Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ZAKAT PROFESI

TUGAS MAKALH

HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

Di susun Oleh:

1.Erwin Saputra

2.Ivaldo Davala

3.Eva Rahayu

Dosen Pengampu:

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR
BAB I

PENDAHULUAN

A.Pengertian

Zakat merupakan salah satu tiang penyangga bagi tegaknya Islam, juga
merupakan suatu kewajiban bagi pemeluknya. Zakat juga membawa misi
memperbaiki hubungan horizontal antara sesama manusia, sehingga pada
akhirnya mampu mengurangi gejolak akibat problematika kesenjangan dalam
hidup mereka. Selain itu, zakat juga dapat memperkuat hubungan vertikal
manusia dengan Allah, karena Islam menyatakan bahwa zakat merupakan bentuk
pengabdian (ibadah) kepada Yang maha Kuasa. Salah satu ajaran Islam yang
bertujuan mengatasi kesenjangan antara gejolak sosial tersebut adalah zakat Tak
dapat dipungkiri bahwa zakat sangat berpotensi sebagai sebuah sarana yang
efektif untuk memberdayakan ekonomi umat. Potensi itu bila digali secara
optimal dari seluruh masyarakat Islam dan dikelola dengan baik dengan
manajemen amanah dan profesionalisme tinggi, akan mewujudkan sejumlah dana
yang besar yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dan
memberdayakan ekonomi umat.[ . Ali Hasan, Tuntunan puasa dan Zakat, (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada 2001) Hlm 203 ]

Zakat adalah poros dan pusat keuangan negara Islam. Zakat meliputi bidang
moral,sosial, dan ekonomi. Dalam bidang moral zakat mengikis habis ketamakan
dan keserakahan si kaya. Dalam bidang sosial, zakat bertindak sebagai alat khas
yang diberikan Islam untuk menghapus kemiskinan dari masyarakat dengan
menyadarkan sikaya akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki. Dalam
bidang ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan yang mengerikan dalam
tangan segelintir orang dan memungkinkan kekayaan untuk disebarkan sebelum
sempat menjadi besar dan sangat berbahaya ditangan para pemiliknya. Ia
merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk pembendaharaan negara.
Lembaga-lembaga

konsultasi zakat yang ada belum sepenuhnya mampu menyosialisasikan


pengetahuan tentang zakat kepada masyarakat. Sementara, perkembangan sistem
ekonomi setiap hari terus berkembang dan bervariasi.2 Zakat yang merupakan
tonggak ekonomi Islam yang sudah lama ditinggalkan seharusnya kembali
diperhatikan. Sebab, zakat merupakan sebuah potensi besar yang dapat dijadikan
modal pembangunan negara sebagaimana yang pernah dilakukan oleh pendahulu-
pendahulu Islam. Andai saja konsep zakat diterapkan baik secara nasional maupun
multinasional, maka persoalan kemiskinan di Dunia Islam akan dapat teratasi.
Zakat bukan hanya sekedar simbol akan tetapi sebuah kewajiban bagi umat Islam,
apalagi dengan berkembangnya pengetahuan dan bentuk penghasilan. Pada masa
sekarang sumber zakat tidak hanya meliputi zakat pertanian, peternakan,
perdagangan emas, serta harta terpendam. Tetapi juga meliputi zakat perusahaan,
surat-surat berharga, perdagangan mata uang maupun profesi.[ . Yusuf Qardawi,
Hukum Zakat, Cet 7 (Jakarta; PT Pustaka Litera Antar Nusa,2004) Hlm 484-485 ]

B. Konsep Dasar Zakat

1. Definisi Zakat

Zakat secara bahasa berarti tumbuh (numuww) dan bertambah (ziyadah). Jika
diucapkan zaka al-zar’, artinya adalah tanaman itu tumbuh dan bertambah. Jika
diucapkan zakat alnafaqah, artinya nafkah tumbuh dan bertambah. Juga sering
dikemukakan untuk makna thaharah (suci)[ Wahbah Al-Zuhaly, Zakat kajian
berbagai mazhab, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 82. ].

Zakat adalah hak Allah berupa yang diberikan oleh seseorang (yang kaya) kepada
orang-orang fakir. Harta itu disebut dengan zakat karena didalamnya terkandung
penyucian jiwa, pengembangannya dengan kebaikan-kebaikan, dan harapan untuk

mendapat berkah. Hal itu dikarenakan asal kata zakat adalah azzakah yang berarti
tumbuh, suci, dan berkah. Zakat merupakan salah satu dari lima rukun islam yaitu
rukun islam yang keempat. Karena nilainya yang sangat penting didalam agama
islam, zakat sangat ditekankan didalam Al-Quran.[ Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah
Jilid 2, (Matraman: Darul Fath, 2013), h. 41. ]

Adapun zakat menurut syara’, berarti hak yang wajib

(dikeluarkan dari) harta. Mazhab Maliki mendefinisikannya dengan,


“Mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah
mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang
yang berhak menerimanya(mustahiqq). Dengan catatan, kepemilikan itu penuh
mencapai hawl (setahun) dukan barang tambang dan bukan pertanian.”

Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan,”Menjadikan sebagaian harta yang


khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan
oleh syariat karena Allah SWT. Menurut mazhab Syafi’i, zakat adalah sebuah
ungkapan untuk keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus.[ Ibid.,
84 ]
2. Dasar Hukum Zakat

Di dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat yang secara tegas memerintahkan


pelaksanaan zakat. Perintah Allah SWT tentang zakat tersebut seringkali
beriringan dengan perintah salat. Perintah zakat dalam Al-Qur’an ditemukan
sebanyak 32 kali, 26 kali diantaranya disebutkan bersamaan dengan kata
salat. Hal ini mengisyaratkan bahwa kewajiban mengeluarkan zakat seperti
halnya kewajiban mendirikan salat. Zakat diwajibkan berdasarkan Al-Qur’an
dan Hadist Nabi Muhammad. Dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an banyak
menggunakan bentuk amar (perintah) atau intruksi sebagaimana yang terdapat
dalam surat At-Taubah ayat 103.

Firman Allah dalam At-Taubah ayat 103:7

‫ ِم ْي ٌع‬P‫ َك ٌن لَّهُ ۗ ْم َوهّٰللا ُ َس‬P‫ك َس‬


َ َ‫ ٰلوت‬P‫ص‬
َ ‫لِّ َعلَ ْي ِه ۗ ْم اِ َّن‬P‫ص‬ َ ‫م‬Pْ ‫ُخ ْذ ِم ْن اَ ْم َوالِ ِه‬
َ ‫ا َو‬PPَ‫زَ ِّك ْي ِه ْم بِه‬PPُ‫م َوت‬Pُْ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُره‬
١٠٣ ‫َعلِ ْي ٌم‬

Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan332) dan


membersihkan mereka, dan doakanlah mereka karena sesungguhnya doamu
adalah ketenteraman bagi mereka. Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.

3. Syarat dan Rukun Zakat

a.Syarat Zakat

1.Syarat zakat yang berhubungan dengan subyek atau pelaku (muzakkī : orang
yang terkena wajib zakat) adalah Islam, merdeka, balig dan berakal.

2.Syarat-syarat yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai obyek zakat)


[ Wahbah az-Zuhailī, Kajian Zakat, (Jakarta: Pustaka Dian Antar Kota, 1986), h. ]
[.]

Mengenai jenis harta (kekayaan) yang menjadi obyek zakat secara umum telah
disebutkan dalam al-Qur’an, kemudian

diperincikan dan diperjelas dalam hadis-hadis nabi, menyangkut pada lima


kelompok harta, namun macam- macam jenis harta tersebut, tidak sebagai
pembatasan yang mutlak dan bersifat mati, akan tetapi additional yaitu sesuai
dengan waktu itu.[ Ali Yafie, Pengembangan Manajemen Zakat, (Lampung,
Proyek Pengembangan IAIN Raden Intan Lampung: 1990), h 18. ]

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pada prinsipnya jenis (macam-macam)
harta yang menjadi obyek zakat adalah harta yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut.

a. Milik penuh

Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya kekayaan itu harus berada dalam kontrol
dan dalam kekuasaan yang punya, (tidak bersangkut di dalamnya hak orang lain),
baik kekuasaan pendapatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.

b.Berkembang

Artinya harta itu berkembang, baik secara alami berdasarkan sunatullāh maupun
bertambah karena ikhtiar manusia. Makna berkembang di sini mengandung
maksud bahwa sifat kekayaan itu dapat mendatangkan income, keuntungan atau
pendapatan. Dengan begitu nampak jelas bahwa jenis atau macam-macam harta
(kekayaan) tidak hanya yang dijelaskan dalam hadis nabi, melainkan pada harta
yang mempunyai potensi dapat dikembangkan atau berkembang dengan
sendirinya.

c.Mencapai Nisab

Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya. Contoh:


nisab ternak unta adalah lima ekor dengan kadar zakat seekor kambing. Sehingga
apabila jumlah unta kurang dari lima ekor maka belum wajib dikeluarkan
zakatnya.

d.Lebih dari kebutuhan pokok

Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang
diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.

e.Bebas dari hutang

Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang
kepada Allah (nażar atau wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.

f.Berlaku setahun
Suatu milik dikatakan genap setahun menurut al-Jazaili dalam kitabnya Tanyinda
al-Haqā’iq syarh Kanzu

Daqā’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.[ Syauqi Isma’il Syahatin, Penerapan
Zakat di Dunia Modern (Jakarta: Pustaka Dian Antar Kota, 1986), h. 128. ]

Tahun yang dimaksud adalah hitungan tahun Qamariyyah. Syarat ini hanya
terbatas pada jenis harta: ternak, emas perak dan harta dagangan, masuk dalam
istilah zakat modal. Untuk hasil pertanian, buah-buahan, harta karun dan yang
sejenis disebut zakat pendapatan, tidak disyaratkan satu tahun.

b. Rukun zakat

Rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab (harta), dengan melepaskan
kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang fakir dan miskin,
dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya
yakni imam atau orang yang bertugas untuk memungut zakat.

C. Konsep Dasar Profesi

1. Definisi Profesi

Menurut Yusuf Qardhawi secara etimologis kata zakat berasal dari kata
“zaka”, yang berarti suci, baik, berkah, terpuji, bersih, tumbuh, dan berkembang.
Sedangkan dari segi istilah fikih berarti “sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang-oarang yang berhak” disamping berarti

“mengeluarkan jumlah tertentu itu sendiri”

Sementarai itu, fatwa Ulama yang dihasilkan pada waktu Muktamar Internasional
Pertama tentang zakat di Kuwait pada tanggal 29 Rajab 1404 H yang bertepatan
dengan tanggal 30 April 1984 M bahwa kegiatan yang menghasilkan kekayaan
bagi manusia sekarang adalah kegiatan profesi yang menghasilkan amal yang
bermanfaat, baik dilakukan sendiri, maupun bersama-sama semuanya itu
menghasilkan pendapatan atau gaji. Kekayaan tersebut apabila telah mencukupi
nisabnya wajib dizakatkan. Namanya zakat profesi.

Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa kegiatan penghasilan atau pendapatan


yang diterima seseorang melalui usaha sendiri, dan juga yang terkait dengan
pemerintah seperti pegawai negeri atau pegawai swasta yang mendapatkan gaji
atau upah dalam waktu yang relatif tetap, seperti sebulan sekali. Penghasilan atau
pendapatan yang semacam ini dalam istilah fiqh dikatakan al-maal al-mustafaad

Istilah profesi menurut kamus ilmu pengetahuan adalah pekerjaan dengan


keahlian khusus sebagai mata pencaharian (Kohar, 1988: 200). Profesi juga berarti
suatu bidang pekerjaan yang berdasarkan pendidikan keahlian tertentu (Salim,
1991: 1192). Pada umumnya istilah profesi dimaksudkan sebagai suatu keahlian
mengenai bidang tertentu, di mana perolehannya didahului oleh pendidikan
dengan penguasaan pengetahuan, ilmu dan ketrampilan. Dalam hal ini, suatu
profesi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh nafkah
dengan suatu keahlian tertentu, bukan sekedar menyalurkan kesenangan atau hobi
dan bukan pula sekedar kegiatan awam atau kuli.10

Secara etimologi, kata profesi dan profesional sesungguhnya memiliki beberapa


pengertian. Profesi dalam percakapan sehari-hari dapat diartikan sebagai
pekerjaan (tetap) untuk memperoleh nafkah,

baik legal maupun ilegal. Profesi diartikan sebagai setiap pekerjaan untuk
memperoleh uang. Dalam artian lebih teknis, profesi diartikan sebagai setiap
aktivitas tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara
berkeahlian yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang
bermutu tinggi, dengan imbalan bayaran yang tinggi. Keahlian diperoleh lewat
proses pengalaman, dengan belajar di lembaga pendidikan tertentu, latihan
intensif atau paduan dari ketiganya. Ditinjau dari pengertian ini, sering
dibedakan pengertian profesional dengan profesionalisme sebagai lawan dari
amatir dan amatirisme dalam paradoksal skematik, juga sering dikatakan
pekerjaan tetap lawan dari pekerjaan sambilan.[ Abdul Choliq Dahlan, “HUKUM
PROFESI JURNALISTIK DAN ETIKA MEDIA MASSA” , dalam Jurnal
Hukum, Vol XXV, No. 1, April 2011, (395-411), h 389 . ]

2. Syarat syarat profesi

Menurut Syafrudin Nurdin ada delapan kriteria yang harus dipenuh oleh suatu
pekerjaan agar dapat disebut sebagai profesi, yaitu :

a.Panggilan hidup yang sepenuh waktu

b.Pengetahuan dan kecakapan atau keahlian

c.Kebakuan yang universal

d.Pengabdian
e.Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif

f.Otonomi

g.Kode etik

h.Klien

i.Berperilaku pamong

j.Bertanggung jawab

Robert W. Richey mengemukakan ciriciri dan syarat-syarat profesi sebagai


berikut:

1.Lebih mementingkan pelayanan kemanusiaan yang ideal dibandingkan


dengan kepentingan pribadi.

2.Seorang pekerja profesional, secara aktif memerlukan waktu yang panjang


untuk mempelajari konsep-konsep serta prinsipprinsip pengetahuan khusus
yang mendukung keahliannya.

3.Memiliki kualifikasi tertentu untuk memasuki profesi tersebut serta mampu


mengikuti perkembangan dalam pertumbuhan jabatan.

4.Memiliki kode etik yang mengatur keanggotaan, tingkah laku, sikap dan cara
kerja.

5.Membutuhkan suatu kegiatan intelektual yang tinggi.

6.Adanya organisasi yang dapat meningkatkan standar pelayanan, disiplin diri


dalam profesi, serta kesejahteraan anggotanya.

7.Memberikan kesempatan untuk kemajuan, spesialisasi, dan kemandirian.

8.Memandang profesi suatu karier hidup (alive career) dan menjadi seorang
anggota yang permanen

D. Hukum Zakat Profesi

1. Definisi Zakat Profesi


Wahbah al-Zuhaili menyatakan bahwa kegiatan penghasilan atau pendapatan yang
diterima seseorang melalui usaha sendiri, dan juga yang terkait dengan pemerintah
seperti pegawai negeri atau pegawai swasta yang mendapatkan gaji atau upah
dalam waktu yang relatif tetap, seperti sebulan sekali. Penghasilan atau
pendapatan yang semacam ini dalam istilah fiqh dikatakan al-maal al-mustafaad.

2. Syarat-syarat profesi yang wajib dizakati

Secara umum, dari beberapa hal yang penulis kutip dalam pernyataan al
Qardawi, dapat disimpulkan juga, bahwa penghasilan atau profesi yang wajib
dizakati selain yang sudah disebutkan syara’ dan hadits Nabi secara ekplisit, maka
dibagi menjadi dua bagian, yaitu kasbu al ‘amal dan mihanu al-hurrah. Kasbu
al‘amal adalah pekerjaan seseorang yang tunduk pada perseroan atau
perseorangan dengan mendapatkan upah. Mihanu al hurrah adalah pekerjaan
bebas, tidak terikat pada orang lain (al

Qardawi, 1996: 459). Dari istilah di atas dapat dipetakan, mihan al hurrah dapat
saja meliputi penghasilan yang diperoleh melalui berikut ini: konsultan, notaris,
advocat, dokter spesialis, dan lain sebagainya. Dari ulasan tersebut, seakan dapat
dipahami bahwa al Qardawi berpendapat; kategori zakat profesi (yang wajib
dizakati) adalah segala macam pendapatan yang didapat bukan dari harta yang
sudah dikenakan zakat(al Qardawi, 1996: 459).

Artinya, zakat profesi didapat dari hasil usahamanusia yang mendatangkan


pendapatan dan sudah mencapai nishab. Bukandari jenis harta kekayaan yang
memang sudah ditetapkan kewajibannya melalui al Qurandan hadits Nabi, seperti
hasil pertanian, peternakan, perdagangan, harta simpanan (uang, emas, dan perak),
dan harta rikaz.

Intinya, kewajiban zakat profesi merupakan kewajiban baru dari hasil ijtihad
ulama yang belum ditetapkan sebelumnya, melalui dalil al Quran yang umum
ataupun melalui inspirasi Sunnah yang sejalan dengan prinsip al Quran tersebut.

3. Nisab dan Haul Zakat Profesi

Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, sedikit atau banyak, tetapi
mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab, bersih dari hutang, serta
lebih dari kebutuhan pokok pemiliknya. Hal itu untuk menetapkan siapa yang
tergolong seorang kaya yang wajib zakat karena zakat hanya dipungut dari orang-
orang kaya tersebut, dan untuk menetapkan arti “lebih” (‘afw) yang dijadikan al
Quran sebagai sasaran zakat tersebut. Allah berfirman “mereka bertanya
kepadamu tentang apa yang mereka
nafkahkan”, maka katakanlah: “yang lebih dari keperluan” (QS al

Baqarah: 219). Oleh karena itu Rasulullah juga bersabda: “kewajiban zakat hanya
bagi orang kaya”. Hal itu sudah ditegaskan dalam syarat-syarat kekayaan yang
wajib zakat. Bila zakat wajib dikeluarkan bila cukup batas nisab, maka berapakah
besar nisab dalam kasus ini? Ketika membahas tentang nishab zakat profesi ini,
pada mulanya al Qardawi mengutip pendapat Muhammad al Ghazali, yang
cenderung menqiyaskan zakat profesi dengan zakat al zuru’ (zakat tanaman dan
buah-buahan). al Qardawi berpendapat bahwa orang memperoleh gaji dan
pendapatan dalam bentuk uang, maka yang paling baik adalah menetapkan nishab
gaji itu berdasarkan nishab uang (al Qardawi, 1996: 482). Oleh karenanya,
berdasarkan pendapat al Qardawi tersebut nishab dan prosentase zakat profesi
adalah disamakan dengan zakat uang, emas, dan perak senilai 85 gram dan
kadarnya 2,5%.

Sistem yang dipergunakan dalam pengeluaran zakatnya adalah dengan


mengumpulkan gaji atau penghasilan yang diterima berkalikali dalam waktu
tertentu sampai mencapai nisab (85 gr emas) (al Qardawi, 1973: 484). Hal ini
dapat ditemukan pada kasus

nishab pertambangan, di mana ulama-ulama fiqh berpendapat hasil yang diperoleh


dari waktu ke waktu yang tidak pernah terputus di tengah akan melengkapi untuk
mencapai nishab. Maka dari itu, dapat ditentukan bahwa satu tahun merupakan
suatu kesatuan, menurut pandangan syari’at dan menurut pandangan ahli
perpajakan. Oleh karenanya, ketentuan setahun diberlakukan dalam zakat. Maka
zakat penghasilan bersih dari seorang pegawai dan golongan profesi dapat diambil
dari dalam setahun penuh jika pendapatan tersebut sudah mencapai nishab.

Masih menurut al Qardawi, zakat profesi tersebut diambilkan dari sisa pendapatan
bersih setahun, yang dimaksudkan supaya bila ada hutang dan biaya hidup
terendah serta yang menjadi tanggungan seseorang bias dikeluarkan. Karena biaya
terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang. Senada
dengan al Qardawi, Nukthoh Arfawi Kurde mengatakan bahwa pendapatan bersih
adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah pengeluaran untuk kehidupan layak
untuk makanan, pakaian, cicilan rumah tangga.[ Ibid., h 103-104. ]

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Choliq Dahlan, “HUKUM PROFESI JURNALISTIK DAN ETIKA

MEDIA MASSA” , dalam Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1, April 2011

Ali Yafie, Pengembangan Manajemen Zakat, (Lampung, Proyek

Pengembangan IAIN Raden Intan Lampung: 1990

Deny Setiawan, “Zakat Profesi Dalam Pandangan Islam”, dalam Jurnal

Sosial Ekonomi Pembangunan Tahun I, No.2 Maret 2011

Firdaweri, “ASPEK-ASPEK FILOSOFIS ZAKAT PROFESI”, dalam Jurnal

Pengembangan Masyarakat, Ijtimaiyya, Vol. 7, No. 1, Februari 2014

Hertina, “ZAKAT PROFESI DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM

UNTUK PEMBERDAYAAN UMMAT”, dalam jurnal Hukum Islam,

Vol. XIII No. 1 Juni 2013

Muhammad Aziz dan Sholikah, “ZAKAT PROFESI DALAM PERSPEKTIF

UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 DAN HUKUM ISLAM”,

Ulul Albab Volume 15, No.2 Tahun 2014

Muhammad Aziz dan Sholikah, “METODE ISTINBAT HUKUM ZAKAT

Anda mungkin juga menyukai