ADMINISTRASI PERSIDANGAN
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Administrasi Peradilan
Dosen : Drs. H. Mahalli, SH., MH.
Disusun Oleh
Humaidi
NIM. 1702130163
Fani Aditia
NIM. 1702130134
Al Fanni
NIM. 1702130139
FAKULTAS SYARIAH
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah sederhana
ini, meskipun sangat jauh dari kata sempurna. Shalawat serta salam tak lupa pula
kami haturkan keharibaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga,
sahabat serta kita umat beliau hingga akhir zaman.
Tujuan dalam pembuatan makalah ini antara lain untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Administrasi Peradilan. Selain itu juga untuk menambah
wawasan para pembaca tentang Administrasi Persidangan.
Penulis,
ii
iii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................ 14
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merdeka, di awal kemerdekaan belum terlihat adanya perubahan
terhadap lembaga pengadilan. Berdasarkan pasal II aturan Peralihan Undang-
Undang Dasar 1945, maka Susunan pengadilan masih menggunakan seperti
yang diatur di dalam Undang-Undang N0. 34 Tahun 1942 tersebut diatas.
Perubahan mulai terjadi setelah dikeluarkannya Undang-Undang N0. 19
tahun 1948. Undang-undang ini bermaksud melaksanakan Pasal 24 UUD
1945 tentang kekuasaan kehakiman sekaligus juga mencabut Undang-
Undang No. 7 Tahun 1947 tentang susunan dan kekuasaan Mahkamah Agung
dan Kejaksaan Agung Menurut pasal 6 Undang-Undang No. 19 tahun 1948
dalam Negara Republik Indonesia dikenal adanya 3 lingkungan peradilan,
yaitu : Peradilan umum, Peradilan tata usaha pemerintahan; dan Peradilan
ketentaraan Kemudian sejalan jatuhnya pemrintahan Orde baru yang disertai
dengan tuntutan Reformasi di segala bidang termasuk hukum dan peradilan,
maka para Hakim yang tergabung dalam ikatan Hakim Indonesia (IKAHI)
mendesak pemerintah supaya segera mereformasi lembaga peradilan.
Karena kekuasaan Pengadilan yang ada saat itu masih belum bisa
dipisahkan dari Eksekutif, oleh karena untuk urusan administrasi dan
finansial masih dibawah Menteri Kehakiman yang merupakan pembantu
presiden. Perjuangan menjadi kekuasaan yudikatif yang mandiri dibawah
Mahkamah agung itu itu berlangsung cukup lama hingga kemudian
mengalami perkembangan yang cukup mendasar, yakni setelah
dikeluarkannya Undang-Undang No. 35 tahun 1999 tcntang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 4 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. Dari sinilah kemudian ke Empat lingkungan badan
peradilan dikembalikan menjadi yudikatif dibawah satu atap Mahkamah
Agung. Undang-undang itu sendiri kemudian dicabut dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 4 tahun 2004 tantang Kekuasaan Kehakiman untuk
1
2
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Persiapan Persidangan
1. Penetapan Majelis Hakim
a) Selambat-lambatnya dalam waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak
perkara didaftarkan, Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara.
b) Penetapan Majelis hakim ditanda tangani oleh ketua dan dibubuhi
stempel pengadilan agama/ mahkamah syar’iyah.
c) Dalam penetapan majelis hakim, nama ketua dan anggota majelis
ditulis lengkap sesuai dengan nama yang tercantum dalam SK
pengangkatan sebagai hakim.
d) Jika Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah berhalangan,
melimpahkan tugas tersebut kepada Wakil Ketua Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar'iyah, jika wakil ketua berhalangan menunjuk hakim
senior.
e) Susunan Majelis Hakim hendaknya ditetapkan secara tetap untuk
jangka waktu tertentu. 1
f) Ketentuan Ketua Majelis adalah sebagai berikut :
1) Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar'iyah
selalu menjadi Ketua Majelis.
2) Ketua Majelis adalah Hakim senior pada Pengadilan tersebut.
Senioritas tersebut didasarkan pada lamanya seseorang menjadi
Hakim.
1
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata
Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta.hal 17.
3
4
2
Ibrahim Ahmad Harun, S.Ag. “Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi
Peradilan Agama”, Buku II, Mahkamah Agung Ri Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama,
Hal 34
4
5
3
Ibid., Hal. 35
4
Ibid., Hal. 36
5
6
6
7
5
Ibid., Hal. 37
6
Ibid., Hal. 38
7
8
7
Ibid., Hal. 39
8
9
9
10
12) Penulisan identitas para pihak meliputi nama, umur/ tanggal lahir
agama, pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal dan penulisan
nama dimulai dengan huruf capital.
13) Penulisan identitas para pihak setelah baris pertama dan masuk
pada baris kedua dimulai dari ketukan ke-15 (3 tut tab).
14) Bila para pihak menggunakan kuasa hukum, identitas kuasa
diletakkan setelah identitas para pihak.
15) Kata melawan ditulis “center text” dengan menggunakan huruf
kecil.
16) Kalimat yang digunakan untuk menjelaskan susunan majelis
ditulis dengan “Susunan majelis yang bersidang”.
17) Susunan majelis pada BAS pertama dan BAS lanjutan yang ada
pergantian majelis, susunan majelis ditulis secara lengkap (nama
dan gelar) dengan menggunakan huruf kapital. Sedangkan BAS
lanjutan tanpa pergantian majelis ditulis dengan kalimat “susunan
majelis yang bersidang sama dengan sidang yang lalu”.
18) Alinea pada setiap kalimat harus masuk (lima) karakter.
e) Tanya jawab antara majelis dengan para pihak dan para saksi dalam
BAS menggunakan kalimat langsung.
f) Nomor halaman berita acara sidang harus dibuat secara bersambung
dari sidang pertama sampai sidang yang terakhir.
g) Jawaban (termasuk rekonvensi bila ada), replik, duplik, rereplik,
reduplik, alat bukti dan seluruh dokumen terkait serta kesimpulan
tertulis menjadi kesatuan berita acara dan diberi nomor urut halaman.
h) Berita acara sidang harus sudah selesai dan ditandatangani paling
lambat sehari sebelum sidang berikutnya.
3. Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim
a) Rapat permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia.
b) Jika dipandang perlu dan mendapat persetujuan Majelis Hakim,
Panitera sidang dapat mengikuti rapat permusyaratan Majelis Hakim.
10
11
4. Penyelesaian Putusan
a) Pada waktu diucapkan, putusan harus sudah jadi dan setelah itu
langsung ditandatangani oleh Majelis Hakim dan Panitera Pengganti.
b) Pada salinan putusan halaman terakhir dibuat catatan berkenaan :
1) Adanya permohonan banding atau kasasi.
Contoh :
Dicatat disini : Tergugat telah mengajukan permohonan banding atas
putusan tersebut tanggal ............... (ditandatangani Panitera).
2) Putusan telah BHT. Contoh : Dicatat disini : Putusan tersebut telah
mempunyai kekuatan hukum tetap sejak tanggal ...............
(ditandatangani Panitera).
8
Ibid., Hal. 41
11
12
9
Ibid., Hal. 42
12
13
10
Ibid., Hal. 43
13
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
14
14
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ahmad Harun, Ibrahim. “Pedoman Pelaksana Tugas dan Administrasi Peradilan
Agama”, Buku II, Mahkamah Agung Ri Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Agama. 2013.
Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata
Khusus. Buku II. Edisi 2007. Mahkamah Agung RI, Jakarta. 2008.
15