Dalam sistem hukum nasional Indonesia berdasarkan UUD 1945, hukum perundang-undangan
meliputi Undang-Undang Dasar, TAP MPR, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Keputusan Mentri, dan seterusnya.
Undang-Undang dan TAP MPR ditetapkan oleh MPR, sedangkan UU dibentuk oleh Presiden
dengan persetujuan DPR. Sementara itu, Perpu dibuat oleh Presiden tetapi dalam waktu satu
tahun sudah harus dimintakan persetujuan DPR. Jika disetujui, Perpu meningkat statusnya
menjadi UU dan jika ditolak maka Perpu harus dicabut dan tidak dapat diajukan lagi di DPR
pada masa sidang berikutnya.
PP dibuat sendiri oleh pemerintah tanpa persetujuan DPR dan biasanya PP dibuat atas perintah
UU untuk melaksanakan suatu UU. Karena itu, PP tidak bisa berdiri sendiri tanpa pendelegasian
dari materi UU yang sudah lebih dahulu. Sedangkan Keputusan Presiden dibentuk sendiri oleh
Presiden tanpa perlu dikaitkan dengan pendelegasian materi dari UU.
Di bawah Kepres ada Keputusan Mentri , Keputusan Kepala LPND, dan Keputusan Direktur
Jendral yang semuanya bersifat operasional dalam rangka pelaksanaan tugas menurut bidangnya
masing-masing.
Yurisprudensi terbentuk atas dasar keputusan hakim yang telah mendapat kekuatan hukum tetap.
Putusan hakim yang demikian dapat dijadikan sandaran bagi hakim berikutnya dalam
menyelesaikan kasus-kasus hukum sejenis di kemudian hari dengan mempertimbangkan fakta-
fakta baru, baik karena perbedaan ruang dan waktu maupun karena perbedaan subjek hukum
yang terlibat. Asas-asas dan prinsip hukum yang ditemukan dalam kasus-kasus yang diselesaikan
dapat diambil menjadi dasar hukum untuk memutuskan perkara yang dihadapi.
Hukum adat terbentuk melalui proses pelembagaan nilai-nilai dan proses pengulangan perilaku
dalam kesadaran kolektif warga masyarakat menjadi norma yang dilengkapi dengan sistem
sanksi. Secara sederhana, dapat digambarkan bahwa proses terbentuknya suatu norma hukum
dimulai dengan adanya perbuatan individu yang berulang-ulang dan menjadi kebiasaan pribadi.
Perbuatan pribadi itu lama kelamaan diikuti orang lain secara berulang-ulang pula. Makin
banyak orang yang terlibat dalam proses pengulangan dan peniruan itu, maka terbentuk suatu
kebiasaan kolektif yang dinamakan adat-istiadat. Kriteria yang mudah untuk mengenali suatu
kebiasaan kolektif itu, biasanya dikenakan sanksi sosial pula.
4. Pembentukan hukum volunter
Hukum volunter dalam perkembangan praktek dalam masyarakat biasa tumbuh sendiri sesuai
dinamika kehidupan bermasyarakat sebagaimana yang berkembang dalam lingkungan
masyarakat seperti yang disebut di atas. Bedanya hanyalah bahwa sistem yang berkembang
dalam praktek transaksi hukum di sini, terlibat berbagai logika hukum yang berasal dari banyak
sumber luar kesadaran masyarakat itu sendiri.
Pendapat hukum di kalangan ahli hukum dapat pula berkembang menjadi norma hukum
tersendiri, terutama jika pendapat itu diikuti oleh orang lain. Proses terbentuknya kurang lebih
sama juga dengan proses hukum adat ataupun proses hukum dalam praktek. Bedanya hanyalah
terletak pada sumber awalnya. Hukum adat bermula dari perbuatan individu yang berkembang
menjadi kesadaran kolektif dalam masyarakat yang bersangkutan. The professionals law
bermula dari pengalaman subjek hukum yang bersangkutan. Sedangkan doktrin ilmu hukum
berawal dari suatu pendapat hukum dari seorang akademisi yang karena otoritasnya kemudian
diikuti oleh orang lain menjadi pandangan banyak orang.
Pengertian Asas Hukum dan Macam-Macam Asas Hukum Setiap tatanan hukum pasti
memiliki asas hukum yang menjadi norma dasar dan menjadi petunjuk arah dalam pembentukan
suatu aturan hukum. Untuk itu, sebagai warga negara yang baik, minimal kita harus memahami
perihal asas hukum ini. Terutama asas hukum yang ada di negara kita (Indonesia).
Pengertian asas hukum menurut para ahli sangatlah beragam bahkan bagi sebagian masyarakat
awam, penggunaan bahasa oleh para ahli hukum biasanya akan dirasa sangat berat sehingga sulit
dipahami. Nah, disini kita akan membahasnya secara perlahan yang dimulai dari pengertian asas.
Apa yang dimaksud dengan asas?, secara bahasa, asas mengandung tiga arti yaitu 1)
dasar/alas/pedoman, 2) kebenaran yang menjadi pokok atau dasar dalam berpendapat atau
berfikir dan 3) Cita-cita yang menjadi dasar suatu perkumpulan. Nah, dari tiga arti tersebut bisa
kita simpulkan bahwa asas merupakan dasar atau pokok dari sebuah kebenaran yang kemudian
digunakan sebagai tumpuan dalam berfikir atau berpendapat.
(Suatu) norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif yang (dimana) oleh ilmu hukum tidak
dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum.
Suatu dalil umum yang dinyatakan dalam (suatu) istilah umum tanpa menyarankan cara-cara
khusus (mengenai) pelaksanaannya yang diterapkan pada serangkaian perbuatan untuk menjadi
petunjuk yang tepat bagi perbuatan itu.
Asas hukum (itu) tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum yang konkrit, tetapi perlu
dianggap sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Dalam
pembentukan hukum praktis (itu) perlu berorientasi pada asas-asas hukum. (Nah,) dengan kata
lain, pengertian Asas Hukum yaitu dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum
positif.
Suatu alam (didalam) pikiran yang dirumuskan secara luas dan mendasari adanya suatu norma
hukum. (Adapun) unsur-unsur yang terdapat pada asas antara lain alam pikiran, rumusan yang
luas dan dasar bagi pembentukan norma hukum.
Dari pengertian asas hukum menurut para ahli di atas kita bisa merangkumnya menjadi sebuah
pengertian bahwa asas hukum merupakan dasar-dasar (bersifat umum) yang terkandung dalam
peraturan hukum. Dasar-dasar ini mengandung nilai-nilai etis yang diakui oleh suatu masyarakat.
Nah, dari asas hukum inilah kemudian dibuat peraturan-peraturan hukum secara konkrit (nyata).
Jika asas hukum ini sudah dibuat dalam peraturan hukum yang nyata, maka barulah bisa
digunakan untuk mengatur sebuah peristiwa. Namun jika belum dibuat dalam sebuah bentuk
peraturan hukum yang nyata, maka belum bisa digunakan atau diterapkan dalam sebuah
peristiwa.
Dalam sebuah asas hukum dapat muncul peraturan-peraturan hukum yang jumlahnya tidak
terbatas. Pada umumnya, sebagai masyarakat awam, bila kita melihat suatu peraturan hukum
akan terasa pusing dan bingung, -maksudnya peraturan ini apa? kok banyak banget?-. Perasaan
seperti ini sangatlah wajar, karena untuk benar-benar bisa memahami suatu hukum (misalnya
dalam sebuah negara), maka kita harus memahami peraturan hukum tersebut hingga ke asas-asas
hukumnya. Ibarat ingin mengetahui laut, maka kita harus menyelaminya, tidak bisa menilai dari
permukaannya saja. Jika kita telah memahami peraturan hukum sampai ke asas hukumnya, maka
nanti akan dapat mamahami nilai-nilai dan tuntunan etis masyarakat yang menjadi penghubung
dalam perwujudan cita-cita sosial. Bisa dikatakan bahwa asas hukum itu ibarat rohnya atau
nyawa-nya sehingga peraturan hukum akan terasa hidup dan berkembang.
Dalam tatanan hukum di Indonesia dikenal adanya dua asas yaitu asas hukum umum dan asas
hukum khusus.
Asas hukum umum merupakan asas hukum yang berhubungan dengan keseluruhan bidang
hukum. Misalnya
a. asas lex posteriori derogat legi priori (peraturan yang baru akan menghapus peraturan yang
lama), misalnya UU No. 13 Tahun 1965 diganti dengan UU No.14 Tahun 1992 tentang UU Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
b. asas lex speciali derogat legi generali (peraturan yang lebih khusus akan mengesampingkan
peraturan yang bersifat lebih umum), misalnya KUH Dagang dapat mengesampingkan KUH
perdata dalam hal perdagangan.
c. asas lex superior derogat legi inferior (peraturan yang lebih tinggi akan mengesampingkan
peraturan yang lebih rendah), misalnya Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004.
Asas hukum khusus ialah asas yang berlaku dalam lapangan hukum tertentu. Misalnya
a. dalam hukum perdata berlaku asas pacta sunt servanda (setiap janji itu mengikat), asas
konsensualisme.
b. dalam hukum pidana berlaku Presumption of innocence (asas praduga tak bersalah), asas
legalitas.
Nah, pengertian asas hukum dan macam-macam asas hukum sangat penting bila kita ingin suatu
peraturan hukum lebih mendalam.