Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN SINGKAT FIQH ZAKAT

AMIL ZAKAT MASJID AL IKHLASH


PERUMAHAN VILLA ASIA
I. PENDAHULUAN
Zakat merupakan suatu ibadah pokok yang termasuk salah satu dari rukun islam,
memiliki posisi yang sangat penting baik dilihat dari sisi ajaran islam maupun dari sisi
pembangunan kesejahteraan umat. Zakat juga merupakan salah satu komponen utama
dalam sistem ekonomi islam.
Secara bahasa zakat berarti tumbuh atau bertambah. Sedangkan pengertian zakat
dalam UU No. 23 tahun 2011 menyatakan bahwa: “Zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerima sesuai dengan syariat islam.”
Sedangkan menurut terminologi (Syara’) zakat adalah sebuah aktifitas (ibadah)
mengeluarkan sebagian harta atau bahan makanan utama sesuai dengan ketentuan syariat
yang diberikan kepada orang-orang tertentu, pada waktu tertentu dengan kadar tertentu.

II. DASAR HUKUM


Zakat termasuk kategori ibadah wajib (seperti shalat, puasa dan haji) yang telah diatur
berdasarkan Al Quran dan sunah.
Allah SWT berfirman,
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ke-
taatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus.’
(QS. Al-Bayyinah[98]: 5)
Rasulullah SAW bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan
Muhammad adalah utusan-Nya; mendirikan shalat; menunaikan zakat; melaksanakan puasa (di
bulan Ramadhan); dan berhaji ke Baitullah (bagi yang mampu).”

III. JENIS-JENIS ZAKAT


a. Zakat nafs (jiwa), disebut juga zakat fitri.
b. Zakat mal (harta).

IV. SYARAT WAJIB ZAKAT


a. Muslim.
b. Berakal.
c. Baligh.
d. Memiliki harta sendiri dan sudah mencapai nisab (ukuran/ketentuan)

V. ZAKAT, INFAQ DAN SEDEKAH


Zakat, infaq dan sedekah bisa disingkat menjadi ZIS. Istilah ini sering kita dengar dan
berkaitan dengan ibadah lewat harta atau uang. Dibalik nikmat rezeki yang Allah berikan untuk
hamba-hamba-Nya, ada bagian yang harus dikeluarkan dan dianjurkan untuk diserahkan
kepada saudara kita yang lain. Masyarakat umumnya terkaburkan oleh tiga istilah zakat, infaq
dan sedekah, sehingga sering menyamakan ketiganya sebagai sedekah biasa. Sebenarnya,
apakah perbedaan zakat, infaq dan sedekah itu?
a. Zakat, hukumnya wajib bagi umat islam dan terbagi menjadi dua, yaitu zakat fitrah dan
zakat mal. Zakat Fitrah adalah zakat yang wajib dibayarkan oleh setiap muslim (laki-laki
maupun perempuan, tua maupun muda, kaya maupun miskin, merdeka atau hamba
sahaya) senilai 3,5 liter atau 2,5 kilogram bahan makanan pokok pada bulan Ramadhan.
Sedangkan Zakat Mal adalah harta yang wajib dikeluarkan seorang muslim dari rezeki
yang diperolehnya, baik melalui profesi, usaha pertanian, perniagaan, hasil laut,
pertambangan, harta temuan, hasil ternak, emas dan perak dengan besaran (nisab)
yang telah ditentukan dan waktu dimiliki penuh selama setahun (haul).
b. Infaq, menurut bahasa berasal dari kata “anfaqa” yang bermakna mengeluarkan atau
membelanjakan harta. Menurut terminologi syariat, infaq berarti mengeluarkan
sebagian dari harta atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan oleh
agama islam. Adapun infaq bisa mencakup dana zakat maupun bukan zakat. Infaq
hukumnya ada yang wajib dan ada yang sunah. Yang wajib diantaranya kafarat, nadzar,
zakat dll. Yang sunah di antara infaq kepada faqir miskin, anak yatim, korban bencana
alam dll.
c. Sedekah, menurut bahasa berasal dari kata “shidqah” yang artinya “benar” menurut
tafsiran para ulama, orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan
keimanannya. Sedekah bisa juga diartikan sebagai pembelanjaan yang dilakukan di jalan
Allah dan sedekah juga dapat bermakna infaq, zakat dan kebaikan non-materi.
Bersedekah tidak harus berupa uang, cara sederhana seperti tersenyum, berbagi ilmu,
membantu orang lain, bahkan shalat sunah dll.

VI. MUSTAHIQ ZAKAT


Mustahiq adalah orang yang berhak menerima zakat, seperti yang dijelaskan dalam Al
Quran Surat At-Taubah ayat 60 :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang
yang berhutang, untuk di jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagaisuatu ketetapan yang telah diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
Ada delapan kelompok yang berhak menerima zakat dan disebut dengan ashnaf
tsamaniyah atau kelompok delapan, yaitu:
1. Orang-orang fakir, adalah seseorang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan yang
halal, sehingga ia tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan asasinya dan kebutuhan
dasar orang-orang yang menjadi tanggungannya (anak dan istri).
2. Orang-orang miskin, dalam bahasa arab, al masakin merupakan bentuk plural dari kata
miskin, yakni orang yang mampu bekerja dengan suatu pekerjaan yang layak akan tetapi
tidak dapat mencukupi kebutuhannya yang meliputi makan, pakaian, tempat tinggal dan
keperluan-keperluan lainnya, serta keperluan orang-orang yang nafkahnya menjadi
tanggung jawabnya.
3. Amil Zakat, adalah para pekerja, petugas, pengumpul, penjaga, dan pencatat zakat yang
telah ditunjuk oleh pemerintah untuk menghimpun harta zakat, mencatat,
mengumpulkan, menjaga, hingga mendistribusikannya kepada para mustahik zakat.
Oleh karena itu, syarat amil zakat adalah baligh, berakal, beragama Islam , amanah dan
mengerti hukum zakat.
4. Para muallaf, adalah orang yang dibujuk hatinya untuk memeluk agama Islam. Yang
termasuk dalam kelompok ini antara lain orang-orang yang lemah niatnya untuk
memasuki Islam. Mereka diberi bagian dari akat agar niat mereka memasuki Islam
menjadi kuat.
5. Para budak, yang dimaksud disini menurut jumhur ulama, ialah para budak muslim yang
telah membuat perjanjian dengan tuannya, untuk dimerdekakan dan tidak memilki uang
untuk membayar tebusan atas diri mereka meskipun mereka telah bekerja keras dan
membanting tulang sampai mati-matian. Mereka tidak mungkin melepaskan diri dari
orang yang tidak menginginkan kemerdekaannya kecuali telah membuat perjanjian.
6. Gharim (orang yang memiliki hutang), adalah orang yang betul-betul memiliki utang
dan tidak memiliki apa-apa selain utangnya itu atau orang yang benar-benar dililit
hutang sehingga dia tidak bisa melunasi hutangnya.
7. Fii sabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah), Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah para pejuang yang berperang di jalan Allah.
8. Ibnu sabil (orang yang sedang dalam perjalanan), adalah orang-orang yang bepergian
(musyafir) untuk melaksanakan suatu hal yang baik (tha`ah) tidak termasuk maksiat. Dia
diperkirakan akan mencapai maksud dan tujuannya jika tidak di bantu.

VII. BAIKNYA MENUNAIKAN ZAKAT KEPADA AMIL ZAKAT


Seorang muslim sudah seharusnya selalu membayar zakat dan menunaikannya kepada
lembaga amil zakat, karena itu adalah tuntunan yang baik dan benar sebagaimana yang
terdapat dalam Al Quran dan sunah. “(Hai amil) Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At Taubah[9]: 103).
Berikut ini adalah 7 (tujuh) manfaat jika berzakat melalui lembaga amil zakat :
1. Membersihkan Harta dan Menyucikan Diri. Sesuai dengan ayat di atas zakat dapat
menjadi sebuah alat yang dapat membersihkan harta yang kita punya sekaligus
menyucikan diri kita.
2. Sesuai Sunnah Rasulullah dan Syariat. Sepanjang yang dicontohkan oleh Rasulullah
SAW dan yang ditetapkan dalam syariah Islam, pelaksanaan zakat memang selalu lewat
perantaraan amil zakat atau sekarang lebih sering disebut lembaga zakat.
3. Memuliakan Mustahiq. Seorang muzakki atau orang yang memberikan zakat kini tidak
perlu khawatir dengan mustahiq-nya (penerima zakat). Karena dana zakat yang
disalurkan lewat lembaga akan dikelola secara penuh dengan penuh tanggung jawab
oleh Lembaga zakat sebagai amil zakat.
Seorang muzakki juga lebih terjaga hatinya, karena akan memperkecil peluang rasa
sombong karena tidak bertemu langsung dengan mustahiq.
4. Praktis dan memudahkan. Sistem kelembagaan lebih praktis dan memudahkan serta
lebih terjamin tepat sasaran dalam pengalokasian dana zakatnya dibandingkan jika
disalurkan sendiri.
5. Syiar keteladanan bagi mereka yang belum berzakat. Sistem kelembagaan menjadikan
kewajiban berzakat sebagai syiar yang akan meningkatkan semangat berzakat dan
memberikan keteladanan bagi mereka yang belum menyadari kewajiban membayar
zakat diantara kaum muslimin.
6. Dana terhimpun bisa dialokasikan secara proporsional. Sistem kelembagaan kolektif
lebih efektif untuk menjadikan zakat sebagai basis ekonomi umat, karena dana bisa
terhimpun dalam jumlah besar dan dialokasikan secara proporsional. Hal tersebut tidak
terjadi jika zakat disalurkan secara perorangan.
7. Zakat tersalurkan secara merata dan tepat sasaran. Lembaga zakat yang baik, biasanya
memiliki orang-orang ahli yang bertugas untuk menganalisa terlebih dahulu program
atau bantuan apa yang tepat untuk golongan penerima zakat tertentu. Hal ini agar zakat
tersebut tersalurkan merata, tepat sasaran dan mampu memberikan manfaat besar bagi
umat.

VIII. HIKMAH ZAKAT


Allah SWT berfirman :

َّ‫ُوا َأِلنفُسِ ُكم مِّنْ َخي ٍْر َت ِج ُدوهُ عِ ندَ ٱهَّلل ِ ۗ ِإن‬
۟ ‫ٱلز َك ٰو َة ۚ َو َما ُت َق ِّدم‬ ۟ ‫ص َل ٰو َة َو َءا ُت‬
َّ ‫وا‬ ۟ ‫َوَأقِيم‬
َّ ‫ُوا ٱل‬
‫ون بَصِ ي ٌر‬ َ ُ‫ٱهَّلل َ ِب َما َتعْ َمل‬
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan
bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha
Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah[2]: 110)

a. Hikmah Zakat Bagi Mereka yang Melaksanakan


 Menyempurnakan Iman
 Menghapus Dosa
 Membersihkan Harta Benda
 Melatih Kerendahan Hati
 Meningkatkan Rezeki
 Mempererat Persaudaraan (ukhuwah islamiyah)
 Terhindar dari Siksa Neraka

b. Hikmah Zakat Bagi yang Menerima


 Meringankan beban ekonomi yang dihadapi
 Menjalin persaudaraan antarsesama Muslim
 Menghindarkan dari perbuatan jahat
 Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah
 Memungkinkan mereka mengubah keadaan diri dengan modal zakat yang didapatkan.

c. Kemuliaan Menjadi Amil Zakat


 Amil zakat adalah pekerjaan yang SK pengangkatannya disebutkan dalam Al-Qur’an.
 Banyak sekali para sahabat mulia yang diangkat menjadi amil zakat.
 Pekerjaan amil adalah tugas dakwah.
Allah berfirman : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri?" (QS. Fusshilat : 33)
 Pekerjaan menjadi amil dianggap sama pahalanya dengan orang-orang yang berperang
di jalan Allah.
Rasulullah SAW bersabda : “Seorang amil zakat yang benar, maka ia seperti orang yang
berperang di jalan Allah sampai ia kembali pulang ke rumahnya” (HR. at-Tirmidzy, Abu
Daud, Ibu Majah dan Ahmad).
Yaitu, menuju jalan yang benar membela kebaikan.
Menjadi Amil Zakat merupakan ladang pahala yang baik jika menjalankannya dengan sebaik-
baiknya dan juga tulus tanpa mengharapkan imbalan.

IX. PEMBAHASAN
Pembahasannya adalah terkait kriteria penentu mustahik, prosentase penyebaran mustahik
dan distribusi zakat. Dalam pemanfaatan zakat, amil zakat mendistribusikannya untuk dibagikan
kepada para mustahiq.
Kriteria mustahiq sesuai dengan yang tercantum dalam QS. At-Taubah: 60 yaitu terdapat 8
asnaf/golongan yang berhak menerima zakat. Namun, dalam praktiknya amil akan fokus
kepada fakir miskin. Amil zakat focus kepada fakir miskin dengan alasan:
a. Mengutamakan skala prioritas dimana untuk saat ini mayoritas dan layak dibantu adalah
golongan tersebut,
b. Bahwa pemberian zakat tidak harus kepada 8 asnaf apabila tidak terdapat secara utuh
dalam satu wilayah,
c. Apabila dipandang lebih mewujudkan kemaslahatan dengan hanya memberikan kepada
fakir miskin/ mengutamakan skala prioritas.
Untuk siapa yang termasuk dalam kategori fakir miskin amil zakat akan membuat sebuah
skala prioritas yang didalamnya terdapat pengkategorian calon mustahiq, seperti penghasilan
kepala keluarga, pekerjaan, keadaan rumah, kendaraan, dsb.
Bagian masing-masing mustahiq adalah sesuai kebutuhannya sehingga tidak harus 1/8
(seperdelapan). Bagian amil sesuai QS. At-taubah: 60, tetap mendapat bagian 1/8 sebagai jasa
upah atas fungsinya dalam mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat kepada mustahiq.
Biasanya bagian amil dapat juga masuk kedalam dana cadangan yang digunakan untuk
operasional atau untuk dibagikan kembali kepada mustahiq suatu saat nanti.
Kemudian, Kapan waktu Zakat Fitri harus Dikeluarkan Kemudian Didistribusikan?
berdasarkan hadits dari Abdullah bin ‘Umar (diriwayatkan), bahwa Rasulullah SAW telah
mewajibkan Zakat Fitri di bulan Ramadan atas setiap jiwa dari kaum muslimin, baik orang
merdeka, hamba sahaya, laki-laki atau pun perempuan, anak kecil maupun dewasa, yaitu
berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum (HR. Muslim).
Hadits ini menjelaskan bahwa kewajiban mengeluarkan zakat bagi para muzakki adalah
selama bulan Ramadan. Ungkapan hadis Nabi Saw “min ramadan” sejatinya telah menunjukkan
bahwa sepanjang bulan Ramadan adalah waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah. Karenanya,
batas akhir mengeluarkan zakat fitrah bagi para muzakki adalah sebelum salat idul fitri.
Pendapat di atas juga diperkuat dengan hadis dari Ibnu ‘Abbas yang menegaskan bahwa
Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari
perkataan yang sia-ia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin.
Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka itu adalah zakat diterima, dan
barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Id, maka itu hanyalah sekedar sedekah (HR.
Abu Dawud).
Karena zakat fitrah ini wajib, kalau orang lalai bisa jadi dosa. Karenanya harus disegerakan
mengeluarkan zakat. Boleh di awal, tengah, atau akhir Ramadan. Ini bagi muzakki atau orang
yang mengeluarkan zakat.
Setelah mengeluarkan zakat fitrah dan dikumpulkan oleh panitia zakat, lalu kapan zakat
tersebut didistribusikan kepada orang-orang fakir dan miskin. Distribusi zakat diutamakan
sebelum salat Id. Tetapi apabila ada kondisi tertentu terkendala teknis distribusi, maka
diperbolehkan atau sah-sah saja. Titik tekan keharusan dilaksanakan sebelum salat Id dalam
hadis Abu Dawud di atas, sejatinya ada pada mengeluarkan zakat dari para muzakki, bukan
pada distribusi zakat kepada fakir miskin.
Kata kunci hadis Abu Dawud di atas ada pada muzakki, yaitu harus mengeluarkan zakat
sebelum salat Id. Karena kalau mengeluarkan zakat setelah salat Id, dihitung pahala sedekah,
yang artinya kita tidak melaksanakan kewajiban zakat fitrah. Sementara distribusi zakat masih
ada pertimbangan boleh didistribusikan sepanjang tahun. Hal tersebut sebagai jalan paling
maslahat apabila zakat yang terkumpul begitu banyak yang mungkin akan kesulitan bila harus
didistribusikan dalam tempo yang singkat.

X. PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam pemanfaatan zakat, Amil Zakat akan mendistribusikannya untuk dibagikan kepada
para mustahiq. Kriteria mustahiq sesuai dengan yang tercantum dalam QS. At-Taubah: 60 yaitu
terdapat 8 asnaf/golongan yang berhak menerima zakat.
Namun, dalam praktiknya fokus kepada fakir miskin. Amil Zakat akan fokus kepada fakir
miskin dengan alasan, mengutamakan skala prioritas dimana untuk saat ini yang mayoritas dan
layak dibantu adalah golongan tersebut. Pemberian zakat tidak harus kepada 8 asnaf apabila
tidak terdapat secara utuh dalam satu wilayah, dan apabila dipandang lebih mewujudkan
kemaslahatan dengan hanya memberikan kepada fakir miskin/ mengutamakan skala prioritas.
Kewajiban mengeluarkan zakat bagi para muzakki adalah selama bulan Ramadan. Ungkapan
hadis Nabi Saw “min ramadan” sejatinya telah menunjukkan bahwa sepanjang bulan Ramadan
adalah waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah. Karenanya, batas akhir mengeluarkan zakat
fitrah bagi para muzakki adalah sebelum salat idul fitri.
Distribusi zakat diutamakan sebelum salat Id. Tetapi apabila ada kondisi tertentu terkendala
teknis distribusi, maka diperbolehkan atau sah-sah saja. Titik tekan keharusan dilaksanakan
sebelum salat Id, sejatinya ada pada mengeluarkan zakat dari para muzakki, bukan pada
distribusi zakat kepada fakir miskin.
Zakat fitrah wajib ditunaikan bagi setiap jiwa, dengan syarat beragama Islam, hidup pada
saat bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki atau kebutuhan pokok untuk malam dan
Hari Raya Idul Fitri. Besarannya adalah beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter
per jiwa.
Para ulama, diantaranya Shaikh Yusuf Qardawi telah membolehkan zakat fitrah ditunaikan
dalam bentuk uang yang setara dengan 1 sha’ gandum, kurma atau beras. Nominal zakat fitrah
yang ditunaikan dalam bentuk uang, menyesuaikan dengan harga beras yang dikonsumsi.
Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 10 Tahun 2022 tentang Zakat Fitrah dan Fidyah untuk
wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya, ditetapkan bahwa nilai zakat fitrah setara
dengan uang sebesar Rp45.000,-/hari/jiwa
Zakat fitrah boleh dibayarkan dalam bentuk uang. Mereka berpedoman pada firman Allah
sebagai berikut. (Imam Hanafi)
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Ali Imran: 92)
Pada ayat tersebut, Allah memerintahkan hambanya untuk menafkahkan sebagian harta
yang kita cintai. Harta yang paling dicintai pada masa Rasul berupa makanan. Sementara, harta
yang paling dicintai pada masa sekarang adalah uang. Oleh karena itu, menunaikan zakat fitrah
diperbolehkan dalam bentuk uang.

Wallohu a’lam_

Anda mungkin juga menyukai