Anda di halaman 1dari 12

Larangan Zina Dalam Perspektif Filsfat Hukum Pidana Islam

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Filsafat Hukum Pidana Islam”

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. H. Muh. Fathoni Hasyim, M. Ag.

Disusun oleh :

1. Muchammad Wildan Habibi (C93219088)


2. Maulidya Novanti Asih (C93219086)
3. Mauline Suparno Putri (C93219087)

PRODI HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
APRIL 2021
A. Pendahuluan
Keinginan hubungan seksual atau libido seksualitas merupakan naluri yang ada pada
manusia untuk menikmati hubungan itu sekaligus upaya mengembangkan jenis. Naluri
seperti ini juga ada pada binatang. Hanya saja, pada manusia yang lebih dominan adalah
untuk menikmati hubungan seks ketimbang mengembangkan jenis. Oleh karena itu, naluri
tersebut tidak bisa dibendung begitu saja tanpa ada solusi yang benar.
Islam sebagai agama wahyu yang berasal dari Allah SWT, Zat yang menciptakan
manusia, merupakan petunjuk bagi manusia agar dalam menempuh kehidupannya di dunia
tidak tersesat sehingga manusia memperoleh keselamatan di dunia dan di akherat. Allah
SWT sebagai al-Khaliq, Maha Mengetahui tentang keadaan manusia makluk ciptaan-Nya itu.
Kepada manusia diberikan aturanaturan hidup yang cocok sebagai makhluk yang
menyandang predikat “ahsanu taqwim” dibanding makhluk Tuhan yang lain. Tidak dibiarkan
manusia menyalurkan hasrat seksualnya secara bebas, tetapi juga tidak dilarang melakukan
hubungan seksual itu secara legal. Allah SWT mempersilakan manusia menikmati hubungan
seksual seperlunya asal saja hal itu dilakukan melalui prosedur yang benar. Sebaliknya, Allah
SWT melarang manusia mendekatkan diri kepada perbuatan-perbuatan yang bisa
mewujudkan hubungan seksual secara ilegal. Allah SWT mensyariatkan umat manusia
supaya melaksanakan perkawinan dan melarang perbuatan zina. Perkawinan sebagai pintu
gerbang bagi manusia memasuki kehidupan berkeluarga yang aman, damai, sejahtera dan
bahagia lahir batin. Dalam perkawinan itu manusia dapat menikmati hubungan seksual secara
terhormat sekaligus dapat menyambung keturunan. Sementara zina adalah jalan menuju
kerusakan yang dapat mengakibatkan manusia turun derajatnya dari maratabat mulia menuju
derajat hina.
Kendati Allah SWT telah memberikan tuntunan hidup melalui perkawinan agar manusia
mau mengikutinya demi menjaga harkat dan martabatnya, namun tidak semua manusia mau
menurutinya. Hal itu dikarenakan adanya godaan yang sangat kuat dari dalam dan dari luar
dirinya sehingga banyak manusia yang tidak kuat menahan godaan itu dan akhirnya
membelakangi tuntunan Allah SWT.
B. Pembahasan

Pengertian Zina dan Filsafat Moral Immanuel Kant

Dalam perkembangannya, pemaknaan dan pendefinisian terhadap kata “zina” mengalami


diaspora. Sementara itu, zina menurut Islam adalah hubungan seksual secara illegal. Dalam
pengertian lain, zina adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang
tidak terikat oleh hubungan perkawinan. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan bahwa
zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan karena pernikahan yang sah, bukan karena semu
nikah, dan bukan pula karena kepemilikan (terhadap budak). Pengertian demikian sudah
disepakati oleh para ulama. 1 Sahal Mahfudz , mengutip pendapat dari para Imam Mazhab,
memahami zina sebagai berikut :2

1) Menurut Syafi'iyah, zina adalah perbuatan laki-laki memasukkan penisnya ke dalam


lubang vagina perempuan yang bukan istri atau budaknya tanpa syubhat.
2) Menurut Malikiyah, zina adalah perbuatan laki-laki menyenggamai perempuan lain
yang bukan isterinya pada lubang vagina atau duburnya.
3) Menurut Hanafiyah, zina adalah persenggamaan antara laki-laki dan perempuan di
vaginanya bukan budaknya dan tanpa syubhat

Perzinaan adalah hubungan seksual yang tidak sah yang dilakukan oleh laki-laki dan
perempuan di luar ikatan perkawinan. Berdasarkan kepatutan di dalam masyarakat perbuatan
perzinaan merupakan suatu hal yang dilarang karena dapat menimbulkan keresahan di dalam
masyarakat. Perzinahan menurut pandangan norma adat pada sebagian besar masyarakat di
wilayah Indonesia adalah suatu hal yang dilarang. Dari sudut pandang ajaran agama-agama
yang ada di Indonesia juga memandang perbuatan perzinahan merupakan perbuatan yang
dilarang.

Manusia, menurut Immanuel Kant, adalah makhluk yang bermartabat. Dasar martabat
manusia terletak dalam kenyataan bahwa manusia adalah persona dan otonom. 3 Sebagai

1
Ibnu Rusyd Al-Hafid, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Jilid II, (Beirut: Darul Fikri, tt.), hlm 324.
2
Sahal Mahfudl, Nuansa Fikih Sosial, (Yogyakarta: LKIS, 1994), hlm 94.
3
Niken Wardani, 2020, “Tinjauan Filsafat Moral Immanuel Kant Terhadap Perzinahan Dalam Pancasila Buddhis”,
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan, Vol. 6, No. 2, hlm 3.
persona, manusia manusia mampu menentukan dirinya. Penentuan diri ini terjadi karena
manusia memiliki akal budi. Dengan akal budinya, manusia mampu menciptakan hukum
moral yang bukan hanya berlaku bagi dirinya tetapi juga bagi segenap makhluk rasional.
Dengan demikian, manusia adalah makhluk yang otonom. Persona dan otonomi dalam diri
manusia menjadi dasar martabat manusia.

Beberapa usaha dilakukan untuk mempertahankan martabat manusia dalam segala


bidang, baik melalui pendidikan, penegakan hukum formal maupun non formal. Semua itu
dilakukan untuk melindungi bahwa martabat manusia adalah sangat penting untuk tetap
menjadi baik dipertahankan untuk kebaikan masyarakat.

Zina dalam Perspektif Teologis

a. Larangan Perzinahan

Dalam surat Al-Isra' ayat 32 Allah SWT menjelaskan sebagai berikut:

‫َو اَل َتْقَر ُبوا الِّز َناۖ ِإَّنُه َك اَن َفاِح َش ًة َو َس اَء َس ِبياًل‬

"Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk".4

Dari ayat di atas dapat diambil keterangan bahwa umat Islam dilarang mendekati
zina karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang keji dan cara penyaluran nafsu
seksual yang tidak benar. Pada ayat tersebut digunakan kata larangan ‫ التقربوا‬yang artinya
“jangan kamu dekati” untuk menyatakan larangan zina. Maksudnya, bahwa perbuatan
yang harus dijauhi oleh orang Islam bukan hanya hubungan seksual atau memasukkan
alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan sebagaimana pengertian di atas,
melainkan juga segala perbuatan yang dapat menggiring seseorang kepada terlaksananya
hubungan seksual.

Hubungan seksual merupakan puncak perbuatan zina yang dilarang itu. Zina
bukan hanya perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan kemaluan atau alat
kelamin, melainkan bisa juga dilakukan dengan mata, telinga, mulut, hidung, tangan,
4
Hasbi Ashiddiqi, “Al-quran Dan Terjemahnya”, Translated by Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-quran,
(Semarang : PT. Tanjung Mas Inti Semarang, t.t), hlm 429.
suara, tulisan dan anggota tubuh lainnya. Semua alat indera manusia dan kemampuan
yang ada padanya dapat digunakan untuk melakukan perbuatan zina dalam arti luas. Oleh
karena itu, dalam Islam ada yang dinamakan zina mata, zina tangan, zina mulut, zina
telinga dan sebagainya.

Selanjutnya, perbuatan-perbuatan maksiat yang dilakukan dengan menggunakan


alat kelamin bisa bermacam-macam bentuknya, seperti bersetubuh dengan sesama jenis,
bersetubuh dengan binatang, oral seks (mencari kenikmatan seksual dengan
mempermainkan alat kelamin dengan lidah/mulut) dan onani (masturbasi)11. Perbuatan-
perbuatan tersebut termasuk kategori zina dan sangat dibenci Allah. Kata ‫ )التقربوا‬jangan
kamu mendekati) mengindikasikan bahwa perbuatanperbuatan seperti zina mata, zina
tangan dan lain-lain itu sesungguhnya juga menjadi sasaran larangan ayat di atas karena
kesemuanya itu menjadi bagian dari perbuatan zina yang puncaknya adalah hubungan
kelamin antara pria dan wanita.

Mahfudz menjelaskan bahwa zina sangat membahayakan masyarakat. 5 Oleh


karena itu, Al-Qur’an menerangkan beberapa hal yang berkaitan dengan zina, yakni
larangan melakukannya, larangan mendekatinya, larangan menikahi wanita pezina
kecuali bagi laki-laki pezina dan musyrik, diberlakukan li'an, mendapat kemarahan Allah,
mendapat laknat Allah, melakukan dosa besar, dilipat gandakan azabnya, mendapat had
100 kali, diasingkan satu tahun, dianggap fahisyah (jijik), dan lain-lain.

b. Unsur-Unsur Zina

Untuk mengetahui perbuatan Jarimah zina ini, maka haruslah memenuhi beberapa
unsur-unsur yang bersifat khusus dalam zina yaitu sebagai berikut :
1) Perbuatan zina dilakukan secara sadar dan sengaja. Jumhur ulama berpendapat
bahwa orang yang terpaksa, baik laki-laki maupun perempuan, tidak dikenai
hukuman perzinaan.
2) Pelaku mengetahui bahwa zina itu haram.
3) Orang yang berzina itu sudah cukup umur (Baligh)

5
Budi Kisworo, t.t, “Zina Dalam Kajian Teologis dan Sosiologis”, Jurnal Hukum Islam, p-issn: 2548-3374; e-issn:
2548-3382, hlm 6.
4) Orang yang berzina adalah orang yang berakal atau waras, bukan gila.6

c. Sanksi/ Hukuman Perbuatan Zina

Zina merupakan tindak pidana yang diancam dengan hukuman ḥudūd atau ḥad,
yakni suatu hukuman yang diberlakukan terhadap pelanggaran yang menyangkut hak
Allah. Dengan demikian, hukuman tindak pidana zina telah diatur oleh al-Quran karena
merupakan hak Allah swt. Hubungan seksual di luar Perkawinan sah baik menikah
maupun belum menikah tetap dianggap sebagai perbuatan terlarang dan dikenal sebagai

perzinaan.7 secara mutlak, ada dua macam perbuatan zina yang mendapat hukuman wajib
bagi pelakunya, yaitu:
1) Zina Ghairu Muḥṣan
Zina Ghairu Muḥṣan artinya suatu zina yang dilakukan oleh orang yang
belum pernah melangsungkan perkawinan yang sah, yakni yang masih perjaka
atau perawan. Untuk hukuman yang dibebankan pada pelaku zina dengan status
ghairu muḥṣan adalah dera seratus kali, berdasarkan Q.S. an-Nūr (24) ayat 2 :
‫الَّز اِنَي ُة َو الَّز اِني َفاْج ِلُد وا ُك َّل َو اِحٍد ِم ْن ُهَم ا ِم اَئ َة َج ْلَد ٍةۖ َو اَل َت ْأُخ ْذ ُك ْم ِبِه َم ا َر ْأَفٌة ِفي ِديِن ِهَّللا ِإْن ُكْنُتْم ُت ْؤ ِم ُن وَن ِباِهَّلل‬
‫َو اْلَي ْو ِم اآْل ِخ ِر ۖ َو ْلَي ْش َه ْد َع َذ اَب ُهَم ا َط اِئَفٌة ِمَن اْلُمْؤ ِمِنيَن‬
Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap dari dua orang seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada baik
kamu hati untuk (menjalankan) agama Allah, jika beriman kamu kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (melakukan) kalimat mereka dengan sekumpulan
orang-orang yang beriman.
Ayat ini menggambarkan ketegasan dalam menegakkan hukuman ḥad,
dilarang memberi belas kasihan dalam menjatuhkan hukuman atas kekejian yang
dilakukan oleh dua orang pezina tersebut, juga ada larangan membatalkan
hukuman ḥad atau berlemah lembut dalam menegakkannya. Oleh karenanya
dilarang menunda penegakan agama Allah dan mengundurkan hak-Nya.
Pelaksanaan hukuman hendaknya dilaksanakan di depan khalayak ramai, yaitu
6
Iqbal Maulana, Skripsi : “Zina Dalam Perspektif Dualisme Hukum Pidana”, (Banda Aceh : Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry, 2018), hlm 36.
7
Ahmad Sobari, 2016, “ A Comparative Study On Article 241 Korean Criminal Act And Article 284 Indonesian
Criminal Code”, Jurnal Populis, Vol.1, No.2, hlm 199.
sekelompok orangorang yang beriman, sehingga diharapkan memberi efek jera
dan mempengaruhi jiwa orang-orang yang telah melakukan perbuatan zina dan
memberi pelajaran bagi orang-orang yang menyaksikan pelaksanaan hukuman
tersebut. Selain didera seratus kali, pelaku zina ghairu muḥṣan juga diasingkan
selama setahun, hal ini bersandar pada keterangan Ibnu al-Munẓir yang
mengatakan: “Dalam kasus seorang pelayan yang berzina dengan majikan putri,
Rasulullah saw bersumpah bahwa beliau akan memutusinya berdasarkan
Kitabullah. Kemudian beliau menyatakan, bahwasanya pelayan tersebut harus
dihukum dera sebanyak seratus kali dan diasingkan selama setahun.” Itulah
penjabaran dari firman Allah dan itulah yang dipidatokan oleh Umar bin Khattab
di atas mimbar dan yang kemudian diamalkan atau dipraktekkan oleh para
Khulafā‘ alRāsyidīn dan mengamininya. Hal tersebut menjadi dasar ijma’
(konsensus). Alasan Zina ghairu muḥṣan dihukum dera dan pengasingan adalah
karena mungkin sifat keingintahuannya yang mendorong untuk berbuat zina
sedang dia belum menikah sehingga tidak ada tempat untuk menyalurkan
keingintahuannya secara syar’i, karena memang secara fitrah terdapat
kecenderungan antara laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu Islam
menghalalkan nikah dan menghramkan zina. Jadi hubungan apapun antara laki-
laki dan perempuan di luar batasan syariat dinamakan zina.
2) Zina Muḥṣan
Zina Muḥṣan adalah suatu zina yang dilaukan oleh orang yang sudah
balig, berakal, merdeka dan sudah pernah bercampur secara sah dengan orang lain
jenis kelaminnya (sudah menikah). Hukuman bagi pelaku zina yang berstatus
muḥṣan adalah rajam. Rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempari dengan
batu. Karena hukuman rajam tidak tersebut secara jelas dalam al-Quran, maka
kaum khawarij mengingkarinya. Menurut mereka hukuman bagi pezina muḥṣan
maupun ghairu muḥṣan adalah sama yaitu didera. Pasal hukum rajam dalam al-
quran tidak ada, tetapi hanya atas pernyataan Umar ibn Khattab yang pernah
melihat Nabi Muhammad SAW memerintahkan perajaman bagi muḥṣan.
Pemberian hukuman yang lebih berat bagi pelaku zina muḥṣan, adalah balasan
bagi pelaku yang telah mendapatkan kesempatan dari Tuhan untuk merasakan
hubungan seksualitas yang sah, melalui perkawinan. Dengan demikian
pengingkaran terhadap nikmat yang telah diberikan harus dibalas dengan
kepedihan rajam.

d. Dampak Negatif Perbuatan Zina


Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. menjelaskan ada empat dampak negatif yang
ditimbulkan oleh perbuatan zina, yaitu :
1) Menghilangkan nur wajah
Akibat perbuatan zina adalah hilangnya nur atau cahaya wajah sehingga
wajah orang menjadi gelap tidak memantulkan cahaya iman. Seseorang "berhasil"
melakukan zina karena imannya tidak berfungsi alias hilang atau mati. Dosa-dosa
yang dilakukan seseorang akan menutupi hatinya sehingga iman yang ada di
dalamnya tidak dapat mendapat nur atau cahaya kebenaran dari Tuhan.
Akibatnya, imannya mati dan tak mampu menyinari wajahnya sehingga menjadi
gelap. Orang yang wajahnya gelap itu menjadikan dirinya tidak tahu malu dan
akan menganggap remeh terhadap dosa.
2) Memutuskan rizki
Orang yang berzina akan terputus rizkinya. Tidak hanya harta kekayaan,
tetapi adalah segala sesuatu yang bermanfaat dan dapat mengantarkan pemiliknya
untuk bersyukur dan beribadah kepada Allah. Bisa saja orang yang selalu berzina
rizkinya melimpah. Misalnya, profesi sebagai pelacur atau usaha di bidang
penyediaan jasa pelayanan seksual, seperti warung remang-remang, kafe-kafe dan
tempat-tempat hiburan, dapat mendatangkan keuntungan materi yang cukup
mudah dan banyak, tetapi rizki yang diperoleh cengan cara seperti itu tidak akan
mendatangkan berkah dari Allah. Kekayaan materi seperti itu bukan kekayaan
yang sesungguhnya yang dapat menyebabkan pemiliknya merasa cukup atas apa
yang ia miliki. Sebaliknya, malah justru menyebabkan pemiliknya menjadi
semakin haus dan rakus terhadap harta. Perasaan kaya dalam hati tidak mungkin
dimiliki oleh orang-orang yang bergelimang dalam dosa zina atau yang memiliki
kekayaan yang diperoleh melalui usaha dalam bidang pelayananan jasa seksual
dan usaha-usaha lain yang dilarang agama. Mereka ini banyak hartanya tetapi
pada hakikatnya miskin. Akibat perbuatan maksiat yang mereka lakukan itu lalu
mereka terputus rizki yang dapat memberkahi kehidupannya.
3) Membuat marah Allah
Allah sangat marah kepada orang-orang yang berzina karena perbuatan ini
dapat menyebarkan penyakit kelamin dan merusak keturunan. Tidak bisa
dipungkiri bahwa berbagai jenis penyakit kelamin seperti sipilis, raja singa, dan
HIV/AIDS sangat mudah ditularkan melalui hubungan seksual. Seorang yang
mengidap penyakit kelamin, akan dengan mudah menularkan penyakitnya itu
kepada pasangan mainnya. Perilaku gonta-ganti pasangan hubungan seksual
sangat berpotensi menyebarkan penyakit seksual. Seorang suami yang suka
“jajan”27, di samping akan kehilangan kehidupan sakinah dalam keluarga, ia juga
akan membawa “oleh-oleh” untuk isteri dan keluarganya berupa bibit-bibit
penyakit kelamin yang ia peroleh di lokalisasi atau dari tempat-tempat penjaja
seksual. Istri dan keluarga yang tadinya bersih dan sehat akan ketularan penyakit
suaminya yang kotor itu. Akibatnya, anak-anak yang dilahirkan dari rahim istri
yang telah tercemari oleh penyakit kelamin itu pun akan menjadi anak-anak yang
tidak sehat atau cacat. Lebih-lebih jika “oleh-oleh” yang dibawa suami itu berupa
virus HIV/AIDS, maka bukan hanya istri, melainkan seluruh keluarga pun
berisiko ketularan penyakitnya. Penjelasan tentang masalah ini tidak perlu penulis
perpanjang karena sudah menjadi pengetahuan umum bahwa perbuatan zina,
lebih-lebih jika dilakukan terhadap pelacur, sangat berisiko tinggi terhadap
penularan penyakit kelamin. Selain sebab-sebab di atas, kemarahan Allah itu juga
disebabkan karena perbuatan zina dapat mengakibatkan kenistaan dan
kemudlaratan perempuan dan anak. Perempuan yang berzina lalu hamil, ia akan
menjadi tercela/nista di mata masyarakat. Ia akan dipandang masyarakat sebagai
wanita murahan yang tak pandai memelihara kehormatan diri. Masyarakat
Indonesia tidak dapat menerima keberadaan perempuan hamil tanpa suami dan
kelahiran anak tanpa bapak. Jika ada wanita hamil lalu melahirkan tanpa suami
karena perbuatan zina, maka ada adat setempat yang mengharuskan keluarga
perempuan itu “mencuci dusun”.28. Meskipun tradisi ini sekarang sudah hampir
tidak dijalankan lagi oleh masyarakat di pedesaan, tetapi perasaan malu pada
keluarga perempuan akibat perbuatan itu, dan “bisik-bisik tetangga” tidak bisa
dibendung. Itu tandanya bahwa masyarakat Indonesia yang tinggal di pedesaan
merasa tercemari kehormatan desanya akibat perbuatan warganya yang tidak
terpuji itu
4) Mewajibkan kekal di neraka (apabila pelakunya menganggap zina adalah sesuatu
yang dihalalkan)
Perbuatan zina akan mengekalkan seseorang dalam neraka. Seorang yang
telah bergelimang dalam lumpur zina, sulit baginya akan kembali kepada
kehidupan yang bersih. Lebih-lebih jika ia melakukan perbuatan itu karena unsur
kesengajaan melanggar hukum Allah, niscaya ia akan tertutup hatinya dari
pancaran cahaya kebenaran. Kecuali jika ia melakukan perbuatan itu karena tidak
mengetahui atau khilaf kemudian ia segera menyadari kekeliruannya itu dan
memohon ampun dan bertaubat kepada Allah, maka Allah akan menerima
taubatnya. orang-orang yang akan diterima taubatnya dan diampuni dosanya oleh
Allah adalah mereka yang dalam melakukan maksiat kepada Allah itu karena
kebodohan mereka, yakni mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan itu adalah
maksiat kecuali jika dipikirkan lebih dahulu, atau.orang yang durhaka kepada
Allah baik dengan sengaja, atau juga orang yang melakukan kejahatan karena
kurang kesadaran lantaran sangat marah atau karena dorongan hawa nafsu.
Adapun orang yang telah mengetahui bahwa perbuatan zina itu dilarang, dan dia
dengan sadar melakukan perbuatan itu, atau malah dengan dengan bangga ia
bermaksiat kepada kepada Allah demi menuruti keinginan hawa nafsunya, maka
orang seperti ini tidak akan diampuni dosanya, tidak akan dibuka pintu hatinya
sehingga ia tetap tenggelam dalam dosa dan maksiat. Mereka inilah yang bakal
menghuni neraka selamanya.

C. Penutup
Zina adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak
terikat oleh hubungan perkawinan. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid disebutkan bahwa zina
adalah persetubuhan yang terjadi bukan karena pernikahan yang sah, bukan karena semu
nikah, dan bukan pula karena kepemilikan (terhadap budak).
Manusia, menurut Immanuel Kant, adalah makhluk yang bermartabat. Dasar
martabat manusia terletak dalam kenyataan bahwa manusia adalah persona dan otonom.
Sebagai persona, manusia manusia mampu menentukan dirinya. Penentuan diri ini terjadi
karena manusia memiliki akal budi.
Larangan perzinaan dijelaskan dalam surat Al-Isra' ayat 32. Dari ayat tersebut
dapat diambil keterangan bahwa umat Islam dilarang mendekati zina karena perbuatan
tersebut termasuk perbuatan yang keji dan cara penyaluran nafsu seksual yang tidak benar.
Unsur-unsur zina terdiri dari perbuatan zina yang dilakukan secara sadar dan sengaja, pelaku
mengetahui bahwa zina itu haram, orang yang berzina itu sudah cukup umur (baligh), dan
orang yang berzina adalah orang yang berakal atau waras, bukan gila. Sanksi zina diberikan
menurut macam-macam zina, yaitu zina ghairu muhsan dan zina muhsan. Adapun dampak
negatif yang ditimbulkan akibat zina adalah menghilangkan nur wajah, memutuskan rizki,
membuat marah Allah, dan mewajibkan kekal di neraka.
D. Daftar pustaka
Al-Hafid, Ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Jilid II. (Beirut: Darul

Fikri, tt.

Ashiddiqi, Hasbi. “Al-quran Dan Terjemahnya”. Translated by Yayasan Penyelenggara

Penerjemah Al-quran. Semarang : PT. Tanjung Mas Inti Semarang. t.t.

Kisworo, Budi. “Zina Dalam Kajian Teologis dan Sosiologis”. Jurnal Hukum Islam. T.tp. t.t.

Mahfud, Sahal. Nuansa Fikih Sosial. Yogyakarta: LKIS. 1994.

Maulana, Iqbal. Skripsi : “Zina Dalam Perspektif Dualisme Hukum Pidana”. Banda Aceh :

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. 2018.

Sobari, Ahmad. “ A Comparative Study On Article 241 Korean Criminal Act And Article

284 Indonesian Criminal Code”. Jurnal Populis. 2016.

Wardani, Niken. “Tinjauan Filsafat Moral Immanuel Kant Terhadap Perzinahan Dalam

Pancasila Buddhis”. Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan. 2020.

Anda mungkin juga menyukai