Anda di halaman 1dari 27

PEMATERI PERTAMAA ( DEFINISI

ZAKAT - HIKMANYA )

BAB II

PEMBAHASAN

A. WAQAF

1. Arti dan Definisi Zakat

Perkataan zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh

dengan subur. Makna lain kata zakat, sebagaimana digunakan

dalam al-Qur’an adalah suci dari dosa . Dalam kitab-kitab hokum

islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh dan

berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan

dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati itu

akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah

(membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya). Jika

dirumuskan, maka zakat adalah bagian dari harta yang wajib

diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-

orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula. Syarat-syarat

tertentu itu adalah nisab, haul dan kadar-nya. Menurut hadits, yang

berasal dari Ibnu Abbas, ketika Nabi Muhammad mengutus Mu’az


bin Jabal ke Yaman untuk mewakili beliau menjadi gubernur di

sana, antara lain Nabi menegaskan bahwa zakat adalah harta yang

diambil dari orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang

berhak menerimanya, antara lain fakir dan miskin.

2. Prinsip-prinsip Zakat

Menurut M. A. Mannan dalam bukunya Islamic

Economics: Theory and Practice zakat mempunyai enamprinsip,

yaitu prinsip keyakinan keagamaan (faith), prinsip pemerataan

(equity) dan keadilan, prinsip produktivitas (productivity) dan

kematangan, prinsip nalar (reason), prinsip kebebasan (freedom),

prinsip etik (ethic) dan kewajaran.

Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang

yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut

merupakan salah satumenifestasi keyakinan agama-nya, sehingga

kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya,

belum merasa sempurna ibadahnya. Prinsip pemerataan dan

keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu membagi

lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat

manusia. Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan

bahwa zakat memang wajar harus harus dibayar karena milik

tertentu telah menghasilkan produk tertentu. Dan hasil (produksi)


tersebut hanya dapat dipungut stelah lewat jangka waktu satu tahun

yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil tertentu. Prinsip

nalar dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayar oleh

orang yang bebas dan sehat jassmani dan rohaninya, yang merasa

mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk

kepentingan bersama. Zakat tidak di pungut dari orang yang

sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa. Akhirnya

prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan

diminta secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang

ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin dipungut, kalau karena

pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita.

3. Tujuan Zakat

Yang dimaksud dengan tujuan zakat, dalam hubungan ini

adalah sasaran praktisnya. Tujuan tersebut, selain yang telah

disinggung diatas, antara lain adalah sebagai berikut :

a. Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya ke luar

dari kesulitan hidup serta penderitaan.

b. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh

paragharimin, ibnussabil dan mustahiq lainnya.

c. Membentangkan dan membina talipersaudaraan sesama

umat Islam dan manusia pada umumnya.


d. Menghilangkan sifat kikir.

e. Membersihakan sifat dengki dan iri (kecemburuan social)

dari hati orang-orang miskin.

f. Menjebatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang

miskin dalam suatu masyarakat.

g. Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri

seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.

Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban

dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.

h. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai

keadilan sosial.

4. Hikmahnya

Zakat sebagai lembaga Islam mengandung hikmah yang

bersifat rohaniah dan filosofis, hikmah itu digambarkan dalam

berbagai ayat al –Qur’an (2 : 261, 2 : 267, 9 : 103, 30 : 39) dan al-

Hadist. Diantara hikmah-hikmah itu adalah :

1. Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuhsuburkan harta dan

pahala serta membersihkan diri dari sifat-sifat kikir, dengki,

iri serta dosa.

2. Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat

kemelaratan.
3. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih saying antara

sesame manusia.

4. Manifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong dalam

kebaikan dan takwa.

5. Mengurangi kefakimiskinan yang merupakan masalah

sosial..

6. Membina dan mengembangkan stabilitas sosial salah satu

jalan mewujudkan keadilan sosial.

PEMATERI KEDUAAAA (SYARAT-

SYARAT ZAKAT - BEBERAPA


PERMASALAHAN ZAKAT DI

INDONESIA )

5. Syarat-syarat Zakat

Menurut para ahli hokum Islam, ada bebrapa syarat yang

harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta

yang dipunyai oleh seorang muslim.

Syarat-syarat itu adalah :

1. Pemilikan yang pasti, artinya sepenuhnya berada dalam

kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan

maupun kekuasaan menikmati hasilnya.

2. Berkembang, artinya harta itu berkembnag baik secara

alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena

ikhtiar atau usaha manusia.

3. Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang dipunyai

oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang

diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar

sebagai manusia.

4. Bersih dari hutang, artinya harta yang dipunyai oleh

seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah

(nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesame manusia.


5. Mencapai nisab, artinya mencapai jumlah minimal yang

wajib dikeluarkan zakatnya.

6. Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu

pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali

setelah menuai atau panen.

6. Macam-macam Zakat

Zakat terdiri atas :

1. Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta

kekayaan seseorang (juga dalam hukum) yang wajib

dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah

dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah

minimal tertentu. Pada umumnya didalam kitab-kitab

hukum fikih Islam harta kekayaan yang wajib dizakati atau

dikeluarkan zakatnya digolongkan ke dalam kategori emas,

perak, dan uang (simpanan), barang yang diperdagangkan,

hasil peternakan, hasil bumi, hasil tambang dan barang

temuan. Masing-masing kelompok itu berbeda nisab dan

kadarnya.

2. Zakat fitrah adalah pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap

muslim yang mempunyai kelebihan dari keperluan keluarga

yang wajar pada malam dan hari raya Idulfitri, sebagai


tanda syukur kepada Allah karena telah selesai menunaikan

ibadah puasa. Zakat fitrah ini, selain dari untuk

menggembirakan hati fakir-miskin pada hari raya Idulfitri

itu, juga dimaksudkan untuk menyucibersihkan dosa-dosa

kecil yang mungkin ada ketika melaksanakan puasa

Ramadhan (al-Hadist), agar orang itu benar-benar kembali

kepada keadaan ftrah, suci seperti ketika dilahirkan ibunya.

Orang Islam yang mempunyai bahan makanan pokok lebih

dari dua setengah kg pada waktu itu, wajib membayar zakat

fitrah sebagai upaya pendidikan agar orang gemar

membelanjakan hartanya untuk kepentingan orang lain,

kedatipun setelah mengeluarkan zakat fitrah itu ia berhak

menerima bagian yang mungkin lebih besar dari yang

dikeluarkannya.

7. Penerima Zakat

Mengenai penerima zakat dapat dibagi ke dalam dua

kategori, yaitu yang berhak dan yang tidak berhak menerima zakat

sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini :

1. Yang berhak menerima zakat

Yang berhak menerima zakat menurut ketentuan

al-Qur’an surah 9 (at-Taubah ayat 60, adalah fakir,


miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan

ibnussabil (seperti berulang-ulang telah disebut di atas).

2. Yang tidak berhak menerima zakat

Yang tidak boleh menerima zakat adalah

kelompok orang-orang berikut adalah keturunan Nabi

Muhammad berdasarkan hadist Nabi sendiri, kelompok

orang kaya, keluarga Muzzaki yakni keluarga orang-

orang yang wajib mengeluarkan zakat, orang yang

sibuk beribadah sunnat untuk kepentingan dirinya

sendiri tetapi meluoakan kewajibannya mencari nafkah

untuk diri dan keluarga dan orang-orang yang menjadi

tanggungannya, dan orang yang tidak mengakui adanya

Tuhan dan menolak ajarang agama. Mereka disebut

mulhid atau atheis.

8. Beberapa Permasalahan Zakat di Indonesia

1. Pemahaman Zakat

Yang dimaksud dengan pemahaman disini adalah

pengertian umat Islam tentang lembaga zakat itu. Pengertian

mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengertian

mereka tentang shalat dan puassa, misalnya. Ini disebabkan

karena pendidikan keagamaan Islam dimasa yang lampau


kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat ini.

Akibatnya, karena kurang paham, umat Islam kurang pula

melaksanakannya.

2. Konsepsi Fikih Zakat

Yang dimaksud dengan konsepsi fikih zakat adalah

konsep pengertian dan pemahaman mengenai zakat hasil ijtihad

manusia.di dalam al-Qur’an hanya disebutkan pokok-pokoknya

saja yang kemudian dijelaskan oleh sunnah Nabi Muhammad.

Fikih zakat yang diajarkan pada lembaga-lembaga pendidikan

Islam di Indonesia hamper seluruhnya hasil perumusan para

ahli beberapa abad yang lalu, yang dipengaruhi oleh situasi

dankondisi masa itu. Perumusan tersebut banyak yang tidak

tepat lagi untuk dipergunakan mangatur zakat dalam

masyarakat modern sekarang saat ini. Pertumbuhan ekonomi

Indonesia sekarang, yang mmepunyai sektor-sektor industry,

pelayanan jasa, misalanya, tidak tertampung oleh fikih zakat

yang telah ada itu. Dalam fikih zakat yang ada sekarang, yang

wajib dizakati hanyalah emas, perak, barang-barang niaga,

makanan yang mengenyangkan, binatang peliharaan seperti

unta, domba dan sebagainya. Yang demikian memang tidak

sesuai dengan perkembangan masyarakat Islam di masa yang

lalu, tetapi tidak cocok lagi dengan keadaan sekarang.

3. Pembenturan Kepentingan
Yang dimaksud dengan pembenturan kepentingan

adalah pembenturan kepentingan organisasi-organisasi atau

lembaga-lembaga sosial Islam yang memungut zakat selama ini

dengan misalnya Bazis atau Baz sebagai lembaga atau

organisasi amil zakat baru. Kalau pengumpulan zakat

dilakukan secara terkoordinasi dalam badan-badan baru itu,

lembaga yang lama merasa khawatir kepentingannya akan

terganggu.

Sesungguhnya, kekhawatiran ini tidak perlu ada asal

saja semua dilaksanakan dengan tertib dan berencana, baik

mengenai pengumpulan maupun tentang pendayagunaannya.

4. Sikap Kurang Percaya

Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam

masyarakat Islam Indonesia tentang pelaksanaan zakat, dalam

masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap

penyelenggaraan zakat itu. Sikap ini adalah peninggalan

sejarah, seperti sikap kurang percayanya orang terhadap

penyelenggaraan koperasi, karena kesalahan-kesalahan yang

dibuat oleh pengurusnya. Namun sikap ini sangat dapat

dikurangi, jika tidak dapat dihapuskan samasekali, kalau

diciptakan organisasi yang baik terutama system

administrasinya, pengawas yang ketat dan sempurna.

5. Sikap Tradisional
Penghambat lain adalah kebiasaan para wajib zakat,

terutama diperdesaan,menyerahkan zakatnya tidak kepada

kedelapan kelompok atau beberapa dari delapan golongan yang

berhak menrima zakat, tetapi kepada para pemimpin agama

setempat. Pemimpin agama ini tidak bertindak sebagai amil

yang berkewajiban membagikan atau menyalurkan zakat

kepada mereka yang berhak menerimannya, tetapi bertindak

sebagai mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) sendiri

dalam kategori sabilillah yakni orang yang berjuang dijalan

Allah. Cara dan siakp ini tidak sepenuhnya salah, namun sikap

tersebut seharusnya ditinggalkan. Diantaranya untuk

menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu,

padahal salah satu dari tujuan zakat adalah pemerataan rezeki

untuk mencapai keadilan sosial.

6. Berbagai Upaya Pemecahan

1. Penyebarluasan Pengertian Zakat

Usaha penyebarluasan pengertian zakat secara baik

dan benar, sebaiknya dilakukan melalui pendidikan, baik

formal maupun nonformal. Secara masal penyebaluasan

pengertian zakat itu dapat dilakukan mellaui oenyuluhan,

terutama tentang hukumnya, barang yang wajib


dizakiati,pendayagunaan dan pengorganisasiannya, sesuai

dengan perkembangan zaman.

2. Membuat atau Merumuskan Fikih Zakat Baru

Untuk keperluan ini harus ada kerjasama antara para

ahli berbagai bidang yang erat hubungannya dengan zakat,

misalnya sekeddar contoh,para ahli pengetahuan Islam, ahli

(hukum) fikih, sarjana hukum, sarjana ekonomi dan sarjana

sosial. Fikih zakat yang baru itu diharapkan dapat

menampung perkembangan yang ada dan bakal ada di

Indonesia.

Mengenai barang yang wajib dizakati, sebagai

sumber zakat, hendaknya disebutkan jenis barang yang

bernilai ekonomis yang ada dalam masyarakat Indonesia

sekarang. Di samping itu disebutkan juga penghasilan tetap

dan tidak tetap seseorang yang perlu dikeluarkan zakatnya

agar penghasilan yang diperoleh seseorang itu menjadi

bersih dari hak orang lain dan berkah.

7. Zakat dan peundang-undangan

Potensi zakat, baik penerimaan maupun pengeluarannya

cukup besar. Supaya ia menjadi riil sebagai dana untuk

menanggulangi kemiskinan dan sarana pemerataan pendapatan


untuk menciptakan keadilan sosial, pengelolaan sosial,

pengelolaan zakat sebaiknya diatur oleh pemerintah melalui

peraturan perundang-undangan. Pengaturan melalui peraturan

perundang-rundangan ini, setidak-tidaknya dengan peraturan

pemerintah, tidak hanya akan memperlancar proses

pengelolaan dan pendayagunaannya, tetapi juga untuk

memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan

pelaksanaan pengumpulan zakat. Sebagai ajaran yang

menekankan pada rasa persaudaraan dan rasa kasih sayang

terhadap sesama manusia.

PEMATERI KETIGAAAA

(WAQAF - PERNYATAAN

WAQIF)
B. WAQAF

1. Pengertian wakaf

Perkataan waqaf, yang menjadi wakaf dalam bahasa

Indonesia, berasal dari kata kerja bahasa Arab waqafa yang berarti

menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu.

Pengertian menghentikan ini (kalau) dihubungkan dengan ilmu

baca al-Qur’an (ilmu tajwid) adalah tata cara menyebut huruf-

hurufnya, dari mana dimulai dan dimana harus berhenti.

Wakaf dalam pengertian ilmu tajwid ini mengandung

makna menghentikan bacaan, baik seterusnya maupun untuk

mengambil nafas sementara. Menurut aturannya seorang pembaca

tidak boleh berhenti di pertengahan suku kata, harus pada akhir

kata di penghujung ayat agar bacaannya sempurna. Pengertian

wakaf dalam makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan wuquf

yakni berdiam di Arafah pada tanggal9 Zulhijjah ketika

menunaikan ibadah haji. Tanpa wuquf di Arafah tidak ada haji bagi

seseorang.

Pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan harta

kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam uraian ini.

Wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya

sesuai dengan ajaran Islam.


Di dalam kepustakaan, sinonim waqf adalah habs. Kedua-

duanya kata benda yang berasal dari kata kerja waqafa dan habasa,

artinya menghentikan, menahan seperti yang dikemukakan di atas.

Bentuk jamaknya adalah awqaf untuk waqf dan ahbas untuk habs.

Perkataan habs atau ahbas biasanya dipergunakan di Afrika Utara

di kalangan pengikut mazhab Maliki.

Di dalam al-Qur’an surah al-Haj (22) ayat 77 Tuhan

memerintahkan agar manusia berbuat kebaikan supaya hidup

manusia itu bahagia.di surah lain Allah memrintahkan manusia

untuk membelanjakan (menyedekahkan) hartanya yang baik (2 :

267). Dalam surah al-Imran (3) ayat 92 Tuhan menyatakan bahwa

manusia tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali jika ia

menyedekahkan sebagian dari harta yang disenanginya (pada orang

lain). Menurut hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim berasal

dari Abu Hurairah, seorang manusia yang meninggal dunia akan

berhenti semua pahala amal perbuatannya,kecuali pahala tiga

amalan yaitu pahala amalan shadaqah jariyah (sedekah yang

pahalanya tetap mengalir) yang diberikannya selama ia hidup,

pahala ilmu yang bermanfaat (bagi orang lain) yang diajarkannya

selama hayatnya, dan doa anak (amal) saleh yakni anak yang

membalas guna orang tuanya dan mendoakan ayah-ibunya

kendatipun orangtuanya itu telah tiada bersama dia di dunia ini.

Para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan (pahala)


shadaqah jariyah dalam hadist itu adalah (pahala) wakaf yang

diberikannya di kala seseorang masih hidup.

Harta yang diwakafkan haruslah benda yang kekal zatnya

(tahan lama wujudnya), tidak lekas musnah stelah

dimanfaatkan,lepas dari kekuasaan orang-orang yang berwakaf,

tidak dapat diasingkan kepada pihak lain, baik dengan jalan jual-

beli hibah maupun dengan warisan, serta untuk keperluan amal

kebajikan sesuai dengan ajaran Islam.

2. Unsur-Unsur Wakaf

Orang yang Mewakafkan Hartanya (Wakif) Orang yang

mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam disebut wakif.

Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan

hartanya, di antaranya adalah kecakapan bertindak, telah dapat

mempertimbangkan baik buruknya perbuatan yang dilakukannya

dan benar-benar pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai

harta yang diwakafkan perlu dicatat bahwa harta itu harus bebas

dari beban hutang pada orang lain. Kalau ada, beban itu harus

diangkat lebih dahulu supaya dengan tindakannya itu wakif tidak

merugikan orang lain. Seorang wakif tidak boleh mencabut

kembali wakafnya dan dilarang pula menuntut agar harta yang

sudah diwakafkan dikembalikan ke dalam (bagian) hak miliknya.


3. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)

Barang atau benda yang diwakafkan (mauquf) haruslah

memenuhi syarat-syarat berikut :

Pertama, harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan untuk

jangka waktu yang lama, tidak habis sekali pakai. Pemanfaatan itu

haruslah untuk hal-hal yang berguna,halal dan sah menurut hukum.

Kedua, harta yang diwakafkan itu haruslah jelas wujudnya

dan pasti batas-batasnya (jika berbentuk tanah).

Ketiga, benda itu sebagaimana disebutkan diatas, harus

benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari segala beban.

Keempat, harta yang diwakafkan itu dapat berupa benda dapat juga

berupa benda bergerak seperti buku-buku, saham, surat-surat

berharga dan sebagianya. Kalau ia berupa saham atau modal,

haruslah diusahakan agar penggunaan modal itu tidak untuk usaha-

usaha yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum

Islam, misalnya untuk mendirikan atau membiayai tempat

perjudian atau usaha-usaha maksiat lainnya.

4. Tujuan Wakaf (Mauquf ’alaih)


Tujuan wakaf adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah,

dalam rangka beribadah kepada-Nya. Sebagimana halnya dengan

zakat, wakaf merupakan ibadah malliyah berbentuk shadaqah

jariyah yakni sedekah yang terus mengalir pahalanya untuk orang

yang menyedekahkannya selama barang atau benda yang

disedekahkan itu masih ada dan dimanfaatkan.oleh karena sifatnya

yang demikian itu, maka tujuan wakaf wakaf tidak boleh

bertentangan dengan nilai-nilai ibadah.

Tujuan wakaf itu harus dapat dimasukkan ke dalam

kategori ibadah pada umumnya, sekurang-kurangnya tujuannya

harus merupakan hal yang mubah menurut ukuran (kaidah) hukum

Islam. Adalah mubah atau jaiz atau boleh saja kalau misalnya

orangmewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar,lapangan

olahraga, dan sebaginya dalam rangka pelaksanaan ibadah umum

atau ibadah amah. Kalau tujuan wakaf itu untuk kepentingan

umum, maka harus ada badan yang mengurusnya.

5. Pernyataan (Sighat) Wakif

Pernyataan wakif yang merupakan tanda oenyerahan

barang atau benda yang diwakafkan itu, dapat dilakukan dengan

lisan atau tulisan. Dengan penyataan itu, tanggallah hak wakif atas

benda yang diwakafkannya.


PEMATERI TERAKHIR SAMPAI

SELESAI
6. Syarat-syarat Wakaf

Di samping rukun-rukun wakaf tersebut di atas, ada pula

syarat-syarat sahnya suatu pewakafan benda atau harta seseorang.

Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut :

1. Perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu

tertentu saja, tetapi untuk untuk selama-lamanya. Wakaf

yang dibatasi waktunya untuk lima tahun saja misalnya,

adalah tidak sah.

2. Tujuannya haruis jelas, tanpa menyebutkan tujuan

secara jelas,pewakafan tidak sah.namun apabila seorang

wakif menyerahkan tanahnya kepada suatu badan


hukum tertentu yang sudah jelas tujuan dan usahanya,

wewenang untuk penentuan tujuan wakaf itu berada

pada badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan

tujuan badan hukum itu.

3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ikrar wakaf

dinyatakan oleh wakif tanpa menggantungkan

pelaksanaannya pada suatu peristiwa yang akan terjadi

di masa yang akan datang.

7. Macam Wakaf

Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli Yang dimaksud dengan

wakaf keluarga atau wakaf ahli (disebut juga wakaf khusus) adalah

wakaf yang khusus diperuntukkan bagi orang-orang tertentu,

seorang atau lebih, baik ia keluarga wakif maupun orang lain.

Dalam hubungan dengan wakaf keluarga ini perlu dicatat

bahwa harta pusaka tinggi di Minangkabau misalnya, mempunyai

ciri-ciri yang sama dengan wakaf keluarga.

1. Waqaf keluarga

Ia merupakan harta keluarga yang dipertahankan tidak

dibag-bagi atau diwariskan kepada keturunan secara

individual, karena ia telah diperuntukkan bagi

kepentingan keluarga, memenuhi kebutuhan baik dalam


keadaan biasa apalagi dalam keadaan yang tidak

disangka-sangka (darurat).

2. Wakaf Umum

Yang dimaksud dengan wakaf khairi atau wakaf umum

adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau

kemaslahatan umum. Wakaf jenis ini jelas sifatnya

sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam

bentuk mesjid, madrasah,pesantren, asrama, rumah

sakit, rumah yatim-piatu, tanah pekuburan dan

sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf umum inilah yang

paling sesuai dengan ajaran Islam dan yang dianjurkan

pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya

guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi

orang yang bersangkutan kendatipun ia telah meninggal

dunia, selama wakaf itu masih dapat diambil

manfaatnya. Dari bentuk-bentuknya tersebut diatas,

wakaf khairi ini jelas merupakan wakaf yang benar-

benar dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat dan

merupakan salah satu sarana penyelenggaraan

kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang

keagamaan maupun dalam bidang ekonomi, sosial,

budaya dan Pendidikan.


8. Pemilikan Harta Wakaf

Para ahli hukum (fikih) Islam sependapat bahwa sebelum

harta yang diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang

mewakafkannya. Dan setelah harta wakaf itu diwakafkan oleh

wakif, pemilikannya beralih kepada Allah dan manfaatnya menjadi

hak mauqul ‘alaih (orang atau orang yang berhak memperoleh hasil

harta wakaf itu). Sebab, menurut pendapat umum, begitu wakif

selesai mengucap ikrar wakaf seketika itu juga pemilikan harta

yang di wakafkannya tanggal (lepas) dari tangannya dan berpindah

(kembali) menjadi milik Allah, tidak pada orang atau badan yang

disebut dalam tujuan wakaf itu. Dengan kalimat lain, pemilikan

atas harta wakaf, setelah ikrar wakaf diucapkan oleh wakif,

berpindah (kembali) kepada Allah, tidak tetap di tangan wakif dan

tidak pula berpindah menjadi milik mauquf ‘alaih.

Dengan demikian, harta wakaf itu menjadi amanat Allah

yang memerlukan orang atau badan hukum mengurus atau

mengelolanya. Orang atau badan yang mengurus wakaf disebut

nadzir atau mutawalli.

9. Pengurus Wakaf : Nadzir atau Mutawalli


Nadzir wakaf adalah orang atau badan yang memegang

amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-

baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya. Pada dasarnya, siapa

saja dapat menjadi nadzir asal saja ia berhak melakukan tindakan

hukum. Namun demikian, kalau nadzir itu adalah perorangan, para

ahli menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhinya. Syarat

tersebut adalah telah dewasa, berakal sehat, dapat dipercaya dan

mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan

harta wakaf.

Nadzir berhak mendapatkan upah untuk jerih payahnya

mengurus harta wakaf, selama ia melaksanakan tugasnya dengan

baik. Besarnya sesuai ketentuan wakif, biss sepersepuluh,

seperdelapan dari hasil tanah yang diwakafkannya atau berapa saja

yang pantas menurut pertimbangan wakif. Nadzir wakaf adalah

orang yang memegang amanat pemeliharaan dan pengurusan

wakaf sesuai dengan wujud dan tujuannya. Yang berhak

menentukan nadzir wakaf adalah wakif. Mungkin ia sendiri yang

menjadi nadzir, mungkin pula diserahkannya kepada orang lain,

baik perorangan maupun organisasi. Agar pewakafan dapat

terselenggara dengan sebaik-baiknya,pemerintah berhak campur

tangan mengeluarkan berbagai peraturan mengenai perwakafan,

termasuk menentukan nadzirnya.


10. Penerapan Fikih Wakaf di Indonesia

Penerapan fikih wakaf di Indonesia, terdapat

perkembangan. Kalau sebelum tahun tujuh puluhan, untuk

memahami fikih wakaf di Indonesia hanya dipergunakan pendapat

ahli mazhab Syafi’I, namun, setelah tahun tujuh puluhan ketika

para hakim pengadilan agama telah banyak dijabat oleh alumni

IAIN, tampak perubahan orientasi, tidak terbatas lagi hanya pada

fikih Islam mazhab Syafi’i, tetapi sudah meluas, berkembang

meliputi juga paham yang tumbuh dalam mazhab hukum (fikih)

Islam lainnya. Dengan demikian, pemahaman dan penerapan fikih

wakaf di tanah air kita telah berkembang pula baik dalam teori

maupun dalam putusan Badan Pengadilan Agama.

11. Bentuk Wakaf di Indonesia

Di Indonesia,wakaf pada umunya berupa benda-benda

konsumtif, bukan barang-barang yang produktif, ini dapat dilihat

pada mesjid, sekolah-sekolah, panti asuhan, rumash sakit, dan

sebagainya. Ini disebabkan karena beberapahal, di antaranya adalah

(di jawa misalnya) tanah telah sempit dan di daerah-daerah lain,

menurut hukum adat (dahulu), hak milik perorangan atas tanah

dibatasi oleh hak masyarakat hukum adat,seperti hak uluyat


misalnya. Dan oleh karena harta yang diwakafkan itu pada

umumnya adalah barang-barang konsumtif, maka terjadilah

masalah mengenai biaya pemeliharaannya. Untuk mengatasi

kesulitan itu,perlu dicari sumber dana tetap melelui wakaf

produktif.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang sudah dikemukakan jelas zakat dan wakaf

di Indonesia saat ini perlu mendapatt perhatian khusus, karena lembaga-

lembaga tersebut merupakan lembaga yang potensial untuk

dikembangkan, tetapi pengelolaannya sampai saat ini belum optimal.

Dengan adanya BAZNAS dan LAZ diharapkan pengelolaan zakat lebih

terarah sehingga tujuan orang berzakat dapat tercapai. Diharapkan juga

undang-undang Wakaf dan Badan Wakaf Indonesia segera terealisasi,

sehingga wakaf dapat dikelola secara prodoktif dan dapat mewujudkan

kesejahteraan dan keadilan social dalam masyarakat.


DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai