Anda di halaman 1dari 25

Kelompok 2 :

 Aji agung saputra


HUKUM ADAT DAN HUKUM TANAH
 Rangga bimo NASIONAL
A. PENGERTIAN HUKUM TANAH DAN MACAM-
MACAM TANAH

1. Pengertian Hukum Tanah


Hukum tanah (groundrecht) ialah semua norma yang
tertulis maupun tidak tertulis mengenai tanah, yang
antara lain mengatur tentang : Hak dan kewajiban
subyek hukum atas tanah, Cara-cara memperoleh
tanah, Peralihan hak atas tanah dan Semua
perjanjian yang berhubungan dengan tanah.
Menurut Mr.B.Ter Haar Bzn membedakan dua macam pengertian mengenai
hukum tanah, yaitu
1. Hukum tanah dalam keadaan diam (groundrecht in rust) Mengatur
tentang hak-hak atas tanah, baik hak masyarakat hukum atas tanah,
maupun mengenai hak perseorangan atas tanah, seperti hak membuka
tanah, hak milik, hak memungut hasil, hak wenang pilih/hak wenang beli,
hak keuntungan jabatan atas tanah dan sebagainya.
2. Hukum tanah dalam keadaan bergerak (grondrecht in bewoging) Mengatur
tentang hak untuk memperoleh dan memindahkan hak atas tanah, seperti
hak menjual tanah, menghadiahkan tanah, menghibahkan tanah,
menyediakan tanah untuk badan hukum adat (wakaf, yayasan) dan
sebagainya.
2. MACAM-MACAM TANAH MENURUT HUKUM
ADAT
a. Berdasarkan cara memperolehnya

1. Tanah yasan/ tanah trukah/ tanah truko, ialah tanah yang diperoleh
seseorang dengan cara membuka tanah sendiri (membuka hutan).
2. Tanah pusaka/ tanah tilaran, ialah tanah yang diperoleh seseorang dari
pemberian (hibah) atau warisan orang tuanya.
3. Tanah pekulen/ tanah gogolan, ialah tanah yang diperoleh seseorang dari
pemberian desanya.
b. berdasarkan tujuan penggunaanya
1. Tanah bengkok/tanah pituwas/tanah lungguh, ialah tanah milik desa
(persekutuan hukum) yang diserahkan kepada seseorang yang
memegang jabatan pemerintah di desa itu untuk diambil hasilnya
sebagai upah jabatannya.
2. Tanah suksara/tanah kemakmuran, ialah tanah milik desa
(persekutuan hukum) yang diusahakan/digarap untuk kepentingan
desa atau untuk kesejahteraan masyarakat desanya (jawa,bondo
deso,sunda,titisara).
B. PENTINGNYA TANAH BAGI MANUSIA DAN
PERSEKUTUAN
Terdapat dua hal yang menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan yang
sangat penting dalam hal hukum adat, yaitu
1. Karena sifatnya
Yakni merupakan satu satunya benda kekayaan yang meskipun
mengalami keadaan yang bagaimanapun juga, masih bersifat tetap dalam
keadaanya, bahkan bisa menjadi lebih menguntungkan.
Contohnya : sebidang tanah jika diatasnya dibakar maka setelah api itu
padam tanah tersebut tidak akan lenyap. Serta saat dilanda banjir, setelah
airnya surut humus yang terbawa bisa mendatangkan kesuburan bagi tanah
itu.
2. Karena fakta
Yaitu suatu kenyataan bahwa tanah itu ;
A. Merupakan tempat tinggal persekutuan
B. Memberikan penghidupan kepada persekutuan.
C. Merupakan tempat dimana para warga persekutuan yang
D. Meninggal dikebumikan.Juga tempat tinggal kepada dayang
dayang pelindung persekutuan dan roh para leluhur persekutuan.
C. HAK PERSEKUTUAN / ULAYAT HUKUM ATAS
TANAH

Hak ulayat merupakan hak penguasaan atas tanah


tertinggi dalam hukum adat. Dari hak ulayat, karena
proses individualisasi dapat lahir hak-hak perorangan (hak
individual). Istilah hak ulayat disebut oleh van Vollen Hoven
sebagai beschikkingrecht, oleh Soepomo disebut Hak
Pertuanan, Teer Haar mengistilahkannya sebagai Hak
Pertuanan, dan masyarakat minang menyebutnya dengan
kosa kata ulayat.
Subyek hak ulayat adalah Masyarakat Hukum Adat, yang di dalamnya
ada anggota masyarakat hukum adat dan ada pula Ketua dan para
Tetua Adat.Para anggota masyarakat hukum adat secara bersama-sama
memiliki hak yang bersifat keperdataan atas wilayah adat tersebut. Ter
Haar mengatakan bahwa anggota masyarakat hukum adat dapat
mempergunakan hak pertuanannya dalam arti memungut keuntungan
dari tanah itu, tentu seizin Ketua Adat. Hak mempergunakan ini jika
berlangsung lama dan terus menerus menjadi cara yang menjadikan
bagian dari hak ulayat sebagai hak individual. Hal itu yang disebut
sebagai proses individualisasi hak ulayat.
Undang-Undang Pokok Agaria (UUPA) terhadap hak ulayat, yaitu UU
no 5 tahun 1960 (LN 1960 no 104) mengakui berlakunya hukum adat
mengenai tanah, sebagaimana dicantumkan dalam pasal 5 UUPA yang
berbunyi: “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang
angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentinagn nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan
yang tercantum dalam undang-undang ini dan dengan peraturan
perundangan lainya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur
yang berdasarkan hukum agama”
Dengan demikian adanya hak ulayat dalam hukum Agraria yang
berdasarkan hukum adat juga diakui oleh UUPA, meskipun tidak dengan
kebebasan yang sepenuhnya karena harus memperhatikan kepentingan
yang lebih tinggi, yaitu kepentingan bangsa dan negara.
D. HAK PERSEORANGAN ATAS TANAH
Hak perseorangan atas tanah merupakan hak yang diberikan kepada warga
negara persekutuan/warga desa/orang luar atas sebidang tanah yang
berada di wilayah hak pertuanan pada persekutuan hukum yang
bersangkutan. Hak-hak perseorangan atas tanah menurut hukum adat antara
lain:
1.Hak milik/ hak yasan
Ialah hak seseorang yang memberikan kekuasaan penuh atas sebidang
tanah kepada pemiliknya, dalam batas-batas hak ulayat. ( misalnya hak
menjual, menjadikan jaminan hutang, mewariskan dan sebagainya). Ada 3
macam hak milik atas tanah, yaitu:
A. Hak milik perseorangan
Hak ini terbagi atas dua macam, yaitu;
1. Hak milik perseorangan yang bebas, dalam arti bebas dari
pengaruh hak ulayat, seperti yang melekat pada tanah yasan di jawa
tengah/ tanah-tanah milik tuan tanah di daerah jawa barat yang
benar-benar dapat bertindak sebagai yang diperuntukan atas tanah
miliknya.
2. Hak milik perseorangan yang terkekang, yaitu terkekang oleh hak
ulayat, seperti yang terjadi atas tanah sawah/pekulen di jawa tengah
atau tanah kasikepan di daerah cirebon.
B. Hak milik persekutuan
hak ini yakninya tanah milik persekutuan yang mungkin berasal dari
membuka hutan atau membeli dari perseorangan yang dikerjakan untuk
kepentingan persekutuan itu sendiri, misalnya tanah suksara di jawa
tengah/ drue desa di bali, tanah ulayat di minangkabau
C. Hak milik keluarga, yaitu tanah milik bersama para anggota keluarga
tertentu, seperti tanah tilaran di jawa tengah, tanah pusaka di
minangkabau, tanah dati di ambon, tanah pesini di minahasa dan
sebagainya.
Hak milik atas tanah ini dapat diperoleh dengan berbagai macam cara,
antara lain : dengan membuka tanah/hutan pertuanan, mendapatkan
warisan tanah, mendapat tanah sebagai akibat perbuatan
hukum/transaksi tanah, seperti karena pembelian, penukaran hadiah dan
sebagainya, karena daluwarsa/lampau waktu.
2.Hak membuka tanah
ialah hak warga persekutuan untuk membuka tanah hutan atau berlukar
yang termasuk lingkungan pada pertuanan dengan persetujuan kepala
persekutuan.
Hak ini dapat merupakan hak untuk mengolah tanah hutan belukar untuk
dijadikan lahan pertanian, daerah pemukiman dan sebagainya. Hak
membuka hutan ini dalam prakteknya dapat pula ia dimiliki oleh orang
luar (bukan warga persekutuan) yang telah mendapat izin dari kepala
persekutuan hukum adat setempat, kalau terjadi demikian maka hak
mereka ini bukan berdasarkan hak pertuanan, melainkan berdasarkan
perjanjian yang harus disertai dengan pembayaran uang pengakuan
atau uang persembahan/upeti (mesi di jawa).
Bagi warga persekutuan sendiri pada umumnya tidak diperlukan izin
dari kepala persekutuan dan pembayaran upeti, melainkan cukup
dengan sepengetahuan saja.
3.Hak memungut hasil/hak menikmati hasil/hak anggaduh
Maksudnya ialah hak seseorang yang diberikan oleh persekutuan untuk
memungut hasil atau mengerjakan tanah tertentu milik persekutuan
dalam waktu yang terbatas.
Pada dasarnya hak ini hanya diberikan kepada orang yang bukan
warga persekutuan untuk mengolah sebidang tanah selama satu atau
beberapa kali masa tertentu saja, dan kalau ada yang mendapatkan
lebih dari satu masa panen, sebenarnya hanya merupakan satu
rangkaian saja. Hak ini diberikan paling lama seumur hidup sehingga
tidak dapat diwariskan.
Hak anggaduh ini dapat dipindahkan/dihibahkan oleh pemegang
haknya kepada orang lain selama masih hidup, karena hak ini berakhir
Dengan meninggalnya si pemegang hak (jurisprudensi MA tgl 19
Nopember 1958 no 340 k/sip/58).
4.Hak pakai/ hak anggarap
Hak ini ialah hak anggota keluarga untuk mengerjakan tanah milik bersama dari anggota
keluarga (misalnya hak atas tanah pusaka di daerah minangkabau yang disebut ganggam
bauntuik.
Hak pakai ini merupakan hak sesama warga persekutuan atau sesama anggota keluarga,
dan berlangsung untuk waktu yang lama. Jadi dalam hak ini pemilikan atas tanah pusaka itu
ada di tangan persekutuan, tetapi pemanfaatannya dibagi-bagi diantara para keluarga
yang menguasai tanah tersebut.
5.Hak wenang pilh/ hak kinacek
Ialah hak warga persekutuan untuk memakai, mengolah atau mendapatkan tanah lebih
dahulu dari orang lain.
6.Hak wenang beli
Ini adalah hak seseorang yang karena sesuatu hal berhak membeli sebidang tanah terlebih
dahulu dari orang lain, dengan harga yang sama kalau tanah tersebut dibeli oleh orang lain.
Hak ini meliputi tanah pertanian, tanah pekarangan, kolam ikan dan sebagainya.
7.Hak keuntungan jabatan
Merupakan hak pejabat desa/pamong desa/prabot desa untuk mengerjakan tanah milik
desa atau persekutuan hukum adat dan mengambil hasilnya sebagai upah jabatannya.
E. TRANSAKSI-TRANSAKSI ATAS TANAH

Dalam hal ini terdapat dua macam jenis transaksi atas tanah, yaitu
transaksi yang bersifat sepihak dan bersifat dua belah pihak.
Masing-masing transaksi ini memiliki perbedaan yang mendasar
yakni dari para peakunya sendiri.

1. Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak


Sebagai contoh dari transaksi tanah semacam ini,dapat disebut:
A. Pendirian suatu desa, sekelompok orang-orang mendiami suatu
tempat tertentu dan membuat perkampungan diatas tanah
itu,membuka tanah pertanian,mengubur orang-orang yang meninggal
dunia di tempat itu dan lain sebagainya, sehingga lambat laun
tempat itu menjadi desa, lambat laun timbul hubungan religio magis
antara desa dengan tanah tersebut, tumbuh suatu hubungan hukum
antara desa dan tanah dimaksud, tumbuh suatu hak atas tanah itu
bagi persekutuan yang bersangkutan, yakni hak ulayat.
B. Pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan, kalau seorang
individu, warga persekutuan dengan izin kepala desa membuka
tanah wilayah persekutuan, maka dengan menggarap tanah itu
terjadi suatu hubungan hukum dan sekaligus juga hubungan religio
magis antara warga yang bersangkutan, dengan tanah dimaksud.
2. Transaksi/perjanjian jual beli tanah yang bersifat perbuatan hukum dua Pihak.
Dalam hukum tanah perbuatan hukum ini disebut transaksi jual (jawa disebut adol
atau sade. Transaksi jual ini menurut isinya dapat dibedakan dalam tiga macam:
A. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan disertai ketentuan, bahwa yang
menyerahkan tanah, dapat memiliki kembali tanah tersebut, dengan pembayaran
sejumlah uang (sesuai perjanjian)
B. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan tanpa syarat, jadi untuk
seterusnya/selamanya disebut adol plas, run tumurun (jawa), menjual gada
(kalimantan), menjual lepas (riau dan jambi)
C. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan disertai perjanjian, bahwa
apabila kemudian tidak ada perbuatan hukum lain, sesudah satu dua tahun atau
beberapa kali panen, tanah itu kembali lagi kepada pemilik tanah semula
disebut menjual tahunan, adol oyodan (jawa).
Pada umumnya untuk transaksi-transaksi ini dibuatkan suatu akta
yang ditanda tangani (cap jempol) oleh yang menyerahkan serta
dibubuhi pula tanda tangan kepala persekutuan dan saksi-saksi. Akta ini
adalah merupakan suatu bukti. Tentang penyerahan tanahnya sendiri
dalam kenyataanya dapat juga ditunda untuk beberapa waktu lamanya,
tetapi hak si penerima atas tanah itu mulai berlaku sejak saat
persetujuan terjadi.
Masalah jual beli tanah:
1. perkaranya : jaksa agung pada tanggal 1 oktober 1958 mengajukan
kasasi atas putusan pengadilan negeri semarang, dengan mengajukan
keberatan-keberatan sebagai berikut, jual beli tanah adat antara
penjual orang eropa dan pembeli bangsa indonesia asli supaya
dinyatakan tidak sah, karena dilakukan tanpa ikut sertanya lurah dari
daerah dimana tanah tersebut terletak.
2. keputusan MA tanggal 13 Desember 1958 no. 4 k/Rup/1958 : MA
berpendapat bahwa bagi tanah milik menurut hukum adat tetap berlaku
hukum adat, meskipun itu dijual belikan oleh orang Eropa, sehingga tidak
mungkin dibalik nama. Namun mengenai sahnya jual beli MA
berpendapat bahwa ikut sertanya kepala desa belum ternyata sebagai
syarat mutlak untuk sahnya jual beli tanah dalam hukum adat, campur
tangan kepala desa hanyalah merupakan faktor yang lebih menyakinkan
akan sahnya jual beli tanah tersebut.
3. suatu permohonan kasasi oleh Jaksa Agung untuk kepentingan hukum
tidak boleh merugikan fihak-fihak yang berkepentingan dan hanya
dimaksudkan untuk memperoleh suatu pendapat dari MA mengenai suatu
persoalan hukum, agar untuk perkara yang serupa dimasa yang akan
datang dianut oleh hakim bawahan.
F. TRANSAKSI YANG ADA HUBUNGAN
DENGAN TANAH
Dalam transaksi-transaksi ini objeknya bukan tanah, tetapi hanya mempunyai
hubungan dengan tanah. Adapun transaksi-transaksi yang berhubungan dengan
tanah yaitu sebagai berikut;
1. Perjanjian paruh hasil tanam
Ini merupakan suatu perjanjian yang terkenal dan lazim dalam segala lingkungan-
lingkungan hukum. Dasar perjanjian paruh hasil tanam ini ialah saja ada sebidang
tanah tapi tak ada kesempatan atau kemauan mengusahakan sendiri sampai
berhasilnya, tapi walaupun begitu saya hendak memungut hasil tanah itu dan saya
membuat persetujuan dengan orang lain supaya ia mengerjakannya, menanaminya,
dan memberikan kepada saya sebagian hasil panennya, padahal dasar daripada
perjanjian jual ialah saya ada sebidang tanah yang saya pergunakan untuk
mencukupi kebutuhan saya akan uang yang mendadak ( atau saya lebih suka (buat
sementara) mempunyai uang dari pada tanah).
2. Perjanjian Sewa tanah
Merupakan suatu transaksi yang mengizinkan orang lain untuk
mengerjakan tanahnya atau untuk tinggal di tanahnya dengan
membayar uang sewa yang tetap sesudah tiap panen atau sesudah tiap
bulan atau tiap tahun. Di beberapa daerah untuk transaksi demikian ini,
dipergunakan istilah khusus seperti mengasidi (Tapanuli Selatan), sewa
bumi (Sumatra Selatan), cukai (Kalimantan), ngeputenin (Bali).
3. Perjanjian bagi hasil/sewa bersama dengan jual gadai tanah
Maksudnya ialah perjanjian dimana seseorang yang membeli gadai
sebidang tanah mengizinkan si penjual/pemilik tanah tersebut untuk
mengerjakan tanahnya atas dasar perjanjian bagi hasil atau sewa.
4. Perjanjian tanggungan tanah
Disini memiliki arti sebagai suatu perjanjian dimana seseorang meminjam
uang dari orang lain dengan ketentuan bahwa apabila perlu si
peminjam akan menjual tanah miliknya kepada orang yang meminjami
uang lebih dahulu daripada orang lain, untuk keperluan melunasi
hutangnya.
5. Perjanjian menumpang rumah atau pekarangan
Ini adalah suatu perjanjian dimana seseorang pemilik tanah mengizinkan
orang lain (numpang,magersari) untuk mendirikan rumah atau mendiami
tanah pekaranganya.

Anda mungkin juga menyukai