PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zina secara harfiah Fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah
adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang satu
sama yang lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan. Para fuqaha (ahli hukum
Islam) mengartikan zina, yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti memasukkan
zakar (kelamin pria) ke dalam vagina wanita yang dinyatakan haram, bukan karena
syubhat, dan atas dasar syahwat.1
Perselingkuhan, seks bebas - zina - adalah permasalahan sosial yang berumur
setua usia manusia itu sendiri. Banyak cerita tentang kehancuran tatanan social,
kehancuran rumah tangga, bahkan revolusi sebuah Negara disebabkan oleh
penyimpangan seks ini. Satu penjelasan yang bisa dikatakan sabagai salah satu
jawabanya adalah seks sendiri adalah kebutuhan dasar manusia. Ketika hubungan
dasar itu tidak dipenuhi sebagaimana mestinya, tentu akan mencari pelampiasan di
tempat yang tidak semestinya.2
Perzinaan memang bukan masalah baru dan tidak akan sama sepanjang hidup dan
kehidupan manusia hingga akhir kelak. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai
pandangan yang berbeda tentang pengertian zina, pelaku zina, hukuman pelaku zina
yang tertulis dalam perarturan perundang-undangan yang berlaku pada negara tertentu
atau masyarakat tertentu di dunia ini, termasuk di Indonesia. 3
Dalam hukum Islam perzinaan dianggap sebagai suatu perbuatan yang sangat
terkutuk dan dianggap sebagai jarimah. Pendapat ini disepakati oleh ulama, kecuali
perbedaan hukumannya. Menurut sebagian ulama tanpa memandang pelakunya, baik
dilakukan oleh orang yang belum menikah atau orang yang telah menikah, selama
persetubuhan tersebut berada di luar kerangka pernikahan, hal itu disebut sebagai zina
dan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Juga tidak mengurangi nilai
kepidanaannya, walaupun hal itu dilakukan secara sukarela atau suka sama suka.
Meskipun tidak ada yang merasa dirugikan, zina dipandang oleh Islam sebagai
1
. Abdurrahman Doi, Tindak Pidana dalam Syariat Islam, (Jakarta Rineka Cipta,
1991),hlm.31.
2
. Fadhel Ilahi, Zina Problamatika dan Solusinya, (Jakarta:Qisthi Press, 2006). P. ix
3
. Neng Jubaedah, perzinan Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Ditinjau
dari Hukum Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), P. vi
1
pelanggaran seksualitas yang sangat tercela, tanpa kenal prioritas dan diharamkan
dalam segala keadaan.4
KUHP memang menganggap bahwa persetubuhan di luar perkawinan adalah
zina, namun tidak semua perbuatan zina dapat dihukum. Perbuatan zina yang
memungkinkan untuk dihukum adalah perbuatan zina yang dilakukan oleh laki-laki
maupun wanita yang telah menikah sedangkan zina yang dilakukan laki-laki maupun
wanita yang belum menikah tidak termasuk dalam larangan tersebut. Pasal 284 ayat
(I) ke. I a dan b: Penuntutan terhadap pelaku zina itu sendiri hanya dilakukan atas
pengaduan dari salah satu pasangan yang terlibat dalam kasus ini, atau mereka yang
merasa tercemar akibat perbuatan tersebut.5
Oleh karena itu, kalau mereka semua diam, tidak ada yang merasa dicemari atau
tidak merasa dirugikan, mereka dianggap melakukannya secara sukarela dan tentu
tidak dihukum. Hukum positif menganggap kasus perzinaan sebagai delik aduan,
artinya hanya dilakukan penuntutan manakala ada pengaduan dari pihak yang merasa
dirugikan. Pengaduan itu pun masih dapat ditarik selama belum disidangkan (Pasal
284 ayat 4). Kecuali untuk masalah perkosaan karena perkosaan menunjukkan secara
jelas adanya kerugian, Pasal 285 KUHP. 6
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian zina ?
2. Apa dasar hukum bagi pelaku zina ?
3. Bagaimana maksa secara umum QS. An nur ayat 2-3 ?
4. Bagaimana asbabun nuzul QS. An-Nur ayat 2-3 ?
5. Bagaimana penjelasan QS. An-Nur ayat 2-3 ?
BAB II
4
. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, (Fiqh Jinayah) Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung:
Pustaka Setia, 2000, hlm. 69.
5
. Ibid..,70.
6
. Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 4
2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zina
Perkawinan mempunyai beberapa tujuan, untuk memperoleh ketenangan hidup
yang penuh cinta dan kasih sayang, sekaligus memenuhi kebutuhan biologis yang
merupakan sarana untuk meneruskan dan memelihara keturunan, menjaga kehormatan
dan juga tujuan ibadah. Selain itu, tujuan perkawinan adalah untuk mencegah
perzinaan agar tercipta ketenangan dan ketentraman bagi individu, keluarga dan
masyarakat. Tujuan yang lebih utama adalah menjaga ras manusia agar terhindar dari
keturunan yang rusak, sebab dengan perkawinan akan jelas nasabnya.
Zina menurut pengertian bahasa (etimologi), yaitu “persetubuhan yang
diharamkan”, zina mempunyai istilah yakni : fujur dhayyiq, dan zana zuna’an,
perbuatan bersetubuh dengan wanita yang bukan istrinya dan pengertian zina menurut
fukoha ialah perbuatan suami isti tanpa ikatan kepemilikan yang sah. 7
Jurjani berkata ada dua unsur yang memenuhi perbuatan zina, yaitu : Pertama,
heterosek dua jenis kelamin yang berlawanan. Maka jika dua orang yang bermesraan
misalnya bergandengan tangan, ciuman, pelukan, tetapi belum sampai masuknya
kelamin kedalam kelamin yang lain belum disebut zina. Dua, tidak adanya kekelirun
dalam perbuatan seks. Maksudnya disini seseorang melakukan seksual tapi ada
kekeliruan .8
Menurut Dr. Mardani Didalam buku yang berjudul Tafsir Ahkam, perilaku zina
ialah masuknya penis ke dalam vagina tanpa ada ikatan pernikahan yang sah antara
keduanya dan dilakukan suka sama suka. Jika salah satu pihak melakukannya karena
dipaksa atau diperkosa maka yang dianggap melakukan perbuatan zina adalah
memaksa atau pemerkosa.9
Menurut madzhab Syafi’i mengdefinisikan zina sebagai masuknya zakar kedalam
vagina dengan penuh nafsu yang di haramkan oleh syari’at. Dan golongan Maliki
mengartikan zina sebagai seorang laki-laki atau perempuan yang bersenggama
(bersetubuh) melalui kemaluan atau dubur tanpa hak syubhah. 10
7
. Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Jangan Dekati Zina ! Sesungguhnya Zina Perbuatan Keji
dan Seburuk-Buruk Jalan (Bogor : PT Pustaka At-Taqwa, 2016), hal. 24.
8
. Wahbah Zuhaili, Fiqh Imam Syafi’i (Jakarta : Alhamira,2010), hal. 340.
9
. Mardani, Tafsir Ahkam …., hal. 178-179.
10
. Abul A’la Almaududi, Kejamkah Hukum Islam (Jakarta : Gema Insan Press, 1979), h. 51
3
B. Dasar Hukum Bagi Pelaku Zina
1. QS. An-Nur Ayat 2
الزا ِنيْ َفاجْ لِ ُد ْوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُه َما ِماَئ َة َج ْلدَ ٍة ۖوَّ اَل َتْأ ُخ ْذ ُك ْم ِب ِه َما َّ لزا ِن َي ُة َو َّ ا
ْن هّٰللا ِ ِانْ ُك ْن ُت ْم ُتْؤ ِم ُن ْو َن ِباهّٰلل ِ َو ْال َي ْو ِم ااْل ٰ خ ۚ ِِر َو ْل َي ْش َه ْد َع َذا َب ُه َماِ َر َف ٌة ِفيْ ِدي
ْأ
11
. Shafril, Fiddian Khairudin, Paradigma Tafsir Ahkam Kontemporer Studi Kitab Rawa’i
Bayan , hal.25.
4
menyebabkan harga diri anak yang dilahirkan terkoyak dan menjadi aib dan tidak
diketahui bapaknya dan tidak diketahui hitungan waris, nasabnya dan sebagainya.
Maka barang siapa mengetahui hal ini maka akan menemukan hikmah dibalik di
syariatkannya hukuman yang sangat keras bagi orang yang berzina supaya ada efek
jera bagi yang melakukan.
Kemudian pada ayat selanjutnya Allah swt menjelaskan bahwa seorang pezina
tidak pantas untuk menikahi perempuan mukmin yang terjaga kehormatannya yang
mulia, jika dia pezina sepantasnya dia menikah dengan wanita pezina juga atau
bahkan lebih rendah dari itu, atau menikahi wanita pezina yang banyak berbuat dosa,
atau menikahi wanita musyrikah watsaniyyah. Maka tidak mengherankan orang fasik
yang buruk biasanya akan lebih menyukai wanita yang fasik pula atau wanita
musyrikah. Begitu juga wanita pezina biasanya juga akan lebih menyukai laki-laki
pezina juga, sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an Allah swt mengharamkan zina
karena didalamnya banyak megandung bahaya dan kerusakan baik untuk yang
berzina, keluarga, masyarakat dan anak yang dilahirkan.
Berikut ini isi kandungan Surat An Nur ayat 2 yang kami sarikan dari sejumlah
tafsir. Yakni Tafsir Al Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir karya
Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir Al
Azhar karya Buya Hamka :
1. Surat An Nur ayat 2 ini menunjukkan bahwa Islam sangat tegas melarang zina,
Islam sangat serius menjaga kehormatan manusia.
2. Hukuman had bagi pelaku zina yang belum menikah adalah didera 100 kali.
Menurut jumhur ulama, ditambah diasingkan selama satu tahun. Sedangkan
untuk yang sudah menikah (muhshan), hukuman hadd-nya adalah dirajam.
3. Hukum Allah harus dilaksanakan. Tidak boleh belas kasihan menghalangi dan
membatalkan hukum Allah, termasuk pelaksanaan had ini.
4. Melaksanakan hukum Allah, termasuk pelaksanaan hukuman hadd ini,
merupakan parameter keimanan. Hanya orang-orang yang beriman dan
pemerintahan mukmin yang berkomitmen menerapkan hukum ini.
5. Hukuman had untuk pelaku zina harus disaksikan oleh sekumpulan kaum
mukminin. Di antara hikmahnya, agar efektif sebagai pelajaran dan
menimbulkan efek jera bagi orang yang berkeinginan untuk berzina.
5
Di ceritakan bahwa Ummu Mahzul, adalah perempuan pezina, akan dikawini
oleh seorang shahabat Nabi saw, Maka turunlah ayat ini (QS: 24 an-Nur: 3) yang
menjelaskan bahwa seorang wanita pezina haram dikawini kecuali oleh pezina lagi
atau orang yang musyrik. (riwayatkan an-Nasa’i dari ‘Abdullah bin ‘Umar). 12
Sebuah riwayat disampaikan bahwa dahulu para sahabat muhajirin yang tinggal
di madinah rata –rata hidup dalam kemiskinan, kemudian saat itu banyak dari wanita
madinah yang menjadi wanita tuna susila, dan menjajakan diri kepada orang-orang
musyirk. Melihat kehidupan para wanita pezina ini berkecukupan, maka muncul
keinginan beberapa orang muhajirin untuk menikahi wanita pezina ini, maka
kemudian turun ayat ini sebagai teguran kepada orang-orang muslim agar tidak
menikahi wanita pezina dan agar ditegakkan hukum ALLAH atas mereka. Kemudian
di ayat berikutnya ALLAH menerangkan mengenai larangan laki-laki beriman
dengan wanita pezina. Begitupula sebaliknya.
Riwayat tentang Mirtsad bin Abu Mirtsad yang ingin menikahi teman lamanya
bernama ‘Anaq yang berstatus musyikah (pezina) dan turunlah ayat ini. kemudian
Rasulullah SAW membacakan dan melarang Mirtsad untuk menikah dengan dia.
Rasulullah SAW berfirman: “Hai Mirtsad! “Seorang pezina laki-laki tidak akan
mengawini kecuali pezina pula. Sebaliknya, pezina perempuan hanya menikahi
pezina laki-laki atau orang musyrik. Oleh karena itu janganlah engkau menikah
dengannya ‘Anaq”. ”Di riwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan al-
Hakim dari Hadits ‘Amr bin Syu’aib, dari bapaknya yang bersumber dari
datuknya”.13
Di riwayat lain, banyak perempuan cantik musryik dan laki-laki ingin
menikahinya “Janganlah dibiarkan mereka pergi, dan biarkanlah mereka kawin.”
Maka turunlah ayat ini (Q.S. 24 an-Nur: 3) yang menegaskan haram menikahi pezina
hanya boleh menikah dengan oang musyrik. “Di riwayatkan oleh Sa’id bin Manshur
yang bersumber dari Mujahid”. Merurut Al-Qurthubi pada zaman itu perempuan
penzina (pelacur) sangat merajalela banyak bendera yang dikibarkan di depan rumah
mereka secara terang-terangan, sehingga turunlah ayat ini. 14
6
الزا ِنيْ َفاجْ لِ ُد ْوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُه َما ِماَئ َة َج ْلدَ ٍة ۖوَّ اَل َتْأ ُخ ْذ ُك ْم ِب ِه َما َّ لزا ِن َي ُة َو َّ ا
ْن هّٰللا ِ ِانْ ُك ْن ُت ْم ُتْؤ ِم ُن ْو َن ِباهّٰلل ِ َو ْال َي ْو ِم ااْل ٰ خ ۚ ِِر َو ْل َي ْش َه ْد َع َذا َب ُه َماِ َر َف ٌة ِفيْ ِدي
ْأ
7
syarat tadi, yaitu kalimat “Dan janganlah belas kaihan kalian kepada
keduanya, mencegah kalian untuk menjalankan hukum Allah”, merupakan
jawab dari syarat, atau menunjukkan pengertian Jawab Syarat.
ْ ََو ْلي
هَ ْدJ ش َذابَهُ َماJ َع (dan hendaklah hukuman mereka disaksikan) dalam
pelaksanaan hukum deranya.
ٌ طَاِئفَة ن
َ ِّم َ ِ ْال ُمْؤ ِمن (oleh
ين sekumpulan dari orang-orang yang beriman)
menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga orang saja; sedangkan
menurut pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu jumlahnya harus sama
dengan para saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat orang saksi laki-
laki.15
15
. Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2006),
hlm. 1450.
16
. Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2006),
hlm. 1451-1452
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Makna zina adalah Secara bahasa, berasal dari kata zana-yazni dengan kata
jadinya dalam Al-Qur’an diulang sebanyak sembilan kali yang memiliki arti menyetubuhi
seorang wanita tanpa akad nikah yang sah. Ada juga ulama yang merinci bahwa kedua
orang yang melakukan zina tersebut harus sudah baligh (dewasa). Karenanya jika salah
satu belum baligh, maka had (hukuman) zina hanya diberikan kepada yang telah baligh.
Zina sendiri adalah term populer di kalangan orang-orang jahiliyah, sebagaiman term
pembunuhan dan pencurian.
9
Pandangan Ash-Shabuni tentang dalam kitabnya Shafwatu Tafasir adalah
hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan yang tidak halal baginya. Karena
perbuatanya tersebut maka baginya hukuman dera, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S
Al-Nur (24): 2, sedang zina anggota tubuh selain zina kemaluan tidak menjadikan
seorang mendapat hukuman dera hanya saja ia berdosa.
Dalam hukum Islam perzinaan dianggap sebagai suatu perbuatan yang sangat
terkutuk dan dianggap sebagai jarimah. Pendapat ini disepakati oleh ulama, kecuali
perbedaan hukumannya. Menurut sebagian ulama tanpa memandang pelakunya, baik
dilakukan oleh orang yang belum menikah atau orang yang telah menikah, selama
persetubuhan tersebut berada di luar kerangka pernikahan, hal itu disebut sebagai zina
dan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Juga tidak mengurangi nilai
kepidanaannya, walaupun hal itu dilakukan secara sukarela atau suka sama suka.
Meskipun tidak ada yang merasa dirugikan, zina dipandang oleh Islam sebagai
pelanggaran seksualitas yang sangat tercela, tanpa kenal prioritas dan diharamkan dalam
segala keadaan.
DAFTAR PUSTAKA
10
Shiddieqy, Muhammad Hasbi Tengku, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Ilmu-Ilmu Pokok dalam
Menafsirkan AL-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002.
Shihab, M Quaish, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), vol.1,
Jakarta : Lentera Hati, 2002.
11