Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

FIQIH KONTEMPORER

TENTANG :

“Memahami ZISWAF Secara Produktif Dalam Hukum Islam”

DOSEN PENGAMPU:

Drs. ZULKIFLI, S.Ag., M.HI

DISUSUN OLEH:

ARDEA MESITHA PUTRI (1830106008)

JURUSAN TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BATUSANGKAR
2020

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum.Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis telah dapat menyelesaikan makalah Fiqih
Kontemporer tentang “Memahami ZISWAF Secara Produktif Dalam Hukum Islam”.
Shalawat beriringan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa umat manusia dari alam kegelapan menuju jalan yang terang benderang dan
berakhlak mulia dan dipenuhi dengan ilmu pengetahuan.
Adapun dari maksud penulisan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas
kuliah yang diampu oleh Bapak Drs. Zulkifli, S.Ag., M.HI. Dalam penulisan makalah ini
tentunya penulis mendapat hambatan, tetapi berkat do’a, bimbingan, dan pengarahan dari
berbagai pihak akhirnya penulis berhasil menyelesaikan makalah ini.
Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis mengharapakan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. Demikia yang bisa penulis
sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat dari karya ini.

Batusangkar, 1 November 2020

Ardea Mesitha Putri


NIM.1830106008

Page 2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Zakat, Infaq, Shadaqah dan Wakaf merupakan hal yang sudah tidak asing lagi
dikalangan umat muslim, juga sudah dikenal dan dilaksanakan oleh umat muslim
sejak lama.berbicara zakat selalu tidak luput juga berbcra tentang infaq dan sahdaqah.
Zakat merupakan salah satu instrumental dalam mengentaskan kemiskinan, karena
masih banyak lagi sumber dana yang bisa dikumpulkan seperti infaq, shadaqah, wakaf
serta sejenisnya.
Zakat berbeda dengan infaq, shadaqah dan wakaf maka dari itu pada
kesempatan kali ini pemakalah akan membahas mengenai Zakat, Infaq, Shadaqah, dn
Wakaf dalam pandangan Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian zakat, infaq, shadaqah dan wakaf secara produktif.
2. Bagaimana urgensi zakat, infaq, shadaqah dan wakaf.
3. Bagaimana pandangan atau tinjauan hukum Islam terhadap zakat, infaq,
shadaqah dan wakaf.

C. Tujuan
1. Dapat memahami perbedaan pengertian zakat, infaq, shadaqah dan wakaf
4. Dapat mendeskripsikan urgensi zakat, infaq, shadaqah dan wakaf.
2. Dapat menilai pandangan atau tinjauan hukum Islam terhadap zakat, infaq,
shadaqah dan wakaf.

Page 3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Urgensi dan Tinjauan Hukum Islam Tentang Zakat


1. Pengertian Zakat
Dari sisi bahasa, kata zakat diambil dari bahasa Arab zakā ( ‫ ) زكى‬yang
berarti suci, baik, tumbuh dan berkembang. Dinamakan demikian karena zakat
merupakan proses memperbaiki dan membersihkan diri dari apa yang
didapatkan. Sedangkan secara istilah zakat ialah pengelolaan mengenai
takaran harta tertentu yang didapat dari orang yang wajib membayarnya, yang
dinamakan sebagai muzakki, yang selanjutnya diberikan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya, atau mustahiq.
2. Hukum Zakat
alah satunya diambil dari QS. Al-Baqarah: 110
“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang
kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi
Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.”
Pengertian zakat berbeda dengan pajak. Menurut Abdul Karim al- Tawathi,
pembayaran pajak dilaksanakan karena orang merasa terpaksa dengan adanya
suatu sistem pemerintah. Sedangkan zakat dilakukan sebagai lambang kerja
sama dan rasa persaudaraan pada sesama. Salah satu perbedaan zakat dan
pajak, seperti yang diungkapkan oleh Dawam Rahardjo, yakni bahwasanya
pembayaran pajak dikarenakan masyarakat telah menikmati fasilitas publik
yang telah disediakan oleh negara, sedangkan dalam pembayaran zakat,
seseorang yang diwajibkan membayarnya tidak bisa mengambil manfaat dari
pembayarannya. Jadi, fungsi zakat yaitu transfer konsumsi atau kekayaan.
3. Jenis Zakat Dan Harta Wajib Zakat Dalam Fiqih Islam.
Zakat terbagi menjadi dua jenis:
a. Zakat fitrah
Zakat fitrah ialah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang
Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Zakat fitrah dilaksanakan
pada malam 1 Syawal atau waktu-waktu sebelumnya dengan hukum
wajib, sunah, makruh, dan haram dengan rincian sebagai berikut:

Page 4
1) Waktu yang diperbolehkan, yaitu dari bulan Ramadhan sampai
akhir bulan Ramadhan.
2) Waktu yang wajib, yaitu dari terbenam matahari pada
penghabisan bulan Ramadhan.
3) Waktu sunah (lebih baik) saat dibayarkan sesudah shalat subuh,
sebelum shalat Id.
4) Waktu makruh, yaitu dibayarkan setelah shalat Ied, tetapi
sebelum terbenam matahari (pada hari raya Idul Fitri)
5) Waktu haram, dibayarkan setelah terbenam matahari pada hari
raya IdulFitri.
Ukuran besarnya zakat fitrah ialah satu sha’ (2,5 Kg). Menurut
pendapat Mazhab Hanafi, takaran 1 sha’ ialah 3,8 Kg. Sedangkan
makanan yang wajib dikeluarkan yang disebutkan dalam nash hadis
ialah kurma, tepung, terigu, memperbolehkan mengganti kelima jenis
makanan tersebut dengan makanan pokok lain, seperti beras, jagung
atau sejenisnya. Sedangkan Hanafi, pembayarannya dapat diganti
dengan membayar harga dari makanan pokok tersebut berupa uang
(misal rupiah) dengan tujuan agar penggunaannya lebih fleksibel.
b. Zakat Māl (Zakat Harta Kekayaan)
Zakat māl atau zakat harta kekayaan adalah jenis zakat terkait dengan
harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang maupun badan hukum
yang wajib dikeluarkan untuk mustahiq dengan ketentuan jangka waktu
tertentu dan dalam kadar minimal (nishab) tertentu pula. Sedangkan
beberapa jenis harta yang wajib di zakati tersebut diantaranya:
1) Emas dan perak
2) Pertanian, misalnya hasil tumbuhan atau tanaman yang bernilai
ekonomis, seperti buah-buahan, daun-daunan, sayur-sayuran,
biji-bijian, tanaman hias, rumput-rumputan, dan lain-lain.
3) Barang-barang tambang yang dikeluarkan dari perut bumi yang
bernilai ekonomis seperti timah, batu mulia, minyak bumi, batu
bara, dan sebagainya. Begitupun kekayaan laut seperti mutiara,
ambar, marjan dan sebagainya.
4) Hewan ternak, seperti sapi, kambing, unta, kerbau, ayam,
domba, itik dan burung.

Page 5
5) Rikaz, yakni harta temuan yang terpendam lama atau biasa
disebut juga harta karun. Termasuk di dalam hal ini ialah
barang temuan yang tidak ada yang mengaku sebagai
pemiliknya.
Zakat Profesi
Menurut Yusuf Qardhawi diwajibkan mengeluarkan zakat pada
pekerjaan yang menghasilkan uang, seperti pengacara, konsultan,
akuntan, artis, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pegawai negeri, dan
lain-lain. Zakat jenis ini biasa disebut sebagai zakat profesi. Selain
Yusuf Qardhawi, para ahli fikih kontemporer juga menyetujui akan
adanya zakat profesi, mengingat zakat pada hakikatnya adalah
pembagian harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan
kepada orang-orang miskin di antara mereka. Tapi jika hasil profesi
seseorang tersebut tidak mencukupi kebutuhan hidupnya, maka ia lebih
pantas menjadi mustahiq.
4. Syarat dan Rukun Zakat
Syarat zakat ada dua, yaitu:
a. Syarat orang yang berzakat (muzakkī).
Syaratnya adalah Islam, merdeka, baligh, berakal, dan mempunyai hak
kuasa terhadap hartanya.
b. Syarat harta sebagai objek zakat.
Harta yang menjadi objek zakat, para ulama telah memberikan syarat
yang harus dipenuhi oleh muzakki, yaitu:
1) Milik Penuh. Harta yang wajib zakat adalah harta yang
sepenuhnya berada dalam kontrol kepemilikannya, baik itu
kekuasaan dalam pemanfaatan ataupun kekuasaan menikmati
hasilnya dengan cara halal seperti harta hasil usaha, harta
warisan, harta pemberian pihak lain dan sebagainya. Harta yang
didapatkan dengan cara yang haram tidak wajib dikenai zakat.
2) Berkembang. Yakni sifat harta kekayaan itu bertambah
sehingga dapat memberikan pemasukan dan keuntungan.
3) Melebihi dari kebutuhan pokok. Adapun pengertian kebutuhan
pokok ialah kebutuhan minimal yang diperlukan dan menjadi
tanggungan atas seseorang dan keluarganya untuk

Page 6
keberlangsungan hidupnya, seperti rumah, pakaian, kesehatan,
pendidikan, belanja keseharian.
4) Mencukupi satu Nishab. Yakni jumlah harta tersebut telah
sampai dalam takaran tertentu yang sesuai dengan ketetapan
syariat Islam. Jika ia belum mencapai nishab, maka ia terbebas
dari zakat.
5. Golongan yang berhak mendapatkan bagian atas zakat harta kekayaan delapan
golongan, yaitu:
a. Fakir, yakni mereka yang tidak memiliki harta maupun pekerjaan yang
dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
b. Orang miskin, yakni orang yang memiliki pekerjaan, akan tetapi
penghasilannya belum cukup memenuhi kebutuhan hidupnya.
c. Amil, yakni panitia yang me-manage proses zakat, baik dari
pengumpulannya hingga pembagian zakatul māl kepada orang-orang
yang berhak menerimanya. Panitia ini disyaratkan mempunyai sifat
jujur dan menguasai hukum zakat.
d. Muallaf, yakni mereka yang baru saja masuk agama Islam. Golongan
ini dilihat dari imannya belum benar-benar kokoh benar, karena itu
masih memerlukan berbagai penyantunan yang menggembirakan.
e. Hamba sahaya, yakni budak muslim yang sudah membuat perjanjian
dengan tuannya untuk dimerdekakan, sedangkan ia tidak mempunyai
harta untuk menebus dirinya, meskipun mereka telah mati-matian
berusaha dan bekerja. Golongan hamba sahaya untuk konteks saat ini
membutuhkan penafsiran ulang mengingat sudah tidak ada lagi.
f. Orang yang terjerat dalam hutang, yakni orang yang berhutang demi
mencukupi kebutuhan hidup yang primer atau maksud lainnya sifatnya
halal. Lilitan hutang akhirnya menyebabkan orang tersebut tidak
mampu lagi mengembalikannya.
g. Fi Sabilillah, yakni berbagai bentuk usaha dan perjuangan untuk
menyebarluaskan agama Islam serta mempertahankannya. Dalam
pengertian ini dapat dimasukkan segala amalan yang memang dengan
sengaja dimaksudkan untuk da’wah Islam ammar ma’ruf nahi
mungkar, semacam pendirian sekolah atau madrasah Islam, rumah

Page 7
sakit Islam, mushalla, pembiayaan organisasi perjuangan zakat dan lain
sebagainya.
h. Ibnu Sabil, ialah musafir (orang yang sedang bepergian) untuk
melaksanakan suatu hal yang bersifat baik, bukan dalam melakukan
kemaksiatan. Dimana jika ia tidak dibantu, maka tujuannya tidak akan
tercapai.

B. Pengertian, Urgensi dan Tinjauan Hukum Islam Tentang Infaq


1. Pengertian Infaq
Selain zakat, Islam juga menganjurkan untuk sedekah sunah yang
sesuai dengan kemampuan, yakni infaq dan sedekah. Kata Infaq merupakan
kata yang berasal dari bahasa Arab anfaqa-yunfiqu yang artinya
membelanjakan atau membiayai. Kata infaq dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti pemberian atau sumbangan harta dan sebagainya untuk suatu
kebaikan.
Infaq merupakan amal sosial suka rela yang dilakukan oleh seseorang dan
diberikan kebebasan kepada pemiliknya untuk menentukan jenis harta, kadar
harta yang ingin ia keluarkan. Hal ini berbeda dengan zakat yang jenis dan
kadarnya ditentukan oleh syara’. Jadi, sifat infaq itu lebih umum dari pada
zakat. Beberapa manfaat dalam menyalurkan infaq diantaranya sebagai sarana
pembersihan diri, bentuk realisasi kepedulian sosial, bentuk ungkapan rasa
syukur kepada Allah, dan sebagainya.
2. Hukum Infaq
Salah satu ayat yang memerintahkan untuk berinfaq ialah dalam QS. al-
Baqarah: 267
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Dari ayat tersebut, diketahui bahwasannya Infaq hanya berkaitan dengan atau
hanya dalam bentuk materi atau kebendaan saja. Hukum mengenai infaq ada
berbagai macam; ada yang wajib seperti zakat dan nadzar, ada pula infaq

Page 8
sunnah, dan infaq mubah bahkan ada juga infaq yang haram. Dalam hal ini
infaq hanya berkaitan dengan materi. Menurut definisi syariat, bahwa hakikat
Infaq berbeda dengan zakat. Infaq tidak mengenal istilah nishab. Setiap orang
bisa mengeluarkan infaq, baik yang penghasilan tinggi atau rendah. Infaq juga
tidak harus diberikan kepada golongan tertentu (mustahiq) seperti dalam zakat,
melainkan kepada siapapun misalnya orang tua, kerabat, anak yatim, orang
miskin, atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan.
3. Macam-macam Infaq
a. Infaq mubah yaitu mengeluarkan harta untuk hal-hal yang mubah
seperti dalam usaha atau perdagangan.
b. Infaq wajib; mengeluarkan harta untuk hal-hal yang wajib seperti
dalam pembayaran maskawin, menafkahi istri dan keluarga, dan nazar.
c. Infaq haram; mengeluarkan harta untuk perkara haram seperti infaqnya
orang kafir untuk menghalangi syiar Islam.
d. Infaq sunnah; mengeluarkan harta dengan niatan sedekah. Infaq jenis
ini ada dua macam; infaq untuk jihad dan infaq kepada yang
membutuhkan.
e.

C. Pengertian, Urgensi dan Tinjauan Hukum Islam Tentang Sedekah


1. Pengertian Sedekah
Sedekah berasal dari kata shadaqah yang artinya benar. Artinya orang yang
bershadaqah merupakan wujud dari bentuk kebenaran dan kejujurannya akan
imannya kepada Allah. Hanya saja sedekah mempunyai arti yang lebih luas,
yakni tidak hanya materi saja objek yang bisa disedekahkan, bisa juga dengan
hal-hal yang bersifat non-materi. Dalam bersedekah, seseorang dilarang
menyebut-nyebut pemberian dan menyakiti penerima, karena sedekah itu
haruslah diniati dengan ikhlas dan karena Allah.
2. Hukum Sedekah
Dalam QS. al-Baqarah: 264 disebutkan:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak

Page 9
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu
seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan
lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai
sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
Perbedaan Infaq dan Sedekah Setelah sekilas mengetahui perbedaan infaq
dengan zakat. Lantas, apa bedanya dengan sedekah? Letak perbedaannya
berada pada batasan yang diberikan. Dalam syariat, pengertian shadaqah
sebenarnya sama dengan pengertian infaq, termasuk di dalamnya hukum dan
ketentuannya. Infaq hanya terbatas pada materi berupa harta, sementara
sedekah cakupannya lebih luas bukan hanya materi saja, tapi juga non-materi,
seperti senyuman. Jadi, sedekah maknanya lebih luas dibandingkan infaq dan
zakat.

D. Pengertian, Urgensi dan Tinjauan Hukum Islam Tentang Wakaf


1. Pengertian Wakaf
Wakaf menurut Bahasa Arab berarti al-habsu, yang berasal dari kata kerja
habasa-yahbisu-habsan, menjauhkan orang dari sesuatu atau memenjarakan.
Kemudian, kata ini berkembang menjadi habbasa dan berarti mewakafkan
harta karena Allah. Kata wakaf sendiri berasal dari kata kerja waqofa (fiil
madi ), yaqifu (fiil mudori’), waqfan (isim masdar) yang berarti berhenti atau
berdiri. Sedangkan wakaf manurut syara’ adalah menahan harta yang mungkin
diambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusakkan bendanya (ainnya)
dan digunakan untuk kebaikan. Secara terminologis fiqih tampak diantara para
ahli (fuqoha), baik Maliki, Hanafi, Syafi’i maupun Hambali berbeda pendapat
terhadap batasan pendefinisian wakaf.
Berbagai rumusan tentang definisi wakaf ditemukan dalam beberapa
literatur yang dikemukakan oleh para ulama dan cendekiawan, yaitu sebagai
berikut:
a. Menurut Abu Hanifah (Imam Hanafi),
wakaf adalah suatu sedekah atau pemberian, dan tidak terlepas sebagai
milik orang yang berwakaf, selama hakim belum memutuskannya,
yaitu bila hukum belum mengumumkan harta itu sebagai harta wakaf,
atau disyaratkan dengan ta’liq sesudah meninggalnya orang yang

Page
10
berwakaf. Umpamanya dikatakan : “Bila saya telah meninggal, harta
saya (rumah) ini, saya wakafkan untuk keperluan madrasah anu”. Jadi
dengan meninggalnya orang yang berwakaf barulah harta yang
ditinggalkan itu jatuh menjadi harta wakaf bagi madrasah anu tersebut.
b. Menurut Imam Syafi’i,
wakaf ialah suatu ibadah yang disyariatkan. Wakaf itu berlaku sah
apabila orang yang berwakaf (waqif) telah menyatakan dengan
perkataan : “Saya telah wakafkan (waqaffu) sekalipun tanpa diputus
oleh hakim.” Bila harta telah dijadikan harta wakaf, orang yang
berwakaf tidak berhak lagi atas harta itu walaupun harta itu tetap
ditangannya, atau dengan perkataan lain walaupun harta itu tetap
dimilikinya.
c. Menurut Sayid Ali Fikri
Dalam “Al Muamalatul Madiyah Wal Adabiyah”pendapat golongan
Maliki (Mazhab Maliki) tentang wakaf adalah menjadikan menfaat
benda yang dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan
kepada orang yang berhak, dengan bentuk penyerahan berjangka
waktu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh orang yang
mewakafkan.
d. Sayid Ali Fikri
menyatakan bahwa menurut pendapat golongan Hambali (Mazhab
Hambali) wakaf itu adalah menahan kebebasan pemilik harta dalam
membelanjakan hartanya yang bermanfaat dengan tetap utuhnya harta
dan memutuskan semua hak penguasaan terhadap harta itu, sedangkan
manfaatnyadipergunakan pada suatu kebaikan untuk mendekatkan diri
kepada Allah.
e. The Shorter Encyclopaedia of Islam
menyebutkan pengertian wakaf menurut islilah Hukum Islam yaitu “to
protect a thing, to prevent it from becoming of a third person.”
Artinya, memelihara suatu barang atau benda dengan jalan
menahannya agar tidak menjadi milik pihak ketiga. Barang yang
ditahan itu haruslah benda yang tetap dzatnya yang dilepaskan oleh
yang punya dari kekuasaannya sendiri dengan cara dan syarat tertentu,

Page
11
tetapi dapat dipetik hasilnya dan dipergunakan untuk keperluan amal
kebajikan yang ditetapkan oleh ajaran Islam.
2. Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi dasar disyari’atkannya ajaran wakaf bersumber dari
pemahaman teks ayat Al-Qur’an dan juga As-Sunnah. Tidak ada dalam ayat
Al-Qur’an yang secara tegas menjelaskan tentang ajaran wakaf. Yang ada
adalah pemahaman konteks terhadap ayat Al-Qur’an yang dikategorikan
sebagai amal kebaikan. Demikian ditemukan petunjuk umum tentang wakaf
walaupun secara implisit. Misalnya Firman Allah
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan
apasaja yang kamunafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran : 92)
Menanggapi ayat di atas, Imam Ahmad al-Maragi dalam tafsirnya al-
Maragi menyatakan bahwa: wahai orang-orang yang mempercayai Allah dan
Rasulnya, tunduklah kepada Allah dengan bersujud, beribadah kepadanya
dengan segala apa yang kalian gunakan untuk menghambakan diri kepadanya,
dan berbuatlah kebaikan yang diperintahkan kepada kalian melakukannya,
seperti mengadakan hubungan silaturrahmi dan menghiasi diri dengan akhlak
yang mulia, supaya beruntung memperoleh pahala dan keridhaan yang kalian
cita-citakan

3. Rukun dan Syarat Wakaf


Wakaf dinyatakan sah apabila telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Rukun
wakaf ada empat (4), yaitu :
a. Wakif (orang yang mewakafkan harta);
b. Mauquf bih (barang atau benda yang diwakafkan);
c. Mauquf ‘Alaih (pihak yang diberi wakaf/peruntukan wakaf);
d. Shighat (pernyataan atau ikrar wakif sebagai suatu kehendak untuk
mewakafkan sebagian harta bendanya).
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
a. Wakif;
b. Nadzir;
c. Harta benda wakaf;

Page
12
d. Ikrar wakaf;
e. Peruntukan harta benda wakaf;
f. Jangka waktu wakaf

Page
13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian zakat adalah
mengambil sebagian harta dengan ketentuan tertentu untuk diberikan kepada
kelompok tertentu. Menurut ewajiban melakukanny, zakat adalah amal ibadah yang
wajib dijalankan oleh setiap muslim yang dikenai kewajiban membayar zakat dan
diberikan kepada 8 golongan masyarakat.
Sedekah adalah bentuk infaq yang lebih khusus lagi, yaitu pembelanjaan yang
dilakukan di jalan Allah. Bersedekah tidak harus berupa uang. Kita juga dapat
melakukannya dengan cara berbagi pikiran yang berguna dan membantu dengan
tenaga. Infak adalah semua jenis pembelajaran seorang muslim untuk kepentingan diri
sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Wakaf adalah menahan harta yang diberikan Allah yang dikelola oleh suatu
lembaga dan hal tersebut sangat dianjurkan oleh ajaran Islam karena sebagai sarana
mendekatkan diri kepada Allah yang ganjarannya terbawa sampai si pewakaf.

Page
14
DAFTAR PUSTAKA

Hadziq, M. F. (2013). Fikih Zakat, Infaq, dan Sedekah. Ekonomi Ziswaf.


Ii, B. A. B., Zakat, A. P., Zakat, H., & Zakat, P. (2002). Didin Hafhiduddin, Zakat dalam
Perekonomian Modern , Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hlm. 7. 31 17. 17–43.
Iii, B. A. B. (n.d.). Fakhruddin al-Muhsin, Ensiklopedi Mini Zakat, (Bogor: Darul Ilmi,
2012), h. 7 22. 1–18.
Suhaimi, F. M. (1988). Tinjauan Pustaka Wakaf. 19–52.

Page
15

Anda mungkin juga menyukai