Anda di halaman 1dari 11

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.1 (2022.2)

Nama Mahasiswa : GITA FITRIYANTI

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 045273006

Tanggal Lahir : 18 DESEMBER 2000

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4131 SISTEM HUKUM INDONESIA

Kode/Nama Program Studi : 72 / ILMU KOMUNIKASI

Kode/Nama UPBJJ : 80 / MAKASSAR

Hari/Tanggal UAS THE : RABU,28 DESEMBER 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : GITA FITRIYANTI

NIM : 045273006

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4131 SISTEM HUKUM INDONESIA

Fakultas : UNIVERSITAS TERBUKA

Program Studi : 72 / ILMU KOMUNIKASI

UPBJJ-UT : 80 / MAKASSAR

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi
akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.

Yang Membuat Pernyataan

GITA FITRIYANTI
1. Pertanyaan:
1. Meskipun UU Perkawinan sebagai hukum negara tentang unifikasi hukum di bidang perkawinan,
tetapi di dalam UU Perkawinan masih memuat pluralistis hukum. Buktikan bahwa sistem hukum
agama dan sistem hukum adat terintegrasi dalam UU Perkawinan.
Jawab :
Sistem hukum agama dan sistem hukum adat terintegrasi dalam UU Perkawinan Sebagaiman disebutkan
dalam bahasan terdahulu , bahwa tidak akan dipertentangkan antara Hukum Adat dan Hukum Modern .
Dalam pembangunan hukum nasional Indonesia , ciri-ciri hukum modern harusnya dipenuhi. Kalau dipenuhi
, bagaimana kedudukan hukum adat? Dalam hal ini hukum adat tidak dapat diabaikan begitu saja dalam
pembentukan hukum nasional. Dalam seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional , dirumuskan
bahwa Hukum Adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan –bahan
Pembangunan Hukum Nasional yang menuju kepada unifikasi hukum yang dan yang terutama akan
dilakukan melalui pembuatan peraturan perundangan ,dengan tidak mengabaikan timbul/tumbuhnya dan
berkembangnya hukum kebiasaan dan pengadilan dalam Pembinaan Hukum . Dengan Demikian Hukum
Adat ditempatkan pada posisi penting dalam proses pembangunan hukum nasional.
Memperkembangkan unsur-unsur asli , unsure-unsur asing mungkin saja berguna bagi pembentukan hukum
nasional , sehingga pada hakekatnya masalahnya adalah bagaimana peranan hukum adat (yang merupakan
konk sistem nilai dan budaya )dalam pembentukan hukum nasional yang fungsional (yang kemudian
dinamakan “Hukum Indonesia Modern “) (Soerjono Soekanto, Tahun 1976,h.119).
Untuk mengetahui peranan hukum adat dalam pembentukan/pembangunan hukum nasional , maka harus
diketahui nilai-nilai sosial dan budaya yang menjadi latar belakang hukum adat tersebut , serta perannya
masing masing yaitu: (Soerjono Soekanto,1976,h.200).
a. Nilai –nilai yang menunjang pembangunan(hukum), nilai –nilai mana harus dipelihara dan malahan
diperkuat .
b. Nilai-nilai yang menunjang pembangunan (hukum ), apabila nilai-nilai tadi disesuaikan atau diharmonisir
dengan proses pembangunan.
c. Nilai-nilai yang menghambat pembangunan(hukum), akan tetapi secara berangsur –angsur akan berubah
apabila karena faktor –faktor lain dalam pembangunan .
d. Nilai-nilai yang secara definitif menghambat pembangunan (hukum)dan oleh karena itu harus dihapuskan
dengan sengaja.
Dengan demikian berfungsinya Hukum Adat dalam proses pembangunan /pembentukan hukum nasional
adalah sangat tergantung pada tafsiran terhadap nilai-nilai yang menjadi latar belakang hukum adat itu sendiri
. Dengan cara ini dapat dihindari akibat negatif , yang mengatakan bahwa hukum adat mempunyai peranan
terpenting atau karena sifatnya yang tradisional,maka Hukum Adat harus ditinggalkan.
Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional kita di Indonesia selama ini pada dasarnya terbentuk atau
dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem hukum barat, hukum adat dan sistem hukum Islam,
yang masing-masing menjadi sub-sistem hukum dalam system hukum Indonesia. Sistem Hukum Barat
merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Penjajahan
tersebut sangat berpengaruh pada system hukum nasional. Sistem Hukum Adat bersendikan atas dasar-dasar
alam pikiran bangsa Indonesia, dan untuk sadar akan sistem hukum adat orang harus menyelami dasar-dasar
alam pikiran yag hidup dalam masyarakat Indonesia. Kemudian sistem Hukum Islam, yang merupakan
sistem hukum yang bersumber pada Al-Quran dan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad SAW dengan
hadist/sunnah-Nya.
Dari ketiga sistem hukum di atas secara objektif dapat kita nilai bahwa hukum Islamlah ke depan yang lebih
berpeluang memberi masukan bagi ppembentukan hukum nasional. Selain karena mayoritas penduduk
Indonesia beragama Islam dan adanya kedekatan emosional dengan hukum Islam juga karena sistem hukum
barat sudah tidak berkembang lagi sejak kemerdekaan Indonesia, sementara hukum adat juga tidak
memperlihatkan sumbangsih yang besar bagi pebangunan hukum nasional.
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam pembangunan hukum nasional. Ada
beberapa pertimbangan yang menjadikan hukum Islam layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum
nasional adalah Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti :
UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat, dan UU
Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undang-undang lain, baik yang secara langsung
maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang
mengakui keberadaan Bank Syari'ah dengan prinsip syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang
Peradilan Agama yang semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
Undang-Undang Perkawinan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan
diundangkan di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun '1974 No. Tambahan
Lembaran Negara Nomer 3019).
2. Asas perkawinan yang berlaku pada hukum perkawinan Indonesia adalah Asas Monogami. Dalam
hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya (Pasal 3 UU Perkawinan). Meskipun UUP sebagai hukum
negara mewajibkan izin poligami dari isteri yang dikeluarkan melalui penetapan pengadilan. Namun
praktik poligami tanpa izin isteri ataupun penetapan pengadilan masih eksis seperti keadaan sebelum
berlakunya UUP. Mengapa praktik ini masih terjadi? Silakan dianalisis dengan melihat pada
pluralisme hukum perkawinan di Indonesia.
Jawab :
Karena perkawinan poligami tanpa izin Pengadilan Agama tidak mempunyai kekuatan hukum, dengan kata
lain perkawinan poligami tersebut hanya dianggap sah secara agama, namun tidak diakui secara hukum
nasional.
Dalam Islam, poligami diperbolehkan tanpa harus ada izin dari istri pertama karena akadnya tetap sah, akan
tetapi perkawinan poligami tanpa adanya izin dari istri pertama sangat merugikan bagi pihak istri kedua dan
anak-anaknya kelak, sebab secara hukum positif perkawinan itu tidak sah karena tidak tercatat.
Menurut analisis saya dengan melihat pada pluralisme hukum perkawinan di Indonesia adalah Pluralism
hukum di Indonesia sangat berbeda dengan bebrapa pluralism hukum dibelahan dunia Islam lainnya.
Pluralism hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat Indonesia yang sangat plural
dan beragam. Isu pluralism hukum di Indonesia selalu hangat diperbincangkan, baik di era kolonialisme
maupun pada era kemerdekaan. Era kolonialisme corak pluralisme hukum di Indonesia lebih didominasi oleh
peran hukum Adat dan hukum Agama, namun pada era kemerdekaan Pluralisme hukum di Indonesia lebih
dipicu oleh peran Agama dan Negara lebih khusus pada Undang-Undang perkawinan. Hukum Adat pada era
kemerdekaan tidak begitu mendapatkan legalitas positifistik dari Negara, namun berbanding terbalik dengan
hukum Agama yang menjadi sentral dalam perundang-undangan perkawinan di Indonesia. Menariknya,
meskipun hukum adat tidak mendapatkan legalitas dari Negara, namun tetap hidup atau dipraktikkan secara
terus-menerus oleh masyarakat Adat di Indonesia.

2. Pertanyaan :
Silakan dianalisis, bahwa Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19
merupakan tindakan dari campur tangan pemerintah dalam konsep negara kesejahteraan dan telah
berdasarkan asas umum pemerintahan yang baik, yakni :
1. asas manfaat ; dan
2. asas kepentingan umum.
Jawab :
Menurut analisis saya bahwa Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19
merupakan tindakan dari campur tangan pemerintah dalam konsep negara kesejahteraan dan telah
berdasarkan asas umum pemerintahan yang baik, asas manfaat dan asas kepentingan umum. Pandemi Covid-
19 menimbulkan status kedaruratan di Indonesia. Melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020,
Indonesia telah mengumumkan status kedaruratan kesehatan. Berbagai upaya dilakukan dalam rangka
mengatasi dampak pandemi Covid-19. Salah satunya adalah upaya vaksinasi. Namun, di masyarakat timbul
pro kontra terkait vaksinasi tersebut. Sejumlah kalangan masyarakat menolak untuk divaksin. Oleh sebab itu,
artikel ini akan menjelaskan apakah vaksinasi merupakan hak atau kewajiban bagi masyarakat dan apakah
penolak vaksin dapat dikenakan sanksi pidana. Penelitian ini adalah penelitian hukum dengan tipe doctrinal
research serta menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi yang pada mulanya adalah hak setiap orang, dapat menjadi suatu
kewajiban mengingat situasi kedaruratan di Indonesia saat ini. Hal ini karena seseorang yang tidak divaksin
berpotensi untuk menularkan bahkan membunuh orang lain. Adapun mengenai pemidanaan, hal tersebut
seyogyanya menjadi ultimum remedium, apabila pranata-pranata lainnya seperti metode persuasif, sosialisasi
bahkan sanksi administrasi terkait vaksinasi sudah tidak dapat berfungsi sedangkan kondisi kedaruratan
kesehatan di Indonesia semakin memburuk.

3. Pertanyaannya :
1. ldentifikasi tindak pidana yang telah dilakukan oleh Asli KW, Jagung Bakar dan UD dan dasar
hukumnya! .
Jawab :
Tindak pidana yang telah dilakukan oleh Asli KW, Jagung Bakar dan UD dan dasar hukumnya adalah
merencanakan akan mengambil barang milik orang lain yaitu melakukan pencurian.
 Pencurian Ringan

Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur- unsur dari


pencurian yang didalam bentuknya yang pokok, yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang
meringankan) ancaman pidananya menjadi
diperingan. Jenis pencurian ini diatur dalam ketentuan Pasal 364 KUHP yang menentukan :
“ Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan Pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan
dalam Pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri itu tidak lebih dari dua ratus lima puluh
ribu rupiah, diancam karena pencurian
ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
ribu rupiah.”
Berdasarkan rumusan pasal 364 KUHP, maka unsur-unsur pencurian ringan adalah :
1. Pencurian dalam bentuknya yang pokok (pasal 362)

2. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama- sama, atau

3. Tindak pidana pencurian, yang untuk mengusahakan masuk kedalam tempat kejahatan
atau untuk mencapai benda yang hendak diambilnya, orang yang bersalah telah melakukan
pembongkaran, pengrusakan, pemanjatan atau telah memakai kunci palsu, perintah palsu atau jabatan
palsu. Dengan syarat :
4. Tidak dilakukan didalam sebuah tempat kediaman atau rumah;

5. Nilai dari benda yang dicuri tidak lebih dari dua ratus lima puluh ribu rupiah;

6. c) Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP disebutkan
pencurian dengan pemberatan karena pencurian dilakukan dengan cara tertentu atau dalam
keadaan tertentu, sehingga ancaman pidananya diperberat, cara atau keadaan tertentu seperti :

1) Pencurian hewan ternak;


2) Pencurian pada waktu ada kebakaran, gunung meletus, bencana alam,banjir, gempa
bumi, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara,pemberontakan atau bahaya perang;
3) Pencurian pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau pekarangan seseorang
yang tertutup dimana pemiliknya yang berada di dalam tanpa sepengetahuan pemiliknya atau bertentangan
dengan kehendak pemiliknya;
4) Pencurian untuk dapat masuk ke tempat kejahatan dimana barang dicuri itu didapatkan dengan jalan
membongkar, mematahkan dan memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian serta
jabatan palsu;
KUHP pencurian
Bentuk pokok dari tindak pidana pencurian diatur dalam Pasal 362 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
yaitu bahwa siapapun yang melakukan tindak pidana pencurian, diancam dengan pidana penjara maksimal
lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya enam puluh rupiah.

2. Buktikan bahwa dalam tindak pidana yang telah dilakukan oleh Asli KW, Jagung Bakar dan UD
terdapat dua unsur yang memberatkan!
Jawab :
Dalam tindak pidana yang telah dilakukan oleh Asli KW, Jagung Bakar dan UD terdapat dua unsur yang
memberatkan, yaitu :
 merencanakan akan mengambil barang milik orang lain dengan tujuan untuk dijual dan hasilnya
dinikmati atau dibagi bersama dan sesuai rencana.
 Dengan menggunakan sebuah linggis rakitan yang telah disiapkan oleh Asli KW bersama Jagung
Bakar kemudian berdua mencongkel pintu rumah sampai rusak dan terbuka.

4. Pertanyaan:
1. Mengapa keterangan Angin Sepoi dikualifikasi sebagai testimonium de auditu? Jelaskan.
Jawab :
Karena keterangan Angin Sepoi adalah kesaksian tentang hal yang didengar dari orang lain; keterangan saksi
yang disampaikan di muka sidang pengadilan, yang merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang
diperoleh dari orang lain dan bukan pengalaman sendiri.

2. Silakan berikan analisis Saudara, mengapa testimonium de auditu tidak memiliki nilai pembuktian?
Jawab :
Menurut analisis saya karena pada dasarnya kesaksian yang diperoleh dari orang lain atau
kesaksian testimonium de auditu dalam KUHAP secara tegas menyatakan bahwa testimonium de auditu tidak
termasuk alat bukti yang sah. Tetapi kesaksian itu dapat diterapkan sebagai alat bukti persangkaan
(vermoeden), dan persangkaan itu dapat dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.

3. Silakan dianalisis bahwa putusan hakim yang mengabulkan gugatan cerai Cantik Manis telah
dipertimbangkan secara objektif dan rasional berdasakan alat bukti persangkaan yang
dikonstruksikan dari kesaksian de auditu tersebut.
Jawab :
Menurut analisis saya Berdasarkan Pasal 1922 KUH Perdata, Pasal 173 HIR, kepada hakim yang diberi
kewenangan untuk mempertimbangkan sesuatu apakah dapat diwujudkaan sebagai alat bukti persangkaan,
asal itu dilakukan dengan hati-hati dan saksama. Cuma menurut pasal ini, yang dapat dijadikan sumber atau
landasan alat bukti persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang ialah dari saksi, bantahan atau akta.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“Putusan MK 65/PUU-VIII/2010”) makna saksi telah
diperluas menjadi sebagai berikut:
Pasal 1 angka 26 KUHAP dan 27, Pasal 65, Pasal 116 ayat (3), (4), Pasal 184 ayat (1a) KUHAP bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk pula “orang yang dapat memberikan
keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri”.
Sebuah Kajian Putusan MK 65/PUU-VIII/2010 berjudul Daya Ikat Putusan Mahkamah Konstitusi tentang
“Testimonium De Auditu” Dalam Peradilan Pidana (hal. 42) yang bisa diakses dari laman Komisi Yudisial,
antara lain dijelaskan bahwa putusan ini mengakui saksi testimonium de auditu dalam peradilan pidana,
putusan ini merupakan cerminan perlindungan terhadap hak-hak tersangka dan terdakwa. Perlindungan dan
pemenuhan hak-hak tersangka dan terdakwa merupakan prinsip utama dalam hukum acara Pidana.

Anda mungkin juga menyukai