MAKALAH
Disusun oleh :
1. Azizah Ummu Fadillah
2. Khaerul Anwar
3. Okti Nur Hidayah (1817302077)
4. Zulfa Aurellia Damayanti
1
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN)
PURWOKERTO
2018
2
BAB I
PENDAHULUAN
Kata logika atau logis sangat akrab dengan kita. Kita sering berbicara
tentang prosedur yang logis sebagai lawan dari prosedur yang tidak logis,
penjelasan yang logis sebagai lawan dari penjelasan yang tidak logis, pikiran
yang logis sebagai lawan dari pikiran yang tidak logis, tindakan yang logis
sebagai lawan dari tindakan yang tidak logis. Dalam contoh-contoh tersebut
kata logis dipakai dalam arti yang sama dengan masuk akal, dapat dimengerti.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. LANDASAN BERFIKIR
4
dijangkaunya. Ilmu merupakan pengetahuan yang kita alami sejak bangku
sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat
tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri sendiri mengenai:
1. Apakah yang sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?;
2. Apakah ciri-ciri yang hakiki tentang ilmu dibanding dengan yang bukan
ilmu?;
3. Bagaimanakah saya tahu bahwa ilmu yang saya ketahui memang benar?;
4. Kriteria apa untuk menentukan kebenaran?;
5. Mengapa kita harus mempelajari ilmu?;
6. Apakah kegunaan ilmu itu?.
Befilsafat adalah merenung, orang berfilsafat diibaratkan seperti
seseorang di malam hari yang cerah memandang ke langit melihat
bintang-bintang yang bertaburan dan merenungkan hakekat dirinya dalam
lingkungan alam semesta. Hamlet berkata “Ah Horaito, masih banyak lagi di
langit dan di bumi, selain yang terjaring dalam filsafatmu”. Inilah
karakteristik berpikir filsafat yang pertama yaitu “menyeluruh”.
Seorang yang picik akan merasa sudah memiliki ilmu yang sangat
tinggi dan memandang oang lain lebih rendah, atau meremehkan pengetahuan
orang lain, bahkan meremehkan moral, agama, dan estetika. Orang yang
berfilsafat seolah-olah memandang langit sembari merenungkan bahwa
betapa kecil dirinya dibandingkan seisi alam semesta, bahwa betapa diatas
langit masih ada langit, dan akhirnya dia menyadari kekerdilan dan
kebodohannya. Seperti Socrates yang berkata ”Ternyata saya tak tahu
apa-apa”. Selanjutnya Socrates berpikir filsafati yakni dia tidak percaya
bahwa ilmu yang sudah dimilikinya itu benar dan bertanya-tanya mengenai
apakah kriteria untuk menyatakan kebenaran?, apakah kriteria yang
digunakan tersebut sudah benar?, dan apakah hakekat kebenaran itu sendiri?.
Socrates berpikir tentang ilmu secara mendalam dan ini merupakan
karakteristik berpikir filsafat yang kedua yaitu “mendasar”.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut berputar-putar dan melingkar yang
seharusnya mempunyai titik awal dan titik akhir. Namun bagaimana
5
menentukan titik awal?. Akhirnya untuk menentukan titik awal, kita hanya
bisa berspekulasi. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang ketiga yaitu
“spekulatif”.
Akhirnya kita menyadari bahwa semua pengetahuan yang sekarang
ada dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi kita dapat memilih
buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari
penjelajahan pengetahuan. Dengan demikian lengkaplah 3 karakter berpikir
filsafat yaitu meneyeluruh, mendasar dan spekulatif.
B. LANDASAN FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN
AKSIOLOGI
6
mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu
sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? Untuk apa pengetahuan yang
berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan
tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang
ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik
prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan
norma-norma moral atau profesional?.
Jika disimpulkan berbagai macam pertanyaan di atas maka yang
pertama adalah persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah
ontologis. Kedua, masuk dalam wilayah kajian epistemologis. Sedangkan
yang ketiga adalah problem aksiologis. Semua disiplin ilmu pasti mempunyai
tiga landasan ini.
1. Pengertian Ontologi
Menurut bahasa ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu :
on/ontos = ada, dan logos= ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang
ada. Sedangkan menurut istilah Ontologi adalah ilmu yang membahas
tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality yang baik
yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani/abstak. Membahas
tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu.
Pengertian paling umum pada ontologi adalah bagian dari bidang
filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Pengertian ini
menjadi melebar dan dikaji secara tersendiri menurut lingkup
cabang-cabang keilmuan tersendiri. Pengertian ontologi ini menjadi
sangat beragam dan berubah sesuai dengan berjalannya waktu.
Sebuah ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara
eksplisit dari konsep terhadap representasi pengetahuan pada sebuah
knowledge base. Sebuah ontologi juga dapat diartikan sebuah struktur
hirarki dari istilah untuk menjelaskan sebuah domain yang dapat
digunakan sebagai landasan untuk sebuah knowledge base.
7
Dengan demikian, ontologi merupakan suatu teori tentang makna
dari suatu objek, property dari suatu objek, serta relasi objek tersebut
yang mungkin terjadi pada suatu domain pengetahuan. Ringkasnya, pada
tinjauan filsafat, ontologi adalah studi tentang sesuatu ang ada.
2. Pengertian Epistemologi
Epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme, yang
berarti pengetahuan (knowledge) dan logos yang berarti ilmu. Jadi
menurut arti katanya, epistemologi ialah ilmu yang membahas
masalah-masalah pengetahuan. Di dalam Webster New International
Dictionary, epistemologi diberi definisi sebagai berikut :epistemologi
adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang metode dan dasar-dasar
pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas
pengetahuan, khususnya yang berhubungan dengan batas-batas
pengetahuan dan validalitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.
3. Pengertian Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi
adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti
sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Jujun S.Suarisumantri mengartikan
aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian
filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik,
sosial dan agama. Sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang
berharga, yang diidamkan oleh setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu
pengetahuan itu sendiri. Jadi aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya
ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang
8
mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan di jalan yang
tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu.
Ilmu tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu
harus desesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat,
sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat
dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya
malahan menimbulkan bencana.