
baik secara nasional maupun multinasional, maka persoalan kemiskinan di Dunia Islam
akan dapat teratasi. Zakat bukan hanya sekedar simbol akan tetapi sebuah kewajiban bagi
umat Islam, apalagi dengan berkembangnya pengetahuan dan bentuk penghasilan. Pada
masa sekarang sumber zakat tidak hanya meliputi zakat pertanian, peternakan,
perdagangan emas, serta harta terpendam. Tetapi juga meliputi zakat perusahaan, surat-
surat berharga, perdagangan mata uang maupun profesi.2

2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian zakat profesi dan jasa ?
b. Apa saja perbedaan ulama tentang zakat profesi dan jasa ?

3. Tujuan Penuliasn Makalah


a. Mengetahu pengertian zakat jasa dan profesi
b. Mengetahui perbedaan ulama tentang zakat profesi dan jasa

2
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta; PT Pustaka Litera Antar Nusa,2004) ,484-485

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Zakat


1. Pengertian Zakat
Dari segi bahasa, kata zakat merupakan masdar dari zaka yang berarti
bekembang, tumbuh, bersih dan baik.3 Menurut istilah fiqh Islam, zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada
mereka yang behak menerimanya, dengan aturan-aturan yang telah ditentukan di
dalam syara’.4
Berdasarkan pengertian secara istilah tersebut, meskipun para ulama
mengemukakan dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang lainya,
akan tetapi pada prinsipnya sama. Jadi zakat adalah bagian dari harta dengan
persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya, untuk
diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tetentu pula.
Sedangkan menurut ketentuan umum pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, yang dimaksud dengan
zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syari’at Islam.
Pengertian zakat menurut bahasa dan istilah mempunyai hubungan yang erat
sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah,
tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik.5
2. Macam-Macam Zakat
Zakat terdiri dari dua macam yaitu:
a. Zakat nafs (jiwa)
Disebut juga dengan zakat fitrah, merupakan zakat untuk menyucikan diri.
Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan ramadhan sebelum
tanggal 1 syawal. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijriyah. Ukuran
zakat perjiwa yang dikeluarkan adalah satu sha’ (3 ½ liter) makanan pokok atau

3
Yusuf al-qardhawi, fiqhuz zakat. Terj, Didin Hafidhuddin dan Hasanudin, (jakarta: PT. Pustaka Litera
Antanusa, 1994), 34
4
Abdul Ghofur Ansori, Hukum Dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Pajak di Indonesia,
(Yogyakarta: Pilar Media, 2006),12
5
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modren, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002), 7

3
bisa berupa uang yang nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan
atau makanan pokok tersebut.6
b. Zakat Mal atau Zakat Harta
Zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta itu telah
memenuhi syarat-syarat wajib zakat. Penjelasan mengenai kekayaan yang wajib
dizakati, yaitu:
1) Zakat binatang ternak
2) Zakat emas dan perak
3) Zakat dagang
4) Zakat pertanian (tanaman dan buah-buahan)
5) Madu dan produksi hewan
6) Barang tambang dan hasil laut
7) Investasi pabrik, gedung
8) Zakat pendapatan usaha (profesi)7
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya setiap harta kekayaan
yang produktif dan bernilai produktif dan bernilai ekonomis apabila mencapai
nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya. Seperti pada surat Al-Baqarah ayat 267
yaitu sebagai berikut:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya, dan ketahuilah, bahwa
Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al-Baqarah: 267)

6
Departemen Agama, Ilmu Fiqh jld 1,(Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam,
1983), 267
7
Yusuf al-qardhawi, fiqhuz zakat. Terj, Didin Hafidhuddin dan Hasanudin, (jakarta: PT. Pustaka Litera
Antanusa, 1994), 121

4
Dari penjelasan ayat tersebut, dapat dipahami bahwa kewajiban mengeluarkan
zakat itu dikenakan pada setiap harta kekayaan yang halal dan diperoleh dengan
cara yang halal pula, baik hasil usaha atau jasa, maupun berupa buah-buahan,
binatang ternak, dan kekayaan lain-lainya.
3. Syarat Zakat
Syarat yang harus dipenuhi terhadap harta kekayaan yang dipunyai oleh
seorang muslim adalah sebagai berikut:
a. Pemilikan yang pasti, halal dan baik. Artinya, sepenuhnya berada dalam
kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan
menikmati hasilnya.
b. Berkembang. Artinya,harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan
sunnatulloh maupun bertambah karena ikhtiyar atau usaha manusia.
c. Melebihi kebutuhan pokok. Harta yang dimiliki oleh seseorang itu
melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan bagi diri sendiri dan
keluarganya untuk wajar sebagai manusia.
d. Bersih dari hutang
e. Mencapai nishab, harta yang dimiliki oleh muzaki telah mencapai jumlah
(kadar) minimal yang harus dikeluarkan zakatnya.
f. Mencapai haul, harta mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya
dua belas bulan qomariyah, atau setiap kali setelah menuai. Harta yang
tidak ditentukan haul setiap tahun adalah tumbuh-tumbuhan ketika menuai
dan barang temuan ketika ditemukan.

B. Pengertian Zakat Profesi


Zakat profesi didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan
atau keahlian profesional tertentu,baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang
atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab.8
Zakat profesi merupakan perkembangan kontemporer, yaitu disebabkan
adanya profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang. Misalnya
profesi dokter, konsultan, dosen,arsitek, dan sebagainya. Kenyataan membuktikan
bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang karena profesinya, dalam waktu yang

8
Didin Hafidhuddin,Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, (Jakarta: Gema Insani Press,
2002), 103

5
relatif singkat, dapat menghasilkan uang yang begitu banyak. Kalau persoalan ini
dikaitkan dengan pelaksanaan zakat yang berjalan di masyarakat maka terlihat adanya
kesenjangan atau ketidakadilan antara petani yang memiliki penghasilan kecil dan
mencurahkan tenaga yang banyak dengan para profesional misalnya dokter, akuntan,
konsultan, notaris, dan insinyur yang hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil
yang cukup besar tanpa harus mencurahkan tenaga yang banyak. Adapun pekerjaan
atau keahlian profesional tersebut bisa dalam bentuk usaha fisik, seperti pegawai atau
buruh, usaha pikiran dan ketrampilan seperti konsultan, insinyur, notaris dan dokter,
usaha kedudukan seperti komisi dan tunjangan jabatan, dan usaha lain seperti
investasi. Hasil usaha profesi juga bisa bervariasi, misalnya hasil yang teratur dan
pasti setiap bulan, minggu atau hari seperti upah pekerja dan pegawai atau hasil yang
tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti, seperti kontraktor dan royalti
pengarang.
Dalam pandangan al-Ghazali zakat merupakan jenis ibadah yang berbentuk
ritual sekaligus material tidak seperti ibadah syahadat, shalat atau puasa (Al-Ghazali
dalam Muhammad Hadi 2010: 68). Untuk bisa sampai ke arah sana diperlukan
pemahaman yang memadai untuk menyadarkan bahwa kewajiban zakat bukanlah
sekedar amaliah ritual mahdhah saja, tetapi juga memiliki makna kewajiban sosial.
Zakat adalah kesalehan diri melalui ikhtiar sosial. Agar sampai kepada kesadaran
seperti itu diperlukan penyadaran yang dibarengi dengan tindakan amal-amal sosial,
termasuk mengeluarkan zakat, infak dan shadaqah. Karena dalam ajaran zakat ini
pandangan dan komitmen sosialnya begitu jelas, bahkan dari titik kepentingan yang
paling menyentuh hajat orang banyak, yaitu pemenuhan kebutuhan ekonomi.
Zakat profesi adalah masalah baru, tidak pernah ada dalam sepanjang sejarah
Islam sejak masa Rasulullah SAW hingga tahun 60- an akhir pada abad ke-20 yang
lalu, ketika mulai muncul gagasan zakat profesi ini. Penggagas zakat profesi adalah
Syeikh Yusuf Qaradhawi dalam kitabnya Fiqh Az Zakah, yang cetakan pertamanya
terbit tahun 1969. Namun nampaknya Yusuf Qaradhawi dalam hal ini mendapat
pengaruh dari dua ulama lainnya, yaitu Syeikh Abdul Wahhab Khallaf dan Syeikh
Abu Zahrah.
Kajian dan praktik zakat profesi mulai marak di Indonesia kira-kira sejak
tahun 90-an akhir dan awal tahun 2000-an. Khususnya setelah kitab Yusuf Qaradhawi
tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhuddin dengan
judul Fikih Zakat yang terbit tahun 1999. Sejak saat itu zakat profesi mulai banyak

6
diterapkan oleh lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik BAZ (badan amil zakat)
milik pemerintah, baik BASDA atau BASNAZ, maupun LAZ (lembaga amil zakat)
milik swasta, seperti PKPU, Dompet Dhuafa, dan sebagainya.9
Sedangkan dalam skripsi Hamrozi yang mengutip Fachrudin berpendapat
bahwa: Profesi adalah segala usaha yang halal yang mendatangkan hasil (uang)
relative banyak dengan cara mudah, baik melalui suatu keahlian tertentu atau tidak.10
Jadi, dapat diartikan bahwa profesi itu adalah usaha mendatangkan uang yang banyak
dan dengan cara yang mudah melalui usaha yang halal. Dapat pula ditarik kesimpulan
bahwa ada 4 inti dari profesi yaitu:
1) Jenis usahanya halal
2) Dapat uang banyak
3) Cara yang mudah untuk mendapatkan
4) Keahlian tertentu.
Ditinjau dari bentuknya 4 inti profesi tersebut bisa berupa:
1) Usaha Fisik, seperti pegawai atau artis
2) Usaha Fikiran, seperti konsultan, dokter atau desainer
3) Usaha Kedudukan, seperti komisi dan tunjangan jabatan
4) Usaha Modal, seperti investasi.11

C. Perbedaan Ulama Tentang Zakat Profesi


Adapun dalam hal qiyas, wajibnya zakat profesi diqiyaskan pada tindakan
khalifah Mu’awiyah yang mengenakan zakat atas pemberian menurut ukuran yang
berlaku dalam negara Islam, karena beliau adalah khalifah dan penguasa umat Islam.
Dan perbuatan khalifah Umar Ibnu Abdul Aziz yang memungut zakat pemberian
(u'tiyat) dan hadiah. Juga memungut zakat dari para pegawainya setelah menerima
gaji, serta menarik zakat dari orang yang menerima barang sitaan (mazalim) setelah
dikembalikan kepadanya.
Ulama’ juga berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau
profesi. Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada

9
Yusuf Qardlawi, Fiqhuz-Zakat, Terj. Didin Hafidhuddin, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
1996),45
10
Muhammad, Zakat Profesi, Wacana Pemikiran Dalam Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Penerbit
Salemba Diniyah, 2002), 58
11
Muhammad Hamrozi, Skripsi, Implementasi Zakat Profesi di Universitas Muhammadiyah Malang ,
(2007)

7
saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul ),
namun para ulama mutaakhirin seperti Yusuf AlQaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili,
menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya,
meskipun belum mencapai satu tahun. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian
sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin Az-Zuhri, Al-
Hasan Al-Bashri, dan juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh
lainnya.
Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman nas yang
mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai satu haul atau ketika menerimanya. Jika
sudah dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia tidak wajib
mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun.12 Dengan demikian ada kesamaan antara
pegawai yang menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan
zakat pada saat panen, tanpa ada perhitungan haul. Menurut al-Qaradhawi
nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan
adalah 2,5%. Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi ) zakat profesi ini menurut Al-
Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-
mustafaad (harta perolehan).
Al-maal al-mustafa adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim
melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah
pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat
(seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan
Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat
menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah).
Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadit yang mewajibkan haul bagi harta zakat,
yaitu hadist Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda ”Tidak ada zakat
pada harta hingga berlalu atasnya haul .” (HR AbuDawud).13

D. Pendapat Lembaga ‘Ulama Indonesia tentang Zakat Profesi


Di Indonesia, ada beberapa lembaga keulamaan yang mempunyai kewenangan
dan kemampuan untuk mengeluarkan fatwa tentang persoalan kontemporer yang
dihadapi umat Islam, diantaranya yang pernah mengemuka adalah tentang

12
Wahbah az-Zuhaili, Al-fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuh, 2/866
13
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqhuz-Zakat, Terj. Didin Hafidhuddin, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
1996), 491-502

8
zakat profesi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa No.3 Tahun 2003,
menegaskan bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya
dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram.
Dalam fatwa ini yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap pendapatan
seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal,
baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti
dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari
pekerjaan bebas lainnya.
Adapun dasar hukum yang dijadikan alasan menetapkan hukum tersebut
adalah: Hai orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang
baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu …(QS.
al-Baqarah[2]: 267). Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka…(QS. al-Taubah [9]:103).

E. Cara Mengeluarkan Zakat Profesi


Guru-guru seperti Abdur Rahman Hasan, Muhammad Abu Zahrah dan Abdul
wahab Khalaf telah mengemukakan persoalan ini dalam ceramahnya tentang zakat di
Damaskus pada tahun 1952. Ceramah mereka tersebut sampai pada satu kesimpulan
yang teksnya sebagai berikut :
“ Pencarian dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun dan cukup
senisab. Jika kita berpegang pada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad
bahwa nisab tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh
sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di
tengah-tengah. Berdasarkan hal itu, kita dapat menetapkan hasil pencarian sebagai
sumber zakat, karena terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fikih
sah,dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat.
Dikeluarkan penghasilan kotor (bruto) atau penghasilan bersih (neto). Ada tiga
wacana tentang bruto atau neto seperti berikut ini. Dalam buku Fiqh Zakat karya DR
Yusuf Qaradlawi, bab zakat profesi dan penghasilan, dijelaskan tentang cara
mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita klasifikasi ada tiga wacana:
1. Pengeluaran bruto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat
penghasilan yang mencapai nisab 85 gr emas dalam jumlah setahun,
dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi
kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2

9
juta rupiah x 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5 dari 2 juta
tiap bulan =50 ribu atau dibayar di akhir tahun = 600 ribu. Hal ini juga
berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan ‘Auza’i, beliau menjelaskan: “Bila
seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan
wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih
dahulu dari membelanjakannya” (Ibnu Abi Syaibah, Al-mushannif , 4/30).
Dan juga menqiyaskan dengan beberapa harta zakat yang langsung
dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan
dan rikaz.
2. Dipotong oprasional kerja, yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor
yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan biaya oprasional kerja.
Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta rupiah sebulan, dikurangi biaya
transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak 500ribu, sisanya
1.500.000. Maka zakatnya dikeluarkan 2,5 dari 1.500.000= 37.500,- Hal ini
dianalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa
biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah
pendapat Imam Atho’ dan lain-lain. Dari zakat hasil bumi ada perbedaan
prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10% dan melalui irigasi
5%.
3. Pengeluaran neto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang
masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari,
baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan
dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah
dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan
tetapi kalau tidak mencapai nisa btidak wajib zakat, karena dia bukan
termasuk muzakki (orang yangwajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang
yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak
cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari. Hal ini
berdasarkan hadits riwayat imam Al-Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa
Rasulullah SAW bersabda: “….dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari
kelebihan kebutuhan…”.14

14
Yusuf Qardlawi, Fiqhuz-Zakat, Terj. Didin Hafidhuddin, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 1996),
486

10
Kesimpulan, seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai
nishab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh dikeluarkan setiap bulan
atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum
dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal (utama) karena khawatir ada harta
yang wajib zakat tapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan adzab Allah baik di
dunia dan di akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat itu ta’bbudi (pengabdian
kepadaAllah SWT) bukan hanya sekedar hak mustahiq.15 Tapi ada juga sebagian
pendapat ulama membolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya
oprasional kerja atau kebutuhan pokok sehari-hari.

F. Hadits-hadits Nabi SAW antara lain:


Diriwayatkan secara marfu’ hadits ibn Umar, dari Nabi Saw, beliau bersabda:
“Tidak ada zakat padaharta sampai berputar satu tahun.”Dari Abu Hurairah r.a.,
Rasulullah Saw. bersabda: ‘Tidak ada zakat atas orang muslim terhadaphamba
sahaya dan kudanya”. (HR. Muslim). Imam Nawawi berkata: “Hadis ini adalah dalil
bahwa harta qinayah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk
dikembangkan) tidak dikenakan zakat.
Dari Hakim bin Hizam r.a.,dari Nabi Saw beliau bersabda: “Tangan di atas
lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta)
dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang
dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barangsiapa berusaha menjaga diri (dari
keburukan), Allah akan menjaganya. Barangsiapa berusaha mecukupi diri, Allah
akan memberinya kecukupan. (HR. Bukhari).
Menurut Majelis Tarjih Muhammadiyah zakat profesi adalah wajib. Dasar
hukum yang digunakan adalah keumuman ayat 267 surat al-Baqarah. Kata
“nafkahkanlah” dalam surat al-Baqarah ayat 267 di atas merupakan bentuk kata
perintah (amr), sehingga kata tersebut berfaedah wajib. Selanjutnya kata “sebagian
dari hasil usahamu” mengandung hukum kully yang mencakup semua hasil usaha
manusia termasuk profesi di dalamnya. Sedangkan menurut Dewan Hisbah Persis
hukum zakat profesi adalah tidak wajib dan hanya memutuskan bahwa harta yang
tidak terkena kewajiban zakat termasuk hasil profesi, dikenai kewajiban infaq

15
Ibn Rusyd.Bidâyat al-Mujtaahid, jilid 1, (t.t. Mustafa babi halabi, 1379 H- 1960 M ), 252-253

11
yang besarannya tergantung kebutuhan Islam terhadap harta tersebut. Pimpinan
jam’iyyah bisa menetapkan besarnya infaq.

12
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Zakat profesi merupakan perkembangan kontemporer, yaitu disebabkan adanya
profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang. Misalnya profesi dokter,
konsultan, dosen,arsitek, dan sebagainya. Kenyataan membuktikan bahwa pada akhir-
akhir ini banyak orang yang karena profesinya, dalam waktu yang relatif singkat, dapat
menghasilkan uang yang begitu banyak. Kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan
zakat yang berjalan di masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidakadilan
antara petani yang memiliki penghasilan kecil dan mencurahkan tenaga yang banyak
dengan para profesional misalnya dokter, akuntan, konsultan, notaris, dan insinyur yang
hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil yang cukup besar tanpa harus
mencurahkan tenaga yang banyak. Adapun pekerjaan atau keahlian profesional tersebut
bisa dalam bentuk usaha fisik, seperti pegawai atau buruh, usaha pikiran dan ketrampilan
seperti konsultan, insinyur, notaris dan dokter, usaha kedudukan seperti komisi dan
tunjangan jabatan, dan usaha lain seperti investasi. Hasil usaha profesi juga bisa bervariasi,
misalnya hasil yang teratur dan pasti setiap bulan, minggu atau hari seperti upah pekerja
dan pegawai atau hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti, seperti
kontraktor dan royalti pengarang.
Adapun para ulama’ juga berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau
profesi. Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat
menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul ), namun para
ulama mutaakhirin seperti Yusuf AlQaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan
bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum
mencapai satu tahun. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas,
Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan juga pendapat
Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ali Hasan, Tuntunan puasa dan Zakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat. Jakarta: PT Pustaka Litera Antar Nusa,2004.
Yusuf al-qardhawi, fiqhuz zakat. Terj, Didin Hafidhuddin dan Hasanudin. Jakarta:
PT. Pustaka Litera Antanusa, 1994.
Abdul Ghofur Ansori, Hukum Dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Pajak
di Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media, 2006.
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modren. Jakarta: Gema Insani Press,
2002.
Departemen Agama, Ilmu Fiqh jld 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan
Tinggi Agama Islam, 1983.
Didin Hafidhuddin,Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah. Jakarta: Gema
Insani Press, 2002.
Yusuf Qardlawi, Fiqhuz-Zakat, Terj. Didin Hafidhuddin. Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 1996.
Muhammad, Zakat Profesi, Wacana Pemikiran Dalam Fiqih Kontemporer. Jakarta:
Penerbit Salemba Diniyah, 2002.
Muhammad Hamrozi, Skripsi, Implementasi Zakat Profesi di Universitas
Muhammadiyah Malang , 2007.
Wahbah az-Zuhaili, Al-fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuh.
Ibn Rusyd.Bidâyat al-Mujtaahid, jilid 1. t.t. Mustafa babi halabi, 1379 H- 1960 M.

14

Anda mungkin juga menyukai