Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

Hukum Waris

Disusun oleh:

Kelompok 3

 Jubaedah
 Andriansyah
 Nasrullah

SMK PLUS AL-INAYAH PEGANDIKAN


TAHUN AJARAN 2019-2020
KATA PENGANTAR
Dengan Menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Persatuan Dan Kerukunan”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Atas Perhatiannya kami ucapkan Terima Kasih.

Penyusun
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL(COVER) 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I : PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang 4
1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan 4

BAB II : PEMBAHASAN (ISI) 5


6

BAB III : PENUTUP 7


3.1 Kesimpulan 7
3.2 Saran 7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua tahap itu
membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, terutama ,dengan orang yang
dekat dengannya. Baik dekat dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan.
Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain serta
timbulnya hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat dan masyarakat
lingkungannya.
Demikian jugadengan kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat hukum kepada
diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya, selain itu, kematian tersebut
menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya (si mayit) yang berhubungandengan
pengurusan jenazahnya. Dengan kematian timbul pula akibat hukum lain secara otomatis,
yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para keluarganya (ahli waris)
terhadap seluruh harta peninggalannya.[1]
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang
menyangkut bagaiman acara penyelesaian harta peninggalan kepada keluarganya yang
dikenal dengan nama Hukum Waris. Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal dengan
nama IlmuMawaris, Fiqih Mawaris, atau Faraidh.
Dalam hukum waris tersebut ditentukanlah siapa-siapa yang menjadi ahli waris, siapa-siapa
yang berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut, berapa bagian mereka masing-
masing bagaimana ketentuan pembagiannya serta diatur pula berbagai hal yang berhubungan
dengan soal pembagian harta warisan.
Hukum waris islam adalah salah satu dari obyek yang dibahas dalam Hukum Perdata Islam
di Indonesia selain masalah munakahah dan muamalah. Masalah hukum waris islam ini
sangat penting sekali untuk difahami oleh umat muslim. Akan tetapi seperti yang telah
banyak kita ketahui, hukum waris islam di Indonesia sudah mulai ditinggalkan oleh umat
muslim. Karena hukum waris islam itu sendiri dianggap sulit untuk diterapkan dalam
kehidupan masyarakat. Semakin kompleknya hubungan kekerabatan atau kekeluargaan yang
terdapat dalam masyarakat menjadi salah satu faktor yang menjadi penyebab hukum waris
islam mulai ditinggalkan masyarakat, dan mayoritas umat muslim sekarang ini menggunakan
hukum waris yang umum digunakan dalam masyarakat bukan hukum waris islam yang telah
di atur dalam Al-Qur’an dan juga As-sunnah.
B.     Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Waris dan Hukum Waris
2. Bagaimana Hukum Waris Islam
3. Bagaimana Syarat Mendapatkan Warisan
C.    Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Waris dan Hukum Waris.
2. Untuk Mengetahui Hukum Waris Islam.
3. Untuk Mengetahui Syarat Untuk Mendapatkan Warisan
BAB II
PEMBAHASAN (ISI)
A.    Pengertian Waris Dan Hukum Waris
Mawaris adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara pembagian harta waris.
Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraid. Harta waris ialah harta peninggalan orang mati.
Di dalam islam, harta waris disebut juga tirkahyang berarti peninggalan atau harta yang
ditinggal mati oleh pemiliknya. Di kalangan tertentu, harta waris disebut juga harta
pusaka. Banyak terjadi fitnah berkenaan dengan harta waris. Terkadang hubungan
persaudaraan dapat terputus karena terjadi persengketaan dalam pembagian harta
tersebut. Islam hadir memberi petunjuk cara pembagian harta waris. Diharapkan dengan
petunjuk itu manusia akan terhindar dari pertikaian sesame ahli waris.
Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras (‫وارث‬FF‫)م‬, yang
merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa –yarisu – irsan – mirasan. Maknanya
menurut bahasa adalah ; berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari
suatu kaum kepada kaum lain.
B.     Hukum Waris Islam
 Definisi Hukum Waris Islam
Dalam beberapa literatur Hukum Islam ditemui beberapa istilah untuk
menamakan Hukum Waris Islam, seperti fiqh mawaris, ilmu faraidh dan hukum
kewarisan. Perbedaan dalam penamaan ini trjadi karena perbedaan arah yang dijadikan
titik utama dalam pembahasan.
Pengertian Hukum Waris Menurut Islam adalah suatu disiplin ilmu yang
membahas tentang harta peninggalan, tentang bgaimana proses pemindahan, siapa saja
yang berhak menerima bagian harta warisan / peninggalan itu serta berapa masing-
masing bagian harta waris menurut hukum waris islam.
Prof. T.M. Hasby As-Shid dalam bukunya hukum islam yang berjudul fiqh
mawaris (Hukum Waris Islam)telah memberikan pemahaman tentang pengertian hukum
waris menurut islam ialah:
"Ilmu yang dengan dia dapat diketahui orang-orang yang menjadi ahli waris
dalam islam, orang yang tidak dapat mewarisi harta warisan menurut islam, kadar yang
diterima oleh masing-masing ahli waris dalam islam serta cara pengambilannya"
Hukum Waris Islam  kadang-kadang disebut juga dengan istilah Al-Faraidh
bentuk jamak dari kata fardh, yg artinya kewajiban dan atau bagian tertentu. Apabila
dihubungkan dngan ilmu, menjadi ilmu faraidh, maksudnya ialah ilmu untuk mengetahui
cara membagi harta waris orang yang telah meninggal dunia kepada yang berhak
menerimanya menurut hukum islam. Di dalam ketentuan Hukum Waris Menurut
Islam yang terdapat dalam Al-quran lebih banyak yang ditentukan dibandingkan yang
tidak ditentukan bagiannya.
C.      Syarat Mendapatkan Warisan.
Adapun syarat-syarat untuk mendapatkan warisan adalah :
a.       Harus ada orang yang meninggal.
b.      Harus dilahirkan hidup atau dianggap sebagai subyek hukum pada hari kematian
pewaris.
c.       Ahli waris itu patut / pantas menerima warisan.
Ketentuan mengenai ahli waris yang tidak patut menerima warisan, sebagaimana
diatur dalam pasal 838, 839 dan 840 BW. Yang intinya adalah sebagai berikut :
a.       Pasal 838 BW mengatur tentang yang dianggap tidak patut menjadi ahli waris dan
karenanyapun dikesampingkan dari pewarisan, yaitu :
1)      Orang yang dihukum karena membunuh/mencoba membunuh si pewaris.
2)      Orang yang dihukum karena memfitnah si pewaris pada waktu masih hidup.
3)      Orang yang dengan kekerasan atau secara paksa mencegah si pewaris membuat wasiat
atau memaksa untuk mencabut wasiatnya.
4)      Orang yang telah menggelapkan dan merusak atau memalsukan surat wasiat.
b.      Pasal 839 BW mengatur tentang ketentuan bahwa orang yang tidak patut menerima
warisan, harus mengembalikan semua hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya
semenjak warisan tersebut terbuka.
c.       Pasal 840 BW mengatur tentang ketentuan bahwa anak-anak dari orang yang tidak
patut menerima warisan tetap berhak menerima warisan, tetapi orang tuanya ( yang tidak
patut menerima warisan tersebut ) tidak boleh menikmati hasil warisan tersebut.
Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana seandainya pewaris memberikan wasiat
kepada seseorang yang kemudian ternyata orang tersebut dinyatakan tidak patut
menerima warisan ? Bagaimana pula jika demikian halnya dengan suami/istri dan anak-
anaknya ? Hal ini diatur dalam , intinya adalah istri/suami dan keturunan dari orang yang
mendapat warisan berdasarkan wasiat dan kemudian dinyatakan tidak patut menerima
warisan, tidak berhak mendapat warisan tersebut. Maka warisan ini jatuh pada saudara-
saudara pewaris yang dekat ( golongan II ).
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

   Fiqih Mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang siapa-siapa ahli waris yang
berhak menerima warisan, siapa-siapa yang tidak berhak mnerima, serta bagian-
bagian tertentu yang diterimanya, dan bagaimana cara penghitungannya.
Al-Faraidh dalam bahasa Arab adalah bentuk plural dari kat tunggal Faradha, yang
berakar kata dari huruf-huruf fa, ra, dan dha. Dan tercatat 14 kali dalam Al-Quran,
dalam berbagai konteks kata. Karena itu, kata tersebut mengandung beberapa
makna dasar, yakni suatu ketentuan untuk maskawin, menurunkan Al-Quran,
penjelasan, penghalalan, ketetapan yang diwajibkan, ketetapan yang pasti, dan
bahkan di lain ayat ia mengandung makna tidak tua.
Bahwa sisa harta warisan baik setelah ahli waris mendapatkan begiannya maupun
karena tidak ada ahli waris, tidak boleh diselesaikan dengan jalan Radd maupun
diserahkan kepada Dzawil Arham, tetapi harus diserahkan ke baitul Mal untuk
kepentingan umat islam.

1.2 Saran

Mungkin inilah yang diwacanakan pada penulisan makalah ini meskipun


penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita mengimplementasikan tulisan ini.
Masih banyak kesalahan dari penulisan makalah ini, karna kami manusia yang
adalah tempat salah dan dosa: dalam hadits “al insanu minal khotto’ wannisa’, dan
kami juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang
lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih atas
dosen pembimbing mata kuliah Piqih yang telah memberi kami tugas individu
demi kebaikan diri kita sendiri dan untuk negara dan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai