Anda di halaman 1dari 5

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.2 (2022.1)

Nama Mahasiswa : PUTRI NAJA SUKMA MAULANA

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042951405

Tanggal Lahir : 9 MARET 2002

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4403 / ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

Kode/Nama Program Studi : S1 ILMU HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : UT SEMARANG

Hari/Tanggal UAS THE : SENIN / 27 JUNI 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : PUTRI NAJA SUKMA MAULANA


NIM : 042951405
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4403 / ILMU PERUNDANG-UNDANGAN
Fakultas : HUKUM
Program Studi : S1 ILMU HUKUM
UPBJJ-UT : UT SEMARANG

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
PEMALANG, 27 JUNI 2022

Yang Membuat Pernyataan

PUTRI NAJA SUKMA MAULANA


1.
a) Pembentukan undang-undang dewasa ini lebih mengarah kepada modifikasi, bukan
kodifikasi karena , paradigma pembentukan norma hukum yang banyak
diterapkan adalah bagaimana menciptakan hukum yang dapat merangsang
pembangunan dan perkembangan kehidupan di dalam negara. Hal ini merupakan
salah satu poin penting dalam konsep negara Indonesia sebagai negara hukum materiil,
Indonesia bertugas untuk menyediakan kesejahteraan bagi rakyatnya dengan berbagai
tindakan, salah satunya dengan menginisiasi pembentukan kebijakan dalam bentuk norma
hukum yang demikian disebut modifikasi.
T. Koopmans menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dewasa ini tidak lagi
berusaha ke arah kodifikasi, melainkan modifikasi hal ini dilakukan guna untuk menghadapi
perubahan dan perkembangan kebutuhan masyarakat yang semakin cepat, sudah bukan
saatnya mengarahkan pembentukan hukum melalui penyusunan kodifikasi. Karena
pemikiran tentang kodifikasi hanya akan menyebabkan hukum selalu berjalan di belakang
dan bukan tidak mungkin selalu ketinggalan zaman. Modifikasi adalah pembentukan norma
hukum oleh pihak penguasa, yang akan menghasilkan norma-norma baru
dengan tujuan untuk mengubah kondisi yang ada dalam masyarakat. Modifikasi yang
cenderung visioner dan dinamis akan mengarahkan masyarakat ke arah perkembangan yang
diinginkan, dengan adanya modifikasi diharapkan hukum tidaklah ketinggalan karena selalu
berada dibelakang masyarakat layaknya metode kodifikasi.
Indonesia menerapkan metode modifikasi dengan tujuan hukum di Indonesia tidak selalu
berada di belakang atau bisa disebut juga tertinggal layaknya metode kodifikasi, metode
modifikasi cenderung prospektif dan meletakan hukum di depan masyarakat agar
perkembangan kehidupan dapat berubah ke arah yang lebih baik serta hukum yang berlaku
tidak ketinggalan zaman.
b) Metode omnibus law yang sedang ramai dibicarakan sebagai salah satu metode dalam
pembentukan norma hukum berbeda dengan metode kodifikasi karena metode omnibus law
adalah suatu metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa
aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung
hukum. Penggunaan metode omnibus law bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan
tumpang tindihnya regulasi dan birokrasi, contoh dari penggunaan metode omnibus law di
Indonesia ialah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.
Penggunaan metode omnibus law di Indonesia saat ini masih hanya terbatas pada UU.
Penerapan dari metode omnibus law juga masih jauh dari kata sempurna, contohnya adalah
UU Cipta Kerja yang dinyatakan cacat formil setelah dilakukan uji formil oleh Mahkamah
Konstitusi (selanjutnya disebut MK) akibat tidak terpenuhinya prosedur pembentukan suatu
UU. Selain itu, uji formil terhadap UU Cipta Kerja tentu menunjukkan bahwa penggunaan
metode omnibus law memiliki banyak celah hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan (selanjutnya disebut UU P3). Salah satu asas yang tidak terpenuhi adalah asas
keterbukaan. Asas keterbukaan pada pembentukan UU Cipta Kerja tidak terpenuhi karena
tidak setiap golongan masyarakat yang terdampak dalam UU tersebut ikut berpartisipasi dan
dapat menyuarakan pendapatnya mengenai UU tersebut. Hal ini tentu merupakan hal yang
fatal mengingat setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus melibatkan setiap
golongan masyarakat yang terdampak demi kepentingan masyarakat itu sendiri. Mengacu
pada kondisi ini, menjadi logis jika dikatakan bahwa salah satu kelemahan dari penggunaan
metode omnibus law adalah kesulitan untuk memenuhi semua prosedur pembentukan
peraturan perundang-undangan, terutama dalam hal melibatkan semua golongan
masyarakat.
Sedangkan metode kodifikasi merupakan penyusunan dan penetapan peraturan-peraturan
hukum dalam kitab undang-undang secara sistematis mengenai bidang hukum yang agak
luas. Pengertian lain dari metode kodifikasi ialah suatu proses mengumpulkan dan menyusun
secara sistematik hukumhukum negara atau peraturan dan regulasi yang mencakup bidang
tertentu atau subjek (isi) hukum atau praktik, yang biasanya menurut subjek (isi)-nya.
Di sisi lain, code juga diartikan sebagai himpunan, kompendium, atau revisi hukum
secara sistematik. Kompilasi swasta atau resmi dari semua hukum yang berlaku tetap yang
dikonsolidasikan dan dikelompokkan menurut isinya. Sehingga code (antara lain) berarti kitab
undang-undang (wetboek).
Kodifikasi menjadikan peraturan-peraturan dalam suatu bidang tertentu yang tersebar,
terhimpun dalam suatu kitab yang terstruktur sehingga mudah ditemukan. Bentuk hukumnya
diperbaharui namun isinya diambilkan dari hukum yang sudah ada atau yang masih berlaku.
Contoh kodifikasi hukum adalah hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
hukum perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan hukum dagang dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

2.
a) Kedudukan Peraturan Menteri (Permen) dalam hierarki perundang-undangan berada di
bawah Peraturan Presiden dan berada di atas Peraturan Daerah.
b) Hal yang menjadi tolak ukur dalam menentukan hierarki Peraturan Menteri ialah :
 Peraturan Menteri yang dibentuk atas dasar perintah peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, berkualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan.
 Peraturan Menteri yang dibentuk bukan atas dasar perintah peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi (atas dasar kewenangan), berkualifikasi sebagai Aturan
Kebijakan.
Sedangkan tolak ukur dalam menentukan hierarki Peraturan Daerah ialah :
 Penyusunan Program Pembentukan Peraturan Daerah yang didasarkan pada skala
prioritas;
 Program pembentukan peraturan daerah yang berisi lengkap dengan didasarkan atas
kajian mendalam yang dituangkan baik dalam keterangan, penjelasan maupun
naskah akademik rancangan peraturan daerah;
 Perencanaan yang ditinjau dari segala aspek agar menghasilkan perencenaan yang
baik dan memberikan keuntungan pada tiap sektor khususnya masyarakat.
c) Penyusunan Peraturan Daerah dapat bersumber dari Peraturan Menteri selagi dapat
dipertanggung jawabkan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, sebab proses penyusunan produk hukum daerah harus sesuai dengan
ketentuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI
Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80
Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.
3.
a) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dapat memiliki materi
muatan ketentuan pidana, selagi Perppu diterbitkan dengan keadaan sah maka boleh
memuat sanksi pidana.
b) PERPPU memiliki kedudukan yang setingkat/sejajar dengan UU. PERPPU mempunyai
hierarkhi, fungsi, dan materi muatan yang sama dengan UU, hanya di dalam
pembentukannya berbeda dengan UU. Ini artinya, ketentuan pidana yang merupakan materi
muatan dalam UU juga dapat dimuat dalam PERPPU.
Pasal 15 UU 12/2011 mengatur sebagai berikut :
Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:
 Undang-Undang;
 Peraturan Daerah Provinsi; atau
 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kemudian berdasarkan Lampiran II Bab I huruf C.3 angka 112 UU 12/2011, ketentuan pidana
memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan
yang berisi norma larangan atau norma perintah. Jika diamati, meskipun Pasal 15 UU
12/2011 tidak menyebutkan Perppu sebagai peraturan perundang-undangan yang dapat
memuat materi ketentuan pidana, namun perlu kita pahami bahwa kedudukan, fungsi dan
materi muatan antara undang-undang dengan Perppu adalah sama. Mengenai kedudukan
yang sama ini dapat kita lihat dalam Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 yakni :
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
 Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
 Peraturan Pemerintah;
 Peraturan Presiden;
 Peraturan Daerah Provinsi; dan
 Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Maka Perppu memiliki hierarki, fungsi dan materi muatan yang sama dengan UU, perbedaan
antara keduanya adalah dari segi pembentukannya, dimana undang-undang disetujui
bersama oleh Presiden dan DPR sedangkan Perppu ditetapkan oleh Presiden.

4. Dasar Pertimbangan / Landasan dalam Pembentukan suatu Peraturan Daerah (Perda) berdasarkan
pada contoh kasus :
1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan;
2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (Pasa1136 s.d
Pasa1147);
3) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan
Produk Hukum Daerah. II.
Tujuan utama dari peraturan daerah adalah memberdayakan masyarakat dan mewujudkan
kemandirian daerah, dan pembentukan peraturan daerah harus didasari oleh asas pembentukan
perundang-undangan pada umumnya antara lain; memihak kepada kepentingan rakyat, menjunjung
tinggi hak asasi manusia, berwawasan lingkungan dan budaya. Dalam contoh kasus yang diuraikan
di soal penyusunan perda bertujuan agar setiap perusahaan dapat menciptakan hubungan
yang serasi, seimbang, sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya mayarakat Samosir
sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan kata lain, setiap perusahaan yang ada
di Kabupaten Samosir harus mampu memberikan kemanfaatan dan kontribusi, baik di bidang
sosial, ekonomi,dan pendidikan. Maka hal ini sudah sesuai dengan tujuan utama dibuatnya Perda.

Anda mungkin juga menyukai