Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 1 HKUM4208

(HAM)

NIM : 043692217
NAMA : DINDA CESANOVA
FAKULTAS FHISIP, JURUSAN ILMU HUKUM
UPBJJ UT BATAM
TAHUN AJARAN 2023.1
SOAL:

1. Jelaskan jaminan hak hidup dalam instrumen hukum HAM internasional dan
instrumen nasional
2. Berikan argumentasi anda apakah hak hidup bersifat absolut? Kaitkan dengan
kasus extrajudicial killing di atas!
3. Jelaskanlah apakah hak hidup sangat bergantung pada hak dan kebebasan
lainnya?

JAWABAN:

1. Hak hidup dalam instrumen hukum HAM internasional:


Hak asasi manusia atau HAM merupakan hak yang melekat pada setiap individu
di dunia dan telah di jamin oleh negara-negara yang berdaulat tertuang melalui
peraturan perundang-undangan. HAM adalah sesuatu yang sangat penting yang
telah lama dinyatakan oleh para pemikir (filosof) maupun dicetuskan oleh
berbagai negara di dunia. Pada zaman yunani kuno Plato telah memaklumkan
kepada warga polisnya bahwa kesejahteraan bersama baru tercapai kalau setiap
warga negara melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing.
Instrumen hak asasi manusia internasional ("International human rights
instruments") merupakan alat-alat dan standar pembatasan dan pelaksanaan
mekanisme kontrol terhadap kesepakatan-kesepakatan antar negara tentang
jaminan HAM yakni Undang-undang Internasional HAM dengan bentuknya adalah
kovenan dan protokol.
Pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap HAM lebih menitiberatkan pada
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati
dianugerahi hak dasar atau disebut hak asasi. kemudian pada masyarakat global
atau internasional yang sesuai dengan deklarasi universal hak asasi manusia dan
beberapa instrumen inti hak asasi manusia internasional. Deklarasi Universal
HAM adalah standar umum bagi semua bangsa dan negara dengan tujuan agar
orang atau badan di dalam masyarakat senantiasa mengingat deklarasi ini
dengan cara mengajarkan dan memberikan pendidikan guna menggalakkan
penghargaan akan kebebasan tersebut.

Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional yang memiliki 9 inti instrumen yang
selebihnya merupakan protokol sementara pelaksanaannya oleh Negara-negara
pihak. Selain itu Badan pemantau juga dibentuk secara khusus untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai pemantau jalannya Konvensi.
Adapun macam-macam konvensi itu antara lain :
1.Konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi
rasial lebih menegaskan pada penghapusan diskriminasi rasial di seluruh dunia
dalam segala bentuk dan manifestasinya untuk mengamankan pemahaman dan
penghormatan terhadap martabat pribadi manusia. Pada pasal 1 point pertama
lebih mengacu pada arti dan makna istilah diskriminasi rasial berarti pembedaan,
pengecualian dan pembatasan atau pengutamaan berdasarkan ras, warna kulit,
keturunan, asal usul kebangsaan atau etnis tidak dibenarkan. Sedangkan pada
point keempat lebih menekankan pada tindakan khusus yang diambil dengan
tujuan untuk mengamankan. Pada Pasal kedua setiap Negara-negara mengutuk
tindakan diskriminasi rasial dan diproses harus secara hukum.
2.Kovenan tentang Hak Sipil dan Politik, dimana mengakui sesuai dengan
deklarasi hak asasi manusia, cita-cita manusia yang menikmati kebebasan sipil
dan politik.setiap orang berhak untuk menentukan nasibnya sendiri dalam hak
sipil dan politik demi perkembangan sosial, ekonomi dan budaya mereka.
Kemudian Negara berjanji dan menghormati serta menjamin hak-hak yang diakui
sesuai dengan apa yang tertera dalam kovenan ini.
3.Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, setiap orang
memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri pada hak ekonomi, sosial dan
budaya. Hak ini merupakan hak aspirasi dalam arti bahwa hak ini bersifat Non
Justiciable yakni hak yang tidak dapat dituntut dan diklaim dalam sidang
pengadilan.
4.Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan, dalam Konvensi ini status hukum perempuan mendapat perhatian
yang seluas-luasnya. Kepedulian atas hak-hak dasar partisipasi politik tidak
berkurang sejak tahun 1952 dan kemudian ketentuan-kententuan itu dinyatakan
kembali dalam Konvensi ini tentang hak-hak sipil dan politik perempuan. Selain
itu, Konvensi ini juga memberikan perhatian khusus kepada masalah-masalah
vital yakni, reproduksi, peran perempuan dan masih banyak lagi sekitar hal-hal
yang menyangkut perempuan.
5.Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Atau Hukuman Lain Yang
Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan, dalam tujuan konvensi ini dijelaskan
bahwa setiap tindakan yang menyebabkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat
baik fisik maupun mental dengan sengaja ditimpakan kepada seseorang
berdasarkan informasi dari pihak ketiga Kemudian menghukumnya dengan suatu
tindakan atau diduga dilakukan olehnya atau dilakukan orang ketiga,
mengintimidasi atau memaksa untuk alasan apapun lalu berdasarkan
diskriminasi apapun. Setiap Negara pihak wajib mengambil tindakan legislatif,
administratif, yudisial atau tindakan lain yang efektif untuk mencegah tindakan
penyiksaan di wilayah mana pun di bawah yuridiksinya sesuai dengan isi pasal 2
Konvensi ini.
6.Konvensi Hak Anak, jika dilihat dari segi ketidakmatangan fisik dan mentalnya
anak-anak memerlukan perawatan khusus dan perlindungan hukum yang layak
sebelum dan sesudah kelahiran. Tujuannya adalah untuk memberikan
perlindungan hingga mereka mencapai usia kematangan sebagaimana diatur
dalam pasal 1 bahwa anak berarti setiap manusia yang berusia dibawah delapan
belas tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku bagi anak atau
kedewasaan dicapai lebih awal. Kemudian setiap negara berhak menghormati
dan menjamin hak-hak mereka.
7.Konvensi Internasional Tentang Perlindungan Hak-Hak Semua Pekerja Migran
dan Hak-Hak Keluarganya, konvensi ini diadopsi oleh resolusi Majelis Umum
45/158 pada tanggal 18 Desember 1990 dimana konvensi ini berlaku dalam ruang
lingkup dan definisi yang diuraikan oleh isi Konvensi ini. Konvensi ini lebih
menitiberatkan para pekerja migran yang bekerja di luar negaranya sebagai
tenaga buruh dan pembantu rumah tangga. Di Indonesia pekerja migran ini
disebut TKI atau Tenaga Kerja Indonesia.
8.Konvensi Internasional untuk Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan
Paksa, sebuah instrumen HAM PBB yang bertujuan untuk mencegah
penghilangan paksa atau biasa disebut sebagai kejahatan dalam kemanusiaan
yang berusaha untuk mempertahankan kepentingan sebuah golongan. Konvensi
ini diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 23 Desember 2010. Praktik
penghilangan paksa yang meluas atau sistematis merupakan kejahatan terhadap
kemanusiaan sebagaimana didefinisikan dalam hukum internasional.
9.Konvensi Hak Penyandang Disabilitas, tujuan Konvensi ini adalah untuk
memajukan, melindungi dan menjamin penikmatan penuh dan setara semua hak
asasi manusia dan kebebasan mendasar oleh semua penyandang disabilitas, dan
untuk memajukan penghormatan atas martabat yang melekat pada mereka.

Hak hidup dalam instrumen hukum HAM nasional adalah terdapat dalam:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 28I ayat (4), "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah".

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia


Pasal 71, "Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati,
melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur
dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum
internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara
Republik Indonesia".

3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 32 Tahun 2016 tentang Pelayanan
Komunikasi Masyarakat terhadap Permasalahan Hak Asasi Manusia
Pasal 10 ayat (1) huruf d, "Penyampaian Permasalahan HAM yang
dikomunikasikan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf b dapat menggunakan aplikasi online".

Perbincangan mengenai HAM pada tataran kenegaraan dimulai pada saat


pembasahan mengenai rancangan Undang-Undang Dasar dalam sidang Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Para
pendiri negara saling berbeda pendapat. Soepomo dan Soekarno menolak
dicantumkannya HAM warga negara. Namun demikian, Hatta dan Yamin
bersikukuh agar ada pencatuman hak dalam UUD. Perdebatan berakhir dengan
diterimanya HAM untuk dicantumkan di dalam UUD secara terbatas.
Perdebatan mengenai HAM muncul kembali sebagai upaya untuk mengoreksi
kelemahan dalam UUD 1945 pada sidang Konstituante. Namun kemudian,
Konstituante dibubarkan oleh Presiden Soekarno dengan Dekrit 5 Juli 1959 dan
kembali ke Undang-Undang Dasar 1945. Pada periode reformasi muncul kembali
perdebatan mengenai konstitusionalitas perlindungan HAM. Begitu pula gagasan
untuk mencatumkan HAM ke dalam pasal-pasal UUD. Maka perdebatan bermuara
pada lahirnya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM. Isinya bukan
hanya memuat Piagam Hak Asasi Manusia, tetapi juga memuat amanat kepada
Presiden dan lembaga-lembaga tinggi negara untuk memajukan perlindungan
HAM, termasuk mengamanatkan untuk meratifikasi instrumen-instrumen
internasional HAM.

Pencantuman HAM di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia,


dipertegas dengan diubahnya Undang-Undang Dasar pada Bulan Agustus Tahun
2000. Dalam Bab XA dimasukkan tentang HAM yang berisi 10 Pasal dari Pasal
28A sampai dengan Pasal 28J. Indonesia kemudian juga melahirkan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang mempertegas
penjaminan dan perlindungan hak asasi manusia di Indonesia.

2. Hak bersifat absolut ditujukan kepada semua orang atau ditinjau dari segi
pasifnya, “semua orang harus menghormati pemilik hak kekayaan tersebut.” Hak
kekayaan absolut ini antara lain hak milik, hak gadai, hak fidusia, hak hipotek, hak
tanggungan, dan hak-hak atas benda tak berwujud. Hak absolut adalah hak yang
tidak bisa dipengaruhi oleh apa pun sehingga bisa digunakan di mana saja dan
kapan pun. Hak ini tampak akur dengan hak lainnya. Contoh sederhananya
adalah hak atas kehidupan yang sangat penting.

Perlindungan Hak Asasi Manusia Dalam Kaitannya Dengan Tindakan Ekstra


Judicial Killing secara substantive telah diatur dalam berbagai instrument hukum
HAM Internasional dan instrument HAM Nasional, yang pada intinya bahwa HAM
dianggap sebagai sumber dari asas praduga tak bersalah yaitu asas hukum yang
fundamental dalam menangani tindak kejahatan. Demikian juga dalam Perkap
(Peraturan Kapolri) Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan
Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara
Republik Indonesia juga terdapat jaminan terhadap hak hidup bahkan dikatakan
bahwa hak tersebut tidak dapat dikurangi dalam keadaan darurat sekalipun.

Tindakan Ekstra Judicial Killing dapat dikategorikan sebagai perampasan atas


nyawa seseorang dimana tindakan tersebut dilakukan dengan jalan pintas dan
mengabaikan asas praduga tak bersalah serta proses hukum yang seharusnya
dilakukan, dimana hal ini dapat menimbulkan pertanggungjawaban terhadap
aparat penegak hukum yang terlibat dalam tindakan tersebut. Tindakan
extrajudicial killing yang dilakukan aparat terhadap terduga pelaku tindak pidana
merupakan tindakan semena-mena karena dilakukan tanpa adanya proses hukum
yang sah dan sering dilakukan tidak dalam keadaan pembelaan terpaksa.

Saran:

- Diharapkan negara dapat menerapkan prinsip keadilan dalam bentuk


tanggungjawab negara akibat tindakan aparat kepada korban extra yudicial
killing. .Aparat penegak hukum harus tidak boleh mengindahkan asas-asas
umum yang berlaku dalam sistem peradilan pidana yang berlaku di Indonesia.
Demikian juga konsep keadilan sebagai tanggungjawab negara kepada korban
seharusnya bersifat khusus dengan tidak terbatas pada membedabedakan
korban dari jenis tindak pidana yang dialaminya. Pelanggaran terhadap hak asasi
manusia selama ini hanya bisa dikenakan pasal mengenai pelanggaran kode etik.
Padahal sanksi peraturan kode etik tersebut kurang memenuhi rasa keadilan atau
tidak sebanding dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh aparat tersebut.

- Diharapkan kepada aparat penegak hukum untuk dapat dilakukan pembenahan


sistem dan standar operasi di lapangan dengan menerapkan prinsip-prinsip hak
asasi manusia sebagainana yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun
2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam
Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Mengingat bahwa
Perkap ini sudah mengatur langkah-langkah apa yang harus dilakukan aparat
Polri untuk menghormati hak asasi manusia, sehingga dapat terhindar dari
terjadinya pelanggaran di lapangan

3. Sebagaimana definisi menurut UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi


Manusia, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Hak asasi manusia tersebut memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik hak
yang dimiliki manusia ini tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tidak ada yang paling
penting antar karakteristiknya, oleh karenanya karakteristik HAM bersifat saling
mengikat antar komponen.
- Pertama, bersifat Universal (universality). Artinya universalitas hak tidak dapat
berubah atau tidak dialami dengan cara yang sama oleh semua orang. Hak asasi
bersifat umum, semua orang tanpa terkecuali, mendapatkannya secara cuma-
cuma dan bukan karena kedudukan atau jabatan yang diembannya.
- Kedua, martabat manusia (human dignity). Hak asasi merupakan hak yang
melekat, dan dimiliki setiap manusia di dunia tanpa terkecuali, dari dalam
kandungan hingga manusia tersebut mati. Prinsip HAM ditemukan pada pikiran
setiap individu, tanpa memperhatikan umur, budaya, keyakinan, etnis, ras,
gender, orientasi seksual, bahasa, kemampuan atau kelas sosial lainnya. Setiap
manusia, oleh karenanya, harus dihormati dan dihargai hak asasinya.
Konsekuensinya, semua orang memiliki status hak yang sama dan sederajat dan
tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan tingkatan hirarkis.
- Ketiga, kesetaraan (equality). Konsep kesetaraan mengekspresikan gagasan
menghormati harkat dan martabat yang melekat pada setiap manusia. Secara
spesifik pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyatakan
bahwa ”setiap umat manusia dilahirkan merdeka dan sederajat dalam harkat dan
martabatnya”.
- Keempat, Non diskriminasi (non-discrimination). Non diskriminasi terintegrasi
dalam kesetaraan. Prinsip ini memastikan bahwa tidak seorangpun dapat
meniadakan hak asasi orang lain karena faktor-faktor luar, seperti misalnya ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lainnya,
kebangsaan, kepemilikan, status kelahiran atau lainnya.
- Kelima, Tidak dapat dicabut (inalienability). Hak-hak individu tidak dapat
direnggut, dilepaskan dan dipindahkan. Namun, hak asasi manusia dapat dibatasi
sepanjang untuk alasan yang dibenarkan menurut hukum yang berlaku pada
suatu negara, misalnya apabila seseorang melakukan tindak pidana, dengan
ancaman kurungan penjara. Artinya, hak-hak asasi warga binaan yang dipenjara
tidak lantas tidak dapat dikurangi, seperti hak mendapat hiburan, berwisata,
bahkan makan dan minum-pun semua dibatasi.
- Keenam, Tak bisa dibagi (indivisibility). HAM-baik hak sipil, politik, sosial,
budaya, ekonomi-semuanya bersifat inheren, yaitu menyatu dalam harkat
martabat manusia. Pengabaian terhadap satu hak akan menyebabkan pengabaian
terhadap hak-hak lainnya. Hak setiap orang untuk bisa memperoleh penghidupan
yang layak adalah hak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Hak tersebut
merupakan hak dasar bagi setiap orang agar bisa menikmati hak-hak lainnya
seperti hak atas kesehatan atau hak atas pendidikan.
- Ketujuh, Saling berkaitan dan bergantung (interrelated and interdependence).
Pemenuhan dari satu hak seringkali bergantung kepada pemenuhan hak lainnya,
baik secara keseluruhan maupun sebagian. Contohnya, dalam situasi tertentu,
hak atas pendidikan atau hak atas informasi adalah saling bergantung satu sama
lain. Misalnya, apabila hak terhadap pendidikan tidak didapat seseorang, maka
akan berdampak pada hak memperoleh pekerjaan, berimplikasi terhadap hak atas
kesejahteraan dan tentu berpengaruh terhadap hak hidup secara layak. Oleh
karena itu pelanggaran terhadap suatu hak akan saling bertalian, hilangnya satu
hak mengurangi hak lainnya.
- Terakhir, Tanggung jawab negara (state responsibility). Negara dan para
pemangku kewajiban lainnya bertanggung jawab untuk menaati hak asasi.
Bahkan, di Indonesia sendiri hal ini ditegaskan lagi melalui kebijakan Presiden
Jokowi melalui Nawacita, bahwa negara harus hadir kepada segenap warga
negaranya, melalui serangkaian instrumen HAM yang disahkan melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karenanya, masyarakat dalam hal ini,
harus tunduk pada norma-norma hukum dan standar yang tercantum di dalam
instrumen-instrumen HAM. Seandainya pemerintah gagal dalam melaksanakan
tanggung jawabnya, pihak-pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan
tuntutan secara layak, sebelum tuntutan itu diserahkan pada sebuah pengadilan
yang kompeten atau adjudikator (penentu) lain yang sesuai dengan aturan dan
prosedur hukum yang berlaku.

TERIMA KASIH

SUMBER: BUKU MATERI POKOK HAM HKUM4208, PPT HAM dan PENDAPAT
SENDIRI.

Anda mungkin juga menyukai