FIQH ZAKAT
Waktu Pelaksanaan Zakat
Dosen Pengampu:
Di Susun Oleh:
Kelompok 3
FAKULTAS SYARI’AH
SAMARINDA
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan dan karunia serta taufik
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “Konsep
Khitbah Dalam Islam”. Kami juga berterima kasih pada Ibu Kamsiah, M.H. selaku
Dosen mata kuliah Fiqih Munakahat yang telah membimbing dan mengajarkan serta
memberikan tugas ini kepada kami.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan kata atau kalimat dan tata letak dalam
makalah ini tentunya banyak kekurangan dan kekhilafan, baik kata atau kalimat dan
tata letak. Untuk kebaikan dan sempurnanya makalah ini, kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan. Dan akhirnya semoga dapat bermanfaat bagi pembaca,
penyusun dan mahasiswa
1
DAFTAR ISI
C. TUJUAN ..................................................................................... 4
A. Kesimpulan ..................................................................................
B. Saran ............................................................................................ 19
2
BAB I
PENDAHULUAN
Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat adalah ibadah mâliah
ijtima’iyyah yang memiliki posisi yang strategis dan menentukan bagi
pembangunan kesehjateraan umat. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai suatu
ibadah yang bersifat vertikal kepada Allah (hablumminAllah), namun juga
berfungsi sebagai wujud ibadah yang bersifat horizontal (hablumminanas).1
Berdasarkan pengertian diatas dapat dipahami bahwa zakat adalah sebuah harta
yang di dapatkan seseorang dari kegiatan usahanya dalam mencari rejeki dan
wajib dikeluarkan oleh seseorang yang sudah mencapai nishab dan haul, yang
dapat mensucikan atau membersihkan harta seseorang sesuai disyariatkan dalam
Al-Quran yang diberikan untuk kesejahteraan umat. Bukan hanya sebagai
dimensi ibadah saja tetapi juga dapat sebagai sarana mengurangi kesenjangan
antar masyarakat yang mampu maupun yang kurang mampu agar mencapai
keadilan sosial diantara dua golongan tersebut. Dengan itu seorang yang kurang
mampu akan dapat mengikuti kewajiban sosial dan merasa diterima
keberadaannya dilingkungan masyarakat dan membersihkan jiwa iri dengki
kepada masyarakat yang kurang mampu. Dan untuk masyarakat yang mampu
akan menjadi pembersih hati dari sifat mencintai harta yang berlebihan.
Tujuan dan fungsi zakat yaitu mengangkat derajat fakir miskin, membantu
memecahkan masalah para gharimin, ibnu sabil, dan mustahik lainnya,
membentang dan membina tali peraudaraan sesama muslim dan manusia pada
umumnya, menghilangkan sifat kikir dari para pemilik harta, sedangkan bagi
penerima harta dapat menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dan
dapat menjembatani jurang antara si kaya dan si miskin di dalam masyarakat,
mengembangkan rasa tangung jawab sosial pada diri seseorang terutama memiliki
harta, mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan
menyerahkan hak orang lain padanya, sarana pemerataan pemerataan pendapatan
untuk mencapai keadilan sosial. 2 Zakat adalah rukun ketiga dari rukun islam yang
3
lima, yang merupkan pilar agama yang tidak dapat berdiri tanpa pilar ini. Zakat,
hukumnya wajib’ ain (fardu ‘ain) bagi setiap muslim apabila telahmemenuhi
sayarat syarat yang telah ditentukan syariat.3 Fungsi zakat meliputi bidang moral,
sosial dan ekonomi. Dalam bidang moral, zakat mengkikis ketamakan dan
keserakahan hati si kaya. Adapun dalam bidang sosial, zakat berfungsi untuk
menghapuskan kemiskinan dari masyarakat. Di bidang ekonomi, zakat mencegah
penumpukan kekayaan di tangan sebagian kecil manusia dan merupakan
sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara4 Dari tujuan dan
fungsi zakat dapat disimpulkan bahawa zakat memiliki selain tujuan untuk
hubungan beribadah kepada Allah tetapi juga sebagai berhubungan antar sesama
manusia karena dengan berzakat dapat mengurangi kesenjangan sosial dan dapat
mengentaskan kemiskinan sehingga, tidak adanya jurang pemisah baik si kaya
maupun si miskin dalam kehidupan sosial dan dapat memiliki hak yang sama dalam
kehidupan sosial di masyarakat. Si kaya bisa mensucikan diri harta yang ada, dan
si miskin dapat berproduktif dari hasil distribusi zakat yang diberikan oleh si kaya.
B. Rumusan Masalah
a. Pengertian zakat
C. Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Para Fuqaha sepakat bahwa zakat wajib dikeluarkan segera setelah terpenuhi syarat-
syaratnya, baik nishab, haul, maupun yang lainnya. Pendapat ini difatwakan oleh
Mahzab hanafi. Dengan demikian, barang siapa yang berkewajiban mengeluarkan zakat
dan mampu mengeluarkannya, dia tidak boleh menangguhkannya. Dia akan berdosa jika
mengakhirkan pengeluaran zakatnya tanpa ada uzur. Lebih dari itu, menurut Mahzab
Hanafi, kesaksiannya tidak akan diterima karena zakat merupakan hak yang wajib yang
diserahkan kepada manusia. Ia mesti dibayarkan dan diperintahkan untuk diberikan
kepada kaum kafir dan yang lainnya dengan segera sebab zakat dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, jika zakat tidak wajib dikeluarkan dengan
segera, maksud pewajiban itu tidak akan sempurna.
1. Zakat hadiah : dalam kitab Al-Amwal (hlm 417) terdapat riwayat bahwa Hubaitah
bin Yarham pernah mendapatkan sesuatu dari Mas’ud, lalu dikeluarkannya zakatnya.
Adapun cara mengeluarkan zakatnya bisa langsung pada saat menerima hadiah atau
ditangguhkan beberapa waktu untuk digabungkan dengan zakat harta lain jika ada
Langsung mengeluarkannya pada saat menerima suatu penghasilan atau pendapatan,
misalnya kita menjual sebidang tanah yangharganya sama dengan atau melebihi
nisab(senilai 85 gr emas). Ada juga zakat yang kita keluarkan setahun sekali, yaitu zakat
tijarah (harta perdagangan). Ada juga zakat yang dikeluarkan satu tahun sekali tapi, untuk
mempermudah teknis pelaksanaannya dilaksanakan setiap bulan, misalnya gaji tetap yang
kita terima setiap bulan. (Hlm 30-31) Setiap harta perdagangan (perniagaan) yang telah
mencapai nisab dan telah berlalu masa satu tahun maka harus dikeluarkan zakatnya. Hal
5
ini antara lain berdasarkan hadis shahih riwayat Abu Daud dari Samrah bin Jundah
“Rasulullah saw. Telah menyuruh kita untuk mengeluarkan zakat(sedekah) dari segala
benda yang dimaksudkan untuk diperdagangkan”
2. Zakat kontrakan, dalam kitab bidayatul mujtahid (1:237), ibnu rusyd mengemukakan
bahwa kekayaan yang memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan kepada
pemiliknya maka kekayaan tersebut termasuk kedalam satu objek zakat, artinya jika
penghasilannya (missal: rumah yang dikontrakan) mencapai atau melebihi satu nisab
(senilai 85 gram emas) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% pada saat
pendapatan diterima. Hal yang sama dikemukakan oleh Ibnu Qayim dalam kitab bada’I
Al-fawaid (III: 143) yangmengutip pendapat Abu Wafa’ Ibnu Aqil-ulama fikih sunni yang
menyatakan bahwa setiap benda yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang
disewakan jika hasil sewanya mencapai nisab, wajib dikeluarkan zakatnya.(hlm 64-65).
3. Zakat ternak : zakat perternakan ayam petelur atau pedaging masuk kedalam zakat
perdagangan , karena sejak awal keduanya diniatkan untuk menjadi komoditas
perdagangan, oleh karena itu, nisabnya sama dengan zakat perdagangan dan dikeluarkan
satu tahun sekali setelah dihitung seluruh asetnya, dikurangi berbagai biaya.(hlm 66-67).
4. Zakat pertanian: setiap tanaman yang hasilnya mencapai nisab lima autsaq atau
kurang lebih (653kg) setiap panen harus dikeluarkan zakatnya. Sebelum mengeluarkan
zakatnya anda boleh mengeluarkan dulu biaya-biaya untuk pertanian seperti membeli
pupuk, benih, dsb. Adapun landasannya antara lain firman Allah swt dalam surat Al-
An’am:141(hlm :68-69)
141. dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan
delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari
buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari
memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Cukup satu tahun berdasarkan hitungan tahun Qomariah untuk selain biji-bijian, buah-
buahan dan barang tambang.
6
5. Zakat hutang:
• Imamiyah dan syafi’I : hutang tidak menjadi syarat untuk bebas zakat. Maka, barang
siapa yang mempunyai hutang, ia wajib mengeluarkan zakat, walaupun hutang tersebut
sekedar cukup sampai jatuhnya nishab. Bahkan imamiyah berpendapat: kalau ada
seseorang yang meminjam harta benda yang wajib dizakati dan mencapai nishab serta
berada ditangannya selama satu tahun, maka harta hitungan itu wajib dizakati.
• Hambali: hutang yang mencegah zakat, maka barang siapa yang mempunyai hutang
dan dia mempunyai haarta dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu. Kalau sisa
hartanyaa mencapai nishab, maka dia harus menzakatinya. Tapi kalau tidak, tidak wajib
menzakatinya.
• Maliki : hutang itu hanya mencegah zakat dari emas dan perak tetapi tidak untyk
biji-bijian, binatang ternak, dan barang tambang, maka barangsiapa yang mempunyai
hutang dan dia mempunyai harta berupa emas dan perak sudah mencapai nishab dia
harus membayar hutangnya terlebih dahulu, baru kemudian mengeluarkan zakatnyaa.
Tapi, kalu dia mempunyai hutang dan harta miliknya selain dari emas dan perak serta
sudah mencapai nishab maka dia tetap wajib menzakatinya.
• Hanafi: kalau hutang tersebut menjadi hak Allah yang harus dilakukan oleh
seseorang, dan tidak ada manusia yang menuntutnya seperti haji dan khifarah” maka ia
tidak dapat mencegah zakat, tapi kalau hutang tersebut untuk manusia atau untuk Allah
dan dia mempunyai tuntutan (tanggung jawab) seperti zakat sebelumnya yang dituntut
oleh seorang imam maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat dari semua jenis hartanya.
Kecuali zakat tanam-tanaman dan buah-buahan.
Zakat yang ditunaikan sesuai dengan jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya:
7
1. Pertama, zakat harta berupa emas, perak, barang dagangan, dan binatang ternak
yang digembalakan dibayarkan setelah sempurnya haul satu kali dalam satu tahun.
a. Abu Hanifah dan Zafar berpendapat bahwa harta tersebut wajib dikeluarkan ketika
munculnya buah-buahan dan selamat dari pembusukan walaupun buah-buahan tersebut
belum layak dipanen. Dengan catatan, jumlahnya mencapai batas yang bisa
dimanfaatkan.
b. Menurut Al-Dardir Al-Maliki, zakat buah-buahan wajib dikeluarkan ketika ia telah
baik, sudah layak dimakan, dan tidak memerlukan pengairan lagi, tidak dikeringkan,
tidak dipanen, dan tidak dibersihkan. Yang dimaksud buah-buahan yang telah baik
adalah tumbuhnya bunga pada kurma muda dan munculnya rasa manis pada buah
anggur.
c. Mahzab Syafi’I berpendapat bahwa zakat dikeluarkan ketika ia telah layak dan
bijinya telah padat karena pada saat itu, buah-buahan tersebut telah tumbuh dengan
sempurna, sedangkan sebelumnya ia masih berupa bunga dan bijinya sudah bisa
dimakan, sebelumnya ia masih berupa sayur-mayur lunak . Maksud kewajiban diatas
tidak berarti bahwa ia wajib dikeluarkan dengan segera seketika. Akan tetapi,
maksudnya ialah bahwa hal-hal yang telah disebutkan diatas merupakan sebab wajib
dikeluarkannya kurma, anggur, dan biji-bijian. Pendapat ini dikemukakan mengingat
bahwa makanan yang dikeringkan, dibersihkan, dipecahkan , diijnak-injak, dibawa, dan
keperluan yang lainnya tidak termasuk harta yang wajib dizakati.
d. Mahzab Hambali berpendapat seperti halnya Mahzab Syafi’i bahwa zakat wajib
dikeluarkan ketika biji-bijian telah gemuk, jika tanaman itu berupa biji-bijian dan jika
8
tanaman tersebut berupa buah-buahan yang wajib dikeluarkan zakatnya, ketika buah-
buahan tersebut telah layak dimakan.
3. Ketiga, dalam pandangan Mahzab Hanafi dan Hambali Madu wajib dikeluarkan
zakatnya ketika ia telah wajib untuk dizakati. Zakat barang tambang dikeluarkan ketika
harta tersebut dikeluarkan dari bumi. Dan Zakat Fitrah, menurut selain Mahzab Hanafi
dikeluarkan ketika matahari terbenam pada malam hari raya.
Para ulam sepakat bahwa penyegerakan zakat sebelum sampainya nisab hukumnya
tidak boleh karena pada waktu itu, sebab wajib zakat belum ada. Dengan demikian,
meyegerakan zakat hukumnya tidak boleh. Sama halnya dengan tidak bolehnya
membayarkan harga suatu barang sebelum jual beli terjadi.
Adapun menyegerakan zakat ketika sebabnya telah ada, yakni nisab yang sempurna,
maka ada dua pendapat dikalangan Fuqaha.
9
penerimanya mati sebelum itu, penerimaan murtad, hilang, tidak membutuhkan zakat
yang disegerakan atau zakat lainnya, nishab hartanya berkurang, hartanya hilang dari
kepemilikannya, dan bukan harta perdagangan, zakat tidak boleh disegerakan.
Alasannya, karena pada saat itu zakat tidak wajib.
2. Kedua, Mahzab Zhahiri dan Maliki berpendapat bahwa zakat tidak boleh
dikeluarkan sebelun hawl nya tiba karena zakat merupakan ibadah yang menyerupai
salat, sehingga ia tidak boleh dikeluarkan sebelum waktunya. Lagi pula, hawl
merupakan salah satu syarat zakat. Oleh karena itu, menyeferakan zakat hukumnya
tidak boleh.
Mengenai gugurnya kewajiban zakat setelah kewajiban itu berlaku dan hartanya
rusak, para fuqaha:
1. Pertama, Mahzab Hanafi berpendapat bahwa apabila harta rusak setelah zakat
diwajibkan, kewajiban zakat menjadi gugur, sebagaimana halnya kewajiban
sepersepuluh dari tanaman atau buah-buahan dan pajak juga gugur, karena yang
diwajibkan adalah sebagian dari nisab. Lebih-lebih, hal ini dimaksudkan sebagai
realisasi dari konsep kemudahan (taysir). Dengan demikian, zakat diwajibkan
sesuai dengan kemudahan ketika zakat dikeluarkan. Oleh karena itu, kewajiban
zakat gugur dengan rusaknya harta, baik zakat tersebut bisa dilaksanakan maupun
tidak sebab syariat menagtkan atara kewajiban dan kemudahan yang dimudahkan.
Sedangkan sesuatu yang berkaitan dengan kemampuan dan kemudahan tidak aka
nada kecuali dengannya. Yang dimaksud dengan kemampuan yang memudahkan
disini ialah sifat pertumbuhan, bukan nisab.
10
keseluruhannya.
Adapun kewajiban zakat fitrah, seperti halnya kewajiban-kewajiban yang bersifat
material dalam ibadah haji, tidak gugur setelah kewajiban tersebut dikenakan pada
seseorang walaupun harta tersebut mengalami kerusakan. Hal seperti ini sama
dengan tidak batalnya pernikahan karena matinya para saksi. Dilakukan pemisahan
harta-harta zakat ialah karena zakat berkaitan dengan pertumbuhan harta itu
sendiri. Dengan demikian, seseorang disyaratkan untuk memilki kemampuan yang
memudajkan dirinya untuk mengeluarkan zakatnya (yang dimaksudkan disini
ialah sesuatu yang mewajibkan mudahnya penunain zakat bagi manusia). Hal
seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan manusia karena akan diujari dengan
sesuatu yang mereka sanggupi. Dalam zakat ini seseorang boleh tidak memilki
harta selain miliknya.
Perlu dicatat bahwa kerusakan harta setelah terjadinya qiradh (bagi hasil),
ariyah (peminjaman), atau setelah terjadinya barang dagangan yang lain,
dipandang sebagai kerusakan. Dengan demikian, zakat tidak wajib. Adapun
penukaran barang dagangan atau penukaran hewan ternak yang digembalakan
dengan dengan binatang ternak yang juga digembalakan, dipandang sebagai
kerusakan yang dilakukan dengan sengaja. Olehkarena itu, zakat dalam harta ini
harus djamin bisa ditunaikan.
2. Kedua, menurut jumhur, apabila harta rusak setelah kewajiban zakat jatuh
temponya pada seseorang, kewajiban zakat tidak gugur. Harta tersebut harus
dijamin bisa dikeluarkan. Dengan demikian, adanya kesanggupan untuk
mengeluarkan zakat bukan merupakan syarat wajib, sebab orangyang telah pasti
harus menunaikan sebuah kewajiban, kelemahan dalam pelaksanaantidak
11
membebaskan fitrah, kewajiban-kewajiban harta dalam ibadah haji, dan utang-
piutang dikalangan manusia.
e. Orang miskin (yang menerima zakat) dan pemilik harta bekerjasama dalam
menggenapkan sisa harta yang masih ada.
Harta telah dimiliki selama satu tahun. Hal ini sebagaimana diterangkan hadis yng
12
diriwayatkan oleh Aisyah r.a bahwa rasulullah saw bersabda “zakat tidak
diwajibkan atas harta hingga mencapi satu tahun”. Batas satu tahun ini adalah
untuk selain harta yang keluar dari bumi, seperti biji-bijian dan buah-buahan.
Adapun harta yang keluar dari bumi, maka zakatnya wajib dikeluarkan ketika harta
tersebut ada tanpa menunggu satu tahun. Syarat satu tahun ini adalah untuk emas,
perak, binatang ternak, dan barang-barang dagangan. Penetapan satu tahun ini
didasarkan pada rasa peduli terhadap pemiliknya. Karena pada jarak satu tahun
inilah pertumbuhan dan perkembangan harta telah menjadi sempurna.
Ukuran haul (satu tahun) bagi anak-anak hewan ternak dan laba dari perdagangan
adalah dihitung dengan haul induknya atau modalnya. Jadi, tidak ada haul
tersendiri bagi anak hewan ternak dan laba jika induk dan modalnya telah
mencapai batas nisab. Apabila induk dan modalnya belum mencapai nisab, maka
haul dihitung sejak sempurnanya nisab.
Seseorang yang mempunyai piutang atas orang yang kurang mampu dan
kesulitan untuk mmebayarnya, maka menurut pendapat yang benar, pemilik uang
tersebut wajib mengeluarkan zakat piutang tersebut satu tahun sejak uang tersebut
kembali padanya. Apabila piutangnya atas orang yang mampu dan mempunyai
kelonggaran untuk membayarnya, maka ia wajib membayar zakat darinya setiap
satu tahun.
Orang yang sudah wajib membayar zakat, kemudian meninggal dunia sebelum
menunaikannya, maka wajib dikeluarkan zakat dari harta warisnya. Jadi,
kewajiban zakat tidak gugur karena meninggalnya seseorang, hal ini sebagi mana
13
diisyaratkan dalam sabda rasulullah “utang kepada Allah lebih berhak untuk
dibayar” HR Bukhari Muslim.
Dalam hadis lainnya, yang diriyatkan oleh imam baihaqi dan imam daruquthni dari
ibnu umar, nabi bersabda “cukupkan kebutuhan (kayakanlah) orang-orang miskin
pada hari (raya)itu. (HR.Baihaqi dan Daruquthni dari Ibnu Umar)
Pembayaran yang dilakukan terlambat, yaitu sesudah shalat Ied dipandang oleh
jumhur ulama bahwa hukumnya adalah makruh(tidak senangi oleh Allah) bahkan
imam ibnu Hazmi menyatakan bahwa hukumannya adalah haram(dilarang oleh
Allah), dengan pengertian orang berdosa dan orang tersebut mempunyai hutang
kepada Allah, yang harus dibayarkan.
14
penundaannya hingga akhir bulan Ramadhan lebih utama. Dalam hal ini, ada 5
waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah, yaitu sebagai berikut.
3. Waktu utama, yaitu setelah shalat subuh dan sebelum shalat idul fitri.
Mengomentari ayat: “sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri
(dengan beriman); dan ia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang” (QS. Al-
A’la(87): 14-15), Atha mengatakan bahwa yang dimaksud adalah memberikan
zakat fitrah dan pergi awal waktu untuk menuneikan shalat idul fitri.
15
dua hari sebelumnya dapat pahala, tapi bila diberikan sebelum hari-hari tersebut
tidak mendapatkan pahala.
16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Hanafi: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah dari terbitnya fajar malam
hari raya sampai akhir umur seseorang. Karena kewajiban zakat fitrah termasuk kewajiban yang
sangat luas waktunya, dan pelaksanaannya juga sah dilakukan dengan mendahulukan ataupun
diakhirkan.
2. Hambali: melaksanakan pemberian zakat fitrah yang terlambatsampai akhir hari raya adalah
haram hukumnya.dan apabila dikeluarkan sebelum hari raya atau dua hari sebelumnya dapat
pahala, tapi bila diberikan sebelum hari-hari tersebut tidak mendapatkan pahala.
3. Syafi’i: waktu yang diwajibkan untuk mengeluarkannya adalah akhir bulan ramadhan dan
awal bulan syawal, artinya pada tenggelamnya matahari mendekat jelang akhir bulan ramadhan.
Disunnahkan membayarnya pada awal hari raya dan diharamkan mengeluarkannya setelah
tenggelamnya matahari pada hari pertama syawal, kecuali kalau ada udzur.
4. Imamiyah: zakat fitrah wajib dikeluarkanpada waktu masuknya malam hari raya dan
kewajiban melaksanakannya mulai dari awal tenggelamnya mataharisampai tergelincirnnya
matahari. Yang lebih utama pelaksanaannya adalah sebelum pelaksanaan sholat hari raya. Kalau
pada waktu itu tidak ada yang berhak menerimanya, maka si mukallaf harus memisahkan harta
zakat fitrah itu dengan harta dirinya disertai suatu niat untuk membayar dan melaksanakannya
pada awal waktu. Apabila ia mengakhiri dan tidak melaksanakannya pada waktu itu padahal
orang yang berhak menerimanya ada maka dia wajib mengeluarkan setelahnya dan kewajiban
untuk mengeluarkan bagi dirinya itu tidak gugur pada waktu itu.
a. Zakat hadiah: dalam kitab Al-Amwal (hlm 417) terdapat riwayat bahwa Hubaitah bin Yarham
pernah mendapatkan sesuatu dari Mas’ud, lalu dikeluarkannya zakatnya. Adapun cara
mengeluarkan zakatnya bisa langsung pada saat menerima hadiah atau ditangguhkan beberapa
waktu untuk digabungkan dengan zakat harta lain jika ada Langsung mengeluarkannya pada saat
menerima suatu penghasilan atau pendapatan, misalnya kita menjual sebidang tanah
yangharganya sama dengan atau melebihi nisab(senilai 85 gr emas). Ada juga zakat yang kita
17
keluarkan setahun sekali, yaitu zakat tijarah (harta perdagangan). Ada juga zakat yang
dikeluarkan satu tahun sekali tapi, untuk mempermudah teknis pelaksanaannya dilaksanakan
setiap bulan, misalnya gaji tetap yang kita terima setiap bulan. (Hlm 30-31)
Setiap harta perdagangan (perniagaan) yang telah mencapai nisab dan telah berlalu masa satu
tahun maka harus dikeluarkan zakatnya. Hal ini antara lain berdasarkan hadis shahih riwayat Abu
Daud dari Samrah bin Jundah “Rasulullah saw. Telah menyuruh kita untuk mengeluarkan
zakat(sedekah) dari segala benda yangdimaksudkan untuk diperdagangkan”
b. Zakat kontrakan, dalam kitab bidayatul mujtahid (1:237), ibnu rusyd mengemukakan bahwa
kekayaan yang memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan kepada pemiliknya maka
kekayaan tersebut termasuk kedalam satu objek zakat, artinya jika penghasilannya (missal: rumah
yang dikontrakan) mencapai atau melebihi satu nisab (senilai 85gram emas) maka wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% pada saat pendapatan diterima.
c. Zakat ternak : zakat perternakan ayam petelur atau pedaging masuk kedalam zakat
perdagangan , karena sejak awal keduanya diniatkan untuk menjadi komoditas perdagangan, oleh
karena itu, nisabnya sama dengan zakat perdagangan dan dikeluarkan satu tahun sekali setelah
dihitung seluruh asetnya, dikurangi berbagai biaya.(hlm 66-67)
d. Zakat pertanian: setiap tanaman yang hasilnya mencapai nisab lima autsaq atau kurang lebih
(653kg) setiap panen harus dikeluarkan zakatnya. Sebelum mengeluarkan zakatnya anda boleh
mengeluarkan dulu biaya-biaya untuk pertanian seperti membeli pupuk, benih, dsb. Adapun
landasannya antara lain firman Allah swt dalam surat Al-An’am:141(hlm :68-69) .Cukup satu
tahun berdasarkan hitungan tahun Qomariah untuk selain biji-bijian, buah-buahan dan barang
tambang.
e. Zakat hutang:
• Imamiyah dan syafi’I : hutang tidak menjadi syarat untuk bebas zakat. Maka, barang siapa
yang mempunyai hutang, ia wajib mengeluarkan zakat, walaupun hutang tersebut sekedar cukup
sampai jatuhnya nishab. Bahkan imamiyah berpendapat: kalau ada seseorang yang meminjam
harta benda yang wajib dizakati dan mencapai nishab serta berada ditangannya selama satu tahun,
maka harta hitungan itu wajib dizakati.
18
• Hambali: hutang yang mencegah zakat, maka barang siapa yang mempunyai hutang dan dia
mempunyai haarta dia harus membayar hutangnya terlebih dahulu. Kalau sisa hartanyaa
mencapai nishab, maka dia harus menzakatinya. Tapi kalau tidak, tidak wajib menzakatinya.
• Maliki : hutang itu hanya mencegah zakat dari emas dan perak tetapi tidak untyk biji-bijian,
binatang ternak, dan barang tambang, maka barangsiapa yang mempunyai hutang dan dia
mempunyai harta berupa emas dan perak sudah mencapai nishab dia harus membayar hutangnya
terlebih dahulu, baru kemudian mengeluarkan zakatnyaa. Tapi, kalu dia mempunyai hutang dan
harta miliknya selain dari emas dan perak serta sudah mencapai nishab maka dia tetap wajib
menzakatinya.
• Hanafi: kalau hutang tersebut menjadi hak Allah yang harus dilakukan oleh seseorang, dan
tidak ada manusia yang menuntutnya seperti haji dan khifarah” maka ia tidak dapat mencegah
zakat, tapi kalau hutang tersebut untuk manusia atau untuk Allah dan dia mempunyai tuntutan
(tanggung jawab) seperti zakat sebelumnya yang dituntut oleh seorang imam maka ia tidak wajib
mengeluarkan zakat dari semua jenis hartanya. Kecuali zakat tanam-tanaman dan buah-buahan.
B. SARAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Jawad Mughniyah “fiqih lima Mahzab” 2011, Penerbit Lentera Jakarta
Fiqh Ibadah (thaharah, shalat, zakat, puasa dan haji) oleh Prof. Dr. Abdul Aziz
Muhammad Azzam & Prof. Dr. Abdul Wahhab Sayyed Hawwas ,Jakarta: Amzah
Prof. Dr. Amir Syariffudin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kencana 2010
Daud Ali Mohammad, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta:UI Press
Prof. Dr. Suad Ibrahim Shalih, Fiqh Ibadah Wanita, Jakarta :Amzah
20