Anda di halaman 1dari 27

BAB II

DANA ZAKAT PRODUKTIF DALAM PENGELOLAAN DAN


PENDISTRIBUSIANNYA

A. Pengertian Zakat
Zakat termasuk salah satu rukun Islam, Zakat mulai disyari’atkan pada bulan
Syawal tahun ke 2 Hijriah sesudah pada bulan Ramadhannya diwajibkan zakat fitrah.Jadi
mula-mula diwajibkan zakat fitrah, baru kemudian diwajibkan zakat mal atau kekayaan.1

Zakat diwajibkan atas orang Islam yang mempunyai kekayaan yang cukup nishab,
yaitu jumlah minimal harta yang wajib dikeluarkan zakatnya.Jika kurang dari itu
kekayaan belum dikenai zakat. Adapun saat haul ialah waktu wajib mengeluarkan zakat
yang telah memenuhi nishabnya (dimiliki cukup dalam waktu setahun).2

Di dalam al-Qur’an, Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat dan shalat
sejumlah 82 ayat.Dari sini dapat disimpulkan secara deduktif bahwa setelah shalat, zakat
merupakan rukun Islam terpenting.Zakat dan shalat dalam al-Qur’an dan al-Hadist
dijadikan sebagai perlambang keseluruhan ajaran Islam.Pelaksanaan shalat
melambangkan baiknya hubungan seorang dengan Tuhannya, sedang zakat adalah
lambang harmonisnya hubungan antara sesama manusia.Oleh karena itu zakat dan shalat
merupakan pilar-pilar berdirinya bangunan Islam.Jika keduanya hancur, Islam sulit untuk
bertahan.3

Zakat menurut menurut asal kata, zakat yang berasal dari kata ‫ زكاة‬berarti berkah,
bersih, baik dan meningkat.4 Sedangkan secara bahasa, berarti nama’ (kesuburan),
thaharah (kesucian), barakah (keberkahan), dan berarti juga tazkiyah
(mensucikan).5Penjelasan makna secaraharfiah tersebut mengerucut pada pengertian zakat

1
Direktorat, Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam Dan Penyelenggara Haji (Jakarta:
Depag RI. 2003), hlm. 118
2
Direktorat, Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam Dan Penyelenggara Haji (Jakarta:
Depag RI. 2003)
3
Muhammad. Zakat Profesi: Wacana Pemikiran Dalam Fiqh Kontemporer. (Jakarta: Salemba Diniyah.
2002)
4
Munawir Ahmad Warson. Kamus Al Munawir Arab-Indonesia Terlengkap.(Surabaya: Pustaka
Progresif. 1997)
5
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy.Pedoman Zakat.(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2006)
sebagai prosespembersihan diri yang didapatkan setelah pelaksanaan
kewajibanmembayar zakat.6

Menurut Yusuf Qardawi, arti dasar dari kata zakat ditinjau dari segi bahasa adalah
suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Semuanya digunakan dalam Qur’an dan hadist.Tetapi
yang terkuat, kata dasar Zaka berarti bertambah dan tumbuh. 7 Zakat merupakan nama
atau sebutan dari sesuatu hak Allah SWT yang dikeluarkan seseorang kepada fakir
miskin. Dinamakan zakat karena didalamnya terkandung harapan untuk beroleh berkat,
membersihkan jiwa dan memupuknya dengan berbagai kebajikan.8

Sedangkan pengertian zakat menurut istilah atau syara’ yaitu: memberikan


sebagian harta tertentu kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat. Jadi
kalau kita tilik pula zakat menurut istilah agama Islam adalah kadar harta yang tertentu
diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat yang tertentu. 9
Meskipun para ulama didalam menafsirkannya berbeda-beda akan tetapi semuanya
mengarah pada satu arti yaitu mengeluarkan sebagian harta benda untuk diberikan kepada
fakir miskin sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam al-Qur’an, sebagai
pembersih serta penghapus kesalahan-kesalahan manusia10

Syekh Hussein Muhammad Makluf mengemukakan: Harta benda yang diberikan


kepada orang-orang fakir itu dinamakan zakat yang artinya perkembangan dan
pembersihan, oleh karena mengeluarkan harta benda itu menyebabkan bertambah,
berkembang dan memperbesar berkat kekayaan mereka, serta membersihkan dan
penjagaan bagi orang yang memiliki kekayaan tadi dari bahaya dan kerugian yang
menimpa kelak.11

Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian dari harta


yang khusus yang telah mencapai nishab (batas kwantitas minimal yang mewajibkan
zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya.Mazhab Hanafi mendefinisikan

6
Fazrur Rahman, Economic Doktrines of Islam. TerjSuroyo Nastangin “Doktrin Ekonomi Islam”.
(Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf. 1996)
7
Yusuf Qaradhawi. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2007)
8
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 1985)
9
Yusuf Qaradhawi. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Zikrul Hakim.
2005)
10
Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa, 1997)
11
Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy.Pedoman Zakat.(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2006)
zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai
milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syari’at karena Allah.

Mazhab Syafi’i, zakat merupakan sebuah ungkapan keluarnya harta sesuai dengan
cara khusus. Sedangkan menurut mazhab Hambali, zakatialah hak yang wajib dikeluarkan
dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula.12

Para pemikir ekonomi Islam kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta


yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwenang kepada masyarakat umum
atau individu yang bersifat mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang
dilakukan pemerintah sesuai dengan kemampuan pemilik harta, yang dialokasikan untuk
memenuhi kebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan dalam al-Qur’an, serta
untuk memenuhi tuntutan politik bagi keuangan Islam.13

Meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda


antara satu dan yang lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat itu
adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan
kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu pula.14 Hal tersebut senada dengan pasal 1 ayat (2) Undang-undang
Republik Indonesia No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat yaitu: Zakat adalah
harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh seorang
muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.15

Selain menggunakan istilah ”zakat”, terdapat beberapa istilah lain yang berbeda
redaksi namun memiliki kesamaan pengertian dengan zakat yang disebutkan dalam al-
Qur’an. Beberapa istilah tersebut di antaranya adalah:

a. Zakat
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 43:


12
Wahbah Az Zuhayly, Fiqh wa Adillah. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2003)
13
Muhammad Ali Nuruddin. Zakat sebagai Instrumen Kebijakan Fiskal.(Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006)
14
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern. (Jakarta: Gema Insani. 2002)
15
Muhammad Zuhri, Pelaksanaan Pendistribusian Zakat Mal Di Desa Brambang Kecamatan
Karangawen Kabupaten Demak. (Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo.2000)
“Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah kamu bersama orang-orang
yang rukuk” (QS. al-Baqarah : 43)
b. Infaq
Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu (harta) untuk
kepentingan sessuatu.Pemaknaan istilah infaq berarti memberikan sejumlah harta
tertentu bagi orang yang membutuhkan.Secara syari’at, infaq berarti mengeluarkan
sebagian harta untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.Istilah infaq
adalah sebagian harta seseorang yang dikeluarkan untuk kepentingan umum dengan
tidak perlu memperhatikan nishab dan haulnya.Infaq dapat dikeluarkan oleh orang yang
beriman baik yang berpenghasilan tinggi atau rendah, dalam keadaan lapang ataupun
sempit.

Jadi infaq tidak ditentukan ukurannya, ukurannya tergantung kerelaan masing-


masing orang-orang yang mau memberikan hartanya.Oleh karena itu, kewajiban
memberikan infaq tidak hanya tergantung pada mereka yang mempunyai kelebihan
harta, namun ditujukan kepada semua orang yang memiliki kelebihan dari kebutuhan
pokoknya. Dalam surat At-Taubah ayat 34




Artinya: “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian besar dari orang-
orang Yahudi dan Rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan
jalan yang bathil, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan
Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat siksa yang
pedih). (Q.S. at-Taubah : 34)

Allah SWT juga menjelaskan bahwa orang yang benarbenar beriman, adalah
orang yang menginfaqkan hartanya hanya untuk mengharapkan ridha Allah.Mereka
tidak berinfaq demi nafsu, atau tujuan apapun.Mereka berinfaq hanya karena
Allah.Oleh karena itu, mereka merasa tenang jika Allah menerima shodaqoh mereka,
merasa tenang karena berkah yang diberikan Allah dalam harta mereka dan merasa
tenang dengan pahala dan pemberian Allah.16

c. Shadaqah

16
Syaikh Muhammad bin Salih, Fatwa-fatwa Zakat, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2008)
Shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti benar.Orang yang suka
bershadaqah adalah orang yang benar pengakuan imannya.Shodaqoh mempunyai
pengertian yang luas disbanding infaq, tidak hanya berasal dari harta.Misalnya dalam
sebuah hadits dikatakan bahwa senyum dan menyingkirkan duri dari jalan termasuk
shadaqah.Jika zakat sesuatu yang dikeluarkan dari jenis harta tertentu, dengan syarat
tertentu dan diberikan kepada golongan tertentu.17

Shadaqah menurut istilah, memberikan sesuatu kepada yang berhak


menerimanya, hanya semata-mata mengharapkan ridho Allah. Shadaqah merupakan
bahasa Qur’ani yang sifatnya umum, yakni segala sesuatu yang diberikan kepada pihak
lain tanpa menyalahi aturan syara’. Masih membekas makna pembiasan, bahwa
shadaqah dilakukan ketika ada harta lebih.Padahal aturan syari’atnya, shadaqah tidak
harus menunggu kaya. Seruan Allah agar bershadaqah dimulai ketika kondisi masih
sempit dan susah, dan bershadaqahlah sesuai kemampuan batas kepemilikinnya.
Dengan Shadaqah, Allah memberikan jalan keluar dengan kelipatan yang tidak
disangka-sangka. Mereka yakin, Allah akan memberikan balasan yang berlipat ganda.
Bagi orang yang mengeluarkan shadaqah di harapkan untuk tidak memperlihatkan
hartanya, karena perbuatan itu dapat menyakiti hati mustahik dan juga dapat
menghilangkan pahala shadaqahnya. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an:






Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)


sedekahmu dengan menyebutnyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti
orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang
di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia
bersih (Tidak bertanah).mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka
usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (Q.S.
Al-Baqarah: 264)
Allah SWT menyeru kepada hamba-hambaNya yang beriman dan
memperingatkan mereka supaya tidak menyiaknyiakan pahala shadaqah mereka, yaitu
dengan menampakkan kelebihan yang mereka miliki di hadapan orang-orang yang
membutuhkan sehingga dapat menyakiti hati mereka. Mereka mengeluarkan hartanya

17
Proyek Pembinaan Zakat dan Wakaf, Pedoman Zakat, (Jakarta: PT. Cemara Indah, 1985)
dengan tujuan mencari popularitas dan pujian orang lain, padahal sebenarnya mereka
tidak beriman kepada Allah dan hari akhir.

Kondisi orang yang memperlihatkan shadaqahnya itu diumpamakan seperti


batu halus yang berdebu, lalu hujan deras membasahinya, sehingga hilanglah debu yang
menempel pada batu tersebut. Sebagaimana hujan deras dapat menghilangkan debu dari
batu halus itu, begitu pulalah kondisinya, apabila shadaqah disertai dengan menyakiti
perasaan si penerima dan riya, maka pahalanya akan hilang. Dengan demikian, orang
yang mengeluarkan shadaqah itu tidak dapat mengambil manfaat apapun dari
shadaqahnya. Inilah sifat orang kafir, karena itu jauhilah! Karena, Allah SWT tidak
akan mengarahkan kaum kafir menuju kebaikan dan petunjuk.

Sesungguhnya Allah SWT menjadikan shadaqah dengan harta dan


membelanjakannya di jalan kebaikan itu merupakan cirri dari orang-orang yang benar-
benar bertakwa.Allah SWT memberikan sifat kepada mereka dengan sifat ketakwaan,
dikarenakan mereka membebaskan diri mereka dari sikap rakus dan kikir.Dengan
shadaqah, mereka membebaskan tangan mereka dari sifat pelit yang hina, serta
menyambung tali silaturrahim dengan orang-orang yang membutuhkan dan kerabat
mereka yang miskin.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwasannya zakat


merupakan salah satu kewajiban bagi umat Islam yang memiliki dua sisi nilai.Sisi nilai
yang pertama adalah berhubungan dengan nilai pembersihan diri dan harta benda bagi
umat yang melaksanakan zakat.Hal ini didasarkan pada tujuan dari pelaksanaan zakat
tersebut, yakni membersihkan diri dan membersihkan harta benda.Sedangkan sisi nilai
yang kedua adalah sisi nilai ibadah sosial, yakni ibadah yang ditujukan untuk perbaikan
keadaan sosial.

1. Dasar Hukum Zakat


Zakat sebagai salah satu rukun Islam, mempunyai kedudukan yang sangat
penting.Hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan hikmah zakat dalam meningkatkan
martabat hidup manusia dalam masyarakat, perintah zakat selalu beriringan dengan
shalat.Sebagaimana adanya hukum zakat, mestinya ada asal muasalnya kenapa
diwajibkan bagi kita.Bagaimana dasar hukum yang digunakan baik itu dari dalil naqli
(firman Allah dalam Al-Quran) dan dalil aqli (sabda nabi lewat hadits).

Adapun dalil-dalil yang menjadi dasar hukum wajib zakat, antara lain:

a. Al-Qur’an

Artinya: “Dan dirikanlah shalat tunaikanlah zakat dan ruku’lah bersama orang-
orang yang ruku”(QS. al-Baqarah : 43)
Al-Baqarah: 267





Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
b. Al-Hadits
Selain al-Qur’an, zakat juga didasarkan pada hadits Rasulullah SAW. Adapun
hadits yang berhubungan dengan zakat di antaranya:

1) Hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah dari Ibnu Abbas r.a., ketika Nabi SAW
mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, yang berbunyi:

Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. sesungguhnya Nabi telah mengutus Mu’adz bin
Jabal ke negeri Yaman, Nabi Muhammad SAW bersabda: Serulah (ajaklah)
mereka untuk mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa saya
(Muhammad) adalah utusan Allah. Jika mereka menerima itu, maka
beritahukanlah bahwa Allah telah mewajibkan bagi mereka shalat lima waktu
dalam sehari semalam. Jika hal ini telah mereka taati, sampaikanlah bahwa
Allah SWT mewajibkan zakat pada harta benda mereka, yang diambil dari
orang-orang kaya dan diberikan kepada fakir miskin di antara mereka” (HR.
Bukhari).

2) Hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Umar.
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. Rasulullah SAW bersabda: Islam didasarkan
pada lima sendi yaitu mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan
bahwasannyaMuhammad itu utusan Allah, dan mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, haji dan puasa di bulan Ramadhan” (HR. Bukhari).
c. Ijma’
Imam-imam madzhab dan mujtahid mempunyai peranan yang besar dalam
pemecahan-pemecahan masalah zakat yang belum dijelaskan oleh nash-nash yang
sharih.Ijma’ menurut istilah ushul fiqh adalah kesepakatan seluruh mujtahid di
kalangan umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah SAW wafat atas hokum
syara’ mengenai suatu kejadian.18

Ijma’ di sini sepakat bahwa zakat adalah wajib bahkan para sahabat Nabi
sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat.Dengan
demikian siapa yang mengingkari wajibnya (kefardhuannya) berarti dia kafir.19

2. Klasifikasi Zakat
Zakat secara fungsinya terbagi menjadi dua jenis, yakni zakat fitrah dan zakat
mal. Zakat fitrah kata fitri berasal dari kata dasar ( ‫ ) فطر‬yang berarti membuat,
menciptakan, menimbulkan, berbuka, makan pagi (Ali dan Mudhor, 2003: 1398).
Menurut para ahli fiqh, fitrah adalah tabiat yang suci dan asli yang dibawa manusia
sejak lahir.20Zakat fitrah juga disebut zakat badan atau zakat kepala atau zakat pribadi
menurut para ahli fiqh.21

Imam Taqiyudin dalam Kifayat al-Ahyar juga menyebutkan zakat fitrah


dengan zakat badan:

Artinya: “Hal tersebut diatas dikatakan bahwa zakat fitrah atau zakat tubuh adalah
zakat badan karena zakat tersebut membersihkan diri atau jiwa atau mensucikannya
dan meningkatkan derajat anaknya”.
Jadi, zakat fitrah atau zakat badan adalah zakat yang wajib dibayarkan setiap
muslim setelah bulan Ramadhan, baik laki-laki, wanita, dewasa maupun anak kecil,

18
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Usul Fiqh, (Kuwait: Dar al-Qolam, 1994)
19
Wahbah Az Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 1995)
20
Dahlan, Abdul Azis (eds). Ensiklopedi Hukum Islam.(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 1996)
21
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat. (Bogor: Litera Antar Nusa. 2007)
baik orang merdeka maupun hamba sahaya (budak) yang tujuannya untuk
membersihkan dan mensucikan jiwa manusia.22

Pengeluaran zakat fitrah itu dengan maksud untuk mensucikan orang yang
berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatanperbuatan yang tidak ada gunanya selama
menjalankan ibadah puasa Ramadhan, sekaligus untuk memberikan makanan orang-
orang fakir miskin agar tidak meminta-minta pada hari Idhul fitri. 23 Sebagaimana
hadis Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yaitu:

Artinya : “Rasulullah telah memfardhukan zakat fitrah untuk pensuci bagi orang-
orang yang berpuasa dari tutur kata yang siasia dan carut maki, dan untuk menjadi
makanan bagi orang-orang miskin. Maka barang siapa memberikannya sebelum
pergi bersembahyang, maka itulah zakat yang diterima, dan barang siapa
memberikannya, sesudah bersembahyang, maka pemberian itu dipandang sebagai
sedekah biasa”(al-Kahlani, 1985: 546)
Pengertian zakat fitrah dalam UU RI No. 38 Tahun 1999 pasal 11 ayat 1
adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada bulan Ramadhan oleh
setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki
kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari raya Idhul fitri24

Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi25 dalam bukunya Fiqhu al-Zakat,


hikmah disyariatkan zakat fitrah terdiri dari dua hal:

a. Berkaitan dengan orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan


Karena dalam berpuasa orang hendaknya harus berpuasa ucapan dan
perbuatn baik lidah maupun anggota tubuh yang lain dari mengerjakan hal-hal
yang dilarang Allah SWT dan Rasl-Nya sehingga diwajibkan zakat fitrah sebagai
pembersih orang dari kemadharatan dan kekotoran puasanya.

b. Berkaitan dengan masyarakat


Yaitu untuk menumbuhkan rasa kecintaan terhadap sesama manusia
terutama pada fakir miskin dan yang membutuhkan

22
Abdul Azis Dahlan (eds). Ensiklopedi Hukum Islam.(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 1996)
23
Yusuf Qaradhawi. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2007)
24
Zuhri, Muhammad, Pelaksanaan Pendistribusian Zakat Mal Di Desa Brambang Kecamatan
Karangawen Kabupaten Demak. (Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 2000)
25
Yusuf Qaradhawi. Spektrum Zakat dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2007)
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. berkata: cukupkanlah mereka pada hari ini supaya
mereka tidak perlu meminta-minta untuk memenuhi hajat hidupnya dan
keluarganya”. (H.R. Ibnu Adi dan Daru al-Quthni)
Sedangkan zakat mal merupakan zakat yang berhubungan dengan harta,
yang dikeluarkan karena harta tersebut telah dimiliki penuh selama satu tahun
(haul) dan memenuhi standar nisabnya (kadarminimum harta yang terkena zakat).
Dalam terjamah kifayatul akhyar harta yang wajib dizakati ada 5 macam, yaitu:26

1) Ternak
2) Emas
3) Tanaman (hasil tanaman)
4) Buah-buahan
5) Barang dagang
Standar ketentuan besarnya zakat yang harus dikeluarkan dari zakat mal
sangat variatif tergantung pada obyek zakatnya. Misalnya, untuk zakat perniagaan
nisabnya setara dengan zakat emas, yakni 94 gr, zakatnya 2,5 %. Di dalam
pengeluaran zakat meskipun harus menunggu selama satu tahun dimiliki (haul),
namun pengeluarannya tidak harus menunggu akhir tahun, yaitu sistem
pengeluaran dapat disesuaikan denga periode penerimaan rezeki. Zakat ini terdiri
dari: zakat emas dan perak, binatang, tumbuh-tumbuhan (buah-buahan), barang
perniagaan dan zakat profesi.

3. Rukun dan Syarat Zakat


Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan
melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir (dan
mustahik zakat) dan menyerahkannya kepadanyaatau harta tersebut diserahkan kepada
wakilnya; yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.27

Sedangkan syarat-syarat zakat meliputi syarat wajib dan syarat sahnya zakat
dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Syarat wajib zakat


26
Moh. Rifa‟i, dkk. Tarjamah Khulashah Kifayatul Akhyar. (Semarang: CV Toha Putra. 1998)
27
Wahbah Az Zuhayly, Fiqh wa Adillah. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2003)
1) Merdeka
Yaitu zakat dikenakan kepada orang-orang yang bebas dan dapat
bertindak bebas, menurut kesepakatan para ulama zakat tidak wajib atas hamba
sahaya yang tidak mempunyai milik.Karena zakat pada hakikatnya hanya
diwajibkan pada harta yang dimiliki secara penuh.

2) Islam
Menurut Ijma' zakat tidak wajib atas orang-orang kafir karena zakat ini
merupakan ibadah mahdah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang suci.

3) Baligh dan berakal


Zakat tidak wajib diambil atas harta anak kecil dan orang- orang gila
sebab keduanya tidak termasuk kedalam ketentuan orang yang wajib
mengerjakan ibadah seperti shalat dan puasa

b) Harta yang dikeluarkan adalah harta yang wajib dizakati, diisyaratkan produktif
dan berkembang
Hal ini dikarenakan sebab salah satu makna zakat adalah berkembang
dan produktifitas yang dihasilkan dari barang barang yang produktif

c) Harta yang dizakati telah mencapai nishab atau senilai dengannya.28


Maksudnya ialah nishab yang ditentukan oleh syara' sebagai pertanda
kayanya seseorang dan kadar kadar yang mewajibkannya berzakat

d) Harta yang dizakati adalah harta milik penuh.


Mazhab Hanafi berpendapat bahwa harta benda yang wajib dizakati
adalah harta benda yang berada ditangan sendiri atau harta milik yang hak
pengeluarannya berada ditangan seseorang atau harta yang dimiliki secara asli.

e) Kepemilikan harta telah mencapai setahun atau telah sampai jangka waktu yang
mewajibkan seseorang mengeluarkan zakat missal pada masa panen.
f) Harta tersebut bukan merupakan harta hasil utang.29

b. Syarat Sah
Syarat-syarat syah pelaksanaan zakat:

28
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. (Jakarta: UI Press. 2008)
29
Wahbah Az Zuhayly, Fiqh wa Adillah. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2003)
1) Niat
Para fuqaha sepakat bahwa niat merupakan syarat pelaksanaan zakat.
Pendapat ini berdasarkan sabda nabi SAW yang artinya sebagai berikut :

‫انمااالعمالباالنیات‬

"Pada dasarnya, amalan amalan itu didasarkan pada niat".

Adapun niat dalam zakat fitrah ada 3 macam:30

a) Zakat untuk dirinya sendiri


‫نویتاناخرجزكاةالفطرعننفسيفرضاللهتعالي‬

b) Zakat untuk orang yang ditanggung fitrahnya


‫نویتاناخرجزكاةالفطرعنولديفرضاللهتعالي‬

c) Zakat untuk orang yang tidak ditanggung fitrahnya


‫نویتاناخرجزكاةالفطرعنفولنفرضاللهتعالي‬

Pelaksanaan zakat termasuk salah satu amalan.Dia merupakan ibadah


seperti halnya sholat. Oleh karena itu ia memerlukan adanya niat untuk
membedakan antara ibadah yang fardhu dan ibadah yang nafilah.31

2) Tamlik (memindahkan kepemilikan harta kepada penerimanya)


Tamlik menjadi syarat syahnya pelaksanaan zakat, yakni harta zakat
diberikan kepada mustahiq.Dengan demikian seseorang tidak boleh memberikan
makan (kepada) mustahiq, kecuali dengan jalan tamlik.32

4. Tujuan dan Hikmah Zakat


a. Tujuan Zakat
30
M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat Mengkomunikasikan Kesadarandan Membangun
Jaringan. (Jakarta: Kencana, 2006)
31
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. (Jakarta: UI Press. 2008)
32
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. (Jakarta: UI Press. 2008)
Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang mempunyai kedudukan sangat
penting.Hal ini dapat dilihat dari segi tujuan dan fungsi zakat dalam meningkatkan
martabat hidup manusia dan masyarakat.Zakat sebagai salah satu sarana beribadah
kepada Allah. Sebagaimana halnya sarana-sarana lainnya yang berfungsi
mendekatkan diri kepada Allah, makin taat manusia menjalankan dan
meninggalkan perintah Allah maka, ia makin dekat dengan Allah.

Zakat merupakan salah satu cara memberantas pandangan hidup


materialistis. Dengan melaksanakan zakat, manusia dididik untuk melepaskan
sebagian harta benda yang dimilikinya dan secara pelan-pelan menghilangkan
pandangan hidupnya yang menjadikan materi sebagai tujuan hidup.Dengan
demikian zakat mempunyai peranan menjaga manusia dari kerusakan jiwa.

Di dalam masyarakat selalu terdapat tingkat kemampuan dalam bidang


ekonomi, sehingga melahirkan adanya golongan ekonomi lemah dan golongan
ekonomi kuat.Di sini zakat mengecilkan jurang perbedaan ekonomi antara si kaya
dengan si miskin. Sebagian harta kekayaan golongan kaya akan mengalir
membantu dan menumbuhkan kehidupan ekonomi golongan yang miskin, sehingga
golongan miskin dapat terperbaiki keadaan ekonominya.

Zakat apabila dilaksanakan dalam masyarakat, maka hal ini merupakan


penegasan bahwa harta kekayaan itu mempunyai fungsi sosial. Zakat merupakan
sarana pendidikan bagi manusia bahwa harta benda atau materi itu bukanlah tujuan
hidup dan bukan hak milik mutlak dari manusia yang memilikinya, tapi merupakan
titipan Allah, yang harus dipergunakan sebagai alat untuk mengabdikan diri kepada
Allah dan sebagai alat bagi manusia untuk menjalankan perintah agama di dalam
segala aspeknya.33

b. Hikmah Zakat
Kesenjangan penghasilan rezeki dan mata pencaharian merupakan
kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Allah melebihkan sebagian golongan dari
sebagian yang lain dalam hal rezeki. Allah mewajibkan orang yang kaya untuk
memberikan hak yang wajib kepada orang fakir.34

33
Elsi Kartika Sari.Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2006)
34
Wahbah Az Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab. (Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 1995)
Dan segi harta yang dibayarkan zakatnva, zakat berarti membersihkan harta
dari hak fakir-miskin dan lain-lainnya yang melekat pada harta orang kaya.Dengan
demikian.jika zakat tidak dibayarkan ini berarti bahwa harta" orang kaya itu
dikotori oleh hak orang lain yang belum dibayarkan. Akan tetapi jangan lain
diartikan bahwa zakat adalah harta kotor sebab jika tidak demikian halnya. Orang
yang berhak menerima zakat menjadi tempat pembuangan harta kotor.

Di pihak orang-orang yang berhak menerima zakat.kedudukan zakat


sebagai hak fakir-miskin dan lain-lainnya yang melekat pada harta orang kaya itu
akan menghilangkan rasa iri hati kaum fakir-miskin terhadap kaum kaya. Dengan
adanya kewajiban zakat atas orang kaya itu jarak antara golongan kaya dan
golongan miskin menjadi dekat. Pada golongan kaya tumbuh rasa wajib solider
terhadap golongan miskin dan golongan miskin pun tanpa tuntutan akan menerima
haknya yang melekat pada harta golongan kaya.

Akan tetapi harus dicatat bahwa dengan adanya kewajiban zakat atas
golongan kaya itu tidak berarti bahwa Islam mendidik kaum fakir-miskin untuk
selalu menantikan haknya pada harta golongan kaya.Islam mengajarkan agar setiap
muslim bekerja untuk memperoleh kecukupan kebutuhan hidup diri sendiri dan
orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya dan sekaligus Islam mencela orang
yang menggantungkan diri pada kebaikan hati orang lain untuk memberi bantuan
kepadanya.

B. Pengertian Zakat Produktif


Zakat menurut bahasa adalah kata dasar (mashdar) dari zaka yang artinya berkah,
tumbuh, subur, suci, dan baik.Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian zakat
adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan untuk orang yang beragama Islam
dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya, menurut ketentuan yang telah
ditetapkan oleh syara' . Sedangkan kata produktif adalah banyak mendatangkan hasil.
Kata produktif berasal dari bahasa Inggris “productive” yang berarti banyak
menghasilkan, memberikan banyak hasil, banyak menghasilkan barang-barang berharga,
yang mempunyai hasil baik. Secara umum produktif, “banyak menghasilkan barang atau
karya”. Produktif juga berarti banyak menghasilkan, memberi hasil.
Pengertian produktif lebih berkonotasi kepada sifat. Kata sifat akan jelasnya
maknanya apabila digabung dengan kata yang disifatinya. Dalam hal ini kata yang disifati
adalah kata zakat, sehingga menjadi zakat produktif yang artinya zakat dimana dalam
pendistribusiannya bersifat produktif, lawan kata konsumtif.
Zakat Produktif merupakan zakat yang diberikan kepada fakir miskin berupa
modal usaha atau yang lainnya yang digunakan untuk usaha produktif yang mana hal ini
akan meningkatkan taraf hidupnya, dengan harapan seorang mustahiq akan bisa menjadi
muzakki jika dapat menggunakan harta zakat tersebut untuk usahanya. Hal ini juga
pernah dilakukan oleh Nabi, dimana beliau memberikan harta zakat untuk digunakan
shahabatnya sebagai modal usaha.
Lebih tegasnya zakat produktif adalah pendayagunaan zakat secara produktif,
yang pemahamannya lebih kepada bagaimana cara atau metode menyampaikan dana
zakat kepada sasaran dalam pengertian lebih luas, sesuai dengan ruh dan tujuan syara’.
Cara pemberian yang tepat guna, efektif manfaatnya dengan system yang serba guna dan
peran serta fungsi social ekonomi dari zakat.
Zakat produktif dengan demikian adalah pemberian zakat yang dapat membuat
para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan dana zakat yang
diterimanya. Zakat produktif dengan demikian adalah zakat dimana harta atau dana zakat
yang diberikan kepada para mustahiq tidak dihabiskan akan tetapi dikembangkan dan
digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidup secara terus menerus dan juga untuk bias terealisasi dengan
baik maka dibutuhkan peran pemerintah dan lembaga pengelola zakat.35

C. Pengelolaan Dana Zakat


Pengelolaan berarti proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan
tenaga orang lain, atau dapat juga diartikan proses pemberian pengawasan pada semua hal
yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Pemahaman dari
definisi tersebut bahwa pengelolaan menyangkut proses suatu aktifitas.

Dalam kaitannya dengan zakat, proses tersebut meliputi sosialisasi zakat,


pengumpulan zakat, pendistribusian, pendayagunaan, dan pengawasan. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan pengelolaan zakat adalah proses dan pengorganisasian sosialisasi,

35
http//insanulilallbab.wordpress.com/2013/03/12/zakat-produktif-dalamperspektif-Islam/ di akses pada
tanggal 29 april 2015
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan dan pengawasan dalam pelaksanaan
zakat.

Pengelolaan zakat menurut undang-undang no 38 tahun 1999 tentang pengelolaan


zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
terhadap pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat.36

Tujuan pelaksanaan pengelolaan zakat oleh pengelola zakat antara lain: pertama,
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penuaian dan pelayanan zakat. Sebagaimana
realitas yang ada di masyarakat, sebagian masyarakat umat Islam yang kaya (mampu)
belum manunaikan ibadah zakatnya, jelas ini bukan persoalan kemampuan, tetapi
menyangkut kurangnya kesadaran berzakat dikalangan umat Islam.

Kedua, meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya


mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.Zakat merupakan salah satu
institusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau
mengahapuskan derajat kemiskinan masyarakat serta mendorong terjadinya keadilan
distribusi harta.Dikatakan demikian, karena zakat dipungut dari orang-orang kaya untuk
kemudian didistribusikan kepada orang-orang yang lemah. Dalam hal ini akan terjadi
aliran dana dari para aghniya’ kepada dhuafa dalam berbagai bentuknya mulai dari
kelompok konsumtif maupun produktif (investasi). Maka secara sadar, penunaian zakat
akan membangkitkan solidaritas sosial, mengurangi kesenjangan sosial dan pada
gilirannya akan mengurangi derajat kejahatan ditengah masyarakat.

Ketiga, meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.Setiap lembaga zakat
sebaiknya memiliki database tentang muzakki dan mustahik.Profil muzakki perlu didata
untuk mengetahui potensi-potensi atau peluang untuk melakukan sosialisasi maupun
pembinaan kepada muzakki.Muzakki adalah nasabah kita seumur hidup, maka perlu
adanya perhatian dan pembinaan yang memadai guna memupuk nilai
kepercayaannya.Terhadap mustahik pun juga demikian, program pendistribusian dan
pendayagunaan harus diarahkan sejauh mana mustahik tersebut dapat meningkatkan
kualitas hidupnya, dari status mustahik berubah menjadi muzakki.37

36
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
37
Muhammad Hasan, Manajemen Zakat Model Pengelolaan yang Efektif, (Yogyakarta: Idea Press.
2011)
Dalam pelaksanaan zakat terdapat tiga pihak. Pihak yang pertama, yaitu pembayar
zakat (muzakki); pihak kedua, yaitu penerima zakat (mustahik); pihak ketiga, yaitu
penyalur zakat (qabidh), yang terdiri dari Imam dan aparatnya atau wakil muzakki.38

Dalam pelaksanaan pengelolaan zakat, alangkah baiknya dilakukan oleh pengelola


zakat. Agar dalam pelaksanaan pengelolaan zakat itu dapat berjalan dengan baik, dan
dana zakat dapat tersalurkan dengan benar. Di dalam pengelola zakat itu pasti terdapat
adanya kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan atau ancaman. Dari beberapa hal
tersebut, maka perlu dilakukan adanya analisis SWOT (Strength Weakness Opportunity
Treathment ) untuk menganalisis dari beberapa hal tersebut. Dengan analisis SWOT
kompetensi khusus yang dimiliki dan kelemahan yang menonjol dapat dinilai dan
dikaitkan dengan berbagai faktor penentu keberhasilan suatu usaha.39

Pelaksanaan pengelolaan dana zakat yang baik yaitu meliputi perencanaan,


pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pendistribusian serta
pendayagunaan zakat, dan pelaksanaan pengelolaan zakat tersebut banyak tergantung
pada pembinaan ketiga pihak yang bersangkutan. Yang menyangkut pihak pertama,
pembinaannya hendak dititikberatkan pada upaya meningkatkan kesadaran berzakat,
bershadaqah dan berinfaq fi sabilillah, dan mendorong kearah meningkatnya jumlah
pembayaran zakat itu.Selanjutnya yang menyangkut pihak kedua memerlukan
kecermatan sehingga dapat terbina sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dalam fiqh.Al-Ashnaf (jenis/kelompok) penerima zakat yang ditetapkan langsung oleh
Allah sebagaimana termaktub dalam ayat 60 suratAt-Taubah merupakan daftar penerima
zakat yang lengkap.





Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya,
untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah
dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q.S. At-
Taubah; 60).

38
Mursyid, Mekanisme Pengunpulan Zakat Infaq dan Shadaqah (Menurut Hukum Syara’ dan Undang-
undang), (Yogyakarta: Magistra Insania Press. 2006)
39
Direktorat Urusan Agama Islam Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji, Petunjuk Teknis Pengelolaan
Zakat, (Departemen Agama RI, 2000)
Zakat mempunyai peranan penting dalam sistem perekonomian Islam. Zakat
berfungsi sebagai sumber dana dalam menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi,
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Islam. Disamping sebagai sarana untuk
mendekatkan diri kepada Allah, zakat juga berfungsi membersihkan diri dan harta
kekayaan dari kotoran-kotoran akhlak dan penyelewengan akidah, juga menjadi tumpuan
harapan kaum dhu’afa (fakir miskin) sekaligus menjadi penunjang pelestarian dan
pengembangan ajaran Islam dalam masyarakat.zakat juga merupakan sarana yang
menghubungkan tali silaturrahmi antara kelompok muzakki dengan kelompok dhu’afa.
Sebagai sumber dana pembangunan umat Islam, zakat dapat menjadi kekuatan modal
yang sangat besar jika ditunjang oleh cara pengelolaannya yang baik. Untuk itu, perlu
diciptakan kondisi sebagai berikut:40

a. Adanya kesadaran masyarakat akan makna, tujuan dan hikmah zakat.


b. Adanya amil zakat yang benar-benar amanah (dipercaya) dan bertanggung jawab
dunia akhirat.
c. Adanya perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan
(actuating), serta pengawasan (controlling) atas pengelolaandan pelaksanaan
pemungutan zakat yang baik.
Sebelum dilakukan pemungutan zakat, amil sedapat mungkin telah melakukan
inventarisasi atau jenis-jenis kekayaan masyarakat yang dapat dijadikan sumber zakat,
sensus wajib zakat (Muzakki), dan orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik),
cara pemungutan zakat, cara penyimpanannya, melakukan perimbangan antara asnaf
setempat yang ada. Dalam menentukan pembagian zakat kepada para mustahik, sudah
dikaji berbagai kemungkinannya, termasuk sektor-sektor yang dianggap paling mendesak,
baik untuk kebutuhan jangka pendek maupun jangka panjang, sehingga dalam
pelaksanaannya tidak terjadi penyimpangan.

D. Pendistribusian Dana Zakat Produktif dalam Upaya Mensejahterakan Usaha


Mustahiq
a. Pengertian Pendistribusian Dana Zakat Produktif

40
Hasan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 20088)
Istilah pendistribusian berasal dari kata distribusi yang berarti penyaluran atau
pembagian kepada beberapa tempat.Oleh karena itu, kata ini mengandung makan
pemberian harta zakat kepada para mustahik zakat secara konsumtif.

Pemberian zakat kepada para mustahik, secara konsumtif perlu dilakukan


sesuai dengan kondisi mustahik, amil zakat perlu memastikan kelayakan para
mustahik, apakah mereka dapat dikategorikan mustahik konsumtif.Ini memerlukan
analisis tersendiri oleh para amil zakat, sehingga zakat benar-benar sampai kepada
orang-orang yang berhak menerimanya secara obyektif.41

Penyaluran zakat dilihat dari bentuknya dapat dilakukan dalam dua hal:

1) Bentuk sesaat
Penyaluran bentuk sesaat adalah penyaluran zakat hanya diberikan kepada
seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga berarti bahwa penyaluran
kepada mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi mustahik.
Hal ini dikarenakan mustahik yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandriri,
seperti pada diri orang tua yang sudah jompo, dan orang cacat.

2) Bentuk pemberdayaan
Penyaluran bentuk pemberdayaan merupakan penyaluran zakat yang
disertai target merubah kondisi mustahik menjadi kategori muzakki. Target ini
adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah atau dalam waktu yang singkat
dapat terealisir.Karena itu, penyaluran zakat harus disertai dengan pemahaman
yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima.Apabila
permasalahanya adalah permasalahan kemiskinan, harus diketahui penyebab
kemiskinan tersebut sehingga dapat mencari solusi yang tepat demi tercapainya
target yang telah direncanakan.42

41
Muhammad Hasan, Manajemen Zakat Model Pengelolaan yang Efektif, (Yogyakarta: Idea Press.
2011)
42
Muhammad Hasan, Manajemen Zakat Model Pengelolaan yang Efektif, (Yogyakarta: Idea Press.
2011)
Distribusi dana zakat produktif terdiri dari tiga kata yang masing-masing
memiliki arti yaitu distribusi, dana zakat dan produktif. Distribusi berarti kegiatan
penyaluran hasil produksi berupa barang dan jasa dari produsen ke konsumen
guna mengambil kebutuhan manusia. Dana zakat berarti adalah dana yang
diperoleh dari muzakky (orang yang berkewajiban membayar zakat) kepada
mustahiq (orang yang berhak menerima dana zakat) melalui amil baik BAZ
ataupun LAZ. Sedangkan produktif sendiri diartikan sebagai kegiatan yang
menghasilkan yang dilakukan secara terus menerus, berkembang, dan tidak
konsumtif (langsung habis).

Secara ekonomi Islam distribusi yaitu ilmu yang mencakup pengaturan


kepemilikan unsur-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan.Pada ekomnomi
Islam, Islam mengakui adanya kepemilikan khusus serta meletakan bagi masing-
masing dari keduanya kaidah-kaidah penyaluran baik berbentuk zakat, shodaqah,
dan lain-lainnya.43

Distribusi dalam perekonomian Islam tidak hanya bersifat penyaluran


harta terhadap fakir miskin, tetapi lebih dari itu Islam memberi motivasi bagi
pelakunya dengan bentuk pahala dan menggandakan sisa hartanya seperti yang
tersebut dalam alquran.44





Artinya : “orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian


mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Q. S. Al-Baqarah :261)



Artinya : “orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian


mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut
pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka
memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.(Q. S. Al-Baqarah :262)

43
Jaribah bin Ahmad al Haristri, Fiqih Ekonomi Umar bin al Khatab, (Jakarta : Khalifah, 2006). hal. 212
44
Ibid, hal 2018
Jadi distribusai dana zakat produktif merupakan penyaluran dana zakat
yang fungsinya memberikan dana manfaat dalam jangka panjang bagi mustahiq
sehingga kelak mustahiq mempunyai penghasilan dari usaha produktifnya.

Distribusi produktif yaitu penyaluran zakat kepada mustahiq yang


memiliki semangat mandiri berupa modal bail skill maupun materil yang dapat
digunakan sebagai usaha untuk penunjang kehidupan dalam jangka panjang.
Secara manajemen zakat produktif sejalan dengan zakat konsumtif yaitu
memberikan zakat kepada mustahiq, akan tetapi lebih dari itu zakat produktif
dapat merubah seorang mustahiq muzakki dengan binaan dan pendampingan.

Distribusi dana zakat secara produktif sebenarnya bukan barang baru yang
seperti ini dikumandakan pemikir ekonomi Islam. Distribusi produktif telah
dilaksanakan oleh manusia yang pertama kali menerima syariat zakat dari Allah
SWT yaitu Nabi Muhammad SAW. Kegiatan itu terdapat dalam hadist riwayat
Imam muslimyangmenjelaskan bahwa Nabi pernah memberikan zakat kepada
Salim bin Abdillah bin Umar, dan Nabi menyuruhnya untuk dikembangkan dan
hasilkan disedekahkan lagi. Sahabat Salim pun mengikuti perintah Nabi untuk
mengelola hartanya hingga suatu waktu Salim bisa mengeluarkan sedekah dari
usahanya.

Penyaluran dana zakat secara produktif tidak bisa dilaksanakan oleh


sembarang lembaga amil zakat. Menurut Nukhtoh pendistribusian dana zakat
produktif bisa dilakukan apabila semua asnaf telah memperoleh jatah zakat
masing-masing.45 Artinya disini Nuktoh masih menganut faham tradisional yang
berarti zakat harus mengutamakan pendistribusiannya dengan cara konsumtif,
sehingga jika dana habis disalurkan secara konsumtif maka tidak ada
pendistribusian zakat secara produktif.

Seiring dengan pernyataan Nukhtoh, Yayat menambahkan syarat dalam


melakukan distribusi dana zakat secara produktif yaitu terdapat usaha-usaha nyata
yang berpeluang menguntungkan dan mendapat persetujuan tertulis dari dewan
pertimbangan BAZ.46 Pad poin ini dilakukan dengan maksud agar dana zakat tidak

45
Nukhto Arvawie Kurde, Memungut Zakat & Infaq Profesi oleh Pemerintah Daerah (Bagi Pegawai
Negeri dan Pegawai Pemerintah Daerah), (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005).
46
Yayat Hidayat, Zakat Pofesi Solusi Mengentaskan Kemiskinan Ummat, (Bandung : Pangger Press,
2007).
terdistribusi dengan sia-sia, maka jalan yang ditempuh pada setiap lembaga adalah
membaca peluang usaha untuk dijadikan sebuah program pemberdayaan ekonomi
mustahiq. Sedangkan pada poin kedua dijadikan syarat sebagai bahan
pengontrolan BAZ bagi seluruh lembaga amil zakat yang melakukan distribusi
secara produktif.

Selain persyaratan suatu lembaga amil zakat menjalani distribusi zakat


secara produktif diatas, Yayat juga mengatakan adanya prosedur yang harus
ditempuh bagi BAZ/LAZ dalam menerapkan distribusi produktif diantaranya :47

1) Dilakukan studi kelayakan


2) Ditetapkan jenis usaha produktif
3) Dilakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan
4) Dilakukan evaluasi serta disertai kewajiban membuat laporan.
Dengan penjelasan diatas maka disyaratkan bahwa yang berhak melakukan
penyaluran zakat secara produktif adalah yang mampu melakukan pembinaan dan
pendampingan kepada seluruh mustahiq agar kegiatan usahanya dapat berjalan
dengan baik.

Kegiatan pembinaan dan pendampingan ini dilakukan sebagai bentuk


tanggung jawab lembaga yang menyalurkan zakat secaara produktif.Hal ini juga
berfungsi sebagai wadah yang memberikan solusi bagi mustahiq yang mengalami
maslah dengan usahanya.

Dengan demikian zakat yang disalurkan oleh lembaga amil zakat


mendatangkan tantangan tersendiri bagi lembaga-lembaga amil zakat sebagai
pengelola.Dana zakat diupayakan agar bisa memberikan nilai tambah atau
manfaat berlimpah sehingga muzakki meras tentram diuntungkan dan tepat
sasaran.

b. Zakat Produktif Mengentaskan Kemiskinan Mustahiq Zakat


Pengentasan berasal dari akar kata “entas” yang memiliki arti mengangkat
dari tempatnya; menghilangkan.48 Pengentasan kemiskinan memiliki arti suatu
proses atau usaha yang dilakukan dengan tujuan untuk mengangkat lebih tinggi
atau lebih baik derajat seseorang dari derajat kemiskinan. Mengenai batasan
47
Ibid.
48
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Depdiknas. 1992)
kemiskinan, jumhur ulama sebagaimana dijelaskan. 49Menyatakan bahwa orang
miskin adalah orang yang mempunyai harta atau penghasilan layak untuk
memenuhi kebutuhan diri dan tanggungannya, tetapi penghasilan tersebut tidak
mencukupi. Kemiskinan bisa dikelompokan dalam 3 kategori , yaitu :

1) Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu
mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar.Berdasarkan tingkat pendapatannya, penduduk yang miskin secara
absolut berarti memiliki kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan
pokok.Misalnya belum mampu memenuhi kebutuhan makan secara standar
(kurang dari 3 kali dalam sehari).

2) Kemiskinan Relatif
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas
garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat
disekitarnya.Penduduk dengan kemiskinan relatif memungkinkan untuk hidup
lebih layak dibandingkan dengan penduduk dengan kemiskinan
absolut.Namun memang masih di bawah masyarakat pada umumnya.Misalnya
tingkat pendapatannya belum mampu mencukupi kebutuhan sekunder
diantaranya kebutuhan rekreasi, kesehatan dan hiburan.

3) Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau
sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat
kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang membantunya.
Penduduk dengan kemiskinan cultural (kebiasaan) cenderung untuk tidak mau
merubah keadaan yang terjadi pada dirinya.Tidak adanya usaha progresif
(kearah kemajuan) guna perbaiakan tingkat pendapatan dan penghidupan yang
layak dan lebih baik.Penduduk dengan kemiskinan cultural pasrah dengan
keadaan yang melingkupi dirinya.
c. Penerima dana zakat (mustahik zakat)
Penyaluran dana zakat dalam konteks alqur’an diberikan kepada 8 asnaf,
tetapi tidak selamanya zakat diberikan kepada mereka semuanya. Adakalanya

49
Abdul Azis Dahlan (eds). Ensiklopedi Hukum Islam.(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 1996)
zakat diberikan kesebagaiannyaterutama fakir dan miskin dikarenakan oleh
beberapa sebab, seperti dana zakatnya sedikit maupun mustahik yang ditentukan
hanya sebagian dari delapan asnaf. Lalu bagaimana cara membagikan dananya, ?
Imam mazhab berbeda pandangan dalam menentukan kasus diatas, Imam
Syafi’I berpendapat apabila zakat yang terkumpul sedikit, maka zakat dibagikan
secukupnya hingga semua mustahiq memperole bagiannya namun apabila tidak
mencukupi untuk dibagikan semuanya maka boleh dibagikan hanya untuk 3 orang
seperti yang dikutip dalam Masail Fiqhiyah karya Drs. Masjfuk Zuhdi, bahwa
Imam Syafi’I berpegangan denagn hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim,
Abu Daud, An Nasai, dan Ahmad dari Qabishah bin Mukhariq al-Hilali, yang
menunjukan bahwa zakat boleh diberikan kepada50
1) Seorang yang menaggung hutang untuk mendamaikan permusuhan /
perselisihan orang-orang Islam, sehingga ia bebas sama sekali dari beban itu.
2) Seorang yang ludes hartanya karena musibah misalnya ; gempa bumi, banjir,
Tsunami atau lainnya hingga ia bisa bangun kembali dan mandiri.
3) Seorang yang ditimpa kemiskinan dan kebutuhan, sehingga ia bebas dari
kemiskinan dan kebutuhan, kemudian bisa mandiri.

Imam Abu Hanafi berpendapat zakat boleh diberikan pada satu kelompok
saja, sedangkan imam malik berpendapat zakat dapat diberikan hanya kepada
orang-orang yang membutuhkan saja.Dilihat dari pandangan para Imam penulis
mengedepankan pendistribusian zakat sebagai prioritas dalam artian apa yang
dibutuhkan mustahiq saat in aka diberikan keperluannya sehingga zakat benar-
benar menjadi alternative dalam mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan
social.

Konsep pendistribusian zakat Secara formal telah diatur Allah SWT, yaitu
dalam QS. At Taubah: 60





Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,


orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan
50
Zuhdi, masjfuk, Masail Fiqhiyah ; Jakarta, 1989. Haji Masagung
Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana” (Q.S. at-Taubah: 60)
Berikut ini akan penulis uraikan satu persatu delapan golongan itu, dari
beberapa sumber.

a) Fakir
Menurut jumhur ulama fiqih, fakir adalah orang-orang yang tidak
mempunyai harta atau penghasilan layak untuk memenuhi kebutuhan sandang,
pangan, tempat dan segala keperluan pokok lainnya, baik untuk dirinya sendiri
maupun keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya.51
b) Miskin
Jumhur ulama mengatakan bahwa orang miskin adalah orang yang
mempunyai harta atau penghasilan layak untuk memenuhi kebutuhan diri dan
tanggungannya, tetapi penghasilan tersebut tidak mencukupi.52
c) Amil
Amil adalah orang-orang yang ditugaskan oleh imam, kepala
pemerintah atau wakilnya, yang bertugas untuk mengumpulkan harta zakat
dan mengurus administrasinya.Amil merupakan orang yang bertanggung
jawab melaksankan segala sesuatu yang berkenaan dengan zakat mulai dari
mendata wajib zakat, mengumpulkan, membukukan, memelihara dan
mendistribusikan zakat.
d) Muallaf
Muallaf adalah orang-orang yang masih lemah niatnya dalam memeluk
Islam, maka seorang pemimpin perlu membujuk hatinya dengan sesuatu
pemberian untuk menguatkan keIslamannya, dengan pemberian sebagian
zakat itu diharapkan orang-orang yang setaraf dengannya ikut masuk Islam.53
(Rachim dan Fathoni, 1987: 225).

Muallaf ada 4 macam yaitu:

51
Abdul Azis Dahlan (eds). 1996. Ensiklopedi Hukum Islam. (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. 1996)
52

53
Muhammad, Zakat Profesi: Wacana Pemikiran dalam Fiqh Kontemporer, (Jakarta: Salemba Diniyah,
2002)
1) Muallaf muslim ialah orang yang masuk Islam tetapi niatnya atau imannya
masih lemah, maka diperkuat dengan member zakat.
2) Orang yang telah masuk Islam dan niatnya cukup kuat, dan ia terkemuka
dikalangan kaumnya, dia diberi zakat dengan harapan kawan-kawan akan
tertarik masuk Islam.
3) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang kaum kafir di
sampingnya.
4) Muallaf yang dapat membendung kejahatan orang yang membangkang
membayar zakat.

e) Ar-Riqab
Yang artinya mukatab adalah budak berlian yang diberi kebebasan
usaha mengumpulkan kekayaan agar bisa menebus dirinya untuk merdeka.54

f) Al-Gharim
Al-gharim adalah orang-orang yang mempunyai hutang yang
dipergunakan untuk perbuatan yang bukan untuk maksiat, dan zakat diberikan
agar mereka dapat membayar hutangnya.55

g) Sabilillah
Menurut jumhur ulama sabilillah adalah membelanjakan dana zakat
untuk orang-orang yang berperang dan petugas-petugas jaga perbatasan /
untuk jihad. Sebagian ulama madzhab Syafi’i dan Hanbali mengatakan, dana
zakat tidak boleh dibagikan kecuali kepada orang-orang yang berperang dan
orang-orang yang berjihad yang fakir. Pendapat ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa orang kaya yang berperang itu sudah dapat
mempersiapkan diri dan menyiapkan perlengkapannya.Sedangkan orang fakir
yang ikut perang, dibiayai Negara.56

h) Ibnu Sabil

54
Al-Ghazali, Rahasia Puasa dan Zakat, Terjemahan oleh Muhammad Al-Baqir.(Bandung: Karisma.
1994)
55
Muhammad bin Ahmad bin Rasyid al-Qurtubi, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, (Dar al-
Fikr. Tnp.: ttp., t.t)
56
F. Masdar Mas’udi, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS. (Jakarta: Piramedia. 2004)
Ibnu Sabil adalah orang asing yang menempuh perjalanan ke negeri
lain dan sudah tidak punya harta lagi. Menurut Ahmad Azhar Basyir, Ibnu
Sabil adalah orang yang sedang dalam perantauan atau perjalanan.
Kekurangan atau kehabisan bekal, untuk biaya hidup atau pulang ketempat
asalnya.Yang termasuk golongan ini adalah pengungsi-pengungsi yang
meninggalkan kampung halamannya untuk menyelamatkan diri atau
agamanya dari tindakan penguassa yang sewenang-wenang.57

57
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 1997)

Anda mungkin juga menyukai