Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH AGAMA ISLAM

ZAKAT
Dosen Pengampu : Dr H. Nurdin, S.Hi., M.Ed

Disusun Oleh :

Kelompok 7

Agus Tri Setyowati (2109116011)

Alya Saharani (2109116037)

Dian Febriyani (2101016064)

Hairunnisa (2101026304)

Maghfira Khansa Aulia (2109116013)

Najah Riggahetty (2101016167)

Rizky Indarwati Deanoval (2101026051)

Siti Nur Azizah Dwi Cahyani (2101016072)

FAKULTAS TEKNIK & FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Kelompok kami kemudahan dan
kelancaran dalam menyelesaikan makalah ini tepat waktu . Tanpa Rahmat dan Pertolongan-
Nya, kami tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tidak
lupa Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW
yang syafa’atnya kelak kita nantikan. Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah “Zakat” dapat diselesaikan. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Bapak Dr H. Nurdin, S.Hi., M.Ed selaku Dosen Pengampu
mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Kami menyadari makalah Agama Islam Materi Zakat ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik maupun saran agar kedepannya dapat
memperbaiki cara penulisan makalah berikutnya. Kami sangat berharap makalah ini dapat
berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Zakat. Kami
juga menyadari bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Apabila terjadi banyak kesalahan pada makalah ini, baik penulisan nama, tempat
maupun teori, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian makalah yang kami susun, semoga makalah ini dapat dipahami dan berguna bagi
kami maupun seluruh pembaca dan makalah ini dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

November 2021

Kelompok 7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang ketiga, zakat merupakan suatu
ibadah yang paling penting kerap kali dalam Al-Qur’an, Allah menerangkan zakat
beriringan dengan menerangkan sembahyang. Pada delapan puluh dua tempat Allah
menyebut zakat beriringan dengan urusan shalat ini menunjukan bahwa zakat dan
shalat mempunyai hubungan yang rapat sekali dalam hal keutamaannya shalat
dipandang seutama-utama ibadah badaniyah zakat dipandang seutama-utama ibadah
maliyah. Zakat juga salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab
itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu.
Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang
telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan al-Qur'an dan as-Sunnah, sekaligus
merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang
sesuai dengan perkembangan umat manusia.
Seluruh ulama Salaf dan Khalaf menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat yakni
mengingkari wajibnya menyebabkan di hukum kufur. Karena itu kita harus
mengetahui definisi dari zakat, harta-harta yang harus dizakatkan, nishab-nishab
zakat, tata cara pelaksanan zakat dan berbagai macam zakat akan dibahas dalam bab
selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian zakat menurut bahasa dan istilah ?
2. Apa saja macam-macam zakat ?
3. Apa itu haul dan nisab dalam zakat ?
4. Bagaimana penjelasan Mustahik dalam Al-Qur’an ?
5. Bagaimana Mustahik dalam skala prioritas ?
6. Bagaimana penjelasan Badan Amil Zakat menurut UU 23 Tahun 2011?
7. Apa pengertian Zakat konsumtif dan produktif dalam pandangan islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Zakat menurut Bahasa dan istilah
2. Mengetahui macam-macam zakat
3. Mengetahui Haul dan Nisab dalam Zakat
4. Memahami penjelasan Mustahik dalam Al-Qur’an
5. Memahami Mustahik dalam Skala Prioritas
6. Memahami penjelasan Badan Amil Zakat menurut UU 23 Tahun 2011
7. Mengetahui pengertian Zakat Konsumtif dan Produktif dalam pandangan
islam.
D. Manfaat Penulisan

1. Dapat membantu pembaca mendalami pemahaman tentang Zakat dan ilmu


yang bersangkutan dengan Zakat
2. Dapat membantu meluruskan kesalah pahaman tetang pengetahuan mengenai
Zakat sehingga dapat melakukan Zakat sesuai dengan Ajaran Agama Islam
3. Dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan oleh instansi dalam
merumuskan kebijakan yang ada kaitanya dengan kebijakan permasalahan
pelaksanaan zakat profesi.
4. Dapat membantu pembaca dalam mengetahui perhitungan zakat yang harus
dibayarkan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Zakat menurut Bahasa dan Istilah


Secara etimologi zakat berasal dari kata dalam bahasa arab zaka-yazku-zakah
yang artinya bermacam-macam, yakni thaharah, namaa’ dan barakah, atau amal
shaleh. Ditinjau dari segi bahasa zakat merupakan kata dasar (masdar) yang menurut
lisan al-Arab arti dasar dari kata zakat adalah suci, tumbuh, berkah, terpuji, dan
semuanya digunakan dalam Al-Qur’an dan hadist. Zakat menurut bahasa berarti
namaa’ artinya kesuburan, thaharah artinya kesucian, barakah artinya keberkatan,
tazkiyyah tahrir artinya mensucikan. Adapun zakat menurut istilah agama Islam yaitu
kadar harta tertentu yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dengan syarat-
syarat yang sudah ditentukan (Firdaus, 2016).
Menurut istilah fiqih, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah
mencapai syarat tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan
kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Madzhab Hanafi mendefinisikan
zakat merupakan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus,
yang ditentukan oleh syari’at karena Allah SWT. Menurut definisi madzhab Maliki,
zakat yaitu mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang
telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang
yang berhak menerimanya (mustahiq). Dengan catatan, kepemilikan itu penuh dan
mencapai hawl (setahun), bukan barang tambang dan bukan pertanian.
Menurut PSAK 109 zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh muzaki
sesuai dengan ketentuan syariah untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Karakteristik zakat merupakan kewajiban syariah yang harus diserahkan oleh muzaki
kepada mustahik, baik melalui amil maupun secara langsung. Ketentuan zakat
mengatur mengenai persyaratan nisab, haul, periodik maupun tidak periodik, tarif
zakat (qadar), dan peruntukannya.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT telah menyebutkan tentang zakat dan shalat
sebanyak 82 ayat. Dari sini dapat disimpulkan secara deduktif bahwa zakat
merupakan rukun Islam yang terpenting setelah ibadah shalat. Zakat dan shalat
dijadikan sebagai lambing keseluruhan ajaran Islam. Pelaksanaan shalat
melambangkan hubungan seseorang dengan Tuhan, sedangkan pelaksanaan zakat
melambangkan hubungan antar sesama manusia. Allah berfirman dalam Qur’an surat
Al-Bayyinah ayat 5 yang berbunyi:

‫وا‬GGُ‫ ٰلوةَ َوي ُْؤت‬G ‫الص‬ َّ ‫ء َويُقِ ْي ُموا‬Gَ ‫صي َْن لَهُ ال ِّدي َْن ۙە ُحنَفَ ۤا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ِ‫َو َمٓا اُ ِمر ُْٓوا اِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوا َ ُم ْخل‬
َ ِ‫ال َّز ٰكوةَ َو ٰذل‬
‫ك ِدي ُْن ْالقَيِّ َم ۗ ِة‬
“Tidaklah mereka itu diperintahkan, melainkan supaya beribadah kepada Allah
dengan ikhlas dan condong melakukan agama karenanya, begitu pula supaya
mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat dan itulah agama yang lurus (QS. Al-
Bayyinah: 5)”.
Dari ayat di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa. Pertama,
zakat adalah sebutan untuk jenis barang tertentu yang harus dikeluarkan oleh umat
Islam dan dibagi-bagikan kepada golongan yang berhak menerimanya sesuai dengan
ketentuan syari’at. Kedua, zakat merupakan konsekuensi logis dari prinsip
kepemilikan harta dalam ajaran Islam yang fundamental, yakni haqqullah (milik Allah
yang dititipkan kepada manusia) dalam rangka pemerataan kekayaan. Ketiga, zakat
adalah ibadah yang tidak hanya berkaitan dengan hubungan ketuhanan saja tetapi juga
mencakup dengan nilai sosial-kemanusiaan yang sering disebut sebagai ibadah
Maliyah ijtima’iyyah.
Menurut sejumlah hadist dan laporan para sahabat, menerangkan keutamaan
ibadah zakat setelah ibadah shalat, berdasarkan beberapa hadist shahih, misalnya
seperti hadist dari Ibnu Umar RA bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

،ِ‫ ْو ُل هللا‬G‫هَ إِالَّ هللاُ َوأَ َّن ُم َح َّمداً َر ُس‬Gَ‫هَ ُدوا أَ ْن الَ إِل‬G‫اس َحتَّى يَ ْش‬ َ َّ‫ت أَ ْن أُقَاتِ َل الن‬
ُ ْ‫أُ ِمر‬
‫ا َءهُ ْم‬GG‫ ُموا ِمنِّي ِد َم‬GG‫ص‬ َ ‫ك َع‬GG َ ِ‫وا َذل‬GGُ‫إِ َذا فَ َعل‬GGَ‫ ف‬،َ‫اَة‬GG‫وا ال َّزك‬GGُ‫الَةَ َوي ُْؤت‬GG‫الص‬
َّ ‫وا‬GG‫َويُقِ ْي ُم‬
‫اإل ْسالَ ِم َو ِح َسابُهُ ْم َعلَى هللاِ تَ َعال َى‬ ِ ‫ق‬ ِّ ‫َوأَ ْم َوالَـهُ ْم إِالَّ بِ َح‬
“Saya diintruksikan memerangi manusia kecuali bila mereka mengingkari syahadat
bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah, dan mendirikan
shalat, dan membayar zakat (HR. Bukhari:25)”.
Tujuan pengelolaan zakat adalah agar meningkatnya kesadaran masyarakat
dalam menunaikan dan dalam pelayanan ibadah zakat, meningkatnya fungsi dan
peran pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
keadilan sosial. Untuk menciptakan pengelolaan zakat yang baik, diperlukan
persyaratan-persyaratan: Pertama, kesadaran masyarakqt akan makna, tujuan serta
hikmah zakat. Kedua, amil zakat benar-benar orang-orang yang terpecaya. Dalam hal
ini dibutuhkan adanya kejujuran dan keikhlasan dari amil zakat, sehingga akan
menimbulkan kepercayaan masyarakat kepada amil. Ketiga, perencanaan dan
pengawasan pelaksanaan pemungutan yang baik.
Berdasarkan pengertian serta penjelasan tersebutlah bahwasannya perintah
zakat termasuk salah satu kewajiban yang utama dalam Islam. Dikeluarkan oleh
seorang muslim yang telah berkewajiban untuk mengeluarkan zakat dari harta yang
dimilikinya, serta dianggap telah mencapai dari segi jumlah dan waktu untuk
dikeluarkan kewajibanya demi kesejahteraan umat sesuai dengan syari’at yang
berlaku.
Adapun dampak zakat pada kehidupan pribadi yang mengeluarkan zakat adalah:
 Dapat mensucikan jiwa dari sifat kikir
 Mendidik berinfak dan suka memberi
 Manifestasi syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah
 Mengobati hati dan cinta dunia
 Mengembangkan kekayaan batin
 Menarik rasa simpati dan cinta pada sesama

B. Macam-Macam Zakat
Berdasarkan firman Allah swt dalam QS Al- Baqarah ayat 267, “hai orang
yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-
baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kau nafkahkan dari padanya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan memalingkan mata terhadapnya.
Dan ketahuilah bahwa Allah maha kaya lagi maha terpuji”.
Secara umum zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat jiwa (nafsh) / zakat fitrah
dan zakat maal.
1. Zakat jiwa (nafsh)/zakat fitrah
Pengertian fitrah ialah, sifat asal, bakat, perasaan keagamaan dan
perangai, sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang berfungsi yang
mengembalikan manusia muslim keada fitrahnya, dengan menyucikan jiwa
mereka dari kotoran-kotoran (dosa-dosa) yang disebabkan oleh pengaruh
pergaulan dan sebagainya. Sehingga manusia itu menyimpang dari fitrahnya.
Yang dijadikan zakat fitrah adalah bahan makanan pokok bagi orang yang
mengeluaran zakat fitrah atau makanan pokok di daerah tempat berzakat fitrah
seperti; beras, jagung, tepung sagu, tepung gaplek dan sebagainya.
Zakat ini wajib dikeluarkan sesuai bulan Ramadhan sebelum shalat ‘id
sedangkan, bagi orang yang mengeluarkan zakat fitrah setelah dilaksanakan
shalat’id maka apa yang diberikan bukanlah termasuk zakat fitrah tetapi
merupakan sedekah, hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw dari ibnu Abbas, ia
berkata, “Rassulullah Saw mewajibkan zakat fitrah itu sebagai pembersih bagi
orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan yang kotor dan
sebagai makanan bagi orang yag miskin. Karena itu, barang siapa
mengeluarkan sesudah shalat maka dia itu adalah salah satu shadaqah biasa
(hadis abu daud dan ibnu majjah). Melewatkan pembayaran zakat fitrah
sampai selesai sembahyang hari raya hukumnya makruh karena tujuan
utamanya membahagiakan orang-orang miskin pada hari raya, dengan
demikian apabila dilewatkan pembayaran hilanglah separuh kebahagiannya
pada hari itu.
Banyaknya zakat fitrah untuk perorangan satu sha’ (2,5 kg/3,5 liter)
dari bahan makanan untuk membersihkan puasa dan mencukupi kebutuhan-
kebutuhan orang miskin di hari raya idul fitri, sesuai dengan hadis Nabi Saw, “
dari ibnu umar ra; Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitri 1(satu) sha’
dari kurma/gandum atau budak, orang merdeka laki-laki dan perempuan, anak
kecil dan orang tua dari seluruh kaum muslimin. Dan beliau perintahkan
supaya dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat ‘id (HR.Bukhari)
Jika maslahat orang-orang kafir mengharuskan dikeluarkan zakat
untuk mereka dalam bentuk uang maka tidak ada dosa di dalamnya ssuai
dengan madzhab hanafi dan madzhab syafi’i.
Menurut Yusuf Qardhawi ada dua hikmah zakat fitrah, ialah sebagai berikut:

a. Membersihkan kotoran selama menjalankan puasa, karena selama


menjalankan puasa seringkali orang terjerumus pada perkataan dan perbuatan
yang tidak ada manfaatnya serta melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh Allah.
b. Menumbuhkan rasa kecintaan kepada orang-orang miskin dan kepada orang-
orang yang membutuhkan. Dengan member zakat fitrah kepada orang-orang
miskin dan orang- yang membutuhkan akan membawa mereka kepada
kebutuhan dan kegembiraan, bersuka cita pada hari raya.
c. Adapun niat mengeluarkan zakat fitrah bagi diri sendiri, “sengaja saya
mengeluarkan zakat fitrah pada saya diri sendiri, fardhu karena Allah ta’ala.
Sementara itu, bagi diri sendiri dan sekalian yang ditanggungnya, “ sengaja
saya mengeluarkan zakat fitrah pada diri saya dan pada sekalian yang saya
dilazimkan ( diwajibkan) member nafkah pada mereka, fardhu karena Allah
ta’alla.
Cara penyerahan zakat fitrah dapat ditempuh dua cara adalah sebagai berikut:
a. Zakat fitrah diserahkan langsung diserahkan yang bersangkutan kepada fakir
miskin. Apabila hal ini dilakukan maka sebaiknya pada malam hari raya dan
lebih baik lagi jika mereka diberikan pada pagi hari sebelum shalat Idul fitri
dimulai agar dengan adanya zakat fitrah itu melapangkan kehidupan mereka,
pada hari raya, sehingga mereka tidak perlu lagi berkeliling menadahkan
tangan kepada orang lain.
b. Zakat fitrah diserahkan pada amil (panitia) zakat. Apabila hal itu dilakukan
maka sebaiknya diserahkan satu hari atau dua hari ataupun beberapa hari
sebelum hari raya idul fitri agar panitia dapat mengatur distribusinya dengan
baik dan tertib kepada mereka yang berhak menerimanya pada malam hari
raya atau pada pagi harinya. Ibnu Abbas meriwayatkan, “ Rasulullah SAW
telah memfardhukan zakat fitrah untuk menyucikan orang-orang yang
berpuasa dari kelalaiannya. Sesungguhnya ia salah satu shadaqoh, karena itu
barang siapa yang melewatkan pembayaran sampai terlaksananya shalat hari
raya hukumnya makruh (tidak berdosa), tetapi jika dilewatkan sampai
terbenamnya matahari, hukumnya berdosa dan dianggap sebagai hutang
kepada Allah SWT yang perlu segera dilakukan pembayarannya ( qadha) ”.
Adapun tempat mengeluarkan zakat fitrah yang lebih diutamakan zakat fitrah
ditempat Muzakki tinggal dan berkuasa, sedangkan jika dia puasa ramadhan
diluar negri karena perjalanan atau lainnya maka ia mengelurakan zakat fitrah
dinegri ditempat ia berpuasa.
Pembayaran zakat fitrah dapat dipindahkan ketempat atau daerah lain
jika penduduk ditempat atau didaerah tersebut amat memerlukannya
dibandingkan dengan penduduk ditempat atau daerah pemberi zakat.
Kemaslahatan perpindahan tersebut lebih memberi keuntungan dibandingkan
jika diberikan kepada penduduk atau daerah pemberi zakat tersebut telah
melebihi. ( Sari, 2007: 21-24
2. Zakat Maal (Harta)
Zakat Maal (harta) adalah zakat yang dikenakan atas harta (maal) yang
dimiliki oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-
ketentuan yang telah ditetapkan secara hukum (syara). Maal berasal dari
bahasa Arab yang secara harfiah berarti ‘harta’.
Harta yang akan dikeluarkan sebagai zakat harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. Milik Penuh, yakni harta tersebut merupakan milik penuh individu
yang akan mengeluarkan zakat.
b. Berkembang, yakni harta tersebut memiliki potensi untuk berkembang
bila diusahakan.
c. Mencapai nisab, yakni harta tersebut telah mencapai ukuran/jumlah
tertentu sesuai dengan ketetapan, harta yang tidak mencapai nishab
tidak wajib dizakatkan dan dianjurkan untuk berinfaq atau bersedekah.
d. Lebih Dari Kebutuhan Pokok, orang yang berzakat hendaklah
kebutuhan minimal/pokok untuk hidupnya terpenuhi terlebih dahulu
e. Bebas dari Hutang, bila individu memiliki hutang yang bila
dikonversikan ke harta yang dizakatkan mengakibatkan tidak
terpenuhinya nishab, dan akan dibayar pada waktu yang sama maka
harta tersebut bebas dari kewajiban zakat.
f. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul), kepemilikan harta tersebut telah
mencapai satu tahun khusus untuk ternak, harta simpanan dan harta
perniagaan. Hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz(barang temuan)
tidak memiliki syarat haul.

Adapun Macam-macam zakat Maal dibedakan atas obyek zakatnya antara lain:
a. Zakat Hasil Peternakan.
Zakat peternakan meliputi hasil dari peternakan hewan baik yang
berukuran besar seperti sapi, kerbau dan unta, yang berukuran sedang
seperti kambing dan domba dan yang berukuran kecil seperti unggas, ikan dan
lain-lain.Perhitungan zakat untuk masing-masing jenis hewan ternak, baik
nishab maupun kadarnya berbeda-beda dan sifatnya bertingkat. Sedangkan
haulnya yakni satu tahun untuk setiap jenis hewan.
 Zakat Unta
Sesuai dengan ijma ulama dan hadist-hadist Rasulullah SAW,
maka nishab unta dan besar zakatnya mulai dari jumlah 5
ekor, dapat dilihat dari tabel berikut:
Nizhab zakat unta

Nisab Unta Zakat yang wajib dikeluarkan


5-9 Seekor kambing
10-14 2 ekor kambing
15-19 3 ekor kambing
20-24 4 ekor kambing
25-35 Seekor anak unta betina (berumur 1
tahun lebih)
36-45 Seekor anak unta betina (berumur 2
tahun lebih)
46-60 Seekor anak unta betina (berumur 3
tahun lebih)
61-75 Seekor anak unta betina (berumur 4
tahun lebih)
76-90 2 ekor anak unta betina (berumur 2
tahun lebih)
91-120 2 ekor anak unta betina (berumur 3
tahun lebih)
121-129 3 ekor anak unta betina (berumur 2
tahun lebih)

 Zakat Sapi atau Kerbau


Sapi dan kerbau yang mulai wajib dibayarkan zakatnya apabila
jumlahnya telah mencapai 30 ekor, banyaknya zakat yang wajib
dikeluarkan dapat di lihat dalam tabel berikut:
Nishab Sapi atau Kerbau

Nishab Sapi Zakat yang wajib dikeluarkan


30-39 Seekor sapi jantan/betina tabi
40-59 Seekor sapi jantan/betina musinnah
60-69 2 ekor sapi jantan/betina tabi
70-79 Seekor sapi musinnah dan seekor tabi
Keterangan :
a. Tabi' : Sapi berumur 1 tahun (masuk tahun ke-2)
b. Musinnah : Sapi berumur 2 tahun (masuk tahun ke-3)

 Zakat Kambing dan Domba


Kambing dan domba yang mulai wajib dibayarkan zakatnya apabila
jumlahnya telah mencapai 40 ekor, dapat dilihat pada tabel berikut:
Nishab Kambing dan Domba

Nishab Kambing Banyaknya Zakat Yang Dikeluarkan


40-120 Seekor (berumur 2 tahun) atau domba
(berumur 1 tahun)
121-200 2 ekor kambing/domba
201-299 3 ekor kambing/domba
400-499 4 ekor kambing/domba
Selanjutnya, setiap jumlah tersebut bertambah 100 ekor dan
kelipatannya. maka zakatnya bertambah 1 ekor.

 Zakat Unggas dan Ikan


Mengenai nishab zakat ialah pada peterrnakan unggas dan
perikanan yang tidak ditetapkan berdasarkan jumlah (ekor) seperti
sapi, kambing dan domba, tetapi dihitung berdasarkan skala usaha.
Nishab zakat ternak unggas dan perikanan ialah setara dengan 82
gram emas maka berkewajiban mengeluarkan zakat sebesar 2,5%.
Dengan demikian, usaha ternak unggas dan perikanan dapat
digolongkan kedalam zakat perniagaan.

b. Zakat Hasil Pertanian.


Zakat hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang
bernilai ekonomis seperti tanaman biji-bijian (padi, jagung, kedelai); umbi
umbian (ubi, kentang, dll); sayur-sayuran (bawang, cabai, bayam, dll);
buahbuahan (kelapa, pisang, kelapa sawit, dll); tanaman hias (anggrek,
cengkeh, dll); rumput-rumputan (sere, bambu, tebu); daun-daunan (teh,
tembakau, vanili); kacang-kacangan (kacang hijau, kedelai, kacang tanah).
Hal tersebut sesuai dengan firman Allah Swt:

ً‫ارة‬G
َ G‫ون تِ َج‬Gَ G‫اط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُك‬ِ َ‫ين آ َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
‫حي ًما‬ َ ‫اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم ۚ إِ َّن هَّللا َ َك‬
ِ ‫ان بِ ُك ْم َر‬ ٍ ‫َع ْن تَ َر‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
(QS.Al-An-Nisa 29)

Nishab zakat hasil pertanian adalah lima wasaq yang jumlahnya setara
dengan 250 kg beras, jika hasil pertanian merupakan makanan pokok
seperti beras, jagung, gandum dan lain-lain, maka nishabnya setara dengan
653 kg gabah atau 529 kg beras dari hasil pertanian tersebut. Tetapi jika
hasil pertanian berupa buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga dan lainnya,
maka nishab disetarakan dengan harga nishab makanan pokok yang paling
utama di negara tersebut. Sedangkan kadar zakat hasil pertanian ialah, jika
menggunakan air dengan sistem irigasi dikarenakan menggunakan biaya
tambahan, maka kadar zakatnya adalah 5%. Apabila menggunakan air
atau sistem pengairan tanpa mengeluarkan pembiayaan seperti air hujan,
maka kadar zakatnya adalah 10%.

c. Zakat Emas dan Perak.


Zakat emas dan perak merupakan zakat yang wajib dikeluarkan oleh seorang
muslim yang mempunyai emas dan perak bila telah mencapai nisab dan haul.
Kadar zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5%, baik untuk emas atau perak.
Cara menghitungnya dengan menggunakan rumus 2,5% kali jumlah emas atau
perak yang tersimpan selama 1 tahun.
Contoh: Anto menyimpan emas pribadinya sebanyak 200 gram (sudah
melebihi syarat haul dan nisab). Apabila hendak mengeluarkan zakat dengan
uang, maka emas tersebut harus dikonversikan nilainya dengan mengacu pada
harga emas ketika berzakat. Misalnya, harga emas Rp 700 ribu per gram,
maka 200 gram senilai Rp 140 juta. Zakat yang wajib dikeluarkan Anto adalah
2,5% kali Rp 140 juta = Rp 3,5 juta.
Untuk perak, besar zakat yang harus dikeluarkan juga 2,5%. Jika seluruh perak
yang dimiliki tidak dipakai atau dipakainya hanya setahun sekali, maka
hitungan zakat adalah perak yang dimiliki kali harga perak kali 2,5 %.
Hal tersebut sesuai dengan Sabda Rasulullah yang artinya “Apabila
engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun maka
zakatnya 5 dirham, dan tidak wajib atasmu zakat emas hingga engkau
mempunyai 20 dinar. Apabila engkau mempunyai 20 dinar dan telah cukup
satu tahun, maka wajib zakat adanya setengah dinar.” (Rasjid, 2011:202).

d. Zakat Harta Perniagaan.


Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan
dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian,
makanan, perhiasan, dll. Perniagaan disini termasuk yang diusahakan secara
perorangan maupun kelompok/korporasi.
Nishab zakat perniagaan atau perdagangan dikeluarkan zakatnya setelah
sampai nishabnya senilai 93,6 gram Yusuf Qardhahawi mengatakan 85 gram)
dan zakatnya sebesar 2,5 %. Perhitungan dilaksanakan sampai satu tahun
kegiatan dagang. Tidak mesti mulai dari bulan januari dan berakhir pada bulan
desember, oleh karena itu kegiatan mulai berdagang harus dicatat.

e. Zakat Hasil Tambang(Ma’din).


Zakat pertambangan adalah segala yang dikeluarkan dari hasil bumi
yangdijadikan Allah di dalamnya dan berharga, seperti timah, besi dan
sebagainya. Kewajiban untuk menunaikan zakat pada barang-barang
tambang ialah setiap barang itu selesai diolah dan tidak perlu berlaku sampai
satu tahun, asalkantelah mencapai nishab. Nishab pada barang tambang sama
dengan emas (85gram) dan perak (672), sedangkan kadarnya pun sama, yaitu
2,5%. Di Indonesia sebagian besar barang hasil tambang yang bersifat vital
dikelola langsung oleh pemerintah, dengan demikian sulit untuk
memperhitungkan zakatnya, namun apabila ada pengusaha muslim yang
mendapat kesempatan untuk mengelola tambang apapun jenisnya hendaknya
memperhatikan masalah zakat hasil tambang yang sesuai dengan syariat Islam.

f. Zakat Barang Temuan (Rikaz)


Zakat Barang Temuan adalah harta yang diperoleh seseorang yang berasal dari
galian dalam tanah. Harta tersebut ditanam oleh orang-orang dimasa lampau
dalm kurun waktu yang sudah cukup lama, dan sudah tidak diketahui lagi
pemilik yang sebenarnya, karena tidak didapat keterangan yang cukup untuk
itu. Harta terpendam, biasanya berupa emas atau perak, dan wajib dikeluarkan
zakatnya sebanyak 1/5 atau 20% dari jumlah harta terpendam tersebut.
Ketentuan ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW: “ zakat rikaz ( harta
terpendam) adalah sebanyak seperlima”. ( HR. Bukhari dan Muslim). (Yusuf,
2004: 42).

g. Zakat Profesi.
Yakni zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah
mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau
swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. Jika
penghasilannya selama setahun lebih dari senilai 85 gram emas dan zakatnya
dikeluarkan setahun sekali sebesar 2,5% setelah dikurangi kebutuhan pokok.
(Aminah, 2010: 119)

h. Zakat Perindustrian
Dalam kamus bahasa Indonesia industri adalah kegiatan memproses atau
mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya dengan
mesin, yaitu suatu proses pengolahan bahan baku dan yang sejenisnya menjadi
produk atau menjadi jasa yang mempunyai manfaat dan nilai tambah.
Para pakar zakat menyatakan zakat perindustrian dapat dianalogikan sama
dengan zakat perniagaan. Sehingga nishabnya juga sama dengan nishab emas
yaitu 85 gram emas, kadar zakatnya sebesar 2,5 persen. Mencapai nishab pada
setiap akhir tahun, atau setelah berakhirnya rapat umum pemegang saham bagi
zakat para pemegang saham.

C. Pengertian Haul dan Nisab dalam zakat


1. Pengertian Haul
Secara bahasa berasal dari bahasa Arab merupakan bentuk tunggal kata
‘ahwalun‘ ataupun ‘hu’ulun‘ yang juga semakna dengan kata ‘assanah‘ yang
diartikan dengan “satu tahun”. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW., “Dan
tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” Sama halnya dengan
nishab, syarat haul juga bisa berbeda-beda tergantung jenis harta yang
dimiliki. Adapun untuk harta yang belum mencapai haul tidak termasuk wajib
zakat.
Pemberlakuan Haul
Harta zakat terdapat dua macam :
 Harta yang perlu memperhatikan haul untuk dikeluarkannya, yaitu
hewan, nilai-nilai perniagaan. Maka, tidak wajib zakat kecuali jika
sudah berlalu satu tahun.
 Harta yang tidak memperhatikan haul dan tidak wajib dengan haul
seperti buah-buahan, biji-bijian dan hasil panen. Maka, wajib padanya
zakat ketika sudah tampak kematangannya. Adapun waktu menunaikan
dan pelaksanaan zakatnya adalah ketika sudah di panen.
2. Pengertian Nishab
Nisab adalah batasan kepemilikan harta seseorang yang diwajibkan untuk
membayar zakat. Apabila seseorang memiliki harta yang telah mencapai nisab
maka ia wajib berzakat. Sebaliknya, seseorang tidak wajib zakat apabila
hartanya tidak mencapai nisab.
Syarat Nishab
 Selain kebutuhan seseorang
Harta yang masuk golongan kebutuhan seseorang adalah makanan,
pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat untuk mata pencaharian.
Sedangkan harta selain kebutuhan contohnya adalah emas dan perak.
 Harta yang akan dikeluarkan zakatnya telah dimiliki selama satu tahun
Durasi satu tahun dihitung sejak nisab terhadap harta tercapai (haul).
Ketetapan dikecualikan untuk zakat pertanian, buah yang diambil
ketika panen, dan harta karun yang diambil saat ditemukan. Jika nisab
berkurang saat belum tercapai haul, maka perhitungan diulang lagi
hingga syarat terpenuhi.
 Punya sendiri
Artinya, barang yang sudah tercapai nisabnya adalah milik sendiri.
Emas, perak, dan barang selain kebutuhan yang nisabnya sudah
mencapai satu tahun tersebut bukan milik orang lain.

D. Penjelasan Mustahik dalam Al-Qur’an


Mustahik adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Sedangkan kelompok
yang wajib zakat di sebut Muzakki. Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat
(mustahiq) baik zakat fitrah atau zakat harta, yaitu sesuai dengan firman Allah SWT :

‫وبُهُ ْم َوفِي‬GGُ‫ ِة قُل‬Gَ‫ا َو ْال ُم َؤلَّف‬GGَ‫ين َعلَ ْيه‬


َ ِ‫ا ِمل‬GG‫ين َو ْال َع‬
ِ ‫ا ِك‬G‫راء َو ْال َم َس‬G
َ Gَ‫ات لِ ْلفُق‬ َّ ‫ا‬GG‫إِنَّ َم‬
ُ َ‫ َدق‬G‫الص‬
‫ةً ِّم َن هّللا ِ َوهّللا ُ َعلِي ٌم‬GG‫يض‬ َّ ‫يل هّللا ِ َواب ِْن‬
َ ‫بِي ِل فَ ِر‬GG‫الس‬ ِ ِ‫ب‬GG‫ين َوفِي َس‬ َ ‫ار ِم‬GG ِ ‫ب َو ْال َغ‬Gِ ‫ا‬GGَ‫الرِّ ق‬
‫َح ِكي ٌم‬
Artinya : “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. At-taubah : 60)

Berdasarkan QS at-Taubah ayat 60 mustahik ada delapan golongan, yaitu:


1. Al-Fuqara’ (Orang-orang Fakir)
Fakir adalah orang yang penghasilannya tidak dapat memenuhi kebutuhan
pokok (primer) sesuai dengan kebiasaan masyarakat dan wilayah tertentu.
Menurut pandangan mayoritas (jumhur) Ulama fikih, fakir adalah orang yang
tidak memiliki harta dan penghasilan yang halal, atau yang mempunyai harta
yang kurang dari nishab dan kondisinya lebih buruk daripada orang miskin.
2. Al-Masakin (Orang-orang Miskin)
Miskin ialah orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka
kebalikan dari orang-orang kaya, yaitu orang yang mampu memenuhi apa
yang diperlukannya. Lebih jauh seseorang dikatakan kaya jika ia memiliki
harta yang telah mencapai nishab yaitu, sejumlah harta yang menjadi
kebutuhan dasar baginya dan sanak keluarganya berupa keperluan makan,
minum, pakaian, rumah, kendaraan dan sebagainya. Jadi, orang yang tidak
memiliki semua itu dikatakan sebagai miskin dan berhak menerima zakat.
Sayyid Quthub dalam karya besarnya, Fi Zhilal al-Qur’ana, mengomentari
arti fakir dan miskin. Ia berpendapat bahwa tidak ada perbedaan antara al-
fuqara’ dan al-masakin dari segi kebutuhan dan keadaan, serta memenuhi
syarat untuk menerima zakat.

3. Al-Amilin (Panitia Zakat)


Al’Amilin atau amil zakat merupakan orang yang bertugas mengumpulkan
serta membagikan zakat kepada golongan yang berhak menerimanya.
Karenanya, Al-Amilin juga termasuk sebagai mustahiq zakat sehingga berhak
menerima pembagian zakat yang dipilih terlebih dahulu oleh imam masjid.
Panitia zakat sendiri memiliki beberapa syarat agar terpilih sebagai amil zakat,
antara lain merdeka (tercukupi), adil, akil dan baligh, seorang muslim, mampu
melihat, seorang laki-laki dan mengerti tentang dasar hukum agama Islam dan
zakat khususnya.

4. Mu’allaf Qulubihin (Orang yang Lunak Hatinya)


Muallaf pada umumnya dipahami dengan orang yang baru masuk Islam.
Menurut Quraish Shihab, muallaf secara garis besar terbagi menjadi dua
yaitu pertama orang kafir dan kedua orang muslim. Orang kafir terbagi dua,
pertama yang mempunyai kecenderungan masuk Islam, dan yang kedua yang
dikhawatirkan gangguannya terhadap Islam, mereka tidak dibantu tetapi diberi
dari harta rampasan perang. Adapun yang muslim mereka terdiri dari pertama,
mereka yang belum mantap imannya dan diharapkan bila diberi zakat akan
menjadi lebih mantap imannya. Kedua, mereka yang mempunyai kedudukan
dan pengaruh dalam masyarakat dan diharapkan dengan memberinya akan
berdampak positif terhadap yang lain. Ketiga, mereka yang diberi dengan
harapan berjihad melawan para pendurhaka atau melawan para pembangkang
zakat.

5. Fi Riqab (Budak Belian)


Seorang budak yang ingin membebaskan dirinya dari perbudakan wajib diberi
zakat agar ia bisa membayar uang pembebasan yang diperlukan kepada
tuannya. Sekarang, karena perbudakan sudah tidak ada, maka kategori ini
berlaku bagi orang yang 40 terpidana yang tidak mampu membayar denda
yang dibebankan kepadanya. Mereka dapat dibantu dengan zakat agar terjamin
kebebasannya.
6. Al-Gharimi (Orang yang terbebani hutang)
Istilah ini merujuk pada orang yang berutang dan tidak sanggup membayar.
Namun, perlu diingat bahwa utang tersebut digunakan untuk kepentingan
pribadi dan bukan untuk kebutuhan maksiat.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhamamd SAW dalam H.R. Abu Daud:
“Zakat tidak halal bila diberikan kepada orang kaya, kecuali lima sebab:
Berperang di jalan Allah, pengurus sedekah, orang yang berutang atau yang
membeli sedekah dengan hartanya, atau orang kaya yang mendapat hadiah
dari orang miskin dari hasil sedekah.”

7. Fi Sabilillah (Di Jalan Allah)


Fi Sabilillah merupakan istilah umum yang digunakan untuk seluruh
perbuatan baik. Namun, menurut sebagian besar ulama, secara khusus berarti
memberikan pertolongan dalam jihad (perjuangan) agar Islam berjaya di
dunia. Bagian zakat hendaknya diberikan kepada para mujahid, khususnya
bagi orang yang tidak dibayar oleh negara, baik orang kaya ataupun
miskin.
Allah berfirman dalam QS As-Saff:4, yaitu:

ٌ َ‫صفًّا َكاَنَّهُ ْم بُ ْني‬ ‫هّٰللا‬


ٌ‫ان َّمرْ ص ُْوص‬ َ ‫اِ َّن َ ي ُِحبُّ الَّ ِذي َْن يُقَاتِلُ ْو َن فِ ْي َسبِ ْيلِ ٖه‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di
jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh”

8. Ibnu Sabil (Anak Jalanan)


Ibnu sabil secara harfiah berarti anak jalanan. Namun anak jalanan dalam
pengertian anak-anak yang berada di jalan dan tidak memiliki tempat tinggal
sehingga hampir sepanjang hari berada dijalan, mereka tidak termasuk dalam
kelompok ini. Ulama terdahulu memahami ibnu sabil dalam arti siapapun
yang kehabisan bekal dalam perjalanan walaupun dia kaya di negeri asalnya
(Ibrahim,Yasin, 2008:86-90).

E. Mustahik Dalam Skala Prioritas


Zakat merupakan suatu ibadah pokok yang termasuk salah satu dari rukun Islam ,
memiliki posisi yang sangat penting baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari
sisi pembangunan kesejahteraan umat. Zakat juga merupakan salah satu komponen
utama dalam sistem ekonomi Islam. Dalam pendistribusian zakat setelah terkumpul
diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) yang
disebutkan dalam QS atTaubah: 60, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, gharim, riqab,
fi sabiillah dan ibnu sabil. Pendistribusian zakat kepada 8 asnaf akan membawa
maslahah. Di dalam penentuan siapa yang berhak menerima zakat terdapat kriteria
masing-masing mustahiq. Penelitian ini merupakan jenis penelitian field research
(penelitian lapangan). Pengumpulan datanya menggunakan teknik wawancara dan
dokumentasi. Kemudian data dianalisis menggunakan metode deduktif. Hasil
penelitian ini adalah LAZ mendistribusikannya untuk dibagikan kepada para
mustahiq. Lembaga ini fokus kepada fakir miskin dengan alasan, mengutamakan
skala prioritas dimana untuk wilayah Ponorogo mayoritas dan layak dibantu adalah
golongan tersebut, bahwa pemberian zakat tidak harus kepada 8 asnaf apabila tidak
terdapat secara utuh dalam satu wilayah, dan apabila dipandang lebih mewujudkan
kemaslahatan dengan hanya memberikan kepada fakir miskin/ mengutamakan skala
prioritas. Untuk siapa yang termasuk dalam kategori fakir miskin LAZ Ummat
Sejahtera membuat sebuah skala yang didalamnya terdapat poin-poin pengkategorian
calon mustahiq, seperti penghasilan kepala keluarga, pekerjaan, keadaan rumah,
kendaraan, dsb. Disetiap kategori terdapat poin-poinnya. Setelah total poin terkumpul
maka ditentukan apakah layak dibantu atau tidak. Skalanya adalah untuk total poin
126-165 masuk kategori perlu mendapat perhatian khusus, 76-125: layak dibantu dan
33-75: tidak layak dibantu, jadi, untuk menetapkan apakah calon mustahiq dapat
dibantu atau tidak LAZ Ummat Sejahtera telah memiliki patokan seperti yang tersebut
diatas. Bagian masing-masing mustahiq dalam LAZ Ummat Sejahtera adalah sesuai
kebutuhannya sehingga tidak harus 1/8 (seperdelapan). Bagian amil sesuai QS. At-
taubah: 60, tetap mendapat bagian 1/8 sebagai jasa upah atas fungsinya dalam
mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat kepada mustahiq. Di LAZ Ummat
Sejahtera biasanya bagian amil masuk kedalam dana cadangan LAZ yang digunakan
untuk operasional LAZ atau untuk dibagikan kembali kepada mustahiq suatu saat
nanti.
Dasar Hukum
Dalil yang menjadi dasar hukum pendistribusian zakat adalah Firman Allah SWT
dalam QS atTaubah ayat 60 yaitu :

‫وبُهُ ْم َوفِي‬GGُ‫ ِة قُل‬Gَ‫ا َو ْال ُم َؤلَّف‬GGَ‫ين َعلَ ْيه‬


َ ِ‫ا ِمل‬GG‫ين َو ْال َع‬
ِ ‫ا ِك‬G‫راء َو ْال َم َس‬G
َ Gَ‫ات لِ ْلفُق‬ َّ ‫ا‬GG‫إِنَّ َم‬
ُ َ‫ َدق‬G‫الص‬
‫ةً ِّم َن هّللا ِ َوهّللا ُ َعلِي ٌم‬GG‫يض‬ َّ ‫يل هّللا ِ َواب ِْن‬
َ ‫بِي ِل فَ ِر‬GG‫الس‬ ِ ِ‫ب‬GG‫ين َوفِي َس‬ َ ‫ار ِم‬GG ِ ‫ب َو ْال َغ‬Gِ ‫ا‬GGَ‫الرِّ ق‬
‫َح ِكيم‬
Artinya : “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. At-taubah : 60)

Ayat di atas menunjukkan bahwa yang berhak menerima zakat 8 asnaf. Diriwayatkan
oleh al-jamah dari Ibnu Abbas bahwasannya Nabi SAW Pernah berkata kepada
Muadz bin Jabbal ketika beliau mengutusnya ke Yaman, ” Jika mereka menuruti
perintahmu untuk itu ketetapan atas mereka untuk mengeluarkan zakat beritahukanlah
kepada mereka bahwasannya Allah SWT mewajibkan kepada mereka untuk
mengeluarkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan lagi
kepada orang-orang fakir diantara mereka ”.Dalil ini menunjukkan bahwa zakat
diambil oleh imam dari orang-orang Muslim yang kaya, kemudian dibagikan olehnya
kepada orang-orang fakir. Pembagian zakat kepada “kaum kafir” dalam riwayat
tersebut dijadikan dasar bagi Madzhab Maliki bahwa zakat boleh dibagikan hanya
kepada satu kelompok saja. (Wahbah al-Zuhaily, 2005: 276-278). Madzhab Syafi’I,
mengatakan “ zakat wajib dikeluarkan kepada 8 asnaf baik itu zakat fitrah maupun
zakat mal berdasarkan QS at-Taubah: 60.” Ayat di atas menisbatkan bahwa
kepemilikan semua zakat oleh kelompok-kelompok itu dinyatakan dengan pemakaian
huruf lam yang dipakai untuk menyatakan kepemilikan, kemudian masing-masing
kelompok memiliki hak yang sama karena dihubungkan dengan dengan huruf wawu
(salah satu kata sandang yang berarti “dan”) yang menunjukkan kesamaan tindakan.
Oleh karena itu, semua bentuk zakat adalah milik semua kelompok itu, dengan hak
yang sama. Adapun menurut jumhur (Hanafi, Maliki, dan Hambali) zakat boleh
dibagikan hanya kepada satu kelompok saja. Bahkan, madzhab Hanafi dan Maliki
memperbolehkan pembayaran zakat kepada satu orang saja diantara 8 kelompok yang
ada. menurut madzhab Maliki, memberikan zakat kepada orang yang sangat
memerlukan dibandingkan dengan kelompok yang lainnya merupakan sunnah.
Pemberian dan pembagian zakat kepada 8 kelompok yang ada lebih disukai karena
tindakan itu sama sekali tidak mengandung perbedaan pendapat dan lebih meyakinkan
tanpa ada cacatnya. Dalil mereka adalah bahwa sesungguhnya ayat tersebut
menyatakan zakat tidak boleh dibagikan kepada selain kelompok tersebut dan bila
dibagikan kepada yang ada maka tindakan itu dianggap sangat baik.

F. Badan Amil Zakat menurut UU 23 Tahun 2011


Undang-undang No.23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
Penjelasan Umum UU Pengelolaan Zakat
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Penunaian zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan
syariat Islam. Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk
meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara
melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian
hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.
Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang
diatur dalam Undang-Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan.
Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan
BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural
yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat
secara nasional. Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga
Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah
diaudit syariat dan keuangan.
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat
apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah,
dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan
dilakukan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus
dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Isi UU Pengelolaan Zakat

Di bawah ini adalah isi UU 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (bukan format
asli):
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian


dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Infak adalah harta
yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan
umum. Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh seseorang atau
badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum Muzaki adalah seorang muslim
atau badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat. Mustahik adalah orang yang
berhak menerima zakat. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut
BAZNAS adalah lembagyang melakukan pengelolaan zakat secara nasional.
Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk
masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah
satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum. Hak Amil adalah bagian
tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam
pengelolaan zakat sesuai syariat Islam. Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.

Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:

a. syariat Islam;
b. amanah;
c. kemanfaatan;
d. keadilan;
e. kepastian hukum;
f. terintegrasi; dan
g. akuntabilitas.

Pasal 3
Pengelolaan zakat bertujuan:
a. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat;
dan
b. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan.

Pasal 4

1. Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.


2. Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. emas, perak, dan logam mulia lainnya; b. uang dan surat berharga
lainnya;
b. perniagaan;
c. pertanian, perkebunan, dan kehutanan; e. peternakan dan perikanan
d. pertambangan;
e. perindustrian;
f. pendapatan dan jasa; dan rikaz.
3. Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki
oleh muzaki perseorangan atau badan usaha.
4. Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan
sesuai dengan syariat Islam
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal
dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 5

1. Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.


2. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
3. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga pemerintah
nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri.

Pasal 6

BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara
nasional.

Pasal 7

1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS


menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
2. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan
pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden
melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling
sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Bagian Kedua
Keanggotaan

Pasal 8

1. BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.


2. Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan)
orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
3. Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama,
tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
4. Unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari
kementerian/instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
5. BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua.

Pasal 9

Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk
1 (satu) kali masa jabatan.

Pasal 10

1. Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
2. Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri
setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
3. Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.

Pasal 11

Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 paling sedikit harus;

a. warga negara Indonesia;


b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
d. berakhlak mulia;
e. berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak menjadi anggota partai politik;
h. memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan
i. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam
dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.

Pasal 12

Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:

1. meninggal dunia;
2. habis masa jabatan;
3. mengundurkan diri;
4. tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau
5. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13

Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota
BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

1. Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat.


2. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
BAZNAS Provinsi
dan BAZNAS Kabupaten/Kota

Pasal 15

1. Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan


kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
2. BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS.
3. BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul
bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
4. Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat
membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS.
5. BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi
BAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.

Pasal 16

1. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan


BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan
usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat
kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat

Pasal 17

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan


pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.

Pasal 18

1. Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri.
2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi
persyaratan paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang
pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk melaksanakan
kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.

Pasal 19

LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat


yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala.

Pasal 20

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan


perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan

Pasal 21
1. Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri atas
kewajiban zakatnya.
2. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta
bantuan BAZNAS.
Pasal 22

Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari
penghasilan kena pajak.

Pasal 23

1. BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.
2. Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
pengurang penghasilan kena pajak.

Pasal 24

Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS
kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Pendistribusian

Pasal 25

Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.

Pasal 26

Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala
prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.

Bagian Ketiga
Pendayagunaan

Pasal 27

1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir
miskin dan peningkatan kualitas umat.
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah,
dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Pasal 28

1. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya.
2. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam
dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
3. Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam
pembukuan tersendiri.

Bagian Kelima
Pelaporan

Pasal 29

1. BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan


zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi
dan pemerintah daerah secara berkala.
2. BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat,
infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah
daerah secara berkala.
3. LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah,
dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara
berkala.
4. BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala.
5. Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media
elektronik.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS
provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV
PEMBIAYAAN

Pasal 30

Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara dan Hak Amil.

Pasal 31

1. Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan Hak Amil.
2. Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.

Pasal 32

LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan operasional.

Pasal 33

1. Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang- undangan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 34

1. Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS


provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ.
2. Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan
kewenangannya.
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi,
sosialisasi, dan edukasi.

BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 35

1. Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadap


BAZNAS dan LAZ.
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:
a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui
BAZNAS dan LAZ; dan
b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.
3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh
BAZNAS dan LAZ; dan
b. penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan
zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.

BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 36

1. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23


ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dan/atau
c. pencabutan izin.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VIII
LARANGAN

Pasal 37

Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual,


dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang
ada dalam pengelolaannya.

Pasal 38

Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan,
pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.

BAB IX
KETENTUAN PIDANA

Pasal 39

Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat
sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 41

Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 42

1. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 merupakan


kejahatan.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan pelanggaran.

BAB X
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43

1. Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap
menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini
sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
2. Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota
yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan
fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknya
kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang ini.
3. LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku
dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
4. LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5
(lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang
Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 45

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 46

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 47

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini


dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

G. Pengertian Zakat Konsumtif dan Zakat Produktif dalam panadangan islam


1. Zakat Konsumtif
Zakat Konsumtif adalah Pendistribusian harta zakat yang secara langsung
diperuntukkan bagi mereka yang tidak mampu dan sangat membutuhkan
untuk menutupi kebutuhannya, spt: kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat
tinggal secara wajar. Harta zakat hanya diarahkan pada pemenuhan
kebutuhannya yang menjadi sebab berhaknya seseorang menerima zakat, spt.:
fakir, al-riqab al-gharimun. Dalil:“Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu
bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitrah
sebesar satu sho’ kurma atau satu sho’ sya’ir atas seorang hamba, orang
merdeka, laki-laki dan perempuan, besar kecil dari orang-orang Islam, dan
beliau memerintahkan agar dikeluarkan sebelum orang-orang keluar
menunaikan sholat Ied”. (Muttafaq Alaihi).

2. Zakat produktif
Zakat produktif adalah Pendistribusian harta zakat yang dapat membuat para
penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat
yang telah diterimanya. Pendistribusian zakat produktif diarahkan kepada
pengembangan usaha mustahiq sehingga harta zakat tersebut dijadikan sebagai
modal usaha
Pendistribusian zakat produktif diiringin dengan pembinaan keahlian mustahiq
sehingga mampu mengembangkan harta zakat tersebut sebagai peluang bisnis
Dalil:Secara sharih dan manthuq tidak ditemukan dalil mengenai
pendistribusian zakat secara produktif. Akan tetapi, ulama melakukan ijtihad
dengan memperhatikan filosofi zakat. Jika ditinjau dari dimensi kemanusiaan
yang senantiasa memperhatikan hak-hak sosial, maka memprioritaskan
kelompok fuqara` dalam hadis sebelumnya mengindikasikan bahwa salah satu
filosofi yang dapat ditangkap dari pensyariatan zakat adalah mengentaskan
kefakiran dan kemiskinan. Dengan formulasi lain, dapat diungkapkan bahwa
zakat merupakan media untuk meminimalisir umat Islam yang termasuk
dalam kategori fakir dan miskin.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Zakat merupakan salah satu rukun Islam. Zakat diwajibkan atas setiap orang Islam
yang telah memenuhi syarat. Selain melaksanakan perintah Allâh Subhanahu wa
Ta’ala, tujuan pensyariatan zakat ialah untuk membantu umat Islam yang
membutuhkan bantuan dan pertolongan. Oleh karena itu, syariat Islam memberikan
perhatian besar dan memberikan kedudukan tinggi pada ibadah zakat ini. Kedudukan
zakat dalam Islam sudah banyak diketahui oleh kaum Muslimin secara garis besarnya,
namun untuk menegaskan pentingnya masalah zakat ini perlu dirinci kembali
permasalahan ini dalam bentuk yang lebih jelas dan gamblang.
Islam telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya sebagai salah
satu rukunnya serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Karena
dalam pelaksanaan dan penerapannya mengandung tujuan-tujuan syar’i (maqâshid
syari’at) yang agung yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat, baik bagi si
kaya maupun si miskin.

B. Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini, kami sebagai penyusun berharap materi yang
dijabarkan dapat diterima dan dipahami dengan baik, walaupun mungkin terjadi
beberapa kesalahan dalam pengetikan atau bahkan dalam penyampaian materi yang
sekiranya kurang tepat. Oleh karena itu, kami sangan menerima saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca senagai bahan evaluasi diri nantinya.
Daftar Pustaka

https://pasamanbarat.kemenag.go.id/jzmedia/files/zakat_konsumtif_
%26_produktif.pptx
https://www.google.com/search?
q=Badan+Amil+Zakat+menurut+UU+23+Tahun+2011&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvLMtCdPoOHJSg16jbDTncZI6J7Wfg
%3A1636729603402&ei=A4OOYfSAGM6vyAPFqaWICA&oq=Badan+Amil+Zakat
+menurut+UU+23+Tahun+2011&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EAMyBQgAEM0CMgUIA
BDNAjIFCAAQzQIyBQgAEM0COgcIIxCwAxAnOgcIABBHELADSgUIPBIBMU
oECEEYAFDiA1j_BmC2EWgBcAJ4AIAB8AKIAYkHkgEFMi0yLjGYAQCgAQHI
AQnAAQE&sclient=gws-
wiz&ved=0ahUKEwi0jur0jJP0AhXOF3IKHcVUCYEQ4dUDCA0&uact=5
https://baznasgresik.com/zakat-dalam-islam-kedudukan-dan-tujuan-syarinya/
https://www.google.com/search?
q=Badan+Amil+Zakat+menurut+UU+23+Tahun+2011&client=firefox-b-
d&sxsrf=AOaemvLMtCdPoOHJSg16jbDTncZI6J7Wfg
%3A1636729603402&ei=A4OOYfSAGM6vyAPFqaWICA&oq=Badan+Amil+Zakat
+menurut+UU+23+Tahun+2011&gs_lcp=Cgdnd3Mtd2l6EAMyBQgAEM0CMgUIA
BDNAjIFCAAQzQIyBQgAEM0COgcIIxCwAxAnOgcIABBHELADSgUIPBIBMU
oECEEYAFDiA1j_BmC2EWgBcAJ4AIAB8AKIAYkHkgEFMi0yLjGYAQCgAQHI
AQnAAQE&sclient=gws-
wiz&ved=0ahUKEwi0jur0jJP0AhXOF3IKHcVUCYEQ4dUDCA0&uact=5

Anda mungkin juga menyukai