Anda di halaman 1dari 2

Nama: Muhammad Khoirul Munif Pulungan

Prodi: Ilmu Hukum


Diskusi 3 Hukum dan HAM
Assalamualaikum, salam sejahtera

Soal:
Berdasarkan putusan MK No. 22/PUU-XV/2017, yang diadopsi oleh UU No. 16 Tahun 2019 yang
menetapkan batas usia minimum untuk perkawinan adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan.
Namun, dalam kenyataannya praktik pernikahan dini di masyarakat masih sangat tinggi. Padahal
pernikahan dini memiliki banyak dampak negatif apabila dilakukan. Menurut saudara apa penyebab
masih tingginya angka pernikahan dini di masyarakat dan bagaimana dampaknya terhadap pemenuhan
hak anak?
Jawaban:
Penyebab tingginya angka pernikahan dini di masyarakat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya:
1. Faktor Ekonomi
Kesulitan ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pernikahan dini, keluarga yang
mengalami kesulitan ekonomi akan cenderung menikahkan anaknya pada usia muda untuk
melakukan pernikahan dini. Pernikahan ini diharapkan menjadi solusi supaya beban ekonomi dalam
keluarga bisa berkurang. Selain itu masalah ekonomi yang rendah menyebabkan orang tua tidak
mampu memenuhi segala kebutuhnnya termasuk biaya sekolah sehingga dengan menikahkan
tanggung jawab untuk membiayai kehidupan ankanya sudah lepas dengan harapan anaknya bisa
memiliki kehidupan yang lebih baik.
2. Orang Tua
Terjadinya pernikahan dini juga bisa disebabkan paksaan dari orang tua. Alasannya utamanya
tentunya saja faktor ekonomi, namun selain itu rasa khawatir orang tua akan terjerumusnya pergaulan
bebas dan berakibat hal negatif kepada anaknya; menjodohkan anaknya dalam rangka melanggengkan
hubungan dengan relasi.
3. Kebiasan dan adat istiadat masyarakat setempat.
Adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin menambah prosentase pernikahan dini di
Indonesia.Misalnya keyakinan bahwa tidak boleh menolak pinangan seseorang pada putrinya
walaupun masih dibawah usia 18 tahun terkadang dianggap menyepelekan dan menghina
menyebabkan orang tua menikahkanputrinya. Hal menarik dari prosentase pernikahan dini di
Indonesia adalah terjadinya perbandingan yang cukup signifikan antara di pedesaan dan perkotaan.
Berdasarkan Analisis survei penduduk antar sensus (SUPAS) 2005 dari Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) didapatkan angka pernikahan di perkotaan lebih rendah dibanding di
pedesaan, untuk kelompok umur 15-19 tahun perbedaannya cukup tinggi yaitu 5,28% di perkotaan
dan 11,88% di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa wanita usia muda di perdesaan lebih banyak
yang melakukan perkawinan pada usia muda
Akibat dari pernikahan dini terhadap pemenuhan hak-hak anak adalah tidak terpenuhinya hak-hak anak
yang seharusnya didapatkan oleh anak, salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah tidak
terpenuhinya hak anak dibidang pendidikan, karena pendidikan sangatlah penting bagi anak untuk bekal
kehidupannya mendatang. Selain itu pendidikan juga berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan anak,
semakin rendah pendidikan anak maka tingkat kesejahteraannya pun akan semakin rendah pula. Hak anak
dibindang pendidikan diatur baik dalam hukum internasional maupun hukum nasional. Hak anak
dibindang pendidikan diatur dalam konvensi hak anak pasal 28 dan pasal 29 berikut ini:
Pasal 28
Tiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Pendidikan dasar perlu tersedia gratis,
pendidikan menengah dapat diakses, dan anak didorong menempuh pendidikan hingga ke tingkat
tertinggi yang dimungkinkan. Disiplin yang diterapkan sekolah-sekolah haruslah tetap menghormati hak
dan martabat anak.

Pasal 29
Pendidikan perlu menumbuhkan karakter, bakat, kondisi mental, dan kemampuan fisik anak dan
mengajarkan mereka pemahaman, perdamaian, dan kesetaraan gender dan persahabatan antarmanusia,
dengan tetap menghormati budaya sendiri dan orang lain. Pendidikan perlu menyiapkan anak menjadi
warga aktif di masyarakat bebas.

Selain hukum internasional, hak anak dalam bidang pendidikan juga diatur dalam hukum nasional, hal ini
dapat kita lihat dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menyebutkan bahwa
Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya

Daftar Rujukan:
1. https://www.unicef.org/indonesia/id/konvensi-hak-anak-versi-anak-anak?
gclid=CjwKCAjw2OiaBhBSEiwAh2ZSPxLIoza2HsCHE4FMGyq6_iJiOIuuFcx497Y2nW1m6j0Ccw
S6xiYvORoCytQQAvD_BwE
2. Indonesia, Undang-Undang Perlindungan Anak. UU Nomor 23 Tahun 2002. LN. No. 109 Tahun
2002. TLN. No. 4235
3. Syalis, Elprida Riyyanni, Nunung Nurwati. 2020. “Analisis Dampak Pernikahan Dini Terhadap
Psikologis Anak”. Jurnal Pekerjaan Sosial Vol. 3, No. 1. Hal: 3-4
Demikianlah jawaban diskusi 3 tuton Hukum dan HAM, saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Nurul
Fatimah Khasbullah, S.H., LL.M., selaku tutor.
Wassalamualaikum,

Anda mungkin juga menyukai