Anda di halaman 1dari 11

ZAKAT UANG MENURUT ULAMA HANFIYAH DAN ULAMA SYAFIIYAH

Mahdiyah nengnadia1087@gmail.com
Muhammad Firgar Riziq firgarriziq@gmail.com
Muhammad Fahri mfhusaini02@gmail.com

Universitas Ibn Khaldun Bogor


ABSTRAK
Islam mensyariatkan umatnya dengan rukun iman dan rukun Islam, salah satu rukun Islam yaitu
zakat. Yang mana syariat itu harus kita taati dalam kehidupan. Zakat adalah kegiatan yang
mengeluarkan sebagian hartanya yang sudah. Mencapai nisab, zakat yang dikeluarkan 2.5 persen dari
penghasilan seseorang, Nabi memerintahkan mengenai bentuk penghasilan dari pengeluaran zakat
adalah dengan kurma, makanan, gandum, anggur, karena perkembangan zaman yang terjadi setelah
nabi Muhammad wafat maka ada ulama yang memiliki pandangan lain yaitu abu Hanifah dan Syafii
terhadap jenis zakat disertai dasar hukum untuk menguatkan argumennya. Dan berkembang pada
fatwa MUI tentang zakat
Kata kunci : zakat, Islam, madzhab
Islam prescribes its followers the pillars of faith and pillars of Islam, one of the pillars of Islam is
zakat. We must obey the Shari’a in life. Zakat is an activity that gives away part of one’s existing
wealth. Reaching the nisab, the zakat issued is 2.5 percent of a person’s income, the Prophet ordered
that the form of income from zakat expenditure is by dates, food, wheat, wine, because of the
developments that occurred after the prophet Muhammad died, there were scholars who had other
views, namely Abu Hanifah and Syafii regarding this type of zakat is accompanied by a legal basis to
strengthen his argument. And developed in the MUI fatwa regarding zakat.
Kata kunci : Zakat, Islamic, Gendre

METODE

Artikel ini menggunkan metode literatur yang diawali dengan mengumpulkan data data, yang
diperlukan dan dilanjutkan dengan memaknai Zakat uang menurut ulam Hanafiyah dan
ulama Syafiiyah

PENDAHULUAN

Zakat memiliki kedudukan begitu penting dalam kehidupan karena perintah itu
memiliki tujuan dan fungsi yang saling berkaitan terhadap individu dengan individu lain,
individu dengan kelompok lain yang berdampak terhadap martabat manusia dalam bidang
perekonomian, pendidikan dan lain-lain. Dasar hukum zakat yang kita temui dari Alquran dan
Al hadis, terangkum ada 28 ayat yang menjelaskan tentang zakat, zakat dijadikan suatu
kewajiban seperti melakukan puasa Ramadhan dan melakukan Shalat.1

Istilah orang yang menunaikan zakat adalah muzzaki dan istilah yang menerima zakat
adalah Mustahik, zakat hukumnya fardhu ain Yaitu sesuatu yang dibebankan kepada individu,
seseorang yang sudah menunaikan zakat telah dianggap beriman kepada Allah SWT karena
mengikuti perintah Allah. Zakat masuk ke dalam kepentingan sosial yang membahas siapa
yang memberikan zakat dan siapa yang menerima zakat. Dalam Alquran surat At-taubah ayat
11 Allah menjelaskan tentang pemberian zakat secara lengkap :

‫فَِاۡن َتاُبۡو ا َو َاَقاُم وا الَّص ٰل وَة َو ٰا َتُو ا الَّز ٰك وَة َفِاۡخ َو اُنُك ۡم ِفى الِّد ۡي ِنؕ‌ َو ُنَفِّص ُل اٰاۡل ٰي ِت ِلَقۡو ٍم َّيۡع َلُم ۡو َن‬
Dan jika mereka bertobat, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, maka (berarti mereka
itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang
yang mengetahui
Ada 2 macam zakat diantaranya zakat fitrah dan zakat mall, semua jenis zakat
mempunyai dampak yang baik bagi kehidupan sosial, zakat fitrah di tunaikan dengan Waktu
yang telah ditentukan yaitu pada bulan Ramadhan dengan menggunakan makanan yang
dikeluaran 2.5 kg dan diberikan oleh penerima zakat yang disebut oleh mustahik.2

Zakat fitrah dan zakat lainnya memiliki kedudukan yang sama yaitu sebagai alat
komunikasi yang menghubungkan Manusia dengan manusia, maupun manusia dengan Allah
SWT. Pada tahun ke 2 Hijriah dengan ditetapkan dan dibiasakan untuk menunaikan puasa
Ramadhan maka zakat fitrah pun juga ikut diwajibkan. Puasa Ramadhan disyariatkan guna
membersihkan ucapan kotor dan membiasakan umat islam untuk terhindar dari perbuatan
yang tidak baik.3

Zakat fitrah ditunaikan pada saat bulan Ramadhan, Nabi Muhammad


mencontohkan kepada masyarakat pada zamannya bahwa nabi menunaikan zakat
sebelum shalat id, zakat yang ditunaikan setelah shalat id maka hukumnya tidak sah
dan masuk ke dalam kategori sedekah dalam hadis yang diriwayarkatkan oleh Ibn
Abbas r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda :

1
Nuruddin Mohd Ali, Zakat Sebagai Intrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada,
2006), hlm. 1.
2
Ahmad Rofik, Fiqih Kontekstual, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.I, 2004), hlm. 263.
3
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, penerjemah Salman Harun dkk, (Bogor: Litera Antar Nusa: 2004), hlm. 921.
(HR. Abu Daud dan Ibn Majah)⁸

Zakat fitrah memiliki tujuan yaitu untuk memakmurkan dan membuat para Mustahik
merasa senang, tujuan syariat zakat ini juga untuk membersihkan hati dan pikiran, dan
membersihkan harta yang kotor.4

Seorang muslim yang merdeka dan ia memiliki harta yang sudah mencapai nishab
dalam artian kelebihan harta yang diluar harta pokok maka wajib membayar zakat untuk diri
sendiri dan membayar zakat untuk yang ditanggung nya seperti istri atau anak, jika sudah
berkeluarga.

Adapun melihat keadaan dimana zaman terus berkembang dan syariat zakat juga
disesuaikan oleh pendapat ulama, ada beberapa pendapat para ulama yang menjelaskan
mengenai zakat yang berbentuk uang bukan dengan makanan atau bahan pokok saja

1. Hukum zakat fitrah menggunakan uang dibolehkan menurut ulama Hanafiyah karena
ia berpendapat bahwa menyejahterakan rakyat yang membutuhkan bantuan itu wajib,
dengan menggunakan uang akan lebih tercukupi biaya karena lebih mudah dalam
memenuhi kesesuaian kebutuhan mereka.
2. Hukum zakat fitrah menggunakan uang tidak dibolehkan menurut ulama Syafi’iyah,
Malikiyah, hanbali, karena imam Ahmad bin Hambal r.a pernah ditanya tentang
membayar zakat fitrah dengan uang lalu beliau menjawab “alu takut hal itu tidak
memadai dan hal itu bertentangan dengan Rasulullah Saw.” Sehingga belia
mengatakan bahwa zakat fitrah dengan uang suatu hal yang bertentangan dengan
Sunnah Rasulullah Saw.

Menurut imam Syafi’i dalam bukunya Al-Umm sebagaimana dijelaskan bahwa zakat
fitrah dengan uang tidak dibolehkan : “dan tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah kecuali
dengan biji-bijian, tidak berupa tepung kasar dan halus dan tidak boleh yang menyerupakan
berupa harganya”5

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian, Dasar hukum,Waktu pembayaran Zakat

Zakat secara bahasa berasal dari kata “zaka” berarti suci, bersih, berkembang¹ zakat
secara syariat adalah pemeberian sesuatu dari perkumpulan harta yang wajib untuk

4
M. Ali Hasan, Zakat dan Infaq, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 113.
5
Al-Imam Abi Abdillah bin Muhammad bin Idris al-Syafi’I Al-Umm, Juz II, (Beirut: Dar al-Fiqh), hlm. 89
diberikan kepada yang membutuhkan dengan waktu yang telah ditentukan² dalam
peristiwa zakat ada doa yang diucapkan, harta menjadi berkembang, dapat membersihkan
dosa dan membuat kita mudah menghindari perbuatan maksiat.

Zakat menurut ulama Malikiyah adalah sebagian harta yang sudah sampai nishab
dikeluarkan kepada yang berhak menerimanya dengan haul sudah mencapai 1 tahun
kecuali harta temuan, barang tambang

Menurut Hanafiah zakat adalah pemberian hal kepemilikan atas sebagian harta
kepada yang berhak sesuai syariat yang ditentukan oleh Allah SWT.6

Menurut Syafiiyah zakat adalah nama untuk barang yang digunakan oleh syariat
dengan alasan hanya karena Allah SWT.

Menurut hanbali zakat adalah pemberian hal kepemilikan atas pembagian harta
kepada Kelompok tertentu pada waktu tertentu dengan haul mencapai 1 tahun hasil
ternak, perkebunan buah, uang,barang dagangan, dibayarkan ketika terbit Matahari
sampai terbenam matahari sebelum idul Fitri.7

Dapat disimpulkan bahwa pengertian zakat menurut istilah adalah pemeberian hak
dan kewajiban yang terdapat dalam harta, zakat adalah perintah dari Allah SWT yang
harus ditunaikan dan zakat itu akan disalurkan kepada fakir miskin dan Mustahik lainnya.

Adapun pengertian Fitrah secara bahasa adalah membuat, mengadakan. Dalam


Alquran surat Ar-Rum ayat 30 Allah berfirman:

‫َفَأِقْم َو ْج َهَك ِللِّديِن َحِنيًفاۚ ِفْطَر َت ٱِهَّلل ٱَّلِتى َفَطَر ٱلَّناَس َع َلْيَهاۚ اَل َتْبِد يَل ِلَخ ْلِق ٱِهَّللۚ َٰذ ِلَك ٱلِّديُن ٱْلَقِّيُم‬
‫َو َٰل ِكَّن َأْكَثَر ٱلَّناِس اَل َيْع َلُم وَن‬

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,

Yang dimaksud fitrah dalam ayat diatas bahwa manusia sesuai dengan fitrahnya yang
mana manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, Allah menciptakan
manusia dengan hati dan dorongan, yang mana dimaksud bahwa dorongan itu berupa
iman. Allah menciptakan fitrah kepada manusia masih dalam kandungan dengan

6
Ibid., hlm. 165.
7
Ibid., hlm. 165.
berbentuk sifat kecendrungan, dampak beriman adalah menjauhi laranganNya dan
mentaati perintahnya atau dengan kata lain yaitu mengerjakan perintah Allah.

Makna zakat fitrah adalah perbuatan yang bersifat waib diunaikan pada waktu
berbuka puasa yang berbentuk sedekah yang bersifat wajib, perintah itu terdapat dalam
Alquran dan Alhadis. Pada tahun kedua Hijriah yaitu tahun yang diwajibkannya puasa
Ramadhan disamping itu pula tahu yang diwajibkannya zakat fitrah, zakat fitrah memiliki
fungsi pasa saat itu untuk mensucikan diri, mencukupkan kehidupan masyarakat yang
kurang akan ekonomi dengan memeberikan makanan

Berbicara hukum zakat yaitu pada dasarnya hukum zakat itu wajib, hukum yang telah
ditetapkan dan tidak bisa di ubah. Dalam quran Al-A’la ayat 14-15 allah SWT berfirman :

‫َقْد َأْفَلَح َم ن َتَز َّك ٰى‬

Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman)

‫َو َذ َك َر ٱْس َم َر ِّبِهۦ َفَص َّلٰى‬

Artinya: Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang.

Dalam ayat ini dapat dipahami bahwa zakat adalah kegiatan yang menghasilkan
kebahagian, kemenangan dn kebahagiaan, zakat adalah suatu perintah agama Islam, yang
dimaksud ayat ini adalah zakat fitrah. Adapun dalam hadist yang telah diriwayatkan oleh
bukhori dan muslim yaitu :

Ulama malikiyah dan ibn Rusyd berpenapat bahwa zakat fitrah adalah sunnah,
adapula yang berpendapat bahwa zakat sudah digantikan oleh zakat harta, trtapi menurut
jumhur ulama zakat harta maupun zakat yang lain hukumnya wajib

Adapun mengenai waktu pembayaran zakat adalah pada akhir bulan Ramadhan,
pedapat itu telah disepakati oleh mayoritas ulama para ulama mengutip hadis yang telah
diriwayatkan oleh Ibn Abbas yaitu :

‫فر ض ر سول اهلل صلى اهلل عليه وسلم زكاة الفطر من رمضان طهرة للصائم من اللغو والرفث‬
‫ ومن أداها بعد الصالة فهي صدقة من‬,‫ من أداها قبل الصالة فهي زكاة مقبولة‬,‫وطعمة للمسا كني‬
‫ رواه أبو داود‬.‫الصدقات‬
Artinya: “Rasulullah Saw, sudah mewajibkan zakat fitrah (yang fungsinya) untuk
mensucikan orang yang berpuasa dari perbuatan atau ucapan-ucapan keji dan kotor yang
dilakukannya sewaktu mereka berpuasa dan untuk membersihkan

Tetapi para ulama memiliki pendapat yang berbeda dngan hadis yang menjelaskan
batas waktu diwajibkanya membayar zakat, menurut Ishaq, Syafii, Ast-Tsauri dalam
pendapat yang baru dan salah satu riwayat dari malik, btas waktu mengeluarkan akat
sebelum idul fitri pada saat terbenamnya matahari di malam hari, karena waktu berbuka
puasa.sedangkan menurut hanfiyah dan muridnya waktu dikeluaran zakat sebab terbitnya
fajar dihari raya, karena zakat berkaitan dengan hari raya seperti menunaikan ibadah
qurban pada hari raya iduk ada.

Para ahli fiqih dalam berpendapat bahwa mendahulukan pembyaran zakat pada waktu
sehari atau dua hari sebelum hari raya itu diperbolehkan, tetapi menurut Abu Hanifah itu
tidak boleh mengeluarkan zakat sebelum bulan Ramadhan

B. Hukum zakat menurut ulama Abu Hanifah


Ulama dan ahli fiqih dalam menetapkan suatu hukum dapat merujuk kepda sumber-
sumber hukum islam diantaranya Alquran, Alhadis,Ijma,Qiyas. Terlebih dahulu harus
mendahulukan alQiran dan Alhadis, jika tidak ditemukan bisa dpat menggunakan qiyas
yaitu menyamakan suatu permaslahn yang lama dengan permasalahan yang baru, atau
Ijma yaitu kesepakatan para ulama.

Dalam islam para ahli fiqih memiliki perbedaan pendapat mengenai zakat fitrah
dengan menggunakan uang, dikarenakan adanya faktor dari segi pola berfikir yang
berbeda, ada yang lebih mengrah ke akal yang disebut dengan ahlu rayi dan ada yang
mengarah ke hadis dan quran. Ahlu rayi biasanya yang memakai Abu Hanifah, sedangkan
ahlu hadis biasanya dipakai oleh Syafii. Tidak hanya pola pikir yang dipakai melainkan
metode dar sumber hukum yang diambil.

Menurut Ar Sharkashi dalam kitab nya Al-Mabsuth menjelaskan tentang


diperbolehkannya zakat fitrah dengan uang :

‫فان أعطى قيمة احلنطة جاز عندنا ألن املعترب حصول الغىن وذلك حيص االييمة مما حيص‬
‫ااحلنطة وعند الشافعي رمحه اهلل تعاىل ال جيوز وأص اخاللف يف الزماة ومان أاو اكر االعمش‬
‫رمحه اهلل تعاىل ييول أداء احلنطة أفض من أداء الييمة ألنه أقرب إىل امتثال األمر و أاعد عن‬
‫ اهلل تعاىل ييول أداء الييمة أفض‬1 ‫اختالف العلماء فكان االحتياط فيه ومان الفييه أاو جعفر رمحه‬
‫ألنه أقرب إىل منفعة الفيري فإنه يشرتى اه للحال‬.

Artinya:”Jika yang diberikan uang dari gandum yang kita miliki, karena yang penting
memunculkan kekenyangan dan memunculkan nilai, dan menurut imam syafi’i tidak
boleh, dan perbedaan mendasar dalam zakat, dan Abu Bakar Al-Amasyi mengatakan
kemanfaatan gandum karena gandum lebih dekat (sesuai) dengan perintah dan jauh dari
ikhtilaful ulama (perbedaan Ulama), maka Abu Jafar mengatakan mengeluarkan itu lebih
baik, karena lebih dekat dengan kepentingan orang miskin.”

Abu hanifah juga mengambil dasar hukum dari Alquran yaitu At-taubah ayat 103 :

‫ُخ ْذ ِم ْن َأْم َٰو ِلِهْم َص َد َقًة ُتَطِّهُر ُهْم َو ُتَز ِّك يِهم ِبَها َو َص ِّل َع َلْيِهْم ۖ ِإَّن َص َلٰو َتَك َس َكٌن َّلُهْم ۗ َو ٱُهَّلل َسِم يٌع َع ِليٌم‬

Artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui

Ayat ini menunjukkan definisi zakat yang diambil dari kata “mall” dalam artian yaitu
emas, perak. Berarti dapat disimpulkan bahwa zakat uang diperbolehkan.

C. Hukum zakat menurut Ulama Syafi’iyah


Ulama Syafiiyah zakat fitrah berpendapat mengenai zakat fitrah, dilihat dari jenis
makanan atau bahan pokok setiap wilayah masing-masing, zakat fitrah berupa makanan
pokok disesuaikan oleh negara masing-masing, karena tidak menutup kemungkinan pada
setiap zamannya jenis makanan pokok terus bertambah dalam hal konsumsi.

Imam Syafii tidak memperbolehkan zakat fitrah dalam bentuk uang dan harus
membayar xakat berupa makanan, Imam syafii berkata : “seseorang bole mengeluarkan
zakat fitrah dari makanan ang biasa dimakan sehari-hari yaitu berupa biji-bijian , gandum,
jagung, beras dan lain-lain dan merupakan makanan penduduk.8

Dia mengambil dasar hukum tidak diperbolehkannya zakat dengan menggunakan uang
yaitu dalam hadis :

8
Wahbah Az-Zuahili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu Juz. III... hlm. 353.
‫ صاعا من‬,‫ فرض رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلمَ زماة الفطر‬:‫عن اان عمر رضي اهلل عنهما قال‬
,‫ من ال مسلمني‬,‫ والكبري‬,‫ والصغري‬,‫ واألنثى‬,‫ والذ مر‬,‫ على العبد واحلر‬:‫ أو صاعا من شعري‬,‫متر‬
‫ رواه البخاري و مسلم‬.‫وأمر هبا أن تؤدى قب خروج الناس إىل الصالة‬

Artinya: Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum bagi
hamba dan yang merdeka, bagi lakilaki dan perempuan, bagi anak-anak dan orang dewasa
dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar zakat tersebut ditunaikan sebelum 0rang-
orang berangkat menuju shalat ‘ied.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut hadis itu yang menyenangkan masyarakat dalam hal ekonomi itu bahan
pokok, oleh karena itu imam Syafii berpendapat bahwa tidak diperbolehkannya zakat
fitrah menggunakan uang.

Ulama lain juga mempunyai pendapat yang sama dengan Imam Syafii, beliau
berpendapat : “Telah kami jelaskan bahwa tidak boleh menolak harganya di dalam
berzakat, dan tidak boleh mengeluarkan kadar/harga di dalam zakat fitrah, apabila
seseorang telah mengeluarkan kadar/harga satu sha’ dengan beberapa dirham atau
beberapa dinar maka tidak sah”9

D. Metode istimbath yang digunakan oleh Abu Hanifah


Istinbath adalah metode penemuan hukum, istinbath adalah cara dalam menemukan
hukum yang keluar dari dalil, istimbath ini termasuk dalam tujuan mempelajari ilmu
ushul fiqih yaitu bagaimana cara menemukan suatu hukum yang tidak ada dalam Alquran
atau Assunah. Dapat disimpulkan bahwa istimbath adalah langkah-langkah yang
dilakukan seorang mujtahid dalam mengeluarkan hukum dari dalilnya dengan
menggunakan kaidah bahasa atau kaidah ushuliyah.

Dengan kita mengetahui metode menentukan hukum yang dilakukan oleh Abu
Hanifah langkah awal adalah dengan kita mengetahui terlebih dahulu cara Abu Hanifah
dalam memeutuskan suatu hukum sebagai guru besar saat ini

Abu Hanifah lahir di kota Kuffah pada tahun 80 Hijriah, ia seorang mujtahid yang
memperkenalkan madzhabnya sebelum madzhab lainnya yaitu Imam Maliki, Imam
Syafii, Imam Hnbali, Abu Hanifah Wafat saat berusia 70 tahun.10

9
Imam al-Bukhari, Shahih al-Muslim, Bab Zakat, Juz 3, (Kairo:1985) , hlm. 161. Hadist no. 1359
10
Mohammad Daud Ali, Hukum…, hlm. 185.
Adapun sumber hukum islam yang dapat dijadikan metode dalam penetapan suatu
hukum yaitu dengan Alquran, Assunah, Qiyas, Ijma. Yang diutamakan dalam istimbath
mulailah dengan Alquran terlebih dahulu, jika tidak menemukan bisa menggunakan
Assunah, jika tidak menemukan kembali bisa dilanjutkan dengan Qiyas yaitu
menyamakan permasalahn dengan pemasalahan lainnya, atau dengan Ijma yaitu
kesepakatan para ulama dan mengambil pendapat dari para sahabat.11

1. Alquran
Abu Hanifah meletakkan sumber hukum, ini sebagai sumber hukum pertama
dalam menetapkan suat hukum, Assunah yang menjadi penjelas Alquran Abu
Hanifah membagai Bayyan kedapa 3 bagian diantaranya : bayan tafsir, bayyan
tafdil, dan bayyan taqrir.
2. Assunah
Hadis ini memiliki sifat menyeluruh atau global dalam artian perkataan nabi ini
sebagai alat berdakwah kepada umatnya untuk menyampaikan Risalah Allah
SWT,
3. Qaul sahabat
Qaul sahabat adalah pendapat para sahabat. Abu Hanifah memandang qaul
sahabat ini sangat kuat, karena pada saat Nabi Muhammad SAW wafat, merekalah
yang lebih dekat dengan Nabi dan Abu Hanifah percaya bahwa pendapat para
sabahat ini sesuai dengan perkataan Nabi Muhammad SA. Abu Hanifah membagi
qaul sahabat kedalam 2 bagian, yaitu qaul sahabat fatwa dan qaul sahabat ijma.
4. Qiyas
Qiyas adalah persamaan hukum, artinya dalam menetapkan suatu hukum yang
tidak ditemukan dalam Quran maupun hadis.12

Abu Hanifah berpendapat bahwa dengan menggunakan uang untuk zakat itu lebih
baik daripada makanan apalagi dilihat dari zaman ini, masyrakat lebih membutuhkan
uang daripada makanan, mengenai kebutuhan bermakna luas yaitu seseorang tidak
hanya membutuhkan makanan, adapula yang membutuhkan pakaian dan lain-lain.

E. Metode istimbath yang digunakan oleh Syafi’iyah

11
Ibid., hlm. 186.
12
Hasbi Ash Shiddieqy, Poko-Pokok Pengangan Imam Mazhab Dalam Membina Hukum Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang, th), hlm. 142.
Imam syafii lahir di Gaza pada tahun 150 Hijriah dan wafat pada tahun 204 Hijriah, ia
seorang mujtahid yang mempelajari akal dan dalil, tetapi pemikirannya lebih dekat
kepada hadis. Mazhab Syafii berkembang di Mesir, Saudi Arabia, Pakistan maupun
Indonesia.13 Ada beberapa metode yang dipakai dalam menetapkan suatu hukum
diantaranya :

1. Alquran
Alquran adalah metode ijtihad paling utama dalam menetapkan suatau hukum,
allquran diturunkan dalam Bahasa Arab, tidak ada campur tangan siapaun, alquran
bersifat murni dan terjaga keasliannya. Beliau menggunakan Zhar Nash Alquran
dalam hujjahnya. Dalam buku risalah Imam Syafii menjelaskan : ”Mengambil
pengertian al-Qur’an itu berdasarkan zhahir nash, sihingga ada dalil yang
menunjukkan baik di al-Qur’an dan Sunnah atau ijma’ karena yang dimaksud
batinnya, bukan zhahirnya”.
2. Assunah
Imam Syafii memandang hadis dan alquran itu satu kedudukan, dikarenakan
Assunah menjadi penjelas terhadap Alquran, jika ada hadis yang dirasa palsu
makai a mengambil jalan Alquran sebagai sumbernya.
3. Ijma
Imam Syafii meletakkan Ijma dibwah Alquran dan Assunah, itu juga dapat
dijadikan dalil dalam menetapkan suatu hukum, Imam Syafii hany mempercayai
Ijma sahabat, ijma itu dipakai oleh permasalahan-permasalahan yang tidak ada
dalam Alquran.
4. Qiyas
Imam Syafii meletakkan kedudukan Qiyas keempat dari kedudukan Alquran,
Assunah, dan Ijma, ia menjadikan Qiyas sebagai Hujjah juga dalam menetapkan
suatu hukum. Qiyas yang ia pakai diimbangi dengan kerangka teoritis14

Berbicara mengenai hukum zakat fitrah dengan uang Imam Syafii menggunakan
Qiyas dalam menetapkan suatu hukum tentang ini, ia menyamakan ibadah zakat
dengan Qurban yang mana kambing tidak boleh digantikan dengan uang.

KESIMPULAN

13
Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’I, (Jakarta: Pustaka Tarbiah, 1991), hlm. 15.
14
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, jilit I, (Kencana 2008), hlm. 147.
Dalam menetapkan suatu hukum Imam mengenai zakat dengan menggunakan uang,
Imam Hanafi berpendapat bahwa diperbolehkan, karena zakat itu fungsinya untuk mencukupi
prekonomian rakyat, prekonomian tidak hanya berbentuk uang melainkan juga ada sandang
pangan papan. Sedangkan menurut Imam Syafii tidak membolehkan zakat menggunakan
uang karena merujuk pada suatu hadis yang menyatkan bahwa ada bahan makanan yang
membuat yang menyenangkan orang itu dengan bahan pokok. Imam Hanafi menggunakan
metode istihsan sedangkan Imam Syafii menggunakan metode Qiyas.

DAFTAR PUSTAKA

Nuruddin Mohd Ali, Zakat Sebagai Intrumen Dalam Kebijakan Fiskal, (Jakarta: PT, Raja
Grafindo Persada, 2006)

Ahmad Rofik, Fiqih Kontekstual, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, Cet.I, 2004)

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, jilit I, (Kencana 2008)

Ali Hasan, Zakat Infak Salah Satu mengatasi Problema Sosial si Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2006),

Al-Imam Abi Abdillah bin Muhammad bin Idris al-Syafi’I Al-Umm, Juz II, (Beirut: Dar al-
Figh, )

Hasbi Ash Shiddieqy, Poko-Pokok Pengangan Imam Mazhab Dalam Membina Hukum Islam,
(Jakarta: Bulan Bintang, th),

Imam al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari bab Zakat, juz 3, (Kairo: 1985)

Mahmud Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005)

Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’I, (Jakarta: Pustaka Tarbiah, 1991)

Wahbah Zuhaili, Figih Imam Syafi’I 1, penerjemah: Muhammad Afifi, Abdul Hafiz, Cet. I,
( Jakarta: Almahira 2010)

Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (ter, Salman Harun dkk), (Bogor: Litera Antar Nusa: 2004)

Anda mungkin juga menyukai