Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah pandangan hidup yang seimbang dan terpadu didesain untuk
mengantarkan kebahagiaan manusia melalui peningkatan kebutuhan melalui
kebutuhan-kebutuhan moral dan materil Manusia, dan akulturasi hubungan sosio
ekonomi dan persaudaraan antar masyarakat. 1 Hal ini dapat tercermin dalam praktek
beribadah misalnya dalam ibadah Zakat karena didalamnya mencakup dua unsur
tersebut yaitu sosial dan ekonomi masyarakat muslim pada umumnya.
Zakat merupakan ajaran Islam yang menitik beratkan pada pemberdayaan dan
perekonomian umat. Dengan berzakat harta akan terbentengi dari bencana, artinya
harta zakat akan menjadi tumbuh dan berkembang dengan kesuciannya. Harta zakat
memegang peranan penting dalam pembagian kekayaan dalam masyarakat.
Pentingnya zakat dapat dilihat dari kenyataan bahwa zakat telah digolongkan ke dalam
pilar Islam. Zakat memiliki keistimewaan-keistimewaan di berbagai bidang dan dapat
diletakkan dalam berbagai hal, selaian sebagai poros dan pusat keuangan Islam, zakat
juga sebagai pengaman sosial dan ekonomi.2
Dalam zakat terkandung nilai ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi
strategis dan menentukan bagi pembangunan kesejahteraan umat serta memiliki nilai-
nilai keadilan sosial. Dengan demikian pengabdian kepada Allah SWT dan
pengabdian sosial merupakan inti dari ibadah zakat. 3 Zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
Kewajiban zakat atas muslim adalah di antara kebaikan Islam yang menonjol dan
perhatianya terhadap urusan para pemeluknya, hal itu karena begitu banyak manfaat
zakat dan betapa besar kebutuhan orang-orang fakir kepada zakat. Kitab dan sunnah
serta ijma' telah menunjukan kewajibanya, barang siapa mengingkari kewajibanya
maka ia adalah kafir dan murtad dari Islam dan harus diminta agar bertaubat, jika

1
. Misbahuddin, E-Commerce dan Hukum Islam (Cet. I: Makassar: Alauddin University
Press, 2012), hal. 1-2.
2
. Muhammad Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan
Ekonomi Umat (Yogyakarta : UII Press, 2005), hal. 28-29.
3
. Nurul Huda dkk, Zakat Perspektif Mikro-Makro : Pendekatan Riset (Jakarta : Kencana,
2015), hal. 1-5

1
tidak bertaubat dibunuh, dan barang siapa kikir dengan enggan mengeluarkan zakat
atau mengurangi sesuatu darinya maka ia termasuk orang-orang dzolim yang berhak
atas saksi dari Allah swt.
Namun sayang, zakat yang seharusnya menjadi potensi ekonomi umat yang
sangat baik, pada umumnya belum digarap secara baik. Akibatnya kemiskinan di
kalangan umat Islam jumlahnya masih cukup banyak. Padahal kita pun tahu bahwa
kemiskinan dan kemelaratan merupakan bibit potensial untuk kemurtadan dan
kekufuran.
Dalam sejarah, pada zaman pra Islam istilah zakat belum ada tetapi secara
substansi perhatian terhadap segi sosial sudah ada seperti dalam agama samawi
yahudi, kristen dan agama-agama bumi serta dalam kekuasaan raja-raja. Kemudian
Islam hadir dengan syariat-syariat yang diturunkan Allah kepada rasulnya. Islam telah
menyempurnakan subtansi kepedulian sosial dengan diturunkan syariat zakat yang
meruntuhkan dogma-dogma bahwa bumi dan jagat raya adalah milik raja.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Zakat ?
2. Apa Dasar Hukum Zakat ?
3. Bagaimana Penjelasan Mustahik, Muzakki, Nishab dan Haul ?
4. Bagaimana Hikmah Dari Zakat ?
5. Bagaimana Zakat Pada Masa Nabi Muhammad SAW ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat
Pertama, zakat menurut bahasa artinya bersih, tambah dan terpuji. Sedangkan
menurut istilah zakat adalah kadar harta tertentu yang diberikan kepada para mustahiq
(yang berhak) menerimanya dengan beberapa syarat. 4 Kedua, zakat yaitu pemberian
sebagian harta kepada fakir miskin dan orang-orang yang berhak menerimanya dan
hukumnya wajib.5 Ketiga, zakat adalah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban
Islam, ia adalah salah satu dari rukun-rukunya, dan termasuk rukun yang terpenting
setelah syahadat dan sholat.
Dalam bahasa Arab, kata zakah secara harfiah berarti berkembang atau tumbuh.
Kadang diartikan bersih atau suci. Adapun dalam pembahasan fiqih, istilah zakat
diartikan sebagai sejumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan dan diserahkan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya.6 Pengertian yang lain, zakat adalah
salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun Islam. Dan secara arti kata
zakat berasal dari bahasa Arab dari akar kata zaka mengandung beberapa arti seperti
membersihkan, bertumbuh dan berkah.
Dalam terminologi hukum (syara’) zakat diartikan: “pemberian tertentu dari harta
tertentu kepada orang tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan”. 7
Menurut Pasal 675 ayat (1) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, zakat adalah
harta yang wajib disisihkan oleh Muslim untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.8 Dan menurut Yusuf Qardhawi, zakat adalah bagian dari harta yang
persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada pemiliknya (muzakki),
untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya (mustahik) dengan persyaratan
tertentu pula.9 Sedangkan menurut Abdullah Zaky al Kaaf dalam bukunya “ekonomi
dalam perspektif Islam”, zakat ialah pengambilan sebagian harta kepunyaan orang-
orang yang mampu untuk menjadi milik orang yang tidak mampu. Pengambilan wajib

4
. Tim Abdi Guru, Agama Islam Untuk SMP Kelas VIII (Jakarta: Erlangga, 2005), hlm.150.
5
. Hussein Bahreisj, 450 Masalah Agama Islam (Surabaya: Al Ikhlas, 1980), hlm. 226.
6
. Indi Aunullah, Ensiklopedi Fikih untuk Remaja (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2008), hlm. 314.
7
. Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh (Bogor: Kencana, 2003), hlm.37.
8
. Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, FOKUSMEDIA,
Bandung, 2008, hlm. 159.
9
. Caknenang.blogspot.com, diakses pada 31 mei 2018 pukul 16:39.

3
ini dilakukan pada tiap tahun sebagai iuran kemanusiaan dari orang-orang yang
mampu untuk mencukupi hidup orang yang tidak mampu. Negara dapat memaksa
dengan hukum kekerasan supaya setiap orang yang mempunyai harta menurut nishab
(minimal) yang sudah ditetapkan menunaikan kewajiban zakatnya. 10
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima‟iyah (ibadah yang berkaitan dengan
ekonomi keuangan masyarakat). Zakat bukan hanya ibadah yang berhubungan dengan
Allah saja (Hablun Min Allah), akan tetapi zakatpun adalah ibadah yang berhubungan
dengan sesama manusia (Hablun Min An-Naas). Karena dana zakat bisa membantu
perekonomian fakir dan miskin, Mereka adalah orang-orang pra sejahtera yang
termasuk kedalam mustahik zakat atau orang yang berhak menerima dana zakat.

B. Dasar Hukum Zakat


Hukum zakat adalah wajib ‘ain dalam arti kewajiban yang ditetapkan
untuk diri pribadi dan tidak mungkin dibebankan kepada orang lain. Meskipun
perintah zakat atau mekanisme zakat sudah turun bersaa surat-surat al
Qurandi Mekkah, namun pelaksanaan zakat secara efektif dan komprehensif
baru dilakukan setelah 18 bulan atau tahun kedua setelah hijriyah. Pada masa itu
sudah menjadi kelaziman para mustahik umumnya memperoleh satu dirham
perharinya untuk memenuhi kebutuhan mereka.11 Kewajiban zakat itu dapat dilihat
dari beberapa segi :
1. Banyak sekali perintah Allah swt untuk membayarkan zakat
danhampir keseluruhan perintah berzakat itu dirangkaikan dengan perintah
mendirikan shalat. Di dalam Al-Quran terdapat duapuluh tujuh ayat yang
mensejajarkan kewajiban salat dengan kewajiban zakat dalam berbagai
bentuk kata. Seperti firman Allah dalamAl-Baqarah [2]: 43 sebagai berikut:

‫ ال َّز ٰكوةَ َوارْ َكع ُْوا َم َع ال ٰ ّر ِك ِعي َْن‬X‫واَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا‬
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang
yang ruku’12

10
. Abdullah Zaky Al Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, CV Pustaka Setia, Bandung,
2002, hlm. 128.
11
. Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2003), hal.38–39
12
. Yusuf Al Qardawi, Fiqh Al Zakah: A Comparative Study of Zakah, Regulations
and Philosophy in the Light of Quran and Sunnah (Riyadh: King Abdulaziz University, 2000),
hal.42.

4
2. Dari segi banyak pujian dan janji baik yang diberikan Allah swt.
kepada yang berzakat, seperti firman Allah dalam at-Taubah (9) 104 :

َّ ‫اَلَ ْم يَ ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ هُ َو يَ ْقبَ ُل التَّ ْوبَةَ َع ْن ِعبَا ِد ٖه َويَْأ ُخ ُذ ال‬
ِ ‫ص َد ٰق‬
‫ت‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫َواَ َّن َ هُ َو التَّ َّوابُ الر‬
‫َّح ْي ُم‬
“Tidakkah mereka mengetahui, bahwa Allah menerima tobat hamba-hamba-
Nya dan menerima zakat(nya), dan bahwa Allah Maha Penerima tobat, Maha
Penyayang”

3. Dasar hukum dari wajibnya zakat dapat dilihat dari hadis Rasulullah
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. berikut ini:
Hadis Riwayat Abu Hurairah ra, pernah berkata : “Rasulullah saw. bersabda:
Setiap pemilik emas atau perak yang tidak mau memenuhi haknya (tidak mau
membayar zakat), pada hari kiamat pasti ia akan diratakan dengan lempengan-
lempengan bagaikan api, lalu lempengan-lempengan itu dipanaskan di
neraka Jahanam, kemudian lambungnya diseterika dengan lempengan itu,
juga dahi dan punggungnya. Setiap kali lempengan itu mendingin, akan
dipanaskan kembali. Hal itu terjadi dalam sehari yang lamanya sama dengan
lima puluh ribu tahun. Hal ini berlangung terus sampai selesai keputusan
untuk tiap hamba. Lalu ditampakkan jalannya, ke surga atau ke neraka. Ada
yang bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan unta? Rasulullah saw.
bersabda: Begitu pula pemilik unta yang tidak mau memenuhi haknya. Di
antara haknya adalah (zakat) susunya pada waktu keluar....”13

C. Mustahik, Muzakki, Nishab dan Haul


1. Mustahik
Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.24 Dalam QS. At
Taubah : 60 disebut bahwa ada 8 golongan yang berhak menerima zakat. Zakat
merupakan penerimaan negara dari sektor publik yang akan digunakan untuk fakir,
miskin, ibnusabil, fisabilllah, gharimin, riqab, muallaf dan amil. 14Dalam
bukunya, Abdullah Zaky al Kaaf membagi delapan mustahik tersebut
menjadi dua bagian, yaitu individu dan kepentingan masyarakat. 15 Bagian
pertama yaitu individu – individu terdiri dari fakir, miskin, amil, muallaf, gharim
dan ibnu sabil. Sedangkan bagian yang kedua yaitu untuk kepentingan masyarakat

13
. Muslim bin al-Hajjaj Al-Naisaburi, “Sahih Muslim,” CD Maktabah Syamilah al-
Isdar al-Sani, 2005, hal. 1467
14
. Ali Sakti dan M. Sabeth Abilawa, Ekonomi Islam: Jawaban atas Kekacauan Ekonomi
Modern (Jakarta: Paradigma dan Aqsa, 2007), hal.215.
15
. Abdullah Zaky Al Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, trans. oleh Maman
Abdul Djaliel (Bandung: Pustaka Setia, 2002), hal.129.

5
adalah fir riqab dan fisabilillah. Namun tidak semua fakir berhak mendapatkan
zakat, bagi fakir miskin yang tidak berusaha sedikitpun untuk menafkahi dirinya
(padahal ia mampu untuk melakukannya) maka ia tidak berhak atas dana
zakat.16 Jadi, zakat bukan untuk melanggengkan emiskinan, tetapi justru
untuk mengentaskan kemiskinan itu sendiri. Zakat juga merupakan salah satu
mekanisme yang efektif untuk pemutaran harta agar harta tidak hanya
berputar pada golongan orang kaya saja. Dengan begitu, pengentasan
kemiskinan akan dapat diwujudkan dengan dukungan berbagai pihak, baik itu
aghniya’ maupun pemerintah.
2. Muzakki
Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban
menunaikan zakat.17 Adapun yang menjadi syarat dalam berzakat yaitu :
a. Beragama Islam.
b. Sempurna kepemilikannya.
c. Harta yang berkembang.
d. Mencapai nishab dan haul18
Zakat merupakan sesuatu yang istimewa dalam Islam, karena diambil
dan diberi pada sesorang yang lebih pada seseorang yang kurang. Muzakki dan
mustahik akan selalu saling membutuhkan satu sama lain. Muzakki akan sulit
menyalurkan zakatnya jika tidak ada mustahik, mustahik pun terbantu dengan
zakat tersebut.
3. Hishab dan Haul
Haul Secara bahasa haul merupakan bentuk mufrad dari kata hu’uulun dan
ahwalun yang mempunyai makna yang sama dengan assanah yang berarti
tahun. Nishab dalam arti bahasa adalah tangkai nishabul mal kadar yang harus
dicapai untuk wajib zakat. Pengertian ini menjelaskan dengan jelas bahwa
nishab adalah batasan atau kadar suatu harta yang wajib dikeluarkan zakat.
Haul hanya dikenakan pada zakat maal saja, sedangkan untuk zakat fitrah

16
. Muhaimin Iqbal dan Abu Jihad, Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar
dan Dirham (Depok: Spiritual Learning Centre, 2007), hal.156.
17
. Indonesia, Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat
18
. Abdul Sami’ Al-Mishri, Pilar-Pilar Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006),
hal.135.

6
tidak dikenakan karena zakat fitrah adalah zakat nafs yang tidak ada pembedaan
dalam penentuannya.19

D. Hikmah Zakat
Dari berbagai hikmah zakat menurut para ulama’, maka dapat dibagi menjadi tiga
macam atau aspek, yaitu diniyyah, khuluqiyyah, dan ijtimaiyyah. Yaitu : 20
1. Faidah diniyyah (segi agama)
a. Berzakat menghantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan
keselamatan dunia dan akhirat
b. Sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, akan
menambah keimanan karena keberadaanya yang memuat beberapa macam
ketaatan.
c. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda.
d. Zakat merupakan sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan
Rasulullah saw.
2. Faidah Khuluqiyyah (segi Akhlak)
Di antara hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek khuluqiyyah adalah:
a. Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran, dan kelapangan dada kepada
pribadi pembayar zakat
b. Pembayar zakat biasanya identic dengan sifat rahmah (belas kasih) dan
lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
c. Merupakan realita bahwa menyumbang sesuatu raga bagi kaum muslimin
akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa, sebab sudah pasti ia akan
menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
d. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
3. Faidah Ijtimaiyyah (segi Sosial Kemasyarakatan)
Adapun hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek ijtimaiyyah ini adalah:
a. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para
fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar Negara di
dunia

19
. Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual, (Semarang: Pustaka Pelajar Offset, 2004), hal. 23
20
. Fakhruddin, Fiqh & Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang: UIN Malang Press, cet. I,
2008) hlm. 30-32

7
b. Memberikan support kekuatan bagi kaum muslmin dan mengangkat
eksistensi mereka. Hal ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah
satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
c. Zakat bisa mengurangi kecemburuan social, dendam dan rasa dongkol yang
ada dalam dada fakir miskin karena masyarakat bawah akan mudah tersulut
rassa benci dan permusuhan jika mereka melihat kelompok masyarakat
ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta yang demikian melimpah itu
untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta
kasih antara si kaya dan si miskin.
d. Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas
berkahnya akan melimpah.
e. Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang,
karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih
banyak pihak yang mengambil manfaat.

E. Zakat Masa Nabi Muhammad SAW


Pada masa Nabi SAW, zakat benar-benar diarahkan untuk kesejahteraan umat.
Beliau meng- anjurkan agar dapat membebaskan seorang yang fakir dari kefakirannya,
karena tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Nabi pernah mengutus Muaz ke
Yaman pada tahun kesepuluh sebelumbeliau menunaikan ibadah haji, sebagaimana
penjelasan al-Bukhari dalam kitab Almaghaziy. Ada yang mengatakan pada akhir
tahun ke- sembilan, sekembali Nabi dari perang Tabuk. Ada juga yang me- ngatakan
pada tahun kedelapan, setelah pembukaan kota Mekkah. Inilah yang tergambar dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari berbunyi sebagai berikut (Ibnu Hajar, 1959: 4):
“Abu ‘Ashim al-Dhahhak bin Makhlad menceritakan dari Zakaria bin Ishaq dari
Yahya bin 'Abdullah bin Shaifiy dari Abi Ma 'bad dari Ibn "Abbas RA, bahwa Nabi
SAW mengutus Mu'az ke Yaman, Nabi berkata: serulah mereka untuk mengakui
bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan aku adalah utusan Allah, jika mereka
mentatatinya maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat
atas harta mereka yang diambil dari orang kaya diberikan kepada kelompok yang
fakir.”

Nabi Muhammad SAW diutus Allah ke dunia ini dengan tujuan antara lain
memperbaiki akhlaq manusia yang ketika itu sudah mencapai ambang batas kerusakan
yang sangat membahayakan bagi masyarakat. Kerusakan tersebut terutama disebabkan
oleh sikap prilaku golongan penguasa dan pemilik modal yang umumnya bersikap

8
zakim dan sewenang-wenang. Orang kaya mengekploitasi golongan lemah dengan
berbagai cara, seperti sistem riba, berbagai bentuk penipuan, dan kejahatan ekonomi
lainya.21
Nabi mempunyai kekuasaan atau wewenang untuk memungut zakat dari harta
kaum muslimin dan membaginya. Wewenang itu ada yang langsung beliau lakukan
sen- diri atau oleh wakilnya. Rasulullah sudah menjelaskan maksud peng- utusan
Mu'az adalah untuk menjelaskan cara mencapai kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.
Sabdanya: turaddu ala fuqara'ihim (zakat itu dikembalikan/diberikan kepada orang-
orang fakir di antara mereka).
Nabi Muhammad SAW tercatat membentuk baitul maal yang melakukan
pengumpulan dan pendistribusian zakat dengan amil sebagai pegawainya dengan
lembaga ini, pengumpulan zakat dilakukan secara wajib bagi orang yang sudah
mencapai batas minimal.22
Pengelolaan zakat di zaman Rasulullah SAW, banyak ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan bahwa allah SWT secara tegas memberi perintah kepada Nabi
Muhammad SAW untuk mengambil zakat. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa zakat
harus diambil oleh para petugas untuk melakukan hal tersebut. Ayat-ayat yang turun
di Madinah menegaskan zakat itu wajib dalam bentuk perintah yang tegas dan
instruksi pelaksanaan yang jelas. Juga terdapat berbagai bentuk pertanyaan dan
ungkapan yang menegaskan wajibnya zakat.23
Hal ini yang diterapkan periode awal Islam, dimana pengumpulan dan
pengelolaan zakat dilakuakan secara terpusat dan ditangani sepenuhnya oleh Negara
lewat baitul maal. Pengumpulan langsung dipimpin oleh Rasulullah SAW seperti
halnya hadits Berikut :
“Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Ibrahim Ad Dimasyqi dan
Zubair bin Bakkar keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Nafi'
berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shalih At Tammar dari Az
Zuhri dari Sa'id bin Al Musayyab dari 'Attab bin Usaid berkata; "Nabi shallallahu
'alaihi wasallam mengutus seseorang untuk menghitung takaran buah atau anggur
yang ada di pohon milik orang-orang”24

21
. Abdurrrachman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial),(Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2001), hal.50
22
. Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat., Hal.19
23
. Ibid., Hal.19-20
24
. Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Abdullah ibn Majah Al-Quzwaini, Sunan Abi
Majah,(Maktabah Al-Ma’arif Linnatsir Wa At-Tauzi’ Lishohibiha Ibn Sa’id ‘Abdur Rahman Ar-
Rasyid, t.t), hal.316-317

9
Nabi Muhammad sebagai pemimpin Negara menunjuk beberapa sahabatnya
untuk mengumpulkan zakat dari masyarakat muslim yang telah teridentifikasi layak
memberikan zakat serta menentukan bagian zakat yang terkumpul sebagai pendapatan
dari ‘amil. Ulama berpendapat bahwa adanya porsi zakat yang diperuntukan bagi
‘amil merupakan suatu indikasi bahwa zakat sewajarnya dikelola oleh lembaga khusus
zakat atau yang disebut dengan ‘amil bukan oleh individu muzakki sendiri. Rasullah
SAW pernah mempekerjakan seorang pemuda suku Asad, yang bernama Ibnu
Lutaibah, untuk mengurus zakat bani Sulaim. Pernah pula mengutus Ali bin Abi
Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat, menurut Yusuf Al-Qardawi, Nabi
Muhammad SAW telah mengutus lebih dari 25 amil ke seluruh plosok Negara dengan
memberi peritah dengan pengumpulan sekaligus mendistribusikan zakat sampai habis
sebelum kembali ke Madinah.25
Pembukuan zakat juga dipisahkan dari pendapat Negara lainya, pencatatan zakat
juga dibedakan atara pemasukan dan pengeluaran, di mana keduanya harus terperinci
dengan jelas, meskipun tanggal penerimaan dan pengeluaran harus sama. Selain itu,
Nabi SAW berpesan pada para ‘amil agar berlaku adil dan ramah, sehingga tidak
mengambil lebih dari pada yang sudah ditetapkan dan tidak berlaku kasar baik pada
muzakki maupun mustahiq. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada zaman
Nabi SAW pengelolaan zakat bersifat terpusat dan ditangani secara terpusat, namun
demikian pengelolaan zakat pada saat itu secara institusional dianggap sederhana dan
masih terbatas dengan sifatnya yang teralokasi dan sementara, dimana jumlah zakat
terdistribusi akan tergantung pada jumlah zakat yang terkumpul pada daerah atau
kawasan tertentu, dan uang zakat yang terkumpul langsung didistribusikan kepada
para mustahiq tanpa sisa.
Pada masa Rasulullah saw. dan para sahabat, pengelolaan zakat dilakukan
langsung oleh panitia khusus yang disebut amil zakat. Mereka mendapat wewenang
penuh dari Rasul untuk mendata kaum muslimin yang wajib mengeluarkan zakat dan
mendistribusikannya kepada mereka yang berhak menerimanya. Karena panitia
tersebut dibentuk secara khusus dan untuk pekerjaan yang khusus pula, maka data-
data terkait para muzakki dan mustahik dapat terdata secara akurat, sehingga
kekeliruan berupa salah sasaran dalam pendistribusiannya.26

25
. Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid Abdullah ibn Majah Al-Quzwaini, Sunan Abi
Majah, (Maktabah Al-Ma’arif Linnatsir Wa At-Tauzi’ Lishohibiha Ibn Sa’id ‘Abdur Rahman Ar-
Rasyid, t.t), hal.20

10
Pengelolaan zakat yang dilakukan Rasulullah terbagi atas dua yaitu pada periode
mekah dan madinah :
1. Periode Mekah
Pada periode Mekkah zakat hanya di berlakukan oleh perseorangan semata,
bisa dikatakan zakat pada periode Mekah ini hanyalah sebatas sedekah yang di
keluarkan pada saat itu. Sayid Sabiq menerangkan bahwa zakat pada permulaan
Islam diwajibkan secara mutlak. Kewajiban zakat ini tidak dibatasi harta yang
diwajibkan untuk dizakati dan ketentuan kadar zakatnya. Semua itu diserahkan
pada kesadaran dan kemurahan kaum Muslimin.
2. Periode Madinah.
Setelah keadaan perekonomian kaum Muslimin mulai mapan dan
pelaksanaan tugas-tugas agama dijalankan secara berkesinambungan,
pelaksanaan zakat sesuai dengan hukumnya pun mulai dijalankan. Di Yastrib
(Madinah) inilah Islam mulai menemukan kekuatannya. Zakat ditetapkan di
Madinah pada abad kedua Hijriyah. Tampaknya, zakat yang ditetapkan di
Madinah merupakan zakat dengan nilai dan jumlah kewajiban yang khusus.
Setelah penerapan shadaqah pada tahun pertama Hijriah, penerapan zakat
di Mekkah pada tahun kedua Hijriah bertepatan dengan tahun 632 M.
Penerapan zakat baru dimulai dengan lebih baik. Zakat tersebut dikenal
dengan zakat fitrah. Zakat fitrah dibebankan kepada rakyat Mekkah yang
diwajibkan bagi mereka untuk membayar zakat sebesar 1 sha’ kurma, tepung,
keju lembut, atau setengah sha’ gandum untuk setiap umat muslim termasuk
di dalamnya budak, dan dibayarkan sebelum shalat ied.27

BAB III
PENUTUP

26
. Moh Jurianto, Buku Panduan Ibadah Zakat (Tangerang: Yayasan Pengkajian Hadis el-
Bukhari, 2020). hal. 16
27
. Bank Indonesia, Pengelolaan Zakat Yang Efektif, (Jakarta: Depertemen Ekonomi
dan Keungan Syariah, 2016). hal. 68

11
A. Kesimpulan
zakat adalah salah satu ibadah pokok dan termasuk salah satu rukun Islam. Dan
secara arti kata zakat berasal dari bahasa Arab dari akar kata zaka mengandung
beberapa arti seperti membersihkan, bertumbuh dan berkah. Dalam terminologi
hukum (syara’) zakat diartikan: “pemberian tertentu dari harta tertentu kepada orang
tertentu menurut syarat-syarat yang ditentukan”
Zakat dibagi menjadi 2, yaitu zakat fitrah dan zakat maal. Zakat fitrah merupakan
zakat yang dikeluarkan umat Islam pada sebagian bulan Ramadhan dan sebagian
bulan Syawal untuk mensucikan jiwa. Sedangkan zakat maal adalah zakat harta yang
dimiliki seseorang karena sudah mencapai nisabnya.
Orang-orang yang berhak menerima zakat yaitu orang fakir, orang miskin, amil,
muallaf, hamba sahaya, orang yang berhutang, fi sabilillah, dan ibnu sabil. Sedangkan
yang tidak berhak menerima zakat yaitu orang kafir, orang kaya, keturunan
Rasulullah, orang yang dalam tanggungan yang berzakat.
Hikmah berzakat adalah sebagai berikut: Mendidik jiwa manusia suka berkorban
dan membersihkan jiwa dari sifat-sifat kikir dan bakhil, Zakat mengandung arti rasa
persamaan yang memikirkan nasib manusia dalam kehidupan.
Adanya manajemen zakat ini sudah mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW
yang juga dijadikan sabagai sumber pendapatan negara. Yang di mana tidak hanya
dapat memperbaiki perekonomian pada masa itu tapi juga memperkuat ukhuwah
Islamiyah para umat Islam dimasa itu. Sehingga banyak para muallaf yang
berbondong-bondong memperkuat agama Islamnya ataupun non-Islam yang
berpindah agama menjadi Islam. Mereka tersentuh haru dengan adanya ikatan sosial
yang kuat antar umat muslim yang saling tolong-menolong tidak hanya dalam bidang
ekonomi namun juga dalam dikehidupan sehari-hari. Jiwa sosialisme loyalitas mereka
cukup erat dan kuat. Karena dalam manajemen zakat ini sendiri mengutamakan
kesejahteraan umat tidak sekedar egosentrisme mencari kesejahteraan untuk diri
sendiri. Tentu manajemen zakat ini sebagai upaya implementasi nilai-nilai agama
Islam agar tidak sekedar omong kosong yang saat ini dapat dibuktikan salah satunya
dengan hadirnya Rumah Zakat yang tersebar dibeberapa wilayah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

12
Al Qardawi, Yusuf. Fiqh Al Zakah: A Comparative Study of Zakah, Regulations
and Philosophy in the Light of Quran and Sunnah. Riyadh: King Abdulaziz
University, 2000.
Al-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj. “Sahih Muslim.” CD Maktabah Syamilah al-Isdar al-
Sani, 2005.
Ibrahim, Ahmad, dan Abu Sinn. Manajemen Syariah sebuah Kajian Histories dan
Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008.
Iqbal, Muhaimin, dan Abu Jihad. Mengembalikan Kemakmuran Islam dengan Dinar
dan Dirham. Depok: Spiritual Learning Centre, 2007.
Yusuf al-Qardawi. Al-Ibadah fil Islam. Beirut: Muassasah Risalah, 1993.

13

Anda mungkin juga menyukai