Anda di halaman 1dari 14

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.2 (2022.1)

Nama Mahasiswa : Dinda Cesanova

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043692217

Tanggal Lahir : 22 November 2002

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4403/Ilmu Perundang-undangan

Kode/Nama Program Studi : 311/Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 13/Batam

Hari/Tanggal UAS THE : Senin/27 Juni 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Dinda Cesanova


NIM : 043692217
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4403/Ilmu Perundang-undangan
Fakultas : FHISIP

Program Studi : Ilmu Hukum

UPBJJ-UT : Batam

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
27, Juni 2022

Yang Membuat Pernyataan

Dinda Cesanova
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Assalamualaikum Wr. Wb

Izin menjawab

1. Pertanyaan:

1. Coba analisis pernyataan T Koopmans tersebut dan menghubungkannya dalam konteks


Indonesia, mengapa pembentukan undang-undang dewasa ini lebih mengarah kepada
modifikasi, bukan kodifikasi!
2. Dalam beberapa waktu terakhir, di Indonesia sedang ramai membicarakan omnibus law
sebagai salah satu metode dalam pembentukan norma hukum. Apakah metode omnibus law
tersebut sama atau tidak dengan metode kodifikasi. Berikan analisis Saudara!

Jawaban:

1. Menurut analisis saya, T. Koopmans menyatakan bahwa pembentukan undang-undang


dewasa ini tidak lagi berusaha ke arah kodifikasi melainkan modifikasi karena, untuk
menghadapi perubahan dan perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin cepat, sudah
bukan saatnya mengarahkan pembentukan hukum melalui penyusunan kodifikasi tetapi melalui
modifikasi. Karena pemikiran tentang kodifikasi hanya akan menyebabkan hukum selalu
berjalan di belakang dan bukan tidak mungkin selalu ketinggalan zaman. Pengertian modifikasi
adalah pembentukan norma hukum oleh pihak penguasa, yang akan menghasilkan norma-
norma baru dengan tujuan untuk mengubah kondisi yang ada dalam masyarakat. Modifikasi
yang cenderung visioner dan dinamis akan mengarahkan masyarakat ke arah perkembangan
yang diinginkan. Oleh karenanya, modifikasi meletaknya hukum di depan masyarakat. Situasi-
situasi yang terjadi di tengah masyarakat, khususnya yang bersifat darurat, lebih banyak di
selesaikan dengan norma hukum yang dibentuk secara modifikasi karena memang tujuannya
adalah menjadi respon.

2. Omnibus law adalah konsep hukum yang menitikberatkan pada penyederhanaan jumlah
regulasi karena sifatnya yang merevisi dan banyak undang-undang sekaligus. Metode Omnibus
law menurut pendapat saya, tidaklah sama dengan Metode kodifikasi, metode Omnibus law
merupakan metode modifikasi. Ombinus law dimaknai sebagai penyelesaian berbagai
pengaturan dalam peraturan perundang-undangan ke dalam satu undang-undang dan
konsekuensinya mencabut beberapa aturan hasil penggabungan yang dinyatakan tidak
berlaku, baik untuk sebagian maupun secara keseluruhan. Permasalahnnya bahwa norma
hukum dalam konsep omnibus law tidak sejalan dengan norma hukum yang selama ini berlaku
sesuai dengan sistem hukum Indonesia melalui UU 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan
undang-undang nomor 15 Tahun 2019. Pokok permasalahan di simpulkan bahwa undang-
undang dengan konsep omnibus law yang dibuat akan mengubah sistem peraturan perundang-
undangan, karena konsep dan teorinya berbeda dengan model hukum dan norma hukum yang
berlaku selama ini di Indonesia. Oleh karena itu, apabila pemerintah bersama DPR memaksakan
diri membuat undang-undang dengan konsep omnibus law, maka pembentukannya perlu
mengikuti proses prolegnas yang normal, ada naskah akademisnya yang baik, tidak tergesa-
gesa dengan melibatkan skateholder dan masyarakat.
Menurut Dr. Fitriani A. Sjarif (Akademisi Fakultas Hukum UI) mengharapkan modifikasi
penyusunan RUU dengan metode ini, jangan sampai merusak sistem hukum dan perundang-
undangan indonesia, dan pembentukan peraturan yang harus transparan dan partisipatif.
Karena, Menurut Dr. Fitriani A. Sjarif (Akademisi Fakultas Hukum UI) menyatakan terdapat
banyak kekeliruan yang dilakukan pemerintah mulai dari teknik penyusunan sampai substansi
pengaturan yang terdapat dalam RUU Omnibus law Cipta Kerja. Jadi, penyusunannya tetap
harus mengacu teknis pembentukan yang diatur dalam UU 12 Tahun 2011.
2. Pertanyaan:

a. Bagaimana kedudukan Peraturan Menteri (Permen) dalam hierarki, apakah berada di bawah
atau di atas Peraturan Daerah (Perda) yang secara eksplisit disebutkan dalam hierarki
peraturan perundang-undangan?
b. Berikan argumentasi Saudara tentang hal apa saja yang menjadi tolok ukur untuk
menentukan hierarki Peraturan Menteri (Permen) dibandingkan dengan Peraturan Daerah
(Perda)!
c. Berdasarkan argumentasi Saudara dalam jawaban poin b, berikan pula argumentasi Anda
mengenai apakah penyusunan peraturan daerah bisa bersumber dari peraturan menteri?

Jawaban:

a. Kedudukan Peraturan Menteri (Permen) dalam hierarki perundang-undangan adalah berada


di bawah Peraturan Presiden dan berada di atas Peraturan Daerah. Peraturan menteri
dalam undang-undang nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan tidak diatur dalam ketentuan ayat 1 tetapi, jenis peraturan tersebut keberadaannya
diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12/2011, yang menegaskan:
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa
Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-
Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.”
Frase “…peraturan yang ditetapkan oleh… menteri…” di atas, mencerminkan keberadaan
Peraturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Dengan itu,
Peraturan Menteri setelah berlakunya UU No. 12/2011 tetap diakui keberadaannya.
Peraturan menteri yang dibentuk atas dasar perintah dari undang-undang tersebut
dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan atas dasar delegasi. Dengan demikian,
secara umum peraturan perundang-undangan delegasi adalah peraturan perundang-undangan
yang dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Kedudukan Peraturan Menteri yang telah dibentuk sebelum berlakunya UU No. 12 Tahun 2011,
tetap berlaku sepanjang tidak dicabut atau dibatalkan. Menurut saya, terdapat dua jenis
kedudukan Peraturan Menteri yang dibentuk sebelum berlakunya UU No. 12 Tahun 2011.
Pertama, Peraturan Menteri yang dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, berkualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan. Dan Peraturan Menteri
yang dibentuk bukan atas dasar perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
(atas dasar kewenangan), berkualifikasi sebagai Aturan Kebijakan. Hal ini disebabkan UU No.
12 Tahun 2011 berlaku sejak tanggal diundangkan (Pasal 104 UU No. 12 Tahun 2011), sehingga
adanya Peraturan Menteri yang dibentuk sebelum tanggal diundangkannya UU No. 12 Tahun
2011 masih tunduk berdasarkan ketentuan undang-undang yang lama (UU No.10 Tahun 2004).
Konsekuensinya, hanya Peraturan Menteri kategori pertama di atas, yang dapat dijadikan objek
pengujian Mahkamah Agung.
kedudukan Peraturan Menteri yang dibentuk setelah berlakunya UU No. 12 Tahun 2011, baik
yang dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maupun
yang dibentuk atas dasar kewenangan di bidang urusan pemerintahan tertentu yang ada pada
menteri, berkualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, Peraturan
Menteri tersebut memiliki kekuatan hukum yang bersifat mengikat umum dan dapat dijadikan
objek pengujian pada Mahkamah Agung, apabila dianggap bertentangan dengan undang-
undang, kedudukan Peraturan Menteri yang dibentuk tanpa delegasi atas kewenangan di
bidang administrasi negara perlu dipelajari lebih lanjut.
b. Hierarki peraturan menteri mempunyai derajat yang lebih tinggi dari peraturan daerah,
karena kedudukan lembaga kementerian sebagai pembantu presiden yang menjalankan garis
kebijakan umum yang telah ditentukan dan ruang lingkup keberlakuan peraturan menteri
berskala nasional serta materi muatan yang diatur dalam peraturan menteri merupakan
penjabaran secara langsung dari undang-undang, peraturan presiden dan peraturan
pemerintah. Peraturan menteri merupakan suatu peraturan perundang-undangan dan
mempunyai levelitas yang tinggi dibandingkan peraturan daerah, sehingga memasukkan
peraturan menteri di dalam konsiderans “mengingat” dalam suatu peraturan daerah bukanlah
suatu kesalahan normative yang berakibat tidak sahnya peraturan daerah tersebut. Agar terjadi
keseragaman dalam pembentukan peraturan daerah, sudah seharusnya setiap peraturan
daerah mencantumkan peraturan menteri dalam konsiderans “mengingat” dan perlu kiranya
mengkaji ulang dan merevisi UU no. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan untuk memasukkan peraturan menteri dalam suatu hirarkhi, agar tidak
lagi terjadi tafsir yang berbeda serta perdebatan antara derajat peraturan menteri dengan
peraturan daerah. Sedangkan Kedudukan Peraturan Daerah (Perda) dalam sistem perundang-
undangan di Indonesia berada paling rendah dalam tata urutan perundang-undangan nasional,
sehingga dalam pembentukan norma hukumnya harus didasarkan pada norma hukum
peraturan perundang-undangan diatasnya, khususnya pada norma hukum peraturan
perundang-undangan yang tegas-tegas memerintahkan untuk diatur dengan perda. Berbeda
dengan perda kabupaten/kota dalam hierarki peraturan perundang-undangan (jenjangnya lebih
rendah dari perundang-undangan pusat), tidak serta merta mengikuti perintah peraturan
pemerintah ataupun peraturan presiden melampaui kewenangannya, dalam arti bertentangan
dengan undang-undang yang mengatur otonomi daerah dan perda itu sendiri.

c. Menurut pendapat saya, penyusunan peraturan daerah bisa bersumber dari peraturan
menteri karena, permen merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan perundang-
undangan, karena telah memenuhi unsur peraturan perundang-undangan yaitu peraturan
tertulis, dibentuk oleh lembaga atau pejabat Negara, melalui prosedur yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan dan mengikat secara umum. Terlepas dari keberadaannya yang
tidak disebutkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan (sehingga tak jelas dimana
posisinya dibanding Perda), Permen tetap “tinggi” kedudukannya dibanding Perda.
Indikatornya dapat terlihat dari berbagai macam Perda yang dibentuk dengan dasar hukum dari
Permen. Alasan tersebut dapat dijadikan patokan untuk menilai bahwa kedudukan Perda
berada di bawah Permen dengan mempertimbangkan nomor 41 serta 43 Lampiran II UU PPP
yang menerangkan bahwa hanya peraturan yang memiliki derajat lebih tinggi atau sama, yang
dapat dijadikan dasar hukum suatu peraturan perundang-undangan serta urutan pencantuman
peraturan perundang-undangan yang wajib mempertimbangkan hierarki peraturan perundang-
undangan.

3. Pertanyaan:

a. Apakah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dapat memiliki materi


muatan ketentuan pidana?
b. Berikan argumentasi dan ketentuan hukum yang bisa dijadikan sebagai dasar jawaban
Saudara!

Jawaban:

a. Ya, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dapat memiliki materi muatan
ketentuan pidana karena, peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam
hal kegentingan yang memaksa dan materi muatan Perppu sama dengan Undang-undang
sehingga
Perppu juga dapat memuat ketentuan pidana seperti halnya Undang-Undang. Dalam UU No.12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan sangat jelas
mengizinkan sanksi pidana hanya dimuat dalam UU dan Perda. Namun Perpu yang memiliki
materi muatan yang sama dengan UU dianggap termasuk mengenai pengaturan sanksi pidana.

b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pada prinsipnya itu


setara/setingkat dengan Undang-undang. Di dalam UU no. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan telah mengatur bahwa materi muatan mengenai ketentuan
pidana hanya dapat dimuat dalam UU dan Peraturan Daerah (Perda). Karena memiliki
kedudukan dan materi muatan yang sama dengan UU, maka ketentuan pidana dapat dimuat
dalam PERPPU. Ketentuan pidana
memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan
yang berisi norma larangan atau norma perintah yang dijelaskan dalam Angka 112 Lampiran no.
12 Tahun 2011. Letak/kedudukan PERPPU dalam peraturan perundang-undangan dapat dilihat
dalam Pasal 7
ayat 1 UU 12 Tahun 2011 yang menyatakan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-
undangan yang terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Peraturan Presiden
f. Peraturan Daerah Provinsi
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Contoh Perppu yang didalamnya memuat sanksi pidana dapat dilihat dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Perppu nomor 1 Tahun 2002 itu sendiri kemudian
ditetapkan menjadi undang-undang nomor 15 Tahun 2003.

4. Pertanyaan:

Susunlah suatu Dasar Pertimbangan/Landasan dalam Pembentukan suatu Peraturan Daerah


(Perda) berdasarkan pada contoh kasus tersebut!

Jawaban:

- Berdasarkan kasus diatas, Dasar Pertimbangan/Landasan dalam Pembentukan suatu


Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Samosir adalah:

1. Landasan Filosofis Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Samosir


Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum
yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa
peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut kenyataan empiris yang hidup dalam
masyarakat. Adapun landasan sosiologis Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Samosir adalah
Terdapat beberapa pertimbangan sosiologis yang perlu diuraikan terkait Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, sesuai dengan lingkungan,
nilai, norma, dan budaya mayarakat Samosir sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan.
Dengan kata lain, setiap perusahaan yang ada di Kabupaten Samosir harus mampu memberikan
kemanfaatan dan kontribusi, baik di bidang sosial, ekonomi, pendidikan.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi
yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa
persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak
harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga
daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai atau peraturannya
memang sama sekali belum ada.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang dijadikan sebagai acuan dalam


pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
tersebut adalah:

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik
Negara.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan


sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

4. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

TERIMA KASIH

SUMBER: BUKU MATERI POKOK ILMU PERUNDANG-UNDANGAN HKUM4403, PPT ILMU


PERUNDANG-UNDANGAN dan PENDAPAT SENDIRI.
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/jurnal/panduan-penulisan-perda.pdf

Anda mungkin juga menyukai