Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH ZAKAT DAN WAKAF

Jenis-jenis Zakat Kontemporer dan Perhitungan serta Ketentuan Masing-


Masing Harta Benda dalam Zakat

Disusun Oleh:

Kelompok 3
1. Rima Khairunisa 2120104040
2. Ramona Ermiati 2120104054
3. Nurjana Eka Sari 2120104063

Dosen Pengampu:
Syarif Ali Akbar, M.S.I

HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat kontemporer merupakan zakat hasil dari proses pengembangan
pandangan terhadap objek atau subjek zakat, yang pada zaman Nabi
Muhammad SAW belum dijelaskan secara langsung. Hal ini karena para ahli
fiqih yang memandang fenomena perkembangan sosial, budaya, ekonomi,
dan ilmu pengetahuan sehingga seseorang atau badan hukum dinyatakan kaya
atau mampu, dengan tetap memperhatikan kaidah- kaidah fiqih yang sesuai.
Zakat kontemporer merupakan jenis zakat di zaman modern yang
bentuknya beragam dan senantiasa berkembang sesuai dengan zaman. Zakat
diartikan sebagai pengeluaran harta dalam ukuran tertentu yang dilaksanakan
umat Islam dan diberikan kepada golongan atau pihak yang berhak menerima
zakat. Oleh karena itu kami akan membahas lebih lanjut terkait apa saja jenis-
jenis Zakat Kontemporer dan bagaimana perhitungan serta ketentuan dari
masing-masing harta benda dalam zakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis Zakat Kontemporer?
2. Apa saja Dasar Hukum Zakat Kontemporer?
3. Bagaimana perhitungan dan ketentuan masing-masing harta benda dalam
zakat?

ii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Zakat Kontemporer


1. Zakat Maal
a. Pengertian Zakat Maal
Kata mal jamak dari kata amwal dapat diartikan sebagai segala
sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki dan
menyimpannya. Pada mulanya kekayaan seimbang dengan emas dan
perak, namun kemudian berkembang menjadi segala barang yang dimiliki
dan disimpan. Dalam kitab Fathul Mu’in disebutkan zakat mal (harta
benda) yaitu Zakat yang di keluarkan dari harta benda tertentu misalanya
emas, perak, binatang, tumbuhan (biji-bijian), dan harta perniagaan1
Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat mal
sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat
berwenang, Kepada masyarakat umum atau individu yang bersifat
mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan
pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta, yang ditetapkan
untuk memenuhi kebutuhan 8 golongan yang telah ditentukan oleh Al-
Qur’an, serta untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam2
b. Tujuan dan Hikmah Zakat Maal
Segala sesuatu yang telah menjadi hukum- hukum Allah tentunya
tidak lepas dari tujuan dan hikmah yang terkandung di dalamnya, begitu
juga dengan zakat yang merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga
tentunya mempunyai tujuan dan hikmah-hikmah yang mendalam bagi
kehidupan manusia yang mendambakan kesejahteraan lahir batin. Yang
dimaksud dengan tujuan zakat adalah sasaran praktisnya.

1
Zainuddin bin Muhammad Al-Ghazali Al-Malibari, Fath Al-Mu’in, (Bairut : Darul Al-Fikri,tt),h.,
34.
2
Nurdin Muhd Ali, Zakat Sebagai Instrument Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta : Raja grafindo
Persada, 2006), h., 6

1
Dalam hal ini, menurut Syaefuddin Zuhri tujuan zakat adalah untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat3
Adapun secara terperinci Daud Ali menjelaskannya sebagai berikut :
1. Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari
kesulitan hidup serta penderitaan;
2. Membantu pemecahan permasalahan yang di hadapi oleh para
gharimin, Ibnu sabil, dan mustahiq lainnya;
3. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam
dan Manusia pada umumnya;
4. Menghilangkan sifat kikir;
5. Membersihkan sifat dengki dan iri dari hati orang-orang miskin;
6. Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin
dalam suatu masyarakat;
7. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang,
Terutama pada mereka yang mempunyai harta;
8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain yang ada padanya
9. Sarana pemerataan pendapatan untuk mencapai keadilan sosial4
Zakat sebagai lembaga Islam juga mengandung hikmah (makna yang
dalam atau manfaat) yang bersifat rohaniah dan filosofis. Hikmah tersebut
antara lain:
1. Zakat melatih si pemberi berderma dan bermurah hati;
2. Zakat memperkokoh hubungan cinta dan persaudaraan antara si
pemberi dan orang lain;
3. Zakat memelihara adanya taraf hidup yang cukup bagi warga
masyarakat;
4. Zakat menghilangkan faktor-faktor dan sebab-sebab
pengangguran.;

3
Syaefuddin Zuhri, Zakat Kontekstual, (Semarang: Bina Sejati, 2000), h., 43
4
Mohammad Daud Ali, System Ekonomi Islam; Zakat Dan Wakaf, (Jakarta: U1 Press,1988), h., 40

2
5. Zakat adalah satu-satunya jalan untuk membersihkan hati manusia
dari dengki, iri, dan dendam.
Zakat meliputi bidang moral, sosial dan ekonomi. Dalam bidang
moral zakat mengikis habis ketamakan dan keserakahan, dalam bidang
sosial zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk
menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan si kaya
akan tanggung jawab sosial. Dalam bidang ekonomi zakat mencegah
penumpukan kekayaan yang mengerikan dalam tanga segelintir orang dan
memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum menjadi sangat
berbahaya ditangan para pemiliknya. Ia merupaan sumbangan wajib kaum
muslimin untuk perbendaharaan negara5

2. Zakat Profesi
a. Pengertian Zakat Profesi
Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya al-fiqh al-Islam wa Adillatuh
mengungkapkan beberapa definisi zakat secara umum menurut para
ulama’ madzhab :
a) Menurut Malikiyah, zakat adalah mengeluarkan bagian yang
khusus dari harta yang telah mencapai nishab kepada yang berhak
menerima (mustahiq), jika milik sempurna dan mencapai haul
selain barang tambang, tanaman dan rikaz.
b) Hanafiyah mendefinisikan zakat adalah kepemilikan bagian harta
tertentu dari harta tertentu untuk orang/pihak tertentu yang telah
ditentukan oleh syar’i (Allah SWT) untuk mengharapkan
keridhaan-Nya.
c) Syafi’iyyah mendefinisikan zakat adalah nama bagi sesuatu yang
dikeluarkan dari harta dan badan dengan cara tertentu.

5
Muhammad Abdul Mannan, Islamic Economics, Theory And Practice, Penerjemah, M nastangin,
(Yogyakarta; Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h., 256

3
d) Hanabilah mendefinisikan zakat adalah hak yang wajib dalam harta
tertentu untuk kelompok tertentu pada waktu tertentu (al-Zuhaili,
1989 :1788-1789).
Menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat, zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama
untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya (DEPAG, 1999: i).
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan zakat
adalah sebagian dari harta benda/kekayaan (yang bernilai ekonomi baik
tetap atau bergerak) seseorang dan atau badan usaha yang beragama
Islam yang wajib dikeluarkan apabila telah mencapai nishab dan haulnya
untuk kemaslahatan masyarakat.

b. Macam-macam Profesi
Menurut Yusuf al-Qardhawi pencaharian dan profesi, dibagi menjadi
dua bagian, yaitu :
a) Kasb al-amal, yaitu pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat
pihak lain baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan
dengan memperoleh upah, yang diberikan,dengan tangan, otak
ataupun keduanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti ini berupa
gaji, upah ataupun honorarium, seperti PNS, Pegawai Swasta,
Staf Perusahaan, dan lain-lain.
b) Mihan al-hurrah, yaitu Pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa
tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun
otak, penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan
penghasilan professional,seperti Dokter, Insinyur, Advokat,
Seniman, dan lain-lain (Qardhawi, 1969:459).
Masalah gaji, upah kerja, penghasilan wiraswasta ini termasuk dalam
katgori mal mustafad, yaitu harta pendapatan baru yang bukan harta yang
sudah dipungut zakatnya. Mal mustafad adalah harta yang diperoleh oleh

4
orang Islam dan baru dimilikinya melalui suatu cara kepemilikan yang
disyahkan oleh undang-undang (Qardhawi, 1969:489-490).
Jadi mal mustafad ini mencakup segala macam pendapatan, akan
tetapi bukan pendapatan yang diperoleh dari penghasilan harta yang
sudah dikenakan zakat seperti emas dan perak, barang dagangan,tanam-
tanaman, barang temuan. Akan tetapi gaji, honor dan uang jasa itu bukan
hasil dari harta yang berkembang (harta yang dikenakan zakat), bukan
hasil dari modal atau harta kekayaan produktif, akan tetapi diperoleh
dengan sebab lain, demikian juga penghasilan seorang dokter, pengacara,
seniman, dan sebagainya, ini mencakup dalam pengertian mal mustafad.
Dan mal mustafad sudah disepakati oleh jamaah sahabat dan ulama-
ulama berikutnya untuk wajib dikenakan zakat (Permono, 2003: 142)

c. Syarat-syarat Wajib Zakat Profesi


Ketentuan zakat profesi, kewajiban zakat disyaratkan mencapai
nishab, artinya harta yang dimiliki sudah mencapai nishab. Nishab
menurut syara’ ialah ukuran yang ditetapkan oleh penentu hukum
sebagai tanda untuk wajibnya zakat, baik berupa emas, perak dan lain-
lain (al-Jaziri, 1994:455).

d. Tehnik pengolahan zakat profesi


Untuk menumbuhkan kesadaran berzakat di kalangan PNS dan staf
perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah:
a) Memberikan wawasan yang benar dan memadai tentang zakat,
infaq dan shadaqah, baik dari segi epistemologi, terminology,
maupun kedudukanya dalam ajaran Islam.
b) Manfaat serta hajat dari zakat, infaq dan shadaqah, khususnya
untuk pelakunya maupun para mustahiq zakat (Kurde, 2005: 39).
Pembayaran dan pemberdayaan zakat profesi yang dipelopori
pemerintah dan ulama melalui BAZ, merupakan salah satu wadah dan

5
media menyampaikan gagasan atau pemahaman tentang zakat. Teknik
cara pengeluaran zakat profesi menurut para ulama, sebagai berikut:
a) Az-Zuhri berpendapat bahwa bila seseorang memperoleh
penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib
zakatnya datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat
itu terlebih dahulu sebelum membelanjakanya, dan bila tidak
ingin membelanjakanya maka hendaknya ia mengeluarkan
zakatnya bersamaan dengan kekayaanya yang lain-lain
(Qardhawi,1969:484). Ini berarti bahwa bila seseorang
mempunyai harta yang sebelumnya harus dikeluarkan zakatnya
dan mempunyai masa tahun tertentu maka hendaknya ia
mengundurkan pengeluaran zakat penghasilanya itu bersamaan
dengan hartanya yang lain, kecuali bila ia khawatir penghasilanya
itu terbelanjakan sebelum datang masa tahunya tersebut yang
dalam hal ini ia segera mengeluarkan zakatnya.
b) Makhul berpendapat bahwa bila seseorang harus mengeluarkan
zakat pada bulan tertentu kemudian memperoleh uang tetapi
kemudian dibelanjakanya, maka uang itu tidak wajib zakat, yang
wajib zakat hanya uang yang sudah datang bulan untuk
mengeluarkna zakatnya itu, tetapi bila ia tidak harus
mengeluarkan zakat pada bulan tertentu kemudian ia memperoleh
uang, maka ia harus mengeluarkan zakatnya pada waktu uang tadi
diperoleh. Ini berarti membolehkan bagi seseorang yang
mempunyai kekayaan lain yang harus dikeluarkan zakatnya pada
bulan tertentu tadi untuk membelanjakan penghasilannya tanpa
mengeluarkan zakat pada saat menerima penghasilan tadi kecuali
bila masih ada sisa sampai bulan tertentu yang dikeluarkan
zakatnya sedang mereka yang tidak mempunyai kekayaan lain
harus mengeluarkan zakat penghasilanya pada waktu menerima
penghasilan teresbut.

6
c) Yusuf al-Qardhawi berpendapat bahwa penghasilan yang
mencapai nishab wajib diambil zakatnya sebagaimana yang
dikatakan Az-Zuhri, baik dengan mengeluarkan zakatnya begitu
diterima, ini khusus bagi mereka yang tidak mempunyai kekayaan
lain yang bermasa wajib zakat tertentu ataupun dengan
mengundurkan pengeluaran zakat sampai batas setahun
bersamaan dengan kekayaannya yang lain bila ia tidak khawatir
akan membelanjakannya, tetapi bila ia khawatir penghasilan itu
akan terbelantaranya, maka ia harus menegluarkan zakatnya
segera. Sekalipun sudah membelanjakan penghasilannya tersebut,
maka zakatnya tetap menjadi tanggung jawabnya dan bila tidak
mencapai nishab zakatnya dipungut berdasarkan cara yang kedua
yaitu bahwa kekayaan yang sudah sampai bulan pengeluaran
zakat harus dikeluarkan zakatnya, kekayaan yang harus
dibelanjakan untuk nafkah sendiri dan tanggungannya tidak
diambil zakatnya, dan bila ia tidak mempunyai harta lain, ia harus
mengeluarkan zakatnya pada waktu tertentu, sedangkan
penghasilan yang tidak mencapai nishab, tidak wajib zakat
sampai mencapai nishab bersama dengan kekayaan lain yang
harus dikeluarkan zakatnya pada waktu itu dan masa sampainya
dimulai dari saat tersebut (Qardhawi,1969:485).
Pemilihan pendapat yang lebih kuat diatas berarti memberi
keringanan kepada orang-orang yang mempunyai gaji kecil yang
tidak cukup nishab dan kepada mereka yang menerima gaji kecil
pada waktu-waktu tertentu tidak cukup nishab, maka tidak
kwajiban mengeluarkan zakat.

3. Zakat Saham
a. Pengertian zakat saham
Baznas menjelaskan, zakat saham adalah zakat yang dilakukan atas
kepemilikan saham atau surat bukti persero dalam suatu Perusahaan

7
Terbatas (PT), sesuai dengan nilai dan jumlah lembar sahamnya. Selain
itu, zakat saham yang hendak dibayarkan oleh muzaki (pembayar zakat)
dilakukan dalam bentuk saham yang ada di Daftar Efek Syariah (DES).
Jika saham tidak tercantum dalam DES, namun bisnis utama saham
penerbit tidak bertentangan dengan prinsip syariah, maka hanya dapat
diterima sebagai sedekah/infaq. Zakat saham wajib ditunaikan jika total
harga saham bersama dengan keuntungan investasi (deviden) sudah
mencapai nisab dan sudah mencapai haul.
Yusuf Qardawi dan Wahbah Az-Zuhaili berbeda pendapat dalam
menjelaskan pengertian dari zakat saham :
Pertama, Yusuf qardhawi menyatakan bahwa semua jenis perusahaan
baik itu industri maupun perdagangan wajib zakat atas saham-saham
perusahaan adalah perusahaan-perusahaan itu harus melakukan kegiatan
dagang, apakah disertai dengan kegiatan industri ataupun tidak.
Kesimpulan yang tidak diterima oleh keadilan syariat yang tidak
membedakan antara dua hal yang sama. Sedangkan Wahbah tidak
sependapat dengan Yusuf Qardhawi dimana ia lebih mendukung
pendapat Abdurahmah Isa, hanya perusahaan dagang yang murni yang
wajib zakat sesuai dengan nilai perdagangan.
Kedua, Yusuf Qardhawi mengunggulkan pendapat Abu Zahra dimana
setiap pemegang saham mengetahui labanya setiap tahun. Dia bisa
menzakatinya dengan mudah. Sedangkan wahbah menilai pendapat
pertama itulah yang ditetapkan dalam fiqih, dimana ada pemisahan
antara saham dalam perusahaan dan saham-saham lainnya. Sebagian
zakat diambil dari income, sebagian lagi diambil dari saham itu sendiri
sesuai dengan nilainya, ditambah dengan laba yang ada.
Ketiga, Besaran yang wajib dikeluarkan dalam zakat saham. Pendapat
Yusuf Qardhawi dalam saham dipandang sebagai berbagai jenis
perusahaan maka tidaklah dipungut zakatnya dari saham-sahamnya
tetapi dari keuntungan bersihnya sebesar 10%, sesuai dengan pendapat
yang lebih kuat dalam hal zakat investasi mengenai pabrik, hotel dan

8
lain-lain. Sedangkan saham dipandang sebagai barang dagangan, saham
termasuk ke dalam harta yang wajib dikeluarkan zakatnya, baik nisab
ataupun kadarnya yaitu senilai 85 gram emas dan kadarnya sebesar 2,5
persen. Tapi, Wahbah menyatakan pendapat yang menyatakan
dijadikannya persentase zakat saham investasi 10% tidak sesuai dengan
mazhab fiqih. Zakat saham dengan persentase 2.5% dari nilai dagang
dengan keuntungan disetiap akhir tahun.
Keempat, Qardhawi mengkritik dualisme dalam pengambil zakat saham
dimana kita memperlakukan pemilik saham sebagai pedagang yang
darinya kita pungut zakat 2,5%, kemudian kita memperlakukannya
sebagai orang yang memperoleh penghasilan yang darinya kita pungut
zakat keuntungan, yaitu keuntungan perusahaan, sebesar 10%. Dimana
itu adalah hal yang dilarang dalam agama Islam, yang benar adalah kita
harus mengambil salah satu dari dua zakat tersebut, Yusuf Al-Qardhawi
memberikan contoh, jika seseorang memiliki saham senilai 1.000 dinar,
kemudian di akhir tahun mendapatkan deviden atau keuntungan sebesar
200 dinar, maka ia harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari
1.200 dinar.
Dengan ketetapan oleh para mayoritas fuqahā‟ maka kadar akāt
saham adalah 2,5% dari nilai-nilai saham sesuai dengan harga pasar
pada saat itu dengan keuntungan yang diambil disetiap tahun. Dalam
pandangan Wahbah bahwa zakat saham hanya 2.5% dari aktiva dengan
keuntungan tahunan. Saham-saham saling digabungkan pada waktu
penafsiran nilai, meskipun berbeda jenisnya dalam perdagangan,
produksi setelah pemotongan nilai alat-alat produksi. Adapun menurut
pendapat yang menyatakan bahwa zakat saham adalah seperti zakat
aktiva tetap dengan persentase 10% keuntungan adalah pendapat lemah
yang tidak diakui oleh para fuqaha.
Dasar-dasar ini secara global sesuai dengan pendapat yang
mengatakan bahwa saham-saham dizakatkan seperti zakat barang
dagangan. Namun hal itu berbeda dalam rincian-rinciannya, dimana

9
dalam dasar-dasar ini nilai saham yang sebenarnya (nilai nominal)
dipertimbangkan, bukan nilai pasar sebagaimana pendapat orang orang
yang menganggap itu adalah barang dagangan. Sebab nilai pasar hanya
perkiraan. Nilai sebenarnya merepresentasikan realita yang ada. Tidak
sah berpedoman pada perkiraan selama mengetahui hakikat sejatinya
memungkinkan, sebagaimana perumahan yang diberdayakan
dikeluarkan zakatnya. Zakatnya dijadikan dari sewa bukan dari nilainya,
sebab perumahan tersebut pada realitanya bukanlah barang dagangan.
Hal ini jelas bahwa yang dibayarkan dari cicilan pertama dari saham-
saham itu telah genap satu tahun dan wajib zakat. Bank harus
mengeluarkannya berdasarkan prinsip-prinsip diatas.
Jika penerapan dasar-dasar ini kesulitan diwaktu sekarang, maka
bank boleh mengeluarkannya sesuai dengan cicilan pertama 2,5% dari
jumlah yang dibayarkan, setelah dikurangi nilai perkakas yang permanen,
dan saham-saham yang tidak mencapai nishab sehingga datang
keuntungan bagi pemiliknya. Dengan syarat, dia memikirkan cara yang
memungkinkan untuk menerapkan dasar-dasar ini secara sempurna
diwaktu mendatang.

b. Orang yang wajib zakat saham


Dalam Muktamar Internasional Pertama tentang zakat (Kuwait, 29
Rajab 1404 H) diputuskan bahwa jika perusahaan telah mengeluarkan
zakatnya sebelum deviden dibagikan kepada para pemegang saham, maka
para pemegang saham tidak perlu lagi mengeluarkan zakatnya. Jika belum
mengeluarkan, maka tentu para pemegang sahamlah yang berkewajiban
mengeluarkan zakatnya. Dan hal ini harus dituangkan dalam peraturan
perusahaan

4. Zakat Perdagangan
a. Pengertian Zakat Perdagangan
Perdagangan adalah suatu usaha untuk memperolehi keuntungan
dengan cara berjual beli. Harta perdagangan, disebut juga “barang

10
perdagangan” adalah segala sesuatu yang disiapkan untuk jual-beli guna
mendapatkan keuntungan. Ia mencakup apa saja seperti peralatan,
barang-barang, pakaian, makanan, perhiasan, hewan, tumbuh-tumbuhan,
tanah, bangunan dan lainnya.
Perdagangan kini banyak dilakukan orang secara online, di samping
secara offline sebagaimana dilakukan sejak zaman dahulu. Perdagangan
dibenarkan dengan syarat antara lain tidak memperdagangkan barang
yang diharamkan dan tidak mengesampingkan unsur akhlak dalam
bermuamalat, seperti amanah, jujur dan saling menasehati, serta tidak
lupa mengingat Allah dan menunaikan hak-hak-Nya meskipun sibuk
dengan perdagangan.
Harta perdagangan wajib dikeluarkan zakatnya sebagai tanda syukur
atas nikmat Allah dan untuk menunaikan hak-hak orang yang
membutuhkan di kalangan hamba-hamba Nya serta untuk maslahat
umum, agama dan negara.
Jadi harta dagangan adalah harta yang dimiliki dengan akad tukar
dengan tujuan untuk memperoleh laba dan harta yang di milikinya harus
merupakan hasil usahanya sendiri. Kalau harta yang di milikinya itu
merupakan harta warisan, maka ulama mazhab secara sepakat tidak
menamakannya harta atau barang dagangan.6

b. Syarat Umum Zakat Perdagangan


a) Adanya Nishab
Harta perdagangan harus telah mencapai nishab emas atau perak
yang dibentuk. Harga tersebut disesuaikan dengan harga yang
berlaku di setiap daerah. Jika suatu daerah tidak memiliki ketentuan
harga emas atau perak, harga barang dagangan tersebut disesuaikan
dengan harga yang berlaku di daerah yang dekat daerah tersebut.

6
Fakhrudin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia,(Malang: UIN Malang Press, 2008),
hlm.108.

11
Dalil dijadikannya nishab sebagai syarat zakat barang dagangan
adalah hadits marfu’ dan mauquf yang mengandung ketentuan harta.
b) Haul
Harga harta dagangan, harus mencapai haul, terhitung sejak
dimilikinya harta tersebut. Yang menjadi ukuran dalam hal ini ialah
tercapainya dua sisi haul, bukan pertengahannya. Sisi permulaan
haul dimaksudkan sebagai telah didapatinya harta yang wajib
dizakati, dan sisi akhirnya dimaksudkan sebagai kewajiban. Dengan
demikian, jika seseorang memiliki harta yang telah mencapai nisab
pada awal haul kemudian hartanya berkurang pada pertengahan
tetapi sempurna lagi pada akhir haul, dia wajib mengeluarkan
zakatnya.
c) Niat melakukan perdagangan saat membeli barang-barang
dagangan.
Pemilik barang dagangan harus berniat berdagang ketika
membelinya. Adapun jika niat itu dilakukan setelah harta
dimiliki,niatnya harus dilakukan ketika kegiatan perdagangan
dimulai.
d) Barang dagang dimiliki melalui pertukaran, seperti jual-beli dan
sewa-menyewa.
Dengan demikian, jika barang-barang dagangan dimiliki bukan
melalui pertukaran, di dalamnya tidak ada kewajiban zakat, seperti
halnya warisan, hibah, dan sedekah. Harta Warisan tidak wajib
dizakati sebelum hartanya diniati sebagai barang dagangan.
e) Harta dagangan tidak dimaksudkan Diniyah (yakni sengaja
dimanfaatkan oleh diri sendiri dan tidak diperdagangkan).
Apabila seseorang bermaksud melakukan Diniyah terhadap
hartanya, maka haulnya terputus. Sehingga apabila setelah itu ia
hendak melakukan perdagangan, dia harus memperbaharui niatnya.
Pada saat perjalanan haul, semua harta perdagangan tidak menjadi
uang yang jumlahnya kurang dari nisab. Dengan demikian, jika

12
semua harta perdagangan menjadi uang, sedangkan jumlahnya tidak
mencapai nisab, haulnya terputus. Pada hendaknya menghitung
barang-barang dagangannya pada akhir setiap tahun.Penghitungan itu
disesuaikan dengan harga barang-barang ketika zakat dikeluarkan,
bukan dengan harga pembelian ketika barang- barang tersebut dibeli.
Pedagang tadi wajib mengeluarkan zakat yang diharuskan. Ketika
melakukan perhitungan, dia boleh menggabungkan barang-barang
dagangan yang ada, walaupun jenisnya berbeda, misalnya barang-
barang tersebut terdiri atas pakaian, kulit dan benda-benda lainnya.

B. Dasar Hukum Zakat Kontemporer


Para ulama baik salaf (klasik) maupun khalaf (kontemporer) telah sepakat
tentang adanya kewajiban zakat dan merupakan salah satu rukun Islam serta
menghukumi kafir bagi yang mengingkari kewajibannya (Fakhruddin, 2008 :
23).

1. Al Qur'an
Beberapa dasar hukum disyariatkannya zakat yamg termuat dalam
alQur‟an yaitu diantaranya:
a. QS. At-Taubah ayat 103

Artinya : Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan


menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu
itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka.

b. QS. al-Baqarah : 110

13
Artinya: “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa
saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa
yang kamu kerjakan”

c. QS. Al Baqarah ayat 267

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,nafkahkanlah (di jalan Allah)


sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan
dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Q.S Al-Baqarah:267).

d. QS. At-Taubah ayat 34

14
Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan allah, maka beritahukanlah kepada mereka,
(bahwa mereka akan mendapat) siksaan yang pedih”(Q.S At-Taubah:34)

2. Hadist :
Selain dari al-Qur’an, dasar hukum wajibnya zakat dijelaskan dalam
beberapa hadis Nabi saw di antaranya

Artinya: “Dari Ali r.a berkata: Tidak ada zakat pada harta (mal
mustafad), sehingga sampai berlaku waktu satu tahun ( HR. Abu Dawud
dan Ahmad Baihaqi). (al-Qasim,1988:503).

Artinya: “telah menceritakan kepada kami muhammad bin Daud bin


Sufyan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Musa Abu Daud,
telah menceritakan kepada kami Jafar bin Sa’d bin Samurah bin Jundab
bin Sulaiman telah menceritakan kepadaku Hubaib bin sulaiman dari
ayahnya yaitu Sulaiman dari Samurah bin Jundab, ia berkata; adapun
selanjutnya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
memerintahkan kami untuk mengeluarkan zakat dari sesuatu yang kami
persiapkan untuk dijual. (H.R.Abu Daud No. 1335)

15
Artinya: “Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan
merusak harta itu. (H.R. al-Bazzār dan al-Baihaqī)

C. Perhitungan dan Ketentuan Masing-Masing Harta Benda dalam Zakat


1. Zakat Maal
a) Penghitungan Zakat Maal
Zakat Maal (harta) terdiri atas emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan
(buah-buahan dan biji-bijian), dan barang perniagaan.
Jenis Harta Priode Nishab Kadar dan penghitungannya
Emas/Perak 1 th 85/595 gr 2,5% x (Emas/Perak yang dimiliki -
dipakai)
Tabungan 1 th 85 gr 2,5% x (saldo akhir-bunga)
Unta 1 th 5 ekor 1 ekor kambing
Sapi 1 th 30-39 1 ekor umur 1 tahun
40-59 1 ekor umur 2 tahun
60-79 2 ekor umur 1 tahun
Kambing 1 th 40-120 1 ekor umur 2 tahun
121-200 2 ekor umur 2 tahun
201-300 3 ekor umur 2 tahun
Dagang 1 th 85 gr emas 2,5% x (Modal yang diputar +
piutang lancar) – (Hutang jatuh
tempo + kerugian)
Contoh : harga emas per 11 Mei 2020 adalah Rp. 900.000., maka nishab
zakat profesi Rp. 76.500.000., pertahun atau Rp. 6.375.000., perbulan. Sehingga
bagi orang muslim yang memiliki penghasilan atau upah ( take home pay) lebih
dari Rp. 6.375.000., perbulan, ia sudah wajib zakat penghasilan.

b) Ketentuan Zakat Maal


1. Kepemilikan penuh dan halal
2. Harta yang berkembang atau diproduktifkan (dimanfaatkan)

16
3. Mencukupi nishab
4. Bebas dari hutang
5. Mencapai haul

2. Zakat Profesi
a) Penghitungan Zakat Profesi
Zakat profesi dikeluarkan dengan dua model perhitungan:
1. Model Pendapatan Kotor yaitu dihitung dengan cara Total
Pendapatan Kotor x 2,5%.
2. Model Pendapatan Bersih, dihitung dengan cara Pendapatan Kotor –
Kebutuhan Dasar (Basic Needs) x 2,5%.

Misalnya:

PENDAPATAN PENGELUARAN

Gaji Pokok Satu Tahun Hutang

72.000.000 12.000.000

Bonus, Insensif, Lembur, Dll Kebutuhan Pokok

12.000.000 12.000.000

Jumlah Pendapatan Jumlah Pengeluaran

84.000.000 24.000.000

Jumlah Pendapatan – Jumlah Pengeluaran = 60.000.000


Jumlah Zakat yang harus dikeluarkan (2,5%) = 1.500.000

b) Ketentuan Zakat Profesi


Ada beberapa ketentuan dalam zakat profesi, yaitu seperti berikut:
1) Pekerjaan atau profesi yang digeluti harus lebih dari 1 tahun
2) Pendapatan wajib dizakati setelah sempurna dimiliki (al- Milk al-
Tām).
3) Mencapai niṣāb. Penghasilan dari hasil suatu profesi itu harus
mencapai niṣāb sehingga wajib Niṣāb zakat profesi adalah 85 gram

17
emas murni (Penentuan nisab dengan perbandingan harga emas ini
dapat berubah sewaktu- waktu mengikuti perubahan harga emas
dunia).
4) Berlalu ḥaul. Zakat profesi wajib dikeluarkan apabila telah berlalu
satu ḥaul. Jadi bukan setelah menerima upah atau mendapat gaji setiap
5) Kadar zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5% atau 1/40.

3. Zakat Saham
a. Penghitungan Zakat Saham
Untuk saham perusahaan yang dimiliki lebih dari satu tahun hijriyah dan
mencapai nisab, maka besaran zakatnya adalah:
2,5% dari nilai terkini (current value) dari saham yang dimiliki

Untuk saham perusahaan terbuka yang dimiliki kurang dari satu tahun
hijriyah, maka besaran zakat yang adalah:
2,5% x keuntungan transaksi saham
Keuntungan transaksi saham = harga jual – harga beli

Keuntungan jual (capital gain) harus melebihi nisab 85gr emas


Jika keuntungan transaksi trading saham tidak mencapai 85 gr emas,
maka
tidak menjadi wajib zakat. Zakat saham dapat dibayar menggunakan
tunai
ataupun menggunakan saham itu sendiri.

Investor perlu mengetahui apakah total asset account-nya sudah


mencapai
nisab atau belum. Jika sudah, maka investor bisa menghitung berapa
jumlah yang akan dizakati dalam bentuk satuan lot dengan rumus sebagai
berikut:
Nominal zakat dalam rupiah: (harga pasar/lembar x 100 lembar).

18
Contoh : Bapak A memiliki saham XXXX sebanyak 100 lot dimana
harga pasar per lembar sebesar Rp 645 (1 lot sama dengan 100 lembar).
Nilai zakat Bapak A dalam saham adalah Rp 2,5 juta : (Rp645,- x 100
lembar) = 38,75 lot atau pembulatan menjadi 39 lot.

b. Ketentuan Zakat Saham


(1) Niṣāb zakat saham diqiyaskan dengan zakat perdagangan yakni 85
gram emas dengan kadar zakatnya 2,5% dan ḥaul satu
(2) Jika perusahaan telah membayarkan zakat sebelum deviden dibagi,
maka pesaham tidak wajib mengeluarkan zakat tetapi jika
perusahaan belum membayar zakat, maka pesahamlah yang
berkewajiban membayarnya7.

4. Zakat Barang Perdagangan


a. Penghitungan Zakat Perdagangan
Apabila waktu berzakat tiba, pedagang muslim harus
mengumpulkan seluruh harta perdagangannya; modal (barang dan atau
uang), keuntungan bersih, simpanan, piutang yang bisa diharap kembali
lalu menjumlahkan semua itu dan mengeluarkan 2,5%-nya. Adapun
piutang yang tidak bisa diharapkan akan kembali, maka itu tidak wajib
dizakati. Dan apabila ia mempunyai utang yang harus ia bayarkan, maka
keseluruhan hartanya tersebut dikurangi utang-utangnya yang jatuh
tempo dulu, lalu sisanya wajib ia zakati apabila mencapai niṣāb.
Dengan demikian, perhitungan zakat barang dagangan = modal
barang (dinilai dengan uang saat jatuh ḥaul, bukan saat membelinya
dahulu) + modal uang (jika ada) + keuntungan bersih (Total keuntungan
dikurangi biaya operasional, seperti gaji pegawai dan sewa tempat usaha)
(jika ada) + simpanan (jika ada) + piutang yang diharapkan kembali (jika
ada) – utang yang jatuh tempo pada tahun pengeluaran zakat, bukan

7
BAZNAS, Ibid., hal. 118 dan Arifin, Ibid., hal. 69

19
seluruh utang yang ada. Apabila setelah dijumlahkan mencapai niṣāb,
maka dikeluarkan zakat sebesar 2,5% atau 1/40.
Contoh: Pak Amin mempunyai usaha perdagangan. Pada saat tiba
haul, misalnya setiap akhir Ramadhan, maka Pak Amin harus
menyiapkan Laporan Keuangan usaha perdagangan beliau dalam bentuk
Neraca dan Laporan Laba Rugi. Kedua komponen Laporan keuangan
tersebut dapat dipakai sebagai dasar penentuan besarnya zakat
perdagangan yang wajib dikeluarkan.

b. Ketentuan Zakat Perdagangan


Zakat perdagangan mempunyai ketentuan-ketentuan berikut:
a) Niat berdagang, dan bukan niat untuk memiliki. Suatu barang itu
terkena kewajiban zakat apabila diniatkan untuk diperdagangkan,
bukan untuk disimpan atau dipakai Oleh karena itu, kalau ada
seseorang membeli mobil untuk ia kendarai sendiri dengan niat
kalau mendapatkan keuntungan ia akan jual, maka itu bukan
harta perdagangan. Ini berbeda dengan orang membeli mobil untuk
diperdagangkannya, lalu ia mengendarainya untuk dirinya sendiri
sampai ia mendapatkan keuntungan lalu ia menjualnya. Pemakaian
mobil tersebut tidak mengeluarkannya dari harta/barang dagangan.
Ini karena yang diperhitungkan dalam masalah niat adalah asalnya.
Jika asalnya adalah untuk pemilikan dan pemakaian sendiri maka
ia tidak menjadi barang dagangan hanya dengan keinginan
menjualnya jika ada keuntungan. Dan jika asalnya untuk
perdagangan, maka ia tidak keluar dari perdagangan hanya dengan
pemakaian. Tetapi jika ia berniat untuk menukar barang dagangan
menjadi pemilikan dan pemakaian sendiri, maka niat ini cukup
untuk mengeluarkannya dari barang dagangan dan
memasukkannya ke dalam pemilikan pribadi yang tidak
berkembang dan tidak wajib dizakati.

20
b) Komoditas yang diperdagangkan halal lagi ṭayyib.
Komoditas yang tidak halal, baik barangnya maupun cara
memperolehnya, tidak layak dizakati. Zakat tidak akan mensucikan
harta yang jelas-jelas haram. Harta yang haram seharusnya
dikembalikan kepada yang berhak jika memungkinkan.
c) Mencapai niṣāb. Apabila barang dagangan dan atau modalnya telah
mencapai niṣāb, yaitu niṣāb emas (sebesar 20 miṡqāl/dinar atau
setara dengan 85 gram emas murni) atau niṣāb perak (sebesar 200
dirham atau setara dengan 595 gram perak murni), maka
perdagangan tersebut wajib dibayarkan zakatnya. Niṣāb zakat
perdagangan dianggap sempurna pada akhir ḥaul saja, karena ia
berkenaan dengan nilai, sedang menilai barang pada setiap waktu
adalah sulit. Apabila suatu niṣāb itu sudah sempurna satu ḥaul
maka itulah yang perlu diperhitungkan, sehingga setiap tahun
seorang Muslim menzakati hartanya yang telah mencapai niṣāb,
meskipun niṣābnya berkurang pada pertengahan tahun. Dan inilah
yang dilakukan pada zaman Nabi SAW dan al-Khulafā’ al-
Rasyidīn. Para amil zakat waktu itu tidak bertanya: “Kapan
sempurnanya niṣāb ini? Dan berapa bulan sudah sempurna?”. Akan
tetapi mereka cukup denganhanya memperhitungkan bahwa ia
telah sempurna ketika zakat diambil, kemudian mereka tidak
mengambil lagi darinya zakat melainkan setelah berlalunya satu
tahun qamariyah penuh.
d) Berlalu ḥaul (satu tahun). Hendaklah harta perdagangan yang telah
mencapai niṣāb itu telah dimiliki selama satu tahun
e) Kadar zakat perdagangan yang harus dikeluarkan adalah sebanyak
2,5% atau 1/40.
f) Tempat berdagang, alat transportasi dan semua peralatan
perdagangan tidak wajib. Barang dagangan dinilai dengan harga
pasar waktu dizakati, bukan harga pada waktu membeli dahulu.

21
Dan maksud harga pasar di sini adalah harga borong, karena
dengan harga inilah barang itu bisa dijual.
g) Apabila perdagangan rugi, maka zakat hanya dikeluarkan dari
modal apabila mencapai niṣāb dikalikan 2,5%.

22
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qardhawi, Yusuf, 1969, Fiqh zakat, Cet.I, Beirut: Darul Irsyad.

Baznas. “IB PEDULI”. Http://Pusat.Baznas.Go.Id/Ib-Peduli/. (Akses Pada 26


September 2023)

Departemen Agama, 2002, Pedoman Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan


Zakat dan Wakaf.

Fakhruddin, 2008, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, Malang: UIN-


Malang Press.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia No.3 tahun 2003.

Hafidhuddin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani.


2002

Http://Kbbi.Web.Id/Hitung. (Akses Pada 27 Sepetember 2023)

KBBI. “Kata Hitung Dalam KBBI”.

Latief, Moh. Rowi dan A. Shomad Robith. Tuntunan Zakat Praktis.Surabaya:


Indah. 1987

Madani, El. Fiqh Zakat Lengkap. Jogjakarta : DIVA Press. 2013.

Wikipedia. “Pengertian Sistem”, Https://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Sistem (Akses


Pada 26 September 2023)

WWW.hukumonline.com. (Akses pada 27 November 2023)

23

Anda mungkin juga menyukai