Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ZAKAT PROFESI

Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Fiqih Kontemporer

Dosen Pengampu: Imam Mustofa, SHI,MSI

Kelompok 3

NURDIN ABDULLAH
(14124629)

Kelas B
Jurusan Syariah dan Ekonomi Islam
Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah (HESy)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO


1438 H / 2017 M
PENGERTIAN ZAKAT PROFESI

A. Pendahuluan
Zakat merupakan salah satu tiang penyangga bagi tegaknya Islam,
juga merupakan suatu kewajiban bagi pemeluknya. Zakat juga
membawa misi memperbaiki hubungan horizontal antara sesama
manusia, sehingga pada akhirnya mampu mengurangi gejolak akibat
problematika kesenjangan dalam hidup mereka. Selain itu, zakat juga
dapat memperkuat hubungan vertikal manusia dengan Allah, karena
Islam menyatakan bahwa zakat merupakan bentuk pengabdian
(ibadah) kepada Yang maha Kuasa. Salah satu ajaran Islam yang
bertujuan mengatasi kesenjangan antara gejolak sosial tersebut
adalah zakat Tak dapat dipungkiri bahwa zakat sangat berpotensi
sebagai sebuah sarana yang efektif untuk memberdayakan ekonomi
umat. Potensi itu bila digali secara optimal dari seluruh masyarakat
Islam dan dikelola dengan baik dengan manajemen amanah dan
profesionalisme tinggi, akan mewujudkan sejumlah dana yang besar
yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dan
memberdayakan ekonomi umat.1
Zakat adalah poros dan pusat keuangan negara Islam. Zakat
meliputi bidang moral,sosial, dan ekonomi. Dalam bidang moral zakat
mengikis habis ketamakan dan keserakahan si kaya. Dalam bidang
sosial, zakat bertindak sebagai alat khas yang diberikan Islam untuk
menghapus kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan sikaya
akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam bidang
ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan
dalam tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk
disebarkan sebelum sempat menjadi besar dan sangat berbahaya
ditangan para pemiliknya. Ia merupakan sumbangan wajib kaum
muslimin untuk pembendaharaan negara. Lembaga-lembaga

1
. Ali Hasan, Tuntunan puasa dan Zakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
2001) Hlm 203

2
konsultasi zakat yang ada belum sepenuhnya mampu
menyosialisasikan pengetahuan tentang zakat kepada masyarakat.
Sementara, perkembangan sistem ekonomi setiap hari terus
berkembang dan bervariasi.2 Zakat yang merupakan tonggak
ekonomi Islam yang sudah lama ditinggalkan seharusnya kembali
diperhatikan. Sebab, zakat merupakan sebuah potensi besar yang
dapat dijadikan modal pembangunan negara sebagaimana yang
pernah dilakukan oleh pendahulu-pendahulu Islam. Andai saja konsep
zakat diterapkan baik secara nasional maupun multinasional, maka
persoalan kemiskinan di Dunia Islam akan dapat teratasi. Zakat bukan
hanya sekedar simbol akan tetapi sebuah kewajiban bagi umat Islam,
apalagi dengan berkembangnya pengetahuan dan bentuk
penghasilan. Pada masa sekarang sumber zakat tidak hanya meliputi
zakat pertanian, peternakan, perdagangan emas, serta harta
terpendam. Tetapi juga meliputi zakat perusahaan, surat-surat
berharga, perdagangan mata uang maupun profesi.2

B. Konsep Dasar Zakat

1. Definisi Zakat
Zakat secara bahasa berarti tumbuh (numuww) dan
bertambah (ziyadah). Jika diucapkan zaka al-zar’, artinya adalah
tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika diucapkan zakat al-
nafaqah, artinya nafkah tumbuh dan bertambah. Juga sering
dikemukakan untuk makna thaharah (suci)3.
Zakat adalah hak Allah berupa yang diberikan oleh
seseorang (yang kaya) kepada orang-orang fakir. Harta itu disebut
dengan zakat karena didalamnya terkandung penyucian jiwa,
pengembangannya dengan kebaikan-kebaikan, dan harapan untuk

2
. Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Cet 7 (Jakarta; PT Pustaka Litera Antar
Nusa,2004) Hlm 484-485
3 Wahbah Al-Zuhaly, Zakat kajian berbagai mazhab, (Bandung; PT Remaja

Rosdakarya, 2005), h. 82.

3
mendapat berkah. Hal itu dikarenakan asal kata zakat adalah az-
zakah yang berarti tumbuh, suci, dan berkah. Zakat merupakan
salah satu dari lima rukun islam yaitu rukun islam yang keempat.
Karena nilainya yang sangat penting didalam agama islam, zakat
sangat ditekankan didalam Al-Quran.4
Adapun zakat menurut syara’, berarti hak yang wajib
(dikeluarkan dari) harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan,
“Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula
yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan
zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya(mustahiqq).
Dengan catatan, kepemilikan itu penuh mencapai hawl (setahun)
dukan barang tambang dan bukan pertanian.”
Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan,”Menjadikan
sebagaian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik
orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT.
Menurut mazhab Syafi’i, zakat adalah sebuah ungkapan untuk
keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus.5

2. Dasar Hukum Zakat

Di dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat yang secara tegas


memerintahkan pelaksanaan zakat. Perintah Allah SWT tentang
zakat tersebut seringkali beriringan dengan perintah salat.
Perintah zakat dalam Al-Qur’an ditemukan
sebanyak 32 kali, 26 kali diantaranya disebutkan bersamaan
dengan kata salat. Hal ini mengisyaratkan bahwa kewajiban
mengeluarkan zakat seperti halnya kewajiban mendirikan salat.
Zakat diwajibkan berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist Nabi
Muhammad. Dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an banyak
menggunakan bentuk amar (perintah) atau intruksi sebagaimana
yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 103.
4Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2, (Matraman: Darul Fath, 2013), h. 41.
5 Ibid., 84

4
Firman Allah dalam At-Taubah ayat 103:7
   
  
    
     

Artinya: Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
mensucikan mereka. Dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa
bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.

3. Syarat dan Rukun Zakat


a. Syarat Zakat
1. Syarat zakat yang berhubungan dengan subyek atau
pelaku (muzakkī : orang yang terkena wajib zakat) adalah
Islam, merdeka, balig dan berakal.
2. Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai
obyek zakat)6

Mengenai jenis harta (kekayaan) yang menjadi obyek zakat


secara umum telah disebutkan dalam al-Qur’an, kemudian
diperincikan dan diperjelas dalam hadis-hadis nabi, menyangkut
pada lima kelompok harta, namun macam- macam jenis harta
tersebut, tidak sebagai pembatasan yang mutlak dan bersifat mati,
akan tetapi additional yaitu sesuai dengan waktu itu.7
Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya
jenis (macam-macam) harta yang menjadi obyek zakat adalah
harta yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a. Milik penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya kekayaan itu
harus berada dalam kontrol dan dalam kekuasaan yang punya,

6 Wahbah az-Zuhailī, Kajian Zakat, (Jakarta: Pustaka Dian Antar Kota, 1986), h.
66.
7 Ali Yafie, Pengembangan Manajemen Zakat, (Lampung, Proyek

Pengembangan IAIN Raden Intan Lampung: 1990), h 18.

5
(tidak bersangkut di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan
pendapatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
b. Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara alami
berdasarkan sunatullāh maupun bertambah karena ikhtiar
manusia. Makna berkembang di sini mengandung maksud
bahwa sifat kekayaan itu dapat mendatangkan income,
keuntungan atau pendapatan. Dengan begitu nampak jelas
bahwa jenis atau macam-macam harta (kekayaan) tidak hanya
yang dijelaskan dalam hadis nabi, melainkan pada harta yang
mempunyai potensi dapat dikembangkan atau berkembang
dengan sendirinya.
c. Mencapai Nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan
zakatnya. Contoh: nisab ternak unta adalah lima ekor dengan
kadar zakat seekor kambing. Sehingga apabila jumlah unta
kurang dari lima ekor maka belum wajib dikeluarkan zakatnya.

)‫ (رواه ابوداود‬.‫ليس في مال زكاة حتي يحول عليه الحول‬

Artinya: “Tidak ada kewajiban zakat pada harta sehingga ia berulang


tahun”.
d. Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi
kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya
untuk hidup wajar sebagai manusia.
e. Bebas dari hutang
Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari
hutang, baik hutang kepada Allah (nażar atau wasiat) maupun
hutang kepada sesama manusia.

6
f. Berlaku setahun
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili
dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq syarh Kanzu
Daqā’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.8
Tahun yang dimaksud adalah hitungan tahun
Qamariyyah. Syarat ini hanya terbatas pada jenis harta:
ternak, emas perak dan harta dagangan, masuk dalam istilah
zakat modal. Untuk hasil pertanian, buah-buahan, harta karun
dan yang sejenis disebut zakat pendapatan, tidak disyaratkan
satu tahun.
b. Rukun zakat

Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta),


dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya
sebagai milik orang fakir dan miskin, dan menyerahkannya
kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni
imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.

C. Konsep Dasar Profesi

1. Definisi Profesi
Menurut Yusuf Qardhawi secara etimologis kata zakat
berasal dari kata “zaka”, yang berarti suci, baik, berkah, terpuji,
bersih, tumbuh, dan berkembang. Sedangkan dari segi istilah fikih
berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan
kepada orang-oarang yang berhak” disamping berarti
“mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”
Sementarai itu, fatwa Ulama yang dihasilkan pada waktu Muktamar
Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada tanggal 29
Rajab 1404 H yang bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M
bahwa kegiatan yang menghasilkan kekayaan bagi manusia

8 Syauqi Isma’il Syahatin, Penerapan Zakat di Dunia Modern (Jakarta: Pustaka

Dian Antar Kota, 1986), h. 128.

7
sekarang adalah kegiatan profesi yang menghasilkan amal yang
bermanfaat, baik dilakukan sendiri, maupun bersama-sama
semuanya itu menghasilkan pendapatan atau gaji. Kekayaan
tersebut apabila telah mencukupi nisabnya wajib dizakatkan.
Namanya zakat profesi.
Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa kegiatan penghasilan atau
pendapatan yang diterima seseorang melalui usaha sendiri, dan juga
yang terkait dengan pemerintah seperti pegawai negeri atau pegawai
swasta yang mendapatkan gaji atau upah dalam waktu yang relatif
tetap, seperti sebulan sekali. Penghasilan atau pendapatan yang
semacam ini dalam istilah fiqh dikatakan al-maal al-mustafaad.9
Istilah profesi menurut kamus ilmu pengetahuan adalah
pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian
(Kohar, 1988: 200). Profesi juga berarti suatu bidang pekerjaan yang
berdasarkan pendidikan keahlian tertentu (Salim, 1991: 1192). Pada
umumnya istilah profesi dimaksudkan sebagai suatu keahlian
mengenai bidang tertentu, di mana perolehannya didahului oleh
pendidikan dengan penguasaan pengetahuan, ilmu dan ketrampilan.
Dalam hal ini, suatu profesi merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh nafkah dengan suatu keahlian tertentu,
bukan sekedar menyalurkan kesenangan atau hobi dan bukan pula
sekedar kegiatan awam atau kuli.10
Secara etimologi, kata profesi dan profesional sesungguhnya
memiliki beberapa pengertian. Profesi dalam percakapan sehari-hari
dapat diartikan sebagai pekerjaan (tetap) untuk memperoleh nafkah,
baik legal maupun ilegal. Profesi diartikan sebagai setiap
pekerjaan untuk memperoleh uang. Dalam artian lebih teknis, profesi
diartikan sebagai setiap aktivitas tertentu untuk memperoleh
nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian yang berkaitan

9 Firdaweri, “ASPEK-ASPEK FILOSOFIS ZAKAT PROFESI”, dalam Jurnal


Pengembangan Masyarakat, Ijtimaiyya, Vol. 7, No. 1, Februari 2014 (1-18), h. 4.
10 Muhammad Aziz dan Sholikah, “ZAKAT PROFESI DALAM PERSPEKTIF

UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 DAN HUKUM ISLAM”, Ulul Albab Volume 15,
No.2 Tahun 2014 (188-205), h. 193.

8
dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi,
dengan imbalan bayaran yang tinggi. Keahlian diperoleh lewat
proses pengalaman, dengan belajar di lembaga pendidikan
tertentu, latihan intensif atau paduan dari ketiganya. Ditinjau dari
pengertian ini, sering dibedakan pengertian profesional dengan
profesionalisme sebagai lawan dari amatir dan amatirisme dalam
paradoksal skematik, juga sering dikatakan pekerjaan tetap lawan
dari pekerjaan sambilan.11

2. Syarat syarat profesi


Menurut Syafrudin Nurdin ada delapan kriteria yang harus
dipenuh oleh suatu pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi,
yaitu :
a. Panggilan hidup yang sepenuh waktu
b. Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian
c. Kebakuan yang universal
d. Pengabdian
e. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif
f. Otonomi
g. Kode etik
h. Klien
i. Berperilaku pamong
j. Bertanggung jawab

Robert W. Richey mengemukakan ciriciri dan syarat-syarat


profesi sebagai berikut:
1. Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal
dibandingkan dengan kepentingan pribadi.
2. Seorang pekerja profesional, secara aktif memerlukan waktu
yang panjang untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsip-
prinsip pengetahuan khusus yang mendukung keahliannya.
11 Abdul Choliq Dahlan, “HUKUM PROFESI JURNALISTIK DAN ETIKA MEDIA

MASSA” , dalam Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, April 2011, (395-411), h 389 .

9
3. Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta
mampu mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.
4. Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku,
sikap dan cara kerja.
5. Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.
6. Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar
pelayanan, disiplin diri dalam profesi, serta kesejahteraan
anggotanya.
7. Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan
kemandirian.
8. Memandang profesi suatu karier hidup (alive career) dan menjadi
seorang anggota yang permanen.12

D. Hukum Zakat Profesi

1. Definisi Zakat Profesi


Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa kegiatan
penghasilan atau pendapatan yang diterima seseorang melalui
usaha sendiri, dan juga yang terkait dengan pemerintah seperti
pegawai negeri atau pegawai swasta yang mendapatkan gaji
atau upah dalam waktu yang relatif tetap, seperti sebulan
sekali. Penghasilan atau pendapatan yang semacam ini dalam
istilah fiqh dikatakan al-maal al-mustafaad.
Sementarai itu, fatwa Ulama yang dihasilkan pada waktu
Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait pada
tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan dengan tanggal 30
April 1984 M bahwa kegiatan yang menghasilkan kekayaan
bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang
menghasilkan amal yang bermanfaat, baik dilakukan sendiri,
maupun bersama-sama semuanya itu menghasilkan
pendapatan atau gaji. Kekayaan tersebut apabila telah
12 Hertina, “ZAKAT PROFESI DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM UNTUK

PEMBERDAYAAN UMMAT”, dalam jurnal Hukum Islam, Vol. XIII No. 1 Juni 2013, h 21.

10
mencukupi nisabnya wajib dizakatkan. Namanya zakat
profesi.13
Menurut imam Taqiyuddin al-Husaini menyebutkan dalam
kitabnya Kifayah al-Akhyar, zakat berarti tumbuh, berkat dan
banyak kebaikan”. Menurut Yusuf Qardhawi secara etimologis kata
zakat berasal dari kata “zaka”, yang berarti suci, baik, berkah,
terpuji, bersih, tumbuh, dan berkembang. Sedangkan dari segi
istilah fikih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah
diserahkan kepada orang-oarang yang berhak” disamping berarti
“mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”.
Menurut “Ibn Faris dalam Mu‟jam al Maqayis fi al Lughah, zakat
memiliki akar kata yang mengacu pada makna al nama ‟( ‫)النماء‬dan
al-ziyadah( ‫ ) الزيادة‬yang berarti pertumbuhan dan pertambahan,
menurutnya, hal ini bukannya tidak beralasan, karena dengan zakat
diharapkan harta seseorang terus tumbuh dan bertambah, baik
dalam bentuk nyata di dunia maupun di akhirat. Ahli bahasa lain,
Ibn Manzhur menambahkan, bahwa zakat juga mengandung
makna asal al-shalah ( ‫ ) الصالح‬yang bermakna kebaikan serta al-
tathir (‫ ) التطهر‬yang berarti penyucian.14
Menurut Mahjuddin zakat profesi atau jasa, disebut sebagai
‫ كسب‬yang artinya : zakat yang dikeluakan dari sumber usaha profesi
atau pendapatan jasa. Istilah profesi, disebut sebagai profession
dalam bahasa inggris, yang dapat diartikan sebagai suatu
pekerjaan tetap dengan keahlian tertentu, yang dapat
menghasilkan gaji, honor, upah atau imbalan. Ada beberapa profesi
yang dapat menjadi sumber zakat; antara lain
a. Profesi dokter yang dapat dikategorikan sebagai the medical
profession
b. Profesi pekerja tekhnik (insinyur) yang dapat dikategorikan
sebagai the engineering profession

13 Firdaweri, “ASPEK-ASPEK FILOSOFIS…, h, 4.


14 Aminudin Inoed ANATOMI FIQIH ZAKAT,Cet 1 (Ygyakarta; Pustaka
Pelajar,2005) Hlm, 39

11
c. Profesi guru, dosen, guru besar atau tenaga pendidik yang
dapat dikategorikan sebagai the teaching profession.
d. Profesi advokat (pengacara), konsultan, wartawan, pegawai dan
sebagainya.
Menurut Yusuf al-Qardhawi zakat profesi adalah zakat yang
dikeluarkan dari penghasilan yang didapat dari pekerjaan yang
dikerjakan sendiri dikarenakan kecerdasannya atau
keterampilannya sendiri seperti dokter, penjahit, tukang kayu dan
lainya atau dari pekerjaan yang tunduk pada perseroan atau
perseorangan dengan mendapat upah, gaji, honorariaum seperti
pegawai negeri sipil.
Kemudian menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 3
Tahun 2003 yang dimaksud dengan “penghasilan” adalah setiap
pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang
diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara,
pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter,
pengacara,konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang
diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
Dari defenisi zakat profesi Yang dikemukakan oleh beberapa
ahli fiqih penulis dapat menyimpulkan bahwa zakat profesi adalah
zakat yang dikeluarkan dari penghasilan, gaji, jasa, upah atau
honorarium yang diperoleh dengan cara halal apabila telah sampai
nisab dan haulnya.15

2. Syarat-syarat profesi yang wajib dizakati


Secara umum, dari beberapa hal yang penulis kutip dalam
pernyataan al Qardawi, dapat disimpulkan juga, bahwa penghasilan
atau profesi yang wajib dizakati selain yang sudah disebutkan
syara’ dan hadits Nabi secara ekplisit, maka dibagi menjadi dua
bagian, yaitu kasbu al ‘amal dan mihanu al-hurrah. Kasbu al‘amal
adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada perseroan atau

15
Hertina, “ZAKAT PROFESI DALAM ISLAM..., h, 20.

12
perseorangan dengan mendapatkan upah. Mihanu al hurrah adalah
pekerjaan bebas, tidak terikat pada orang lain (al
Qardawi, 1996: 459). Dari istilah di atas dapat dipetakan, mihan al
hurrah dapat saja meliputi penghasilan yang diperoleh melalui
berikut ini: konsultan, notaris, advocat, dokter spesialis, dan lain
sebagainya. Dari ulasan tersebut, seakan dapat dipahami bahwa al
Qardawi berpendapat; kategori zakat profesi (yang wajib dizakati)
adalah segala macam pendapatan yang didapat bukan dari harta
yang sudah dikenakan zakat(al Qardawi, 1996: 459).
Artinya, zakat profesi didapat dari hasil usahamanusia
yang mendatangkan pendapatan dan sudah mencapai nishab.
Bukandari jenis harta kekayaan yang memang sudah ditetapkan
kewajibannya melalui al Qurandan hadits Nabi, seperti hasil
pertanian, peternakan, perdagangan, harta simpanan (uang, emas,
dan perak), dan harta rikaz.
Intinya, kewajiban zakat profesi merupakan kewajiban baru
dari hasil ijtihad ulama yang belum ditetapkan sebelumnya, melalui
dalil al Quran yang umum ataupun melalui inspirasi Sunnah yang
sejalan dengan prinsip al Quran tersebut.16

3. Nisab dan Haul Zakat Profesi


Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit
atau banyak, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang
mencapai nisab, bersih dari hutang, serta lebih dari kebutuhan
pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang tergolong
seorang kaya yang wajib zakat karena zakat hanya dipungut dari
orang-orang kaya tersebut, dan untuk menetapkan arti “lebih” (‘afw)
yang dijadikan al Quran sebagai sasaran zakat tersebut. Allah
berfirman “mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka

16 Muhammad Aziz dan Sholikah, “METODE ISTINBAT HUKUM ZAKAT

PROFESI PERSPEKTIF YUSUF ALQARDAWI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP


PENGEMBANGAN OBJEK ZAKAT DI INDONESIA”, Ulul Albab Volume 16, No.1 Tahun
2015, (89-115), h. 103.

13
nafkahkan”, maka katakanlah: “yang lebih dari keperluan” (QS al
Baqarah: 219). Oleh karena itu Rasulullah juga bersabda:
“kewajiban zakat hanya bagi orang kaya”. Hal itu sudah ditegaskan
dalam syarat-syarat kekayaan yang wajib zakat. Bila zakat wajib
dikeluarkan bila cukup batas nisab, maka berapakah besar nisab
dalam kasus ini? Ketika membahas tentang nishab zakat profesi
ini, pada mulanya al Qardawi mengutip pendapat Muhammad al
Ghazali, yang cenderung menqiyaskan zakat profesi dengan zakat
al zuru’ (zakat tanaman dan buah-buahan). al Qardawi
berpendapat bahwa orang memperoleh gaji dan pendapatan dalam
bentuk uang, maka yang paling baik adalah menetapkan nishab
gaji itu berdasarkan nishab uang (al Qardawi, 1996: 482). Oleh
karenanya, berdasarkan pendapat al Qardawi tersebut nishab dan
prosentase zakat profesi adalah disamakan dengan zakat uang,
emas, dan perak senilai 85 gram dan kadarnya 2,5%.
Sistem yang dipergunakan dalam pengeluaran zakatnya adalah
dengan mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkali-
kali dalam waktu tertentu sampai mencapai nisab (85 gr emas) (al
Qardawi, 1973: 484). Hal ini dapat ditemukan pada kasus nishab
pertambangan, di mana ulama-ulama fiqh berpendapat hasil yang
diperoleh dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus di tengah
akan melengkapi untuk mencapai nishab. Maka dari itu, dapat
ditentukan bahwa satu tahun merupakan suatu kesatuan, menurut
pandangan syari’at dan menurut pandangan ahli perpajakan. Oleh
karenanya, ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat. Maka
zakat penghasilan bersih dari seorang pegawai dan golongan
profesi dapat diambil dari dalam setahun penuh jika pendapatan
tersebut sudah mencapai nishab.
Masih menurut al Qardawi, zakat profesi tersebut diambilkan dari
sisa pendapatan bersih setahun, yang dimaksudkan supaya bila
ada hutang dan biaya hidup terendah serta yang menjadi
tanggungan seseorang bias dikeluarkan. Karena biaya terendah

14
kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang.
Senada dengan al Qardawi, Nukthoh Arfawi Kurde mengatakan
bahwa pendapatan bersih adalah pendapatan kotor dikurangi
jumlah pengeluaran untuk kehidupan layak untuk makanan,
pakaian, cicilan rumah tangga.17

17 Ibid., h 103-104.

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Choliq Dahlan, “HUKUM PROFESI JURNALISTIK DAN ETIKA


MEDIA MASSA” , dalam Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, April 2011
Ali Yafie, Pengembangan Manajemen Zakat, (Lampung, Proyek
Pengembangan IAIN Raden Intan Lampung: 1990
Deny Setiawan, “Zakat Profesi Dalam Pandangan Islam”, dalam Jurnal
Sosial Ekonomi Pembangunan Tahun I, No.2 Maret 2011
Firdaweri, “ASPEK-ASPEK FILOSOFIS ZAKAT PROFESI”, dalam Jurnal
Pengembangan Masyarakat, Ijtimaiyya, Vol. 7, No. 1, Februari 2014
Hertina, “ZAKAT PROFESI DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM
UNTUK PEMBERDAYAAN UMMAT”, dalam jurnal Hukum Islam,
Vol. XIII No. 1 Juni 2013
Muhammad Aziz dan Sholikah, “ZAKAT PROFESI DALAM PERSPEKTIF
UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 DAN HUKUM ISLAM”,
Ulul Albab Volume 15, No.2 Tahun 2014
Muhammad Aziz dan Sholikah, “METODE ISTINBAT HUKUM ZAKAT
PROFESI PERSPEKTIF YUSUF ALQARDAWI DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PENGEMBANGAN OBJEK ZAKAT
DI INDONESIA”, Ulul Albab Volume 16, No.1 Tahun 2015
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 2, (Matraman: Darul Fath, 2013
Syauqi Isma’il Syahatin, Penerapan Zakat di Dunia Modern (Jakarta:
Pustaka Dian Antar Kota, 1986
Wahbah Al-Zuhaly, Zakat kajian berbagai mazhab, (Bandung; PT Remaja
Rosdakarya, 2005
Wahbah az-Zuhailī, Kajian Zakat, (Jakarta: Pustaka Dian Antar Kota, 1986

16

Anda mungkin juga menyukai