Anda di halaman 1dari 5

https://yonariza.files.wordpress.com/2013/08/hukum-adat-minangkabau.

pdf
HUKUM PERKAWINAN ADAT MINANGKABAU

Yang dimaksud dengan hukum perkawinan adalah hukum


yang
berkenaan dengan hubungan yang sah antara seorang l
aki laki dengan seorang perempuan
untuk hidup bersama sebagai suami istri.
Hukum perkawinan itu meliputi :
1.
Hukum dengan pelaksanaan perkawinan yang terdiri da
ri :
-
Peminangan
-
Pertuangan
-
Pernikahan
2.
Hukum mengenai hak dan kewajiban suami istri terdir
i dari :
-
Memenuhi kewajiban kewajiban suami istri
-
Hak suami istri
-
Mengenai status anak
-
Mengenai status harta kekayaan
3.
Hukum mengenai putusnya perkawinan :
Di Minangkabau sahnya perkawinan telah mengalami pe
rkembangan
sejak dulu sampai sekarang , sebelum masuknya islam
pengesahan
perkawinan di sahkan secara adat, sehingga perkawin
an yang
dilaksanakan adalah perkawinan yang direstui oleh k
erabat Matrilenial ke
dua belah adat melalui upacara “ manjapuik/ maanta
marapulai “
disamping mengadakan kesepakatan antara ke dua kera
bat atas nama
machluk machluk gaib sesuai kepercayan persekutuan
mereka.
Setelah masuknya islam, islam mengajarkan pula sya
rat formal
perkawinan menurut hukum islam, perkawinan yang sah
adalah
perkawinan yang dilangsungkan menurut akat antara w
ali mempelai
perempuan dengan mempelai laki laki dengan membayar
mahar atas nama
allah. bila tidak dilangsungkan seperti itu hukum i
slam memandang
hubungnan mereka itu haram dengan ancaman neraka (
masuk neraka)
,maka itu masyarakat minang menerima secara keselur
uhan syarat formal
tersebut.
Dengan keluarnya UU no 1 th 1974 pengesahan perkaw
inan di
Minangkabau juga dipengaruhi oleh hukum nasional.
Menurut psl 1 th 1974 :
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seoran
g laki
laki dan seorang perempuan untuk mengatur rumah tan
gga
yang kekal yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa
.
Menurut psl 2 UU 1974 ayat 1 :
Perkawinan adalah sah apa bila dilangsungkan menuru
t
agama dan kepercayaan itu
Ayat 2 :
Setiap perkawinan harus didaftarkan menurut peratur
an UU
yang berlaku.
Menurut psl 10 ayat 3 PP no 9 th 1975 :
Perkawinan harus dilangsungkan dihadapan pegawai
pencatat, pegawai pencatat yang dimaksudkan bagi
masyarakat islam adalah pengurus P3 NTR ( pegawai
pelaksana pencatatan)
Dengan demikian di Minangkabau dewasa ini berlaku 3
macam perkawinan :
1.
Hukum perkawinan adat
2.
Hukum perkawinan Islam
3.
Hukum perkawinan per UU Nasiona

orang Minang selalu berusaha memenuhi semua syarat perkawinan yang lazim di Minangkabau.

C. Persyaratan Perkawinan http://adatperkawinanminangkabau.blogspot.co.id/2011/12/adat-


perkawinan-di-minang-kabau.html

Syarat-syarat itu menurut Fiony Sukmasari dalam bukunya Perkawinan Adat Minangkabau adalah
sebagai berikut :
1. Kedua calon mempelai harus beragama Islam.
2. Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali pesukuan itu
berasal dari nagari atau luhak yang lain.
3. Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan keluarga kedua
belah pihak.
4. Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat menjamin
kehidupan keluarganya.
Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas dianggap perkawinan sumbang, atau
perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat Minang. Selain dari itu masih ada tatakrama dan
upacara adat dan ketentuan agama Islam yang harus dipenuhi seperti tatakrama jopuik manjopuik,
pinang meminang, batuka tando, akad nikah, baralek gadang, jalang manjalang dan sebagainya.
Tatakrama dan upacara adat perkawinan inipun tak mungkin diremehkan karena semua orang Minang
menganggap bahwa “Perkawinan itu sesuatu yang agung”, yang kini diyakini hanya “sekali” seumur
hidup. (Sumber : Adat Minangkabau, Pola & Tujuan Hidup Orang Minang)
D. Fungsi Perkawinan
Manusia dalam perjalanan hidupnya melalui tingkat dan masa-masa tertentu yang dapat kita sebut
dengan daur-hidup. Daur hidup ini dapat dibagi menjadi masa balita (bawah usia lima tahun), masa
kanak-kanak, masa remaja, masa pancaroba, masa perkawinan, masa berkeluarga, masa usia senja dan
masa tua.
Tiap peralihan dari satu masa ke masa berikutnya merupakan saat kritis dalam kehidupan manusia itu
sendiri. Salah satu masa peralihan yang sangat penting dalam Adat Minangkabau adalah pada saat
menginjak masa perkawinan.
Masa perkawinan merupakan masa permulaan bagi seseorang melepaskan dirinya dari lingkungan
kelompok keluarganya, dan mulai membentuk kelompok kecil miliknya sendiri, yang secara rohaniah
tidak lepas dari pengaruh kelompok hidupnya semula. Dengan demikian perkawinan dapat juga disebut
sebagai titik awal dari proses pemekaran kelompok. Pada umumnya perkawinan mempunyai aneka
fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai sarana legalisasi hubungan seksual antara pria dengan wanita dipandang dari sudut adat
dan agama serta undang-undang negara.
2. Penentuan hak dan kewajiban serta perlindungan atas suami istri dan anak-anak.
3. Memenuhi kebutuhan manusia akan teman hidup status sosial dan terutama untuk memperoleh
ketentraman batin.
4. Memelihara kelangsungan hidup “kekerabatan” dan menghindari kepunahan.
E. Macam-macam Perkawinan / Pernikah
1. Kawin Syighar
Kawin Syighar adalah (tukar-menukar anak) pada masa jahiliyah. Dalam perkawinan ini, si A
mengawinkan anak perempuannya kepada si B, dengan syarat si B harus mengawinkan anak
perempuannya kepada si A. Tetapi, dalam perkawinan ini, kedua-duanya tidak memakai mas kawin.
Dalam perkawinan Syighar ini tidak hanya dilakukan oleh sang ayah terhadap anak perempuannya saja,
tetapi dilakukan oleh saudara lelakinya terhadap saudara perempuannya yang berada di bawah
kekuasaannya. Jadi, kawin Syighar itu bukan hanya bertukar anak, tetapi bertukar saudara.
2. Kawin Sifah,
Kawin Sifah adalah kawin yang tidak menurut peraturan agama atau katakanlah; perkawinan lacur,
melakukan perzinahan dengan wanita-wanita pelacur. Di zaman Jahiliyah, perkawinan Sifah itu ialah
orang laki-laki datang kepada wanita yang hendak dicampuri dirinya dengan tidak menolak siapapun
lelaki itu. Di depan pintu rumah-rumah wanita-wanita itu telah ditaruh bendera sebagai tanda bahwa
mereka telah siap menerima tamu lelaki yang berhajat kepadanya. Apabila di antara wanita itu ada yang
melahirkan anak, maka dipanggillah seorang dukun untuk kemudian diperiksalah para lelaki yang pernah
bersenggama dengannya.
Setelah dilihat dan diperiksa dengan teliti raut muka anak dan lelaki yang pernah menggaulinya itu, dan
terdapat ada kesamaan atau kemiripan dari salah seorang di antara mereka, lalu diserahkan anak itu
kepadanya, dengan catatan ia tidak boleh menolak. Model ini mirip sekali dengan pola kedua dan ketiga
dalam riwayat Aisyah ra seperti dikemukakan di atas. Menurut keterangan lain, bahwa yang dinamakan
kawin Sifah itu ialah, orang-orang Arab di zaman Jahiliah biasa melakukan perkawinan secara liar dengan
wanita-wanita budak, tidak dengan wanita merdeka.
3. Kawin Muth'ah
Kawin Muth’ah adalah kawin untuk sementara. Dalam perkawinan ini, seorang lelaki mengawini seorang
wanita dengan pernjanjian hanya sementara waktu saja, dan apabila sudah cukup waktunya, maka
wanita tersebut diceraikannya. Sebab, perkawinan ini hanya untuk pelampiaskan nafsu dan bersenang-
senang dalam sementara waktu belaka.
Dalam perkawinan Muth'ah pihak lelaki tidak diwajibkan membayar mas kawin kepada wanita yang
dikawininya, juga tidak memberikan belanja untuk keperluan hidupnya. Wanita tidak berhak mendapat
harta pusaka dari suaminya serta tidak ada iddah sesudah diceraikan dan lain sebagainya. Hanya cukup
sang suami memberikan kain dan barang apapun sebagai upahan, tetapi wanita berkewajiban
memelihara hak milik suaminya dan mengurus semua kepentingannya.
Perkawinan atau pernikahan merupakan legalisasi penyatuan antara laki-laki dan perempuan sebagai
suami isteri oleh institusi agama, pemerintah atau kemasyarakatan. Berikut ini merupakan macam-
macam perkawinan beserta pengertian / arti definisi :
1. Bentuk Perkawinan Menurut Jumlah Istri / Suami
a. Monogami
Monogami adalah suatu bentuk perkawinan / pernikahan di mana si suami tidak menikah dengan
perempuan lain dan si istri tidak menikah dengan lelaki lain. Jadi singkatnya monogami merupakan nikah
antara seorang laki dengan seorang wanita tanpa ada ikatan penikahan lain.
b. Poligami
Poligami adalah bentuk perkawinan di mana seorang pria menikahi beberapa wanita atau seorang
perempuan menikah dengan beberapa laki-laki. Berikut ini poligami akan kita golongkan menjadi dua
jenis :
1) Poligini : Satu orang laki-laki memiliki banyak isteri. Disebut poligini sororat jika istrinya kakak
beradik kandung dan disebut non-sororat jika para istri bukan kakak adik.
2) Poliandri : Satu orang perempuan memiliki banyak suami. Disebut poliandri fraternal jika si suami
beradik kakak dan disebut non-fraternal bila suami-suami tidak ada hubungan kakak adik kandung.
2. Bentuk Perkawinan Menurut Asal Isteri / Suami
a. Endogami
Endogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang sama.
b. Eksogami
Eksogami adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan dalam lingkungan yang
berbeda. Eksogami dapat dibagi menjadi dua macam, yakni :
1) Eksogami connobium asymetris terjadi bila dua atau lebih lingkungan bertindak sebagai pemberi
atau penerima gadis seperti pada perkawinan suku batak dan ambon.
2) Eksogami connobium symetris apabila pada dua atau lebih lingkungan saling tukar-menukar jodoh
bagi para pemuda.
Eksogami melingkupi heterogami dan homogami. Heterogami adalah perkawinan antar kelas sosial yang
berbeda seperti misalnya anak bangsawan menikah dengan anak petani. Homogami adalah perkawinan
antara kelas golongan sosial yang sama seperti contoh pada anak saudagar / pedangang yang kawin
dengan anak saudagar / pedagang.
3. Bentuk Perkawinan Menurut Hubungan Kekerabatan Persepupuan
a. Cross Cousin
Cross Cousin adalah bentuk perkawinan anak-anak dari kakak beradik yang berbeda jenis kelamin.
b. Parallel Cousin
Cross Cousin adalah bentuk perkawinan anak-anak dari kakak beradik yang sama jenis kelaminnya.
4. Bentuk Perkawinan Menurut Pembayaran Mas Kawin / Mahar, Mas kawin.
Adalah Suatu tanda kesungguhan hati sebagai ganti rugi atau uang pembeli yang diberikan kepada orang
tua si pria atau si wanita sebagai ganti rugi atas jasa membesarkan anaknya.
a) Mahar / Mas Kawin Barang Berharga
b) Mahar / Mas Kawin Uang
c) Mahar / Mas Kawin Hewan / Binatang Ternak, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai