Anda di halaman 1dari 7

JAWABAN NO 1a

Dalam kaitan kepentingan nasional itulah, bangsa Indonesia tentu saja harus senantiasa
mengembangkan dan memiliki kesadaran ruang (space consciousness) dan kesadaran
geografis (geographical awareness) sebagai Negara kepulauan. Hal ini logis dan sangat
mendasar mengingat, di satu sisi, posisi geografis yang strategis dan terbuka serta
mengandung keragaman potensi sumber kekayaan alam, tentu saja merupakan peluang dan
keuntungan bagi bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Namun di sisi lain, posisi geografis yang menjadi perlintasan dan pertemuan kepentingan
berbagai negara ini, mengandung pula kerawanan dan kerentanan karena pengaruh
perkembangan lingkungan strategis yang dapat berkembang menjadi ancaman bagi ketahanan
bangsa dan pertahanan Negara.

Berbagai pengaruh dan dampak negatif dari perkembangan lingkungan strategis yang disertai
berubahnya persepsi dan hakikat ancaman terhadap eksistensi maupun kedaulatan bangsa,
tentu saja harus dicermati dan disikapi oleh bangsa Indonesia secara sungguh–sungguh. Hal
ini penting mengingat kemajuan ilmu pengetahuan teknologi, informasi dan komunikasi
(Information and Communication Technologies – ICT) telah berimplikasi semakin
berkembangnya peperangan modern dalam bentuk Asymmetric Warfare dan Proxy War.
Oleh karena itu, salah satu upaya yang harus menjadi fokus perhatian segenap komponen
bangsa adalah kemandirian dalam penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi di
berbagai bidang.

Dalam konteks membangun ketahanan nasional aspek pertahanan keamanan, maka


penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi merupakan cara cerdas untuk
mengantisipasi dan menghadapi ancaman militer maupun ancaman nir militer. Terkait hal
tersebut, keberadaan perguruan tinggi beserta civitas academikanya, memiliki relevansi yang
sangat strategis dalam memperkuat sistem pertahanan negara di masa damai maupun di masa
perang. Sesuai dengan kapasitas, kapabilitas dan kompetensinya, peranserta dan partisipasi
aktif perguruan tinggi semakin dibutuhkan untuk melipatgandakan kekuatan dan kemampuan
pertahanan negara dalam menghadapi potensi ancaman Asymmetric Warfare maupun Proxy
War.

Geopolitik dan Geostrategi Indonesia.

Keberlangsungan hidup dan eksistensi suatu bangsa, sangat dipengaruhi oleh kemampuan
bangsa tersebut dalam memahami dan menguasai kondisi geografi serta lingkungan
sekitarnya. Tumbuh kembangnya atau berkurangnya ruang hidup bangsa, juga dipengaruhi
oleh pandangan geopolitik yang diyakini oleh entitas suatu bangsa. Menurut Sophie Chautard
dalam bukunya La Geopolitique, “Geopolitik bukan ilmu pengetahuan murni, melainkan
sebuah multidisiplin ilmu yang mempelajari hubungan antar ruang dan politik, antara
teritorial dan individu. Meletakkan semua masalah pada aspek geografi yang memungkinkan
kita menganalisa kondisi saat ini, memahami hubungan satu kejadian dengan kejadian
lainnya”. Pandangan Gearoid O’ Tuathail menyatakan bahwa “Geopolitik tidak memiliki
makna atau identitas tunggal yang mencakup segala hal….. Geopolitik merupakan suatu
wacana, yaitu suatu cara penggambaran, perwakilan dan penulisan tentang geografi dan
politik internasional yang sangat beragam secara kultural dan politik.” Dalam pidato
peresmian Lemhannas RI tahun 1965, Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, menegaskan bahwa
pertahanan nasional hanya dapat dilaksanakan secara sempurna, bila suatu bangsa
mendasarkan pertahanan nasional atas pengetahuan geopolitik.
Wawasan Nusantara.

Pengetahuan geopolitik yang dimaksud adalah geopolitik Indonesia yang dikembangkan


berdasarkan tiga faktor yang membentuk karakter bangsa indonesia, yaitu sejarah lahirnya
negara, bangsa dan tanah air, serta cita – cita dan ideologi bangsa. Berdasarkan ketiga hal
tersebut, bangsa indonesia telah mengembangkan pandangan geopolitik yang bersumber pada
nilai – nilai kesejarahan yang sudah dimulai sejak era prakolonialisme hingga era
kemerdekaan RI. Pandangan yang bersumber pada kesamaan pengalaman pahit sejarah, pada
akhirnya menghasilkan konsepsi Wawasan Nusantara sebagai pandangan geopolitik yang
memandang wilayah nusantara sebagai ruang hidup yang harus dipertahankan dan dikelola
sebagai sumber kehidupan bangsa indonesia dalam mencapai tujuan dan cita – cita nasional.
Secara formal, Wawasan Nusantara dipahami dan dimengerti sebagai cara pandang bangsa
indonesia tentang diri dan lingkungan keberadaanya dalam memanfaatkan kondisi dan
konstelasi geografi dengan menciptakan tanggungjawab dan motivasi atau dorongan bagi
seluruh bangsa indonesia untuk mencapai tujuan nasional.

Sebagai wawasan nasional, konsepsi Wawasan Nusantara menganut filosofi dasar geopolitik
Indonesia yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai hasil perenungan
filsafat tentang diri dan lingkungannya, Wawasan Nusantara mencerminkan pula dimensi
pemikiran mendasar bangsa Indonesia yang mencakup dimensi kewilayahan sebagai suatu
realitas serta dimensi kehidupan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai suatu
fenomena hidup. Kedua dimensi pemikiran tersebut merupakan keterpaduan pemikiran dalam
dinamika kehidupan pada seluruh aspek kehidupan nasional yang berlandaskan Pancasila.
Dengan prinsip inilah, seyogyanya setiap komponen dan anak bangsa harus mampu
memandang, menyikapi serta mengelola sifat dan karakter geografis lingkungannya yang
sarat dengan potensi dan risiko ancaman. Pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa
Indonesia harus paham, akrab dan menyatu dengan perilaku geografis kepulauan indonesia
sebagai ruang, alat dan kondisi juang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Ketahanan Nasional.

Pada hakikatnya Ketahanan Nasional merupakan kondisi sekaligus konsepsi pembangunan


nasional dalam pencapaian tujuan dan cita – cita bangsa. Sebagai suatu kondisi, Ketahanan
Nasional merupakan kondisi dinamis bangsa yang berisi ketangguhan serta keuletan dan
kemampuan bangsa untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi segala
macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari
dalam maupun luar, yang mengancam dan membahayakan integritas, identitas serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Sebagai kondisi, Ketahanan Nasional merupakan
kondisi kehidupan nasional yang harus diwujudkan dan dibina secara dini, terus menerus,
terpadu dan sinergis. Sebagai konsepsi, Ketahanan Nasional merupakan landasan
konsepsional strategis yang sekaligus merupakan pisau analisis untuk memecahkan berbagai
permasalahan strategis bangsa melalui pendekatan 8 (delapan) aspek kehidupan nasional (asta
gatra) yang terdiri dari 3 (tiga) aspek alamiah (tri gatra) yang bersifat statis dan 5 (lima) aspek
kehidupan (panca gatra) yang bersifat dinamis.

Peran dan hubungan diantara kedelapan gatra saling terkait dan saling tergantung secara utuh
menyeluruh membentuk tata laku masyarakat dalam kehidupan nasional. Dalam
implementasinya, ketahanan nasional diselenggarakan dengan mengutamakan pendekatan
kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach) yang
serasi, selaras dan seimbang. Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa
dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besar
kemakmuran yang adil dan merata, rohaniah, dan jasmaniah. Sementara itu, keamanan harus
dipahami sebagai kemampuan bangsa dalam melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap
ancaman dari luar dan dari dalam, termasuk di dalamnya melindungi pancasila sebagai dasar
negara (philosophi gronslag). Dalam perspektif Ketahanan Nasional, pertahanan negara
Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan dinamika kondisi yang terkait dengan delapan
aspek kehidupan nasional di atas. Konsep keseimbangan dan saling keterkaitan antar satu
gatra dengan gatra lainnya serta sistem pertahanan negara yang bersifat kesemestaan,
mencerminkan adanya keterhubungan yang kuat antara kondisi Ketahanan Nasional dengan
Pertahanan Negara secara menyeluruh.

Oleh karena itu, pembinaan dan pengkondisian Ketahanan Nasional dalam berbagai
aspeknya, akan menentukan kualitas Pertahanan Negara, baik di masa damai maupun dalam
masa perang. Kualitas Pertahanan Negara akan berbanding lurus dengan kondisi Ketahanan
Nasional yang dimiliki, artinya setiap perubahan kondisi Ketahanan Nasional bangsa, dengan
sendirinya akan berpengaruh terhadap kualitas pertahanan negara dalam implementasinya.

JAWABAN NO 1b

Tahun 2020 menandakan lima tahun Perjanjian Paris ditandatangani oleh hampir seluruh
negara. Tahun ini pula, setiap negara diharuskan menyampaikan Komitmen Kontribusi
Nasional (NDC) yang kedua, setelah sebelumnya hampir semua negara menyampaikan
Komitmen Kontribusi Nasional pertama mereka pasca Perjanjian Paris tahun 2015.

Sebagai negara pihak yang menandatangani Perjanjian Paris, Indonesia meratifikasi


perjanjian tersebut melalui pengesahan UU Nomor 16 Tahun 2016. Indonesia kemudian
mengirimkan dokumen NDC dengan target pengurangan emisi 29 persen atas usaha sendiri
dan 41 persen dengan dukungan lembaga internasional.

Pada tahun 2018, IPCC merilis laporan 1.5 derajat celcius. Merespon laporan tersebut,
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan berencana melakukan review terhadap NDC dan
menyelaraskan dengan target maksimal kenaikan suhu rata-rata global 1.5 derajat Celcius.
Namun sampai sekarang, keinginan tersebut belum terlihat dan perlahan hilang dalam
perbincangan keseharian.

Meningkatkan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca bukan hanya persoalan teknis semata.
Namun lebih pada alasan mendasar berkaitan dengan keadilan antargenerasi. Ketidakmauan
masing- masing pihak atau negara untuk segera menyusun kebijakan iklim yang ambisius
akan mengakibatkan eskalasi bencana iklim yang terjadi sekarang berpotensi terus meningkat
di masa mendatang.

Masa depan anak muda dan generasi mendatang dipertaruhkan seiring peningkatan bencana
iklim dan kenaikan biaya mitigasi dan adaptasi. Terlebih, apabila kita melewati ambang batas
1.5 derajat celcius, kehancuran ekosistem penting sebagai penyangga kehidupan tidak akan
pernah bisa dipulihkan.

Jika seluruh negara masih tetap pada komitmen iklim yang sama dan tidak mengubah
komitmen iklim menjadi lebih serius dan ambisius, suhu rata-rata bumi akan melewati
ambang batas 1.5 derajat celcius dalam sepuluh tahun kedepan sebagaimana proyeksi yang
dihitung IPCC pada laporan tahun 2018.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengajak tiga anak muda yang aktif dalam
gerakan keadilan iklim menjadi peneliti sekaligus penulis dalam sebuah Desk Study 
Kebijakan Iklim Indonesia dalam Perspektif Keadilan Antargenerasi. Keterlibatan mereka
bertujuan mendorong peran anak muda sehingga mampu secara langsung menganalisis
kebijakan dan mengajukan narasi tanding berdasarkan pandangan mereka sendiri. Walhi
percaya bahwa prinsip keadilan antargenerasi akan semakin kuat jika disampaikan langsung
oleh anak muda. Suara mereka akan menjadi pemicu bagi kebijakan iklim yang lebih serius
dan ambisius.

Desk study ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kesenjangan kebijakan
iklim di Indonesia dalam perspektif keadilan antargenerasi. Membandingkan antara tujuan
kebijakan dengan kondisi yang dicapai pada saat ini, melihat penyebab ketidaksesuaian
antara target yang ditentukan dan capaian serta rekomendasi untuk menutup kesenjangan
tersebut dengan mengarusutamakan prinsip keadilan antargenerasi. Dalam waktu studi yang
relatif singkat, sejak awal studi ini tidak ditujukan melihat lebih rinci kebijakan iklim secara
sektoral. Akan tetapi hasil studi Kebijakan Iklim Indonesia dalam Perspektif Keadilan
Antargenerasi ini bisa menjadi pijakan awal studi-studi berikutnya.

Walhi menyelenggarakan rangkaian publikasi hasil studi Kebijakan Iklim Indonesia dalam
Perspektif Keadilan Antargenerasi ini di berbagai daerah. Walhi Kalimantan Tengah
berkesempatan untuk menggelar publikasi yang mengangkat judul yang sama, yakni
“Kebijakan Iklim Indonesia dalam Perspektif Keadilan Antargenerasi”. 

Launching virtual hasil studi Walhi diharapkan dapat menjadi  seruan dan ajakan bagi anak
muda baik individu atau kolektif, khususnya di Kalimantan Tengah, untuk berkolaborasi dan
bergerak bersama mengkaji secara kritis kebijakan iklim sektoral, baik di sektor energi,
sektor berbasis lahan maupun sektor lain dalam perspektif keadilan antargenerasi.

JAWABAN NO 2A

Pemanfaatan sumber daya alam dalam rangka menjadi motor penggerak


pembangunan harus dilakukan secara selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi
lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan harus dijiwai oleh kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup
dan mewujudkan dogma pembangunan berkelanjutan.
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya
suatu sistem kebijakan yang terpadu (integrated policy). Keterpaduan sistem kebijakan
ini berupa suatu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang dilaksanakan
secara taat asas dan konsekuen mulai dari pemerintah  pusat sampai ke daerah,
pemangku kepentingan dan masyarakat luas.
Arti penting penguatan peran masyarakat luas bisa dimulai dengan penguatan
demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses
keadilan serta penguatan hak hak masyarakat dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Tidak bisa kesampingkan pula peran
kearifan lokal (local wisdom) yang masih kental dalam budaya keseharian
masyarakat Indonesia.
Untuk itu kearifan lokal harus menjadi bagian tidak terpisahkan
dalam penentuan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dengan kata lain perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat. Salah satu contoh nilai kearifan lokal yang akan menjadi
modal penting pembangunan adalah adanya berbagai jenis varietas
tanaman budidaya yang secara turun temurun dikenal masyarakat
tradisional. Salah satunya adalah varietas padi lokal yang ada hampir
diseluruh pelosok nusantara semisal Rojolele, Pandanwangi atau yang
lainnya.

JAWABAN NO 2B

Menyaksikan atraksi yang satu ini sedikit memberikan sensasi ketegangan tersendiri. Ini
merupakan parade atraksi kesaktian warga Dayak-Tiongkok dalam merayakan Cap Go Meh,
perayaan yang dilakukan pasca hari raya imlek. Atraksi yang diberi nama pawai tatung ini
mengikuti tradisi Tionghoa yang berbaur dengan budaya Dayak yang hanya bisa disaksikan
di Singkawang, Kalimantan Barat.
   
Perayaan Cap Go Meh dirayakan hampir di seluruh dunia. Namun, Cap Go Meh di
Singkawang memiliki perayaan yang sedikit berbeda dengan perayaan yang dilakukan di
wilayah lain. Selain memiliki ciri khas budaya tradisi, aneka pertunjukan yang disajikan pada
perayaan Cap Go Meh di Singkawang menyerap dan berasimilasi dengan budaya lokal.
Seperti pertunjukan tatung misalnya yang menjadi salah satu bentuk asimilasi budaya di
Singkawang. Tatung dalam bahasa Hakka berarti orang yang dirasuki roh, dewa, leluhur, atau
kekuatan supranatural. Pawai tatung di Singkawang ini merupakan yang terbesar di dunia.

Sebelum Cap Go Meh berlangsung, terlihat satu persatu warga Tionghoa Singkawang
bergantian bersembahyang di vihara. Ini dilakukan tepatnya 13-15 hari setelah tahun baru
Imlek 2566. Para warga Tionghoa ini bersembahyang bukan tanpa maksud, karena hari itu
disebut sebagai harimau putih, seraya berharap tidak terjadi hal-hal yang diinginkan. Saat
waktu menjelang sore, banyak suhu atau pendeta yang keluar dan bersembahyang di vihara
dengan tujuan meminta izin kepada para dewa, agar ritual tatung berjalan secara lancar dan
terhindar dari hal-hal buruk saat festival berlangsung.

Upacara pemanggilan tatung dipimpin oleh seorang pendeta. Pemanggilan tatung ini
dilakukan dengan mendatangkan roh orang yang sudah meninggal untuk merasuki tatung.
“Roh-roh yang dipanggil diyakini sebagai roh-roh baik, yang mampu menangkal roh jahat
yang hendak mengganggu keharmonisan hidup masyarakat. Roh baik terdiri dari roh
pahlawan dalam legenda Tiongkok, seperti panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran,
pelacur yang sudah bertobat dan orang suci lainnya,” cerita Husada, Wakil Ketua Vihara Tri
Dharma Bumi Raya Singkawang.

Menurut Husada, roh-roh yang dipanggil ini dapat merasuki siapa saja, tergantung apakah
para pemeran tatung memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan pendeta. Para tatung
diwajibkan berpuasa selama tiga hari sebelum hari perayaan, dengan maksud mereka berada
dalam keadaan suci sebelum perayaan. Tatung diyakini memiliki kekuatan supranatural,
mampu melakukan pengobatan dan pengusiran unsur-unsur jahat (tolak bala).

Setelah sebelumnya diadakan pawai lampion, arak-arakan barongsai, dan pawai naga maka
dua hari berikutnya dilakukan perayaan Cap Go Meh di Singkawang. Pada perayaan Cap Go
Meh ini terdapat juga dominasi arak-arakan tatung dari vihara. Arak-arakan tatung dalam
perayaan Cap Go Meh di Singkawang dilaksanakan setelah mendapat berkat dan restu dari
Kelenteng atau vihara.
 
Upacara arak-arakan tatung dimulai dari altar vihara. Para suhu (pendeta) memberikan
persembahan kepada Dewa To Pe Kong. Setelah minta diberkahi keselamatan, mereka
kemudian memanggil roh, tubuh para tatung ini dirasuki roh agar menjadi kebal untuk
kemudian diarak keliling kota, dengan dandanan pakaian mewakili kelompok masyarakat
Tionghoa atau Dayak.
 
Diiringi genderang, peserta pawai mengenakan kostum gemerlap pakaian kebesaran Suku
Dayak dan negeri Tiongkok di masa silam. Atraksi tatung dipenuhi dengan hal mistik dan
menegangkan. Misalnya, ada tatung yang  berdiri tegak diatas tandu menginjakan kaki di
sebilah mata pedang atau pisau. Ada pula yang menancapkan kawat-kawat baja runcing ke
pipi kanan hingga menembus pipi kiri.

Para tatung ini melakukan atraksi mempertunjukkan kekebalan mereka, sesekali mereka
harus minum arak, atau bahkan menghisap darah ayam yang secara khusus disiapkan sebagai
ritual. Pecahan kaca diinjak, atau bahkan kaki para tatung menginjak bagian tajam dari
sebilah pedang. Para tatung diarak dengan jalan kaki, namun sebagian lain berdiri diatas tahta
yang dipanggul oleh 4 orang, layaknya pembesar dari negeri Tionghoa.

Menariknya, para Tatung itu sedikit pun tidak tergores atau terluka. Sambil memamerkan
kekebalan tubuh dengan benda-benda tajam, tatung diarak berkeliling kota Singkawang. Rute
yang di tempuh meliputi, Lapangan Kridasana menuju Jalan Pelita, kemudian mengarah ke
Jalan Yohana Godan dan Jalan GM Situt. Perjalanan kemudian berlanjut ke Jembatan Pasar
Ikan, mengarah ke Jalan Saad dan mengarah ke Jalan Setia Budi dan ke jalan Toko Obat
1001 dan ke Jalan Budi Utomo serta melewati Jembatan Rusen. Dari Jembatan Rusen,
perjalanan mengarah ke Vihara Tri Dharma Bumi Raya dan ke Jalan Sejahtera. Setelah itu,
pawai diarahkan menuju Jalan Kepol Mahmud dan berakhir di Muka Altar Lelang. Terakhir,
mereka berkumpul untuk melakukan sembahyang bersama kepada Thian (Tuhan) di altar
pusat perayaan Cap Go Meh di Singkawang.  

Asimilasi Budaya

Keberadaan tatung dalam jumlah besar merupakan fenomena budaya khas Kota Singkawang
saat perayaan Cap Go Meh Singkawang. Sebagai pesta kebudayaan, pawai tatung memiliki
sisi ritual religi yang cukup kental dan mencerminkan pembauran kepercayaan Taoisme kuno
dengan animisme lokal yang hanya terdapat di Kota Singkawang.

Daerah Singkawang sendiri memiliki penduduk asli yakni Suku Dayak, Melayu yang berbaur
dengan warga Tionghoa yang sudah lama tinggal di sana. Kesemuannya tidak beragama atau
dikenal dengan animisme. Wilayah Singkawang awalnya merupakan bagian dari wilayah
Sambas yang melingkupi Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, dan Kabupaten
Bengkayang. Sambas bermakna sam (tiga) bas (etnis), yang berarti penduduknya terdiri dari
etnis Melayu Sambas, yang beragama Islam, peleburan dari berbagai suku atau etnis yaitu
Melayu, campuran Tionghoa-Dayak Islam, Bugis, Jawa yang beragama Islam
mengidentifikasi diri sebagai etnis Melayu.
 
Kedua etnis Tinghoa, yang beragama Samkaw (Tao, Buddha dan konfusius), Katolik,
Protestan merupakan turunan Tionghoa perantauan, turunan campuran Tionghoa Dayak yang
mengidentifikasi diri dalam etnis Tionghoa Indonesia. Ketiga, etnis Dayak, beragama
Katolik, Protestan, Islam dan sebagian kecil animisme, mengidentifikasi diri dengan suku
Dayak (penduduk asli Kalimantan).

Perayaan festival Cap Go Meh di Singkawang merupakan perayaan yang berasal dari
Tiongkok yang sejak lebih dari 250 tahun dibawa dan dirayakan di Sambas oleh orang
Tionghoa Singkawang. Kemudian perayaan ini beradaptasi dan berasimilasi dengan budaya,
tradisi, dan ritual tradisional animisme setempat. Festival Cap Go Meh merupakan pesta
rakyat terbesar di dunia dengan fenomena kearifan lokal yang menjadi daya tarik tersendiri
bagi pariwisata di tanah air.

Anda mungkin juga menyukai